Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seiring dengan derasnya arus globalisasi dan modernisasi,
sekarang telah berkembang beberapa aliran anti tradisi yang berupaya
untuk membid’ahkan atau bahkan mengkafirkan pelaku tradisi tersebut,
serta menggantinya dengan tradisi sebagian bangsa Arab modern. Terdapat
beberapa amaliah-amaliah kita yang dianggap bid’ah, seperti majelis
maulid, sholawat, yasinan, ziarah kubur, tabarruk, tahlilan, tawassulan,
istighosah dan lain sebagainya. Amaliah-amaliah tersebut merupakan
amaliah yang sudah mendarah daging di Nusantara pada khususnya dan
dunia Islam pada umumnya. Amaliah-amaliah tersebut diwariskan oleh
‘alim ulama dan kaum sholihin yang dikenal keluasan ilmunya dan
kemuliaan akhlaknya. Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh
Rasulullah SAW bukanlah untuk menolak atau memberantas segala bentuk
tradisi yang ada dan sudah mengakar menjadi kultur budaya masyarakat,
melainkan untuk melakukan pembenaran atau meluruskan tradisi dan
budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan tradisi yang
baik dan tidak bertentangan dengan risalah Rasulullah harus tetap
dilestarikan, maka Islam akan mengakulturasikannya dan kemudian
mengakuinya sebagai bagian dari budaya dan tradisi Islam itu sendiri.
Istihgasah adalah meminta pertolongan kepada orang yang memilikinya,
yang pada hakikatnya adalah meminta pertolongan kepada Allah S.W.T.
semata. Dalam rmaksud untuk menghindarkan dari bahaya dan bencana,
dan dilakukan bersama-sama dan di tempat terbuka. Terbukti masyarakat
NU di Indonesia sering mengadakan Istighasah untuk meminta tolong dan
menghadapi bencana, seperti melakukan Istighasah ketika menjelang
Ujian Nasional, Menghadapi bencana alam dan sebagainya Bahkan
dipondok pesantren indonesia istighosah menjadi kewajiban dalam
lingkup pesantren. Oleh sebab itu Istighasah sering dilakukan masyarakat

1
NU di Indonesia untuk hal tersebut sebagai tujuan meminta pertolongan
dari mara bahaya.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, berikut ini adalah rumusan masalahnya:
1. Apa pengertian, Dasar hukum dan Jenis-jenis Tawasul?
2. Apa pengertian dan tata cara serta bentuk-bentuk Istighasah?
3. Bagaimanakah Istighasah pada masa Nabi, Sahabat, dan tabi’in?
4. Tujuan
Tujuan kami membuat Risalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian, Dasar hukum dan Jenis-jenis Tawasul.
2. Untuk mengetahui pengertian dan tata cara serta bentuk-bentuk
istighasah
3. Untuk mengetahui bagaimanakah istighasah pada masa nabi, sahabat
dan tabi’in.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian tawassul
Tawassul atau wasilah adalah dua kata yang secara bahasa memiliki arti
yang sama. Kata tawassul diambil dari kata; ‫ل ُ –توسل‬88‫ل –يتوس‬88‫ توس‬Apabila
seseorang melakukan suatu amal untuk mendekatkan dirinya dengan amal
tersebut kepada siapa yang dimaksud. Sedang kata wasilah diambil dari kata:
‫ وسل –يسل –وسل‬Apabila seseorang melakukan upaya pendekatan karena suatu
keinginan. Tawassul menurut kamus Arab Indonesia, berasal dari kata wasala
artinya berbuat kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tawasul
maknanya mengambil wasilah atau perantara. Adapun yang dimaksud dengan
istilah tersebut adalah mencari jalan atau cara yang mendekatkan diri kepada
Allah. Caranya dengan melipat gandakan amal ibadah dan berjihad di jalan
Allah untuk keberuntungannya di dunia dan akhirat kelak. Dengan bertawasul
sebagaimana QS Al Maidah 35, QS Al Isra 57, berarti ia telah memenuhi
perintah Allah. Pada era modern ini tawassul sering dikaitkan dengan syirik
yang bermakna menyekutukan Allah. Ibn Taimiyah (1263-1328) dalam kitab
karangannya "Al Mujizatu wa Karamtul Auliya" ( Mujizat Nabi dan 9
Karamah Wali), menjelaskan pembahasan yang singkat tentang mukjizat dan
keramat. Sesungguhnya tidak ada hubungan timbal balik antara kewalian
dengan khawariqatul adat (hal-hal yang luar biasa). Jadi, tidak setiap wali itu
menunjukkan hal-hal yang aneh. Sebaliknya, tidak pula hal yang luar biasa
yang terjadi pada seseorang membuatnya otomatis menjadi wali Adapun doa
termasuk ibadah. Menurut Ibnu Taymiyyah, barang siapa berdoa kepada
mahluk yang sudah mati dan mahluk-mahluk lain yang gaib serta meminta
pertolongannya, berarti ia telah bid'ah dalam perkara agama.
Mempersekutukan Tuhan seluruh alam, dan mengikuti jalan selain orang-
orang mukmin. Hanya saja masalah sekarang yang timbul adalah masalah
mendekatkan diri kepada Allah melalui para wali yang saleh. Ibn Taymiyyah
merupakan salah seorang tokoh fundamental dan merupakan pendahulu

3
gerakan Wahabiyyah. Nama gerakan Wahabiyyah sesuai dengan gerakan
pendirinya Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1703 - 1787) Kalangan Wahhabi
memandang sejumlah amalan generasi setelahnya generasi sahabat sebagai
bid'ah (menyimpang) termasuk diantaranya, membangun menara dan
pemberian tanda permanen di atas makam. Paham Wahhabi juga menolak
seluruh ajaran essoteris (bathiniyah) atau ajaran mistisisme dan menolak
gagasan orang suci (wali), termasuk juga praktek mengunjungi makamnya.
Praktek memanggil wali untuk mendapatkan berkah adalah praktek syirik.
Mereka menolak seluruh anggapan kesucian (kekeramatan) barang atau
tempat tertentu sebagai tindakan yang mengurangi kesucian Tuhan dan
menyalahi ajaran tauhid. Allah berfirman: artinya: “Hai orang-orang beriman
bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-
Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan”. Q.S. Al Maidah: 35.

B. Dasar hukum
Adapun secara naqliyah dalil-dalilnya, termaktub di dalam ayat-ayat
alQur‘an al-Karim: Pertama: Surat al-Ma'idah ayat 35; ”Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepadaNya". (QS.al-Ma‘dah: 5/35) Kedua: Surat at-Taubah ayat
119 .TAWASUL - Mencari Allah dan Rasul Lewat Jalan Guru 10 ”Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama-sama orang-orang yang Shiddiq”. (QS.atTaubah: 9/119) Ketiga:
Surat al-Baqoroh ayat 43; ”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku'lah bersama sama orang-orang yang ruku”. (QS.al-Baqoroh: 2/43)
Ketiga ayat di atas menunjukkan bahwa Tawasul adalah perintah Allah bagi
orang yang percaya (beriman), supaya ibadah yang sedang mereka jalankan
dapat dilakukan dengan khusyu. Orang yang ibadah tersebut dapat lebih
terfasilitasi untuk wushul kepada-Nya, do‘a-do‘a yang mereka panjatkan
lebih mendekati kepada terbukanya pintu ijabah. Bagi mereka yang tidak
percaya, lebih-lebih yang menolak, maka tawasul itu tidak akan membawa

4
kemanfaatan apa-apa baginya. Meskipun tawasul merupakan perintah Allah,
akan tetapi keadaannya bisa menjadi lain ketika makna tawasul itu dianggap
oleh orang yang tidak memahami rahasia bertawasul sebagai pemberian
penghormatan kepada orang lain. Dengan pandangan seperti itu menjadi
maklum ketika kemudian kebanyakan nafsu manusia menolak melakukannya,
bahkan mereka menuduh orang yang bertawasul itu telah mengkultus
individukan orang yang ditawasuli. Terlebih bagi orang yang memang
sebelumnya telah mempunyai benih penyakit kepada orang yang harus
ditawasuli tersebut. Barangkali seperti itulah keadaan orang yang menolak
melaksanakan tawasul kepada orang lain. Sesungguhnya bagi orang yang di
dalam hatinya ada penyakit hasut kepada orang lain, sebelum penyakit itu
terlebih dahulu mampu dihilangkan, jangankan pelaksanaan tawasul,
alQur‘an sekalipun, yang di dalamnya ada obat penawar dan rahmat bagi
orang yang beriman, bagi orang yang hatinya hasut tersebut, sedikitpun al-
Qur‘an itu tidak dapat membawa kemanfaatan, bahkan hanya akan
menambah kerugian bagi mereka. Allah I telah menegaskan hal tersebut
dengan firman-Nya: ”Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan alQur'an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian. - Dan apabila
Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia: dan
membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa
kesusahan niscaya dia berputus asa. - Katakanlah: "Tiap-tiap 11 orang berbuat
menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui
siapa yang lebih benar jalannya”. (QS.alIsra‘; 17/82-83) Hal itu disebabkan,
karena rahmat dan obat yang ada dalam alQur‘an tersebut terlebih dahulu
telah ditolak oleh hatinya sendiri. Kesembuhan yang didatangkan untuk
jiwanya tidak sampai karena jalan kesembuhan itu telah tersumbat oleh
kesombongan hatinya sendiri. Itulah orang yang menzalimi dirinya sendiri.
Mereka selalu terlewatkan dari kesempatan mendapatkan keutamaan yang
didatangkan Allah untuk dirinya sendiri akibat sikap dan peri laku yang
mereka perbuat sendiri sehingga hidup mereka menjadi merugi.

5
C. Jenis – jenis tawassul
a.) Tawasul Syar'i
Hanya tawasul jenis ini yang diperbolehkan karena tidak
mengandung kesyirikan dan dicontohkan oleh Rasullah shalallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu 'anhum. Tawasul
dalam kategori ini ada 3 bentuk.
1). Tawasul dengan Zat Allah nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Hal
ini berdasarkan firman Allah "Hanya milik Allah asmaa-ul husna,
maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan" [QS. Al A'raf : 180]
Nabi Muhammad juga berdo'a : “… Aku memohon dengan setiap
nama-Mu, yang Engkau memberi nama diri-Mu dengannya, atau yang
Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu, atau Engkau turunkan
dalam kitab-Mu, atau Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-
Mu…” [HR Ahmad, disohihkan Al-Albani].
2). Tawasul dengan amal-amal sholih yang pernah dilakukan.
Terdapat kisah dalam hadis sohih tentang tiga orang yang terjebak
dalam gua tidak bisa keluar karena mulut gua tertutup oleh batu
sehingga masing masing mereka berdoa kepada Allah dengan
bertawasul dengan amalan sholih yang pernah mereka kerjakan hingga
Allah keluarkan mereka dari gua tersebut. 12 Hal ini juga dicontohkan
oleh Nabi Ibrahim 'alaihi salam : "Dan (ingatlah), ketika Kami
menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat
shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:
"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf,
yang ruku' dan yang sujud". [QS. Al Baqarah : 125].
3). Bertawasul dengan doa orang sholih yang masih hidup. Hal ini
pernah dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu

6
tatkala terjadi paceklik di kota Madinah beliau meminta doa paman
Nabi Al Abbas bin Abdul Mutholib bukan dengan Nabi dikarenakan
beliau telah wafat. Begitu juga yang dilakukan Ukasyah ketika
meminta Nabi Muhammad agar mendoakannya termasuk dari
golongan yang masuk surga tanpa dihisab. Allah juga mengisahkan
kisah saudara-saudara yusuf dalam Al Qur'an : "Mereka berkata:
"Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa
kami, sesungguhnya kami adalah orangorang yang bersalah (berdosa)".
(97) Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada
Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang". [QS. Yusuf : 97-98]..
b). Tawasul Bid'ah
Tawasul jenis ini termasuk katagori tawasul yang diharamkan,
bahkan dapat menjerumuskan pelakunya kedalam kesyirikan. Tawasul
jenis ini adalah tawasul yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi
maupun para Sahabat seperti bertawasul dengan kedudukan Nabi
Muhammad atau para wali, contohnya ketika seseorang berkata : "Ya
Allah demi kedudukan Nabi-Mu, demi kedudukan wali fulan….", hal
ini terlarang karena dua alasan : Pertama : Dia telah bersumpah dengan
selain Allah, sedangkan bersumpah dengan selain Allah adalah haram
dan termasuk syirik kecil. Kedua : Orang tersebut berkeyakinan bahwa
orang lain berhak atas diri Allah, padahal Allah lah yang maha kuasa
tidak ada seorang pun berhak atas diri Allah 'azza wa jalla.
c). Tawasul Syirik
Tawasul jenis ini tentu saja haram dan dapat membatalkan
keislaman seseorang dan menyebabkan pelakunya kekal di neraka.
Tawasul jenis ini yang dilakukan oleh kaum musyrikin, mereka berdoa
kepada selain Allah seperti batu, pepohonan, jasad para nabi atau wali
yang telah meninggal. Allah mengisahkan dalam Al – Qur'an : "Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami

7
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". [QS. Az Zumar : 3] Dalam
ayat lain Allah menyebutkan : "Dan mereka menyembah selain daripada
Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada
mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu
adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:
"Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-
Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu)". [QS. Yunus : 18]
Kedua ayat di atas menggambarkan kondisi kaum musyrikin di zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menyembah selain
Allah sebagai perantara, mendekatkan mereka kepada Allah dan
memberi syafaat bagi mereka. Mereka tidak semata-mata meminta
kepada sesembahan mereka, namun sesembahan mereka hanyalah
sebagai perantara dan pemberi syafaat. Kondisi ini sama persis dengan
yang dilakukan kaum musyrikin zaman kita. Mereka menganggap wali
yang sudah meninggal dapat menjadi perantara dan pemberi syafaat
bagi mereka.
D. Tujuan dan hikmah
a). Bertawassul adalah menerima kenyataan yang Sebenarnya dan, hal ini,
merupakan kewajiban bagi orang berakal dan, apalagi beragama. Yakni
menerima kenyataan bahwa ada yang lebih dekat kepada Ridha Allah dari
pada kita.
b). Bertawassul berarti mengimani jalan kebenaran agama yang ditempuh
oleh yang ditawassuli dan, ini jelas keimanan pada Allah itu sendiri dan
ajaran serta agamaNya.
c). Bertawassul berarti bertawadhu kepada Allah, karena kita disuruhNya
untuk menyintai wali-wali dan nabi-nabi yang ia cintai. Jadi, tawassul yang
berupa ketawadhuan kepada yang ditawassuli, Sebenarnya berakhir pada
kerendahan diri pada Allah itu sendiri.
d). Bertawassul berarti menyintai yang dicintai Allah dan, hal ini, jelas akan
dapat memancing keridhaan dan AmpunanNya.

8
e). Bertawassul berarti bertawadhu kepada Nabi saw dan Ahlulbait as. Dan
ini kewajiban kita sesama makhluk.
f). Bertawassul, berarti mengikuti dan menaati Nabi saw dan Allah itu
sendiri, karena Allah dan Nabi Nya saw, mengajarkan hal tsb. sampaisampai
nabi Adam.as pun diberikan nama-nama mereka as dan bertawssul dengan
mereka as. Dan karena itulah Tuhan jelas memerintahkan kita untuk
bertawassul ini, seperti dalam QS: 5: 35: "Wahai orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dan bertawssullah untuk menuju Nya (ridha
dan ampunanNya)!!"
g). Bertawssul berarti kita mengagumi para wali dan nabi as dan menyintai
mereka dimana akan memberikan efek meniru ketakwaan mereka yang
bersumber dari kegaguman itu.
h). Bertawassul, berarti tidak menganggap ruh para wali dan nabi as itu, mati
seperti anggapan wahabi yang materialis tapi aneh dalam setiap shalat
mengucap Salam kepada Nabi saw dan kalau lewat dikuburan muslimin
mengucap Salam kepada ahlul kubur.
i). Bertawassul berati, ingin selalu dekat dengan yang ditawassuli itu. Hingga
demikian, kita akan tersedot ke alam makna dan tidak hanyut dengan dunia.
J). Bertawassul berarti mengetahui sejarah yang ditawassuli dan karenanya
akan membuahkan keyakinan terhadap Islam yang kita warisi dari mereka.
k). Bertwassul berarti tidak menyukai yang tidak disukai oleh yang
ditawassuli, baik perbuatan maksiat atau musuh-musuh Tuhan dengan
berbagai bajunya. Hal inilah yang disbut dengan "Tawalli dan Tabarri", yakni
"Berwilayah dan Berlepas diri". Artinya berwilayah 15 kepada yang hak dan
yang shiraatalmustaqim alias maksum dan berlepas diri dari musuh- musus
mereka.

E. Pengertian istighasah
Pengertian Istighasah Kata “istighotsah” berasal dari “al-ghouts” yang
berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola
(wazan) “istaf’ala” atau “istif’al” menunjukkan arti pemintaan atau

9
pemohonan. Maka istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata
ghufron yang berarti ampunan ketika diikutkan pola istif’al menjadi istighfar
yang berarti memohon ampunan. Jadi istighotsah berarti “thalabul ghouts”
atau meminta pertolongan. Istighasah adalah memohon atau meninta
pertolongan kepada Allah SWT. Kaum Nahdiyin sangat erat hubungannya
dengan Istighasah. Istighasah sangat dianjurkan oleh Agama, lebih-lebih
ketika sedang menghadapi atau mengalami permasalahan yang besar dan
jalan yang ditempuh sangat sulit. Pada saat itu meminta pertolongan kepada
Allah sangat diperlukan dalam bentuk Istighasah. Di semua tingkatan
kepengurusan NU, selalu akrab dengan budaya Istighasah. Kadang
menggunakan istilah Istighasah kubro, Istighosah Nasional, dan lain
sebagainnya. Berkata Syeihkul Islam Ibnu Taimiah : " Istigshostah adalah
meminta pertolongan, dalam rangka untuk menghilangkan musibah atau
bencana." Adapun do'a adalah pokok yaitu "memohon kehadiran" dan di
sebutkan pula bahwa do'a adalah apa-apa yang di gunakan untuk menyeru
Allah berupa perkataan. Ini adalah do'a secara bahasa, adapun secara istilah
adalah memohon sesuatu yang bermanfaat serta memohon untuk menolak
sesuatu yang bermadharat ". Perbedaan antara istighostah dan do'a adalah :
istighostah tidak lain dalam rangka untuk di selamatkan dari suatu musibah,
sedangkan do'a maknanya lebih umum, sebab itu dia mencakup permohonan
dari suatu musibah atau untuk selainnya, setiap istighostah adalah do'a dan
bukan setiap do'a adalah istighostah. 16 Dzikir yang dibaca dalam Istighasah
di dalam kalangan NU memakai dzikir yang dibakukan oleh Jam’iyah ahli
Thariqah al-Muktbarah an-Nahdliyah, ijazah dan Syaikhona Cholil
Bangkalan. Di dalam Istighasah ini oleh Ulama salaf tidaklah terjadi
pertentangan. Karena dalam Istighasah seseorang bukanlah meminta kepda
sesuatu yang dijadikan wasilah tersebut, akan tetapi pada hakikatnya
meminta kepada Allah s.w.t. dengan barakahnya orang yang dekat kepada
Allah s.w.t. baik seorang nabi, wali maupun orang-orang yang shaleh.

10
F. Tata cara istighasah
Tata Cara Istighosah Pada dasarnya Istighasah dilakukan untuk meminta
pertolongan kepada Allah untuk dijauhkan dari segala bencana dan diadakan
di tempat terbuka dan dilakukan bersama-sama. Cara mengamalkan atau tata
cara Istighasah :
a. Hajat ringan, yaitu dengan menggunakan sholat hajat 2 rakaat
b. Hajat besar, yaitu dengan menggunakan sholat 4 rakaat dan 2 kali salam,
diakhiri dengan salam selanjutnya diteruskan dengan sujud syukur, lalu
membaca sholawat, tasbih, lalu meminta hajat apa yang diinginkan. Setelah
itu bertawasul dan membaca bacaan Istighosah.
G. Bentuk – bentuk istighasah
a). yang di perintahkan
yaitu istighostah kepada Allah ta'ala
b). Istighostah yang dilarang. Yaitu istighostah kepada selain Allah yang
tidak mempunyai sifat hayyun ( hidup ) hadir dan qadir ( mampu ).
c). Istrighostah yang di perbolehkan yaitu istighostah ( meminta bantuan )
kepada seseorang yang mempunyai sifat hayyun ( hidup ), hadir ( ada di
hadapan ), qodir ( mampu ) Allah berfirman : Artinya : maka orang yang dari
golongan meminta petolongan kepada ( musa ) untuk mengalahkan orang
yang dari musuhnya." ( al Qhashas 15 ) ayat ini berkenaan dengan orang
berada di bani isroil yang beristighostah kepada musa untuk mengalahkan
musuhnya dari fir'aun. Maka beristighostah kepada orang yang sudah
meninggal, yang ghoib (jin dan lain sebagainya atau manusia tiada di
hadapannya ) ataupun orang yang tidak mempunyai kamampuan, seperti
menurunkan hujan dan lain-lain. Ini adalah syirik besar. Do'a adalah ibadah
sedangkan istighostah adalah lebih khusus daripada do'a, dan memalingkan
do'a kepada selain Allah seperti istighostah, dia adalah musyrik. Orang
musyrik tidak akan di ampuni selama tidak bertaubat pada Allah ta'la dengan
taubat nashuha.

11
H. Istighasah pada masa Nabi, sahabat, dan tabi’in
Istighosah Pada Masa Nabi, Sahabat dan Tabi’in Dan pada dasarnya pada
saat masa Nabi, Sahabat dan Tabi’in lebih dikenal dengan sebutan berdo’a
dengan tujuan meminta pertolongan kepada Allah. Istighotsah juga
disebutkan dalam hadits Nabi, di antaranya: Sesungguhnya matahari akan
mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat sebagian
orang keluar hingga mencapai separuh telinganya, ketika mereka berada
pada kondisi seperti itu, mereka beristighotsah (meminta pertolongan)
kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Musa kemudian kepada Nabi
Muhammad. (H.R.al-Bukhari). Hadits ini juga merupakan dalil
dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah dengan keyakinan
bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab. Terbukti ketika manusia di
padang mahsyar terkena terik panasnya sinar Matahari mereka meminta
tolong kepada para Nabi.
I. Istighosah yang dilakukan oleh NU Di Indonesia
Istighosah yang Dilakukan oleh NU di Indonesia` Di Indonesia istighotsah
diartikan sebagai dzikir atau wiridan yang dilakukan secara bersama-sama
dan biasanya di tempat-tempat terbuka untuk mendapatkan petunjuk dan
pertolongan dari Allah SWT. Sementara doa-doa yang diucapkan pada saat
istighotsah adalah doa-doa atau bacaan yang khas diamalkan dalam jama’ah
thoriqoh, meski kadang ada beberapa penambahan doa. Pertama-tama para
jama’ah istighotsah membaca surat pertama dalam Al-Qur’an yakni Al-
Fatihah sebagai pembuka segala kegiatan yang baik. Selanjutnya jama’ah
membaca doa-doa berikut:
a. Istighfar (astagfirullahal adzim) meminta ampun kepada Allah.
b. Hauqolah (la haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim) Meminta
kekuatan kepada Allah.
c. Sholawat atau doa untuk Nabi Muhammad SAW dan keluarganya
Lafadz tahlil panjang yang berbunyi “La ilaha illa anta subhanaka inni 18
kuntu minadzolimin” sebagai pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa hamba yang sedang berdoa telah melakukan perbuatan dzolim.

12
d. Memuji asma Allah dengan lafadz “Ya Allah ya Qodim, ya Sami’u ya
Basyir, ya Mubdi’u ya Kholiq, ya Hafidz ya Nasir ya Wakilu ya Allah, ya
Lathif”.
e. Kemudian bacaan istighotsah “Ya Hayyu ya Qoyyum birohmatika
astaghits”
J. Dasar hukum tujuan dan Alasan-alasannya diadakan istighosah
a. Dasar Hukum
Dengan firmanNya : Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orangorang yang khusyu’. (QS. Al-baqarah:45). Artinya :
Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada
Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu.” (QS al-Anfal:09). Dan
Nabi bersabda : Artinya : ya Allah berikanlah kepada kami hujan yang
memberikan pertolongan (HR. Bukhari). Dalil tentang diperbolehkannya
berIstighosah dengan amal shaleh ini sangat masyur, karena telah
diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim dan Ahmad.
b. Tujuan dan Alasan-alasannya diadakannya Istighosah
1) Meminta pertolongan
2) Menyambung silaturahmi antar umat islam
3) Menghapus dosa

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tawassul menurut kamus Arab Indonesia, berasal dari kata wasala
artinya berbuat kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Tawasul maknanya mengambil wasilah atau perantara. Adapun yang
dimaksud dengan istilah tersebut adalah mencari jalan atau cara yang
mendekatkan diri kepada Allah. Caranya dengan melipat gandakan
amal ibadah dan berjihad di jalan Allah untuk keberuntungannya di
dunia dan akhirat kelak. Di Indonesia istighotsah diartikan sebagai
dzikir atau wiridan yang dilakukan secara bersama-sama dan biasanya
di tempat-tempat terbuka untuk mendapatkan petunjuk dan
pertolongan dari Allah SWT. Sementara doa-doa yang diucapkan pada
saat istighotsah adalah doa-doa atau bacaan yang khas diamalkan
dalam jama’ah thoriqoh, meski kadang ada beberapa penambahan doa.

B. Saran
Kepada ummat muslim khusunya kita para santri hendaknya
mempelajari dengan seksama Tentang tawassul dan istighosah
sebagaimana yang sudah di ajarkan oleh ulama terdahulu dan juga para
guru-guru kita di kalang ahlussunnah waljamaah Terutaman nahdhatul
Ulama’Jangan sampai kita merusak akidah yang sudah di ajarkan oleh
guru-guru kita.

14

Anda mungkin juga menyukai