Anda di halaman 1dari 12

TAWASSUL

Disusun untuk memenuhi tugas : Ahlussunah Wal Jama’ah

Dosen Pengampu : Zaenal Muttaqin, M.Pd.I

Oleh : 1. Devi Indah Safitri

2. Lukluk Aniisa Alfalqohiy

3. Muhammad Abdul Malik

4. Muhammad Irfan

5. Nurul Khomariah

PRODI PAI

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA

PURWOREJO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tawassul adalah mengadakan wasilah (perantara) antara seorang hamba dan
Rabbnya saat hamba tersebut berdoa. Dalam tradisi keagamaan umat Islam di
Nusantara, tradisi tawassul merupakan sebuah ritual yang sudah mengakar bahkan
telah menjadi kekhususan tersendiri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
sebuah proses peribadahan ini (berdoa).
Namun demikian, dalam praktiknya tawassul seringkali dibumbui oleh hal-hal
negatif yang justru bertentangan dengan aqidah Islamiyah, yang dalam hal ini dapat
menjerumuskan seseorang ke dalam dosa yang paling besar dalam Islam, musyrik.
Karena dalam beberapa praktiknya, kegiatan tawassul justru kemudian memberikan
hak dan sifat-sifat uluhiyah (ketuhanan), yang seharusnya menjadi hak milik Allah
semata, kepada sang perantara. Atas dasar ini, sebagian orang kemudian berpendapat
bahwa seluruh jenis tawassul yang tidak dicontohkan Rasulullah merupakan
kemusyrikan. Sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa seluruh jenis tawassul
merupakan kegiatan yang diperbolehkan karena hal ini tidaklah berkaitan dengan
aqidah, melainkan permasalahan furu’ (cabang) dalam tata cara berdoa kepada Allahu
ta’ala.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tawassul?
2. Apa saja pembagian tawassul?
3. Apa saja dalil amaliah tawassul?
4. Bagaimana pandangan ulama tentang tawassul?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tawassul
2. Untuk mengetahui dalil dalil tentang tawassul
3. Untuk mengetahui macam-macam tawassul
4. Untuk mengetahui bagaimana praktik tawassul pada zaman sahabat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tawassul
Dari kacamata bahasa, tawassul berawal dari fi’il madhiwassala, menurut
arti etimologi (bahasa-lughoh) mempunyai arti al-qurbah atau al-taqarrub (‫)اﻟﺘﻘﺮب‬,
artinya mendekatkan diri dengan suatu perantaraan (wasilah).Wasilah bermaksud
“perantara”. dalam bahasa Arab adalah isim dari kata kerja “wasalailahi bikadza,
yasilu, wasilatan fahuwa wasilun” artinya, mendekatkan diri dan mengharapkan. Dan
dari kata itu terbentuk kata “ma yutaqarrabu bihi ila alghairi” artinya, sesuatu yang
bisa mendekatkan diri pada hal yang lain. Maka dari kata wasilah itulah masyarakat
kita lebih mengenal dengan kata tawassul. Jadi, tawassul adalah mendekatkan diri
dengan suatu perantaraan (wasilah) atau menjadikan sesuatu yang menurut Allah
mempunyai nilai, derajat dan kedudukan yang tinggi, untuk dijadikan sebagai
perantaraan (wasilah) agar doa dapat dikabulkan. Sedangkan untuk orang yang
melakukan tawassul disebut dengan mutawassil bentuk plural dari kata wasil.Dari
kata-kata itulah kemudianpraktek tentang wasilah biasa pula dikenal dengan istilah
tawassul. Jadi, jika kata tawassul disebutkan, maka ia jelas memiliki hubungan yang
sangat erat dengankata wasilah, karena ia merupakan bentuk isim masdar dari kata
tawassala.1
Sedangkan menurut terminologi syariat wasilah adalah amalan yang
dipersembahkan seorang hamba mukmin saat menyampaikan keinginannya, untuk
dijadikan perantara sehingga keinginannya tercapai.wasilah adalah mendekatkan diri
kepada Allah swt. dengan amalan shalih demi mendekatkan diri kepada-Nya, meraih
derajat disisi-Nya, atau untuk memenuhi hajat, mendapatkan manfaat dan terhindar
dari mara bahaya.2

1
Muhammad Hanif Muslih, Ibid., hlm. 51

2
Ibid
B. Pembagian Tawassul
Adapun tawassul (mendekatkan diri kepada Allah dengan cara tertentu) ada
tiga macam:
1. Masyru’, yaitu tawassul kepada Allah Azza wa Jalla dengan Asma’ dan Sifat-Nya
dengan amal shalih yang dikerjakannya atau melalui do’a orang shalih yang masih
hidup.
2. Bid’ah, yaitu mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara yang tidak
disebutkan dalam syari’at, seperti tawassul dengan pribadi para Nabi dan orang-orang
shalih, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka, dan sebagainya.
3. Syirik, bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara
dalam ibadah, termasuk berdo’a kepada mereka, meminta hajat dan memohon
pertolongan kepada mereka.3
a). Penjelasan Tentang Tawassul yang Masyru’:4
Tawassul yang masyru’ (yang disyari’atkan) ada 3 macam, yaitu:
1). Tawassul dengan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah.
Yaitu seseorang memulai do’a kepada Allah dengan mengagungkan,
membesarkan, memuji, mensucikan, terhadap Dzat-Nya yang Mahatinggi,
Nama-Nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi kemudian berdo’a
dengan apa yang Dia inginkan dengan menjadikan pujian, pengagungan, dan
pensucian ini hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia mengabulkan
do’a dan mengabulkan apa yang seseorang minta kepada-Nya dan Dia pun
mendapatkan apa yang dia minta kepada Rabb-nya.
2). Seorang Muslim bertawassul dengan amal shalihnya.
Allah Ta’ala berfirman:‫ار اﻟَّذِينَ َيﻘُوﻟُونَ َربَّنَا ِإنَّنَا آ َمنَّا فَا ْغ ِف ْﺮ ﻟَنَا‬ َ َ‫ذُنُو َبنَا َو ِقنَا َعذ‬
ِ َّ‫اب اﻟن‬
“Yaitu orang-orang yang berdo’a: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah
beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa
Neraka.” [Ali ‘Imran: 16]5

3
Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah (hal. 15-17).
4
Diringkas dari at-Tawassul Anwaa’uhu wa Ahkamuhu oleh Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani, cet. Daarus Salafiyah, th. 1405 H; Majmuu’ Fataawaa wa Rasaa-il
(II/335-355) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin; dan Haqiiqatut Tawassul al-
Masyru’ wal Mamnuu’, tash-hih Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin.
5
Lihat juga Ali ‘Imran: 53 dan 193-194.
Dalil lainnya yaitu tentang kisah tiga orang penghuni gua yang bertawassul
kepada Allah dengan amal-amal mereka yang shalih lagi ikhlas, yang mereka
tujukan untuk mengharap wajah Allah Yang Mahamulia, maka mereka
diselamatkan dari batu yang menutupi mulut gua tersebut.

3). Tawassul kepada Allah dengan do’a orang shalih yang masih hidup.
Jika seorang Muslim menghadapi kesulitan atau tertimpa musibah besar, namun
ia menyadari kekurangan-kekurangan dirinya di hadapan Allah, sedang ia ingin
mendapatkan sebab yang kuat kepada Allah, lalu ia pergi kepada orang yang
diyakini keshalihan dan ketakwaannya, atau memiliki keutamaan dan
pengetahuan tentang Al-Qur-an serta As-Sunnah, kemudian ia meminta kepada
orang shalih itu agar berdo’a kepada Allah untuk dirinya, supaya ia dibebaskan
dari kesedihan dan kesusahan, maka cara demikian ini termasuk tawassul yang
dibolehkan.

b). Penjelasan Tentang Tawassul Yang Bid’ah:


Tawassul yang bid’ah yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan syari’at. Tawassul yang bid’ah ini ada beberapa
macam, di antaranya:6

1. Tawassul dengan kedudukan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam


atau kedudukan orang selainnya. Perbuatan ini adalah bid’ah dan tidak boleh
dilakukan. Adapun hadits yang berbunyi:

‫ فَإ ِ َّن َجاهِي ِع ْندَ هللاِ َع ِظيْم‬,‫سأ َ ْﻟﺘ ُ ُم هللاَ فَا ْسأَﻟُ ْوهُ بِ َجا ِه ْي‬
َ ‫إِذَا‬.

“Jika kalian hendak memohon kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya


dengan kedudukanku, karena kedudukanku di sisi Allah adalah agung.”

6
Dinukil dari ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 142-144) oleh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan.
Hadits ini adalah bathil yang tidak jelas asal-usulnya dan tidak terdapat sama
sekali dalam kitab-kitab hadits yang menjadi rujukan, tidak juga seorang
ulama pun yang menyebutnya sebagai hadits. 7

2. Tawassul dengan dzat makhluk.Tawassul ini -seperti bersumpah dengan


makhluk- tidak dibolehkan, sebab sumpah makhluk terhadap makhluk tidak
dibolehkan, bahkan termasuk syirik, sebagaimana disebutkan di dalam
hadits. Dan Allah tidak menjadikan permohonan kepada makhluk sebagai
sebab dikabulkannya do’a dan Dia tidak mensyari’atkan hal tersebut kepada
para hamba-Nya.

3. Tawassul dengan hak makhluk.Tawassul ini pun tidak dibolehkan, karena dua
alasan:
Pertama, bahwa Allah tidak wajib memenuhi hak atas seseorang, tetapi
justeru sebaliknya, Allah-lah yang menganugerahi hak tersebut kepada
makhluk-Nya. Orang yang taat mendapatkan balasan (kebaikan) dari Allah
karena anugerah dan nikmat, bukan karena balasan setara sebagaimana
makhluk dengan makhluk yang lainKedua, hak yang dianugerahkan Allah
kepada hamba-Nya adalah hak khusus bagi diri hamba tersebut dan tidak ada
kaitannya dengan orang lain dalam hak tersebut. Jika ada yang bertawassul
dengannya, padahal dia tidak mempunyai hak berarti dia bertawassul dengan
perkara asing yang tidak ada kaitannya antara dirinya dengan hal tersebut dan
itu tidak bermanfaat untuknya sama sekali.8

c). Penjelasan Tentang Tawassul Yang Syirik:


Tawassul yang syirik, yaitu menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai
perantara dalam ibadah seperti berdo’a kepada mereka, meminta hajat, atau
memohon pertolongan sesuatu kepada mereka.Tawassul dengan meminta do’a
kepada orang mati tidak diperbolehkan bahkan perbuatan ini adalah syirik
akbar. Karena mayit tidak mampu berdo’a seperti ketika ia masih hidup.
Demikian juga meminta syafa’at kepada orang mati, karena ‘Umar bin al-

7
Lihat Majmuu’ Fataawaa (I/319) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
8
‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 144).
Khaththab Radhiyallahu anhu, Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu
anhuma dan para Sahabat yang bersama mereka, juga para Tabi’in yang
mengikuti mereka dengan baik ketika ditimpa kekeringan mereka memohon
diturunkannya hujan, bertawassul, dan meminta syafa’at kepada orang yang
masih hidup, seperti kepada al-‘Abbas bin ‘Abdil Muthalib dan Yazid bin al-
Aswad. Mereka tidak bertawassul, meminta syafa’at dan memohon
diturunkannya hujan melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
baik di kuburan beliau atau pun di kuburan orang lain, tetapi mereka mencari
pengganti (dengan orang yang masih hidup).

C. Dalil Amaliah Tawassul


1. Al Maidah ayat 35
ََّ ‫سيلَ َةَ إِلَ ْي َِه َوا ْبتَغُوا‬
‫ّللاَ اتَّقُوا آَ َمنُوا الَّذِينََ أَيُّهَا يَا‬ ِ ‫ا ْل َو‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
wasilah (perantara) yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya”..9
2. Qs. Yusuf (12):97-98
‫سو‬ ِ ‫ْف أَ ْسﺘ َ ْغ ِف ُﺮ ﻟَ ُک ْم َربىْْقَاﻟُواْ َيأ َ َبانَا ا ْسﺘ َ ْغ ِف ْﺮ ﻟَنَا ذُنُو َبنَا ِإنَّا ُک َّنا خ‬
َ ‫ قَا َل‬. َ‫َاطين‬ َ ِ ‫اﻟﺮ ِحي ُم‬ ُ ُ‫ِإنَّهُ ه َُو ْاﻟغَف‬
َّ ‫ور‬
Artinya : Tawassul saudara-saudara Yusuf kepada ayahnya, Ya’qub yang berkata,
“Mereka berkata, “Hai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap
dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah
(berdosa). Ya‘qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada
Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
3. Qs. Al-Nisa (4):64
ً ‫َّللاَ ت ََّوابا ً َرحيما‬
َّ ‫سو ُل ﻟَ َو َجد ُوا‬ َّ ‫َّللاَ َو ا ْسﺘَ ْغفَ َﺮ ﻟَ ُه ُم‬
ُ ‫اﻟﺮ‬ َّ ‫ک فَا ْسﺘ َ ْغفَ ُﺮوا‬ َ ُ‫ظلَ ُموا أ َ ْنف‬
َ ُ‫س ُه ْم جاؤ‬ َ ْ‫َو ﻟَ ْو أَنَّ ُه ْم إِذ‬
Artinya : Tawassul kepada Rasulullah Saw: “Sesungguhnya jika mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan
rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah
Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”

9
Ibid.
4. QS 2:37
َّ ُ‫َاب َعلَ ْي ِه ِإنَّهُ ه َُو الت َّ َّواب‬
‫الر ِحي ُم‬ ٍ ‫فَتَلَقَّى آدَ ُم ِمن َّر ِِّب ِه َك ِل َما‬
َ ‫ت فَت‬
“Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya,
maka ‫ هللا‬menerima taubatnya. Sesungguhnya ‫ هللا‬Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.”Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli
tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad
SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya
oleh ‫ هللا‬SWT, sebagai nabi akhir zaman.
5. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir, Sebagaimana nabi Adam
AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim
Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :
‫ يا ربى ! إنى أسألك بحق محمد لما‬: ‫ لما اقترف آدم الخطيئة قال‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ي من‬
ِّ ‫ يا ربى ألنك لما خلقتنى بيدك ونفخت ف‬: ‫ يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال‬: ‫غفرتنى فقال هللا‬
‫روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش مكتوبا الإله إال هللا محمد رسول هللا فعلمت أنك لم تضف إلى‬
‫ ولوال‬،‫ ادعنى بحقه فقد غفرت لك‬،‫ صدقت يا آدم إنه ألحب الخلق إلي‬: ‫إسمك إال أحب الخلق إليك فقال هللا‬
615 :‫ ص‬2 : ‫)محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج‬
“Rasulullah s.a.w. bersabda:”Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau
ampuni diriku”. Lalu Allah berfirman:”Wahai Adam, darimana engkau tahu
Muhammad padahal belum aku jadikan?” Adam menjawab:”Ya Tuhanku ketika
Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku
sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-
tiang Arash tertulis “Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah” maka aku
mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu
kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai”. Allah menjawab:”Benar Adam,
sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan
melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad
maka tidaklah Aku menciptakanmu”
6. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .
‫ اللهم إنى‬: ‫ فقال‬،‫ من خرج من بيته إلى الصالة‬: ‫ رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫عن أبى سعيد الحذري قال‬
‫ خرجت‬،‫أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج شرا وال بطرا وال رياءا وال سمعة‬
‫ إنه ال يغفر الذنوب إال‬،‫ وأن تغفر لى ذنوبى‬،‫إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تعيذنى من النار‬
‫ أقبل هللا بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن‬،‫أنت‬
‫)سنى‬.
Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:”Barangsiapa keluar dari
rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya)
Ya ‫ هللا‬sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan
melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan,
untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari
ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau
ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu”,
maka ‫ هللا‬akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya”.
(Riwayat Ibnu Majad dll.).
D. Pandangan ParaَUlama’َTentangَTawassul.
1. Pandangan Ulama Madzhab

Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu
dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:”Kalau aku berziarah ke kubur nabi,
apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:”Bagaimana engkau
palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu
Adam kepada ‫ هللا‬sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka
Allah akan memberimu syafaat”. (Al-Syifa’ karangan Qadli ‘Iyad al-Maliki jus: 2 hal:
32).
Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i
dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada
bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :”Syafii ibarat matahari bagi manusia dan
ibarat sehat bagi badan kita”. (166:‫)شواهد الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص‬
2. Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah
sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para
ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan
tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah
sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal 160)
3. Pandangan Ibnu Taimiyah(dedengkot salafi)
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada
nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah
meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi
Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Turmudzi :
‫ اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى‬: ‫أن النبي علم شخصا أن يقول‬
‫ي (أخرجه الترميذى وصححه‬
ِّ ‫)ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه ف‬.
Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)”Ya ‫ هللا‬sesungguhnya aku
meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang
penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada
Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya’faat”. Tawassul seperti ini
adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tawassul adalah mendekatkan diri dengan suatu perantaraan (wasilah) atau
menjadikan sesuatu yang menurut Allah mempunyai nilai, derajat dan kedudukan
yang tinggi, untuk dijadikan sebagai perantaraan (wasilah) agar doa dapat
dikabulkan.
2. Masyru’, yaitu tawassul kepada Allah Azza wa Jalla dengan Asma’ dan Sifat-Nya
dengan amal shalih yang dikerjakannya atau melalui do’a orang shalih yang masih
hidup.
3. Bid’ah, yaitu mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara yang
tidak disebutkan dalam syari’at, seperti tawassul dengan pribadi para Nabi dan
orang-orang shalih, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka, dan
sebagainya.
4. Syirik, bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara
dalam ibadah, termasuk berdo’a kepada mereka, meminta hajat dan memohon
pertolongan kepada mereka
B. Saran
1. Diharapkan dari penulisan makalah ini bisa digunakan sebaik baiknya dan
bermanfaat bagi siapapun,
2. Diharapkan dari pembaca dapat mengamalkan isi dari penulisan ini,
3. Mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dari penulisan ini.
Daftar Pustaka

Suara Muhammadiyah. 1 – 15 Januari 2005. Agama yang Membebaskan

https://islam.nu.or.id/post/read/89941/dalil-dalil-tawasul-dengan-orang-shalih-yang-masih-hidup

https://www.islamquest.net/id/archive/question/fa2265

http://misssemriwing.blogspot.com/2016/08/dalil-dalil-tawassul.html

Anda mungkin juga menyukai