Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FIQH NADZAR
Untuk memenuhi tugas matakuliah Fiqh Ibadah Jurusan Syari’ah
Program Studi Ekonomi Syari’ah

Dosen Pembimbing :
Hj. Mariyah Ulfa, M.E.I

Disusun oleh :
Kelompok 9
Kelas K2

1. Luluk Ary Soca (083 134 089)


2. Ria Rosdiyana Dewi (083 134 090)
3. Kholqillah Emha A. (083 134 091)
4. Achmad Iqbal Maulana (083 134 093)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


(STAIN) JEMBER
2014
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah menganugerahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya, karena hanya dengan karunia-Nya makalah yang
berjudul “Nadzar” ini dapat selesai tanpa hambatan yang berarti. Shalawat dan
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. utusan dan manusia
pilihan-Nya yang mengantarkan umat manusia minadzdzulumati ilan-nuur, yakni
addinul Islam (dari zaman kegelapan menuju zaman yang bercahaya, yakni agama
Islam).
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Hj. Mariyah Ulfa, M.E.I sebagai dosen pembimbing mata kuliah Fiqh
Ibadah.
2. Rekan-rekan yang memberikan saran-sarannya dan semangat pada
pemakalah agar dapat menyusun makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
dengan senang hati menerima kritik dan saran yang konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 01 Mei 2014

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Nadzar...............................................................................3
B. Macam-macam Nadzar.......................................................................3
C. Dasar Hukum Bernadzar....................................................................6
D. Kafarat Nadzar....................................................................................8
E. Hal-hal Lain yang Berkaitan dengan Nadzar.....................................10
F. Hubungan Antara Nadzar dengan Sumpah........................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................13
B. Kritik dan Saran...................................................................................13
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sering disebut-sebut sebagai agama rahmatan lil ‘alamin yang
berarti rahmat bagi seluruh alam. Hal ini berkaitan ajaran agama Islam yang
lengkap dan kompleks mencakup semua hal dan permasalahan yang ada di
dunia maupun yang tidak berkaitan dengan keduniaan itu sendiri. Ajaran-
ajaran tersebut mengenai hubungan antara manusia dengan manusia, manusia
dengan makhluk lainnya, dan yang paling utama adalah hubungan manusia
sebagai hamba dengan Tuhannya.
Ajaran-ajaran tersebut disajikan dan tertuang dalam hal yang mulai
kecil hingga yang besar, terangkum dalam kitab suci al-Qur’an. Bukan
sekedar ajaran agama berupa teori dalam al-Qur’an saja, namun ajaran-ajaran
tersebut diperjelas dan dipraktekkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW.
hingga mudah dimengerti oleh pengikutnya. Banyak sekali ajaran agama
yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah untuk ummatnya.
Ajaran agama yang sekian banyak itu menuntut manusia untuk selalu
berhati-hati dalam menjaga perilaku dalam hidupnya. Terutama menyangkut
lisan yang seringkali diabaikan oleh kebiasaan, keinginan atau bahkan
keadaan. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut yang berhubungan
dengan lisan, yakni nadzar yang berisi janji kepada Allah SWT. dan
bagaimana pelaksanaannya serta konsekuensinya.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan nadzar dan apa saja persyaratan nadzar ?
b. Apa saja macam-macam nadzar itu ?
c. Bagaimana dasar hukum bernadzar ?
d. Apa kafarat nadzar itu ?
e. Apa hubungan antara nadzar dengan sumpah ?
C. Tujuan
a. Mengetahui definisi nadzar dan syarat-syaratnya;
b. Mengetahui macam-macam nadzar;
c. Mengetahui dasar hukum mengenai nadzar;
d. Mengetahui konsekuensi nadzar beserta kafaratnya;
e. Mengetahui hubungan antara nadzar dengan sumpah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nadzar
Nadzar atau yang biasa disebut nazar ialah mewajibkan atas diri
sendiri kepada sebuah ibadah yang pada dasarnya tidak diwajibkan oleh
syara’ atau syari’at, disertai dengan lafadz yang menunjukkan hal itu.1 Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam nadzar yang berkaitan dengan
dua hal, yakni tentang orang yang bernadzar dan sesuatu yang dinadzarkan.
Syarat-syarat orang yang bernadzar, antara lain:
a. Orang Islam
b. Orang yang baligh dan berakal
c. Mampu memilih.
Dan syarat-syarat sesuatu yang dinadzarkan, antara lain:
a. Perkara ibadah, seperti sholat sunnah, puasa sunnah atau sadaqah
b. Bukan perkara fardhu seperti sholat lima waktu atau puasa Ramadhan
c. Harta yang memang menjadi milik orang yang bernadzar.

B. Macam-macam Nadzar
Nadzar ada beberapa macam, antara lain:
a. Menurut madzhab Syafi’i, nadzar itu terbagi menjadi dua bagian, yakni:
 Nadzar tabarrur, yakni nadzar dengan sesuatu perbuatan kebajikan. Di
mana orang yang bernadzar bermaksud melakukan sesuatu perkara
yang termasuk perbuatan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
misalnya shalat, puasa dan lainnya. Nadzar tabarrur ini masih dibagi
lagi menjadi dua bagian, yakni:
1. Nadzar yang dikaitkan dengan berhasilnya atau terwujudnya
sesuatu yang diharapkannya, misalnya seseorang berucap, “Jika
Allah SWT. menyembuhkan sakitku, maka atasku (nadzar) akan

1
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009) hal. 21

3
berpuasa atau akan shalat”. Nadzar ini juga disebut dengan nadzar
mujazah.
2. Nadzar yang tidak dikaitkan dengan sesuatu, misalnya sejak
pertamanya orang itu berkata: “Karena Allah wajib atasku
berpuasa atau shalat”. Jika harapannya itu terlaksana, ia wajib
memenuhi nadzarnya. Firman Allah:
ِِ
٩۱:‫ النهل‬. ْ‫اهدمُت‬ َ ‫َواَْو ُف ْوا بِالْ َع ْهد ا َذ‬
َ ‫اع‬
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji.”
(An-Nahl : 91)2
Firman Allah:

. ‫الصاحِلِني‬ َّ َ‫ضلِ ِه لَن‬


َّ ‫ص َّدقَ َّن َولَنَ ُكونَ َّن ِم َن‬ ْ َ‫اه َد اللّهَ لَئِ ْن آتَانَا ِمن ف‬ ِ
َ ‫َومْن ُهم َّم ْن َع‬
۷۵ :‫التوبة‬
“Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada
Allah, “Sesungguhnya jika Allah Memberikan sebagian dari
karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan
niscaya kami termasuk orang-orang yang saleh.” (At-Taubah: 75)3
 Nadzar lajaj, yakni nadzar khisham (pertengkaran), karena pada
umumnya nadzar tersebut diucapkan saat bertengkar atau saat marah.
Nadzar ini terbagi menjadi tiga, yakni:
1. Nadzar itu dimaksudkan untuk mencegah dirinya sendiri dari
melakukan suatu perbuatan, seperti ucapan seseorang, “Jika aku
berbicara dengan si Fulan, maka terhadap Allah aku harus
memenuhi (nadzar) begini”.
2. Nadzar itu dimaksudkan untuk melanggar mengerjakan sesuatu,
misalnya seseorang berkata, “Jika aku tidak masuk rumah, maka
terhadap Allah aku harus memenuhi (nadzar) begini”.

2
Ahmad Isa Asyur, Fiqh Islam Praktis (Solo: Pustaka Mantiq, 1995) hal. 417-418
3
Ibid., hal 418

4
3. Nadzar itu dimaksudkan untuk meyakinkan berita, seperti
perkataan, “Apabila perkara ini tidak sesuai dengan yang aku
katakan, maka terhadap Allah atasku harus melakukan begini”.4
b. Nadzar mu’allaq atau nadzar muqayyad, yakni nadzar yang bersyarat.
Diwajibkan atas dirinya sebuah ibadah ketika sutau nikmat terjadi atau
suatu bencana hilang. Misalnya, perkataan “Apabila Allah
menyembuhkan keluargaku yang sakit, maka wajib atasku memberi
makan tiga orang miskin”. Atau “Apabila Allah mewujudkan harapanku
dalam hal ini, maka wajib atasku ini”. Nadzar ini wajib ditunaikan ketika
sesuatu yang diinginkan itu terjadi.5
c. Nadzar muthlaq, yakni nadzar tidak bersyarat. Mewajibkan sebuah ibadah
atas diri sendiri tanpa menggantungkan atau menghubungkannya pada
sesuatu. Nadzar ini juga bisa disebut nadzar ghair masyruth. Misalnya,
“Wajib atasku untuk Allah mengerjakan shalat dua rakaat”. Atau “Saya
bernadzar kepada Allah untuk melakukan shalat dua rakaat habis
berwudlu”.
d. Nadzar maksiat; orang yang bernadzar ini menadzarkan untuk berbuat
sesuatu yang dilarang oleh syara’. Misalnya nadzar minum arak, berpuasa
pada hari ‘Id dan hari tasyriq, mencium yang bukan muhrimnya, dan lain-
lain. Nadzar macam ini tidak boleh dipenuhi. Apabila dia memenuhi,
maka ia berdosa dan tidak wajib membayar kifarat. 6 Dalilnya adalah
sabda Rasulullah SAW.,

‫صيَ ٍة‬
ِ ‫الَ نَ ْذر يِف مع‬
َْ ْ َ
“Tidak ada nadzar dalam hal yang maksiat”.
e. Nadzar mubah; seperti seorang yang berkata, “Karena Allah aku wajib
menumpangi kereta ini, atau aku memakai pakaian ini. Menurut jumhur

4
Moh. Zuhri dkk, Fiqh Empat Madzhab Bagian Ibadah (Terjemah) (Semarang: Asy Syifa’,
1194) hal. 288-289
5
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009) hal. 24-25
6
Ibid., hal. 293

5
ulama, nadzar ini bukan termasuk kategori nadzar dan tidak ada
konsekuensinya.7
f. Nadzar syirik; seperti nadzar kepada orang mati. Dalam kirab-kitab fiqih
para ulama madzhab Hanafi, disebutkan bahwa nadzar yang ditujukan
kepada orang-orang mati oleh mayoritas masyarakat awam dengan
berbagai benda seperti dirham, lilin, minyak dan sejenisnya yang
dipersembahkan kepada makam-makam para wali yang mulia dengan
mengatakan, “Wahai Tuan Fulan, apabila keluargaku yang dikembalikan,
atau apabila hajatku dipenuhi maka bagimu sebanyak sekian uang atau
makanan atau lilin atau minyak”, disepakati sebagai sesuatu yang tidak
sah dan haram berdasarkan beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut:
1. Nadzar untuk makhluk tidak dibolehkan karena nadzar adalah ibadah
yang tidak boleh ditujukan selain kepada Allah SWT.
2. Orang yang kepadanya nadzar ditujukan adalah orang mati, dan orang
mati tidak memiliki apa-apa.
3. Apabila orang yang bernadzar meyakini bahwa orang mati mengurusi
berbagai perkara tanpa Allah SWT. maka keyakinannya ini adalah
kekufuran. Na’udzubilah!8

C. Dasar Hukum Bernadzar


Nadzar sudah ada sejak lama. Bahkan, nadzar merupakan ibadah
klasik dan terjadi pada masa jahiliyah. Nadzar sebagai ibadah klasik yang
sudah tua. Hal ini berasal dari keterangan dalam al-Qur’an dimana Allah
SWT. yang mengisahkan tentang ibu Maryam yang menadzarkan isi
kandungannya dalam surat Ali ‘Imran ayat 35 yang berbunyi:
ِ ِ ِّ ‫ت امراَت ِعمرا َن ر‬
ِ ِ
‫ت‬ َ ‫ك َما ِىف بَطْيِن ْ حُمََّر ًر َفَت َقبَّ ْل ِمىّنِ ان‬
َ ْ‫َّك اَن‬ َ َ‫ت ل‬
ُ ‫ب ايّنْ نَ َذ ْر‬ َ َ ْ ُ َ ْ َ‫ا ْذقَال‬
}٣۵ : ‫الس ِمْي ُع الْ َعلِْي ُم {ال عمران‬
َّ
Artinya:
7
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 12 (Bandung: Al-Ma’arif, 1193) hal. 38
8
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009) hal. 26

6
“(Ingatlah), ketika istri ‘Imran berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
bernadzar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi
hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nadzar) dariku.
Sunguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’”. (Ali
‘Imran ayat 35)
Allah juga telah memerintahkan nadzar kepada Maryam, seperti dalam
firmannya berikut:

‫ص ْو ًما َفلَ ْن اُ َكلِّ َم الَْي ْو َم اِنْ ِسيًّا‬ ِ ِ ِ


ُ ‫فَا َّما َتَريِ َّن م َن الْبَ َش ِر اَ َح ًدا َف ُق ْويِل ْ اىّنِ نَ َذ ْر‬
َ ‫ت للرَّمْح َ ِن‬
}٢٦ : ‫{مرمي‬
Artinya:
“Jika kamu melihat seseorang, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah
bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan
berbicara dengan siapa pun pada hari ini”. (Maryam ayat 26)
Sedangkan nadzar pada masa jahiliyah itu dilakukan orang-orang
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan-tuhannya agar mendapat syafaat dari
Allah. Seperti dalam firman-Nya berikut ini:

‫صْيبًا َف َقالُْوا َه َذاللَّ ِه بَِز ْع ِم ِه ْم َو َه َذالِ ُشَر َكآئِنَا‬ ِ


ِ َ‫ث واْالَْنع ِام ن‬ ِ ‫ِ مِم‬
َ َ ‫َو َج َعلُ ْواللَّه َّا ذَ َرأَ م َن احْلَْر‬
‫ص ُل اِىَل ُشَر َكآئِ ِه ْم َسآءَ َما‬
ِ ‫صل اِىَل اللَّ ِه وما َكانَاللَّه َفهو ي‬
َ َُ ُ ََ
‫ج‬ِ ِِ ِ
ُ َ‫فَ َما َكا َن ل ُشَر َكآئه ْم فَالَ ي‬
}۱٣٦ : ‫حَيْ ُك ُم ْو َن {األنعام‬
Artinya:
“Dan mereka menyediakan sebagian hasil tanaman dan hewan (bagian)
untuk Allah sambil berkata menurut prasangka mereka, ‘Ini untuk Allah dan
yang ini untuk berhala-berhala kami’. Bagian yang untuk berhala-berhala
mereka tidak akan sampai kepada Allah, dan bagian yang untuk Allah akan
sampai kepada berhala-berhala mereka. Sangat buruk ketetapan mereka
itu”. (Al-An’am ayat 136)

7
Tujuan dari nadzar itu sendiri adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. maka nadzar itu boleh saja dilakukan. Seperti dalam al-Qur’an
dan hadits antara lain:
Rasulullah bersabda,

‫ص ِه‬
ِ ‫صيه فَالَ يع‬
ِ ِ ِ
ْ َ ُ َ ‫ َو َم ْن نَ َذ َر أَ ْن َي ْع‬،ُ‫َم ْن نَ َذ َر أَيُّطْي َع اللَّهَ َف ْليُط ْعه‬
“Barang siapa bernadzar untuk menaati Allah maka hendaklah dia
menaati-Nya. Dan barang siapa bernadzar untuk mendurhakai Allah maka
janganlah dia mendurhakai-Nya”.9
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah r.a.: Sikap Islam
sekalipun telah mensyari’atkan nadzar, akan tetapi tidak mensunnahkannya.
Menurut Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW., mencegah nadzar dan bersabda:

ُ ‫اِنَّهُ الَيَأْيِت ْ خِب َرْيٍ َواِمَّنَا يُ ْستَ ْخَر‬


)‫ج بِِه ِم َن الْبُ ْخ ِل (رواه البخار و مسلم‬
“Sesungguhnya nadzar itu tidak akan mendatangkan kebaikan,
karena sesungguhnya nadzar itu hanyalah dilakukan oleh orang yang
sifatnya bakhil.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)10

D. Kafarat Nadzar
Jika ada orang yang bernadzar tidak memenuhi nadzarnya, atau
melanggar nadzarnya ataupun menarik nadzarnya, maka dia wajib membayar
kafarat sumpah. Uqbah bin Amir meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda:

‫ صحيح‬: ‫(رواه ابن ماجه والرتمذى وقال حسن‬ ٍ ‫َكفَّارةُ النَّ ْذ ِر اِ َذا مَلْ يُس َّم َكفَّارةُ مَيِنْي‬
َ َ َ
)‫غريب‬
“Kafarat nadzar jika tidak disebutkan (kadarnya) menjadi kafarat sumpah”.
(Riwayat Ibnu Majah, At-Tirmidzi dan Hasan mengatakan: hadits ini Shohih
Ghorib)11
9
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009) hal. 20
10
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 12 (Bandung: Al-Ma’arif, 1193) hal. 37
11
Ibid., hal. 43

8
Pengertian kafarat itu sendiri adalah menutup atau menghapus.
Maksudnya, suatu perbuatan yang dapat menutup atau menghapus dosa yang
telah diperbuatnya, sehingga tidak ada lagi akibat dari perbuatan yang telah
dilakukannya baik di dunia maupun di akhirat nanti.12
Nabi Muhammad SAW. menyamakan kafarat nadzar dengan kafarat
sumpah, sebagaimana sabdanya berikut:
ِ ‫َكفَّارةٌ النَّ ْذ ِر َكفَّارةٌ مَيِنْي‬
َ َ
“Kafarat nadzar adalah seperti kafarat sumpah”. (H.R Muslim)13
Adapun kafarat sumpah yang harus dilakukan karena melanggar
nadzar, antara lain sebagai berikut:
a. Memberi makan sepuluh orang miskin, setiap orang sebanyak satu
mud dari bahan makanan yang pokok dari negeri orang yang
membayar kafarat.14
b. Memberi pakaian yang masih layak pakai kepada orang-orang
miskin.
c. Memerdekakan budak atau hamba sahaya Berpuasa tiga hari
secara berturut-turut atau terpisah. Tetapi lebih utama, berturut-
turut.
Khusus untuk ketentuan kafarat berpuasa selama tiga hari tersebut,
apabila yang bernadzar itu tidak menemukan salah satu dari tiga macam
ketentuan kafarat yang sebelumnya. Ketentuan kafarat di atas menurut firman
Allah SWT. pada Surat Al-Maidah ayat 89 yang berbunyi sebagai berikut:
‫مِب‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫الَ يُ َؤاخ ُذ ُك ُم اللّهُ باللَّ ْغ ِو يِف أَمْيَان ُك ْم َولَـكن يُ َؤاخ ُذ ُكم َا َع َّقدمُّتُ األَمْيَا َن فَ َكف‬
ُ‫َّارتُه‬
‫ني ِم ْن أ َْو َس ِط َما تُطْعِ ُمو َن أ َْهلِي ُك ْم أ َْو كِ ْس َو ُت ُه ْم أ َْو حَتْ ِر ُير‬ِ
َ ‫إِطْ َع ُام َع َشَر ِة َم َساك‬

12
H.E Hassan Saleh, Kajian Fikih Nabawi dan Fikih Kontemporer (Jakarta: Rajawali Pers, 2008 )
hal. 246
13
Ibid., hal. 249
14
Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, Fat-hul Qarib Terjemah Jilid 2 (Surabaya: Al-
Hidayah, tth) hal. 238

9
ِ ِ
ْ ‫َّارةُ أَمْيَان ُك ْم إِ َذا َحلَ ْفتُ ْم َو‬
ْ‫اح َفظُوا‬ َ ‫صيَ ُام ثَالَثَِة أَيَّ ٍام َذل‬
َ ‫ك َكف‬
ِ َ‫ر َقب ٍة فَمن مَّل جَيِ ْد ف‬
ْ َ ََ
٨٩﴿ ‫ك يَُبنِّي ُ اللّهُ لَ ُك ْم آيَاتِِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكُرو َن‬ ِ
َ ‫﴾أَمْيَانَ ُك ْم َك َذل‬
Artinya:
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang
tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia Menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya
(denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang
miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan
seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya,
maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-
sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah Menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar
kamu bersyukur (kepada-Nya).” (Al-Maidah : 89)15

E. Hal-hal Lain yang Berkaitan dengan Nadzar


Ada beberapa kejadian dan ketentuan yang banyak dikutip oleh para
ulama atau sebagai kajian nadzar ini, antara lain:
1. Nadzar kepada syekh tertentu
Barang siiapa yang bernadzar kepada syekh tertentu, jika syekh
tersebut masih hidup dan orang yang bernadzar berniat untuk bersedekah
kepadanya karena kefakirannya dan kebutuhan selama hidupnya, maka
nadzar ini sah. Dan ini termasuk perbuatan baik yang dianjurkan oleh
Islam. Akan tetapi, apabila syekh tersebut telah meninggal dan orang
yang nadzar berniat untuk meminta pertolongannya dan memohon
pemenuhan hajat darinya maka nadzar ini adlah maksiat dan tidak boleh
ditunaikan.16
2. Bernadzar untuk berpuasa dan ridak mampu melaksanakannya
15
Ahmad Isa Asyur, Fiqh Islam Praktis (Solo: Pustaka Mantiq, 1995) hal. 415
16
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009) hal. 27-28

10
Barang siapa bernadzar untuk melaksanakan puasa yang disyariatkan
dan tidak mampu menunaikannya karena usianya yang telah lanjut atau
karena adanya penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, maka dia
boleh berbuka dan membayar kafarat sumpah atau memberi makan
seseorang miskin untuk masing-masing hari.17
3. Puasa orang yang meinggal dunia dan mempunyai utang nadzar puasa
Ibnu Majah meriwayatkan, bahwa seorang wanita bertanya kepada
Nabi SAW.:
ِ ِ ِ ِ
‫يل‬
ُّ ‫ص ْم َعْن َهاالْ َو‬ ْ َ‫ت َو َعلَْي َهانَ ْذ ُرصيَ ٍام َفُت ُو ِّفي‬
ُ َ‫ لي‬:‫ إلَقَ َال‬,ُ‫ت َقْب َل اَ ْن َت ْقضيَة‬ ْ َ‫ا َّن اُِّمى ُت ُو ِّفي‬
“Sesungguhnya Ibuku telah meniggal dunia, ia mempunyai nadzar puasa
sebelum dapat memenuhinya.’ Rasulullah menjawab, “Walinya
berpuasa untuk mewakilinya.”18
4. Nadzar beribadah di tempat tertentu
Ketika seseorang bernadzar untuk mengerjakan shalat, berpuasa,
membaca al-Qur’an, atau beri’tikaf di tempat tertentu, apabila tempat
tersebut memiliki keistimewaan dalam syari’at, seperti tiga masjid suci.
Yang dimaksud dengan tiga masjid suci ini adalah Masjidil Haram,
Masjid Nabawi (Madinah), dan Masjidil Aqsha (Yerussalem), 19 maka
nadzar ini harus ditunaikan. Jika tempat yang disebutkan tidak memiliki
keistimewaan, berarti nadzar yang diperintahkan Allah agar dipenuhi
boleh dilakukan di manapun juga. Ini adalah pendapat ulama madzhab
Syafi’i.
Madzhab Asy-Syafi’i berpendapat: apabila seseorang bernadzar untuk
menyedekahkan sesuatu kepada penduduk negeri tertentu maka dia wajib
memenuhinya, sekalipun ia bernadzar untuk berpuasa di negeri tertentu,
karena itu termasuk taqarrub kepada Allah SWT. Dan jika tidak
memungkinkan baginya berpuasa di negeri itu, ia wajib memenuhinya di
negeri lain. Dan jika ia bernadzar mengerjakan shalat yang tidak

17
Ibid., hal 28
18
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 12 (Bandung: Al-Ma’arif, 1193) hal. 44
19
Ibid., hal. 41

11
ditentukan fadhilah tempatnya, kemudian ia melakukan shalat di mana
pun sama. 20
Para pengikut madzhab Hanafi berkata: “Siapa yang berucap: Untuk
Allah, aku akan shalat dua rakaat di tempat ini..... atau aku akan
bersedekah untuk para orang miskin penduduk negeri ini...”, ia boleh
memenuhinya di tempat yang bukan telah ia sebutkan. Karena tujuan
nadzar itu adalah bertaqarraub kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan bukan
karena tempat tertentu itu yang termasuk untuk bertaqarrub. Sekalipun
jika ia bernadzar mengerjakan shalat dua rakaat di Masjidil Haram,
kemudian ia memenuhinya di tempat lain yang kemuliaannya lebih kecil,
menurut mereka sudah cukup. Karena tujuannya adalah bertaqarrub
kepada Allah Ta’ala dan bertaqarrub bisa dikerjakan di tempat manapun.21
F. Hubungan Antara Nadzar dengan Sumpah
Nadzar dan sumpah memang dua hal yang mirip. Namun, keduanya
juga memiliki persamaan dan perbedaan, yakni :
a. Persamaan nadzar dan sumpah adalah :
1. Sama-sama mewajibkan diri untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu perbuatan;
2. Sama-sama dikenakan kafarat jika pelaku melanggarnya.
b. Perbedaan nadzar dan sumpah adalah :
1. Jika nadzar bertujuan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
SWT., maka sumpah mungkin dilakukan dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah atau mungkin pula tidak;
2. Nadzar, kewajibannya ditentukan sendiri. Sedangkan pada sumpah
mungkin ditetapkan sendiri atau tidak;
3. Nadzar tidak harus menggunakan kalimat sumpah, tetapi dalam
sumpah diwajibkan menggunakan kalimat tersebut.
BAB III
PENUTUP

20
Ibid., hal. 41
21
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 12 (Bandung: Al-Ma’arif, 1193) hal. 42

12
A. Kesimpulan
Dari keterangan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa nadzar
merupakan bentuk usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nadzar
adalah mewajibkan atas diri sendiri kepada sebuah ibadah yang pada
dasarnya tidak diwajibkan oleh syara’ atau syari’at, disertai dengan lafadz
yang menunjukkan hal itu. Hukum bernadzar itu ada yang berpendapat bahwa
boleh dan ada juga yang berpendapat jika bernadzar itu makruh. Nadzar
memiliki beberapa macam dan bentuk sesuai dengan bentuk nadzar itu
sendiri. Namun, nadzar biasanya diidentikkan dengan terkabulkannya sebuah
permintaan atau permohonan terhadap sesuatu yang diinginkan oleh si
penadzar.
Jika si penadzar tidak mampu untuk memenuhi nadzar yang telah ia
nadzarkan, maka ia memperoleh kafarat sebagai pengganti nadzar yang telah
diucapkannya. Memang bukan hal yang tabu lagi jika kita sedang memiliki
keinginan atau permasalahan, maka timbul juga keinginan untuk cepat
menyelesaikannya. Akad yang dilakukan orang-orang dikenal dengan istilah
nadzar di mana setelah mendapatkan keinginan atau permasalahan yang
dimilikinya terselesaikan, maka ia melaksanakan janji yang pernah dibuatnya
terhadap Allah SWT. Sebagai hamba Allah, hendaknya nadzar kita jadikan
ajang untuk mendekatkan diri kepada Allah agar memperoleh hidayah-Nya.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami sadar makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan dari berbagai pihak demi kebaikan pemakalah yang akan
datang. Dan sebagai umat Islam, hendaklah kita selalu berusaha mendekatkan
diri kepada Allah SWT.

13
Daftar Pustaka

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009)
Moh. Zuhri dkk, Fiqh Empat Madzhab Bagian Ibadah (Terjemah) (Semarang:
Asy Syifa’, 1194)
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 12 (Bandung: Al-Ma’arif, 1193)
Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, Fat-hul Qarib Terjemah Jilid 2
(Surabaya: Al-Hidayah, tth)
H.E Hassan Saleh, Kajian Fikih Nabawi dan Fikih Kontemporer (Jakarta:
Rajawali Pers, 2008)
Ahmad Isa Asyur, Fiqh Islam Praktis (Solo: Pustaka Mantiq, 1995)

Anda mungkin juga menyukai