Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TAWASSUl

Disusun untuk memenuhi tugas Mandiri

Mata Kuliah Tauhid 2

Dosen pembimbing: Taufik Hidayat, M .Sos.

Oleh :

Nurhayati

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DAARUT TAUHIID

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Tawassul ini tepat pada waktunya.Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ustadz Taufiq
hidayat.M.Sos. pada mata kuliah tauhid 2. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang tawassul bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ustadz Taufiq hidayat M.Sos., selaku dosen mata kuliah
tauhid 2 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, 27 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................


1.2 Rumusan masalah ...........................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tawassul..................................................................................................


2.2 Perintah Tawassul Dalam Al Quran ..............................................................................
2.3 Makna Tawassul Dalam Al Qur'an ...............................................................................
2.4 Tawassul yang di syari'atkan .......................................................................................
2.5 Tawassul yang di larang
...................................................................................................

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tawassul adalah mengadakan wasilah (perantara) untuk mendekatkan antara seorang hamba
dan Rabbnya saat hamba tersebut berdoa. Dalam masyarakat di indonesia, tradisi tawassul
merupakan sebuah ritual dab budaya yang sudah mengakar bahkan telah menjadi kekhususan
tersendiri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah proses peribadahan ini
(berdoa).
Namun demikian, dalam praktiknya tawassul seringkali dibumbui oleh hal-hal negatif yang
justru bertentangan dengan aqidah Islamiyah, yang dalam hal ini dapat menjerumuskan
seseorang ke dalam dosa yang paling besar dalam Islam, musyrik. Karena dalam beberapa
praktiknya, kegiatan tawassul justru kemudian memberikan hak dan sifat-sifat uluhiyah
(ketuhanan), yang seharusnya menjadi hak milik Allah semata, kepada sang perantara. Atas
dasar ini, sebagian orang kemudian berpendapat bahwa seluruh jenis tawassul yang tidak
dicontohkan Rasulullah merupakan kemusyrikan. Sedangkan sebagian lagi berpendapat
bahwa seluruh jenis tawassul merupakan kegiatan yang diperbolehkan karena hal ini tidaklah
berkaitan dengan aqidah, melainkan permasalahan furu’ (cabang) dalam tata cara berdoa
kepada Allahu ta’ala.
Maka dari itu sudah menjadi keharusan kita untuk mencari pengetahuan mengenai apa itu
tawaasul,Apakah ada ayat al qur'an yang memperintahkan bertawassul,bagaimana al qur'an
memaknai tawassul,tawassul seperti apa yang di syariatkan dan di larang agar kita terhindar
dari perbuatan yang dapat menyesatkan dan membuat kita terjerumus pada kesyirikan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi tawassul ?
2. Dalil perintah tawassul dalam Al Qur'an?
3. Bagaimana makna tawaasul dalam al-Qur'an?
4. Apa saja ciri-ciri tawassul yang di syariatkan?
5. Apa saja ciri ciri tawassul yang dilarang?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tawassul

Definisi Tawassul secara Bahasa

Kata tawasul dalam bahasa Indonesia kita serap dari bahasa Arab tawassul (‫ )تَ َو ُّس=ل‬yang
merupakan kata bentukan dari akar kata wa-sa-la (‫ ) َو َس =ل‬yang berarti ‘mendekat’. Kata
wasîlah (‫ ) َو ِس==يلَة‬berarti perantara atau sarana, sesuatu yang dianggap dapat membantu
mendekatkan antara dua hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wasilah diartikan
‘ikatan, perhubungan, pertalian’. Media-media pengajaran disebut wasâ’il at-ta‘lîm karena
membantu mendekatkan pemahaman peserta didik terhadap pelajaran. Media-media sosial
dalam bahasa Arab disebut wasâ’il at-tawâshul al-ijtimâ‘iy karena membantu mendekatkan
jarak komunikasi antarsesama kita.

Definisi Tawassul Menurut Para Ulama

1. Quraish Shihab mengartikan Kata wasilah yakni sesuatu yang menyambung sesuatu yang
lain.
2. Fatwa Syaikh al Mufti Muhammad Abdul Qoyyum al-Qadiri, bahwa tawasul secara
bahasa berarti menjadikan sesuatu sebagai perantara dan menjadi sebab tercapainya
maksud. Sedangkan secara ishtilah (terminology), menjadikan sesuatu yang mempunyai
kekuasaan dan pangkat disisi Allah sebagai wasilah guna diterimanya doa.
3. Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa maksud jalan menuju Allah swt dengan perantara
imannya Nabi Muhammad saw dan yang mengikutinya. Tawasul dengan iman kepada
Nabi dan mentaatinya, merupakan sebuah kewajiban (fardhu) bagi setiap orang secara
dhohir dan batin, baik ketika Nabi saw masuh hidup atau sudah meninggal, dalam
keadaan ada (terlihat) ataupun tidak adanya Nabi saw.

2.2 Perintah Tawassul Dalam Al Quran

 Firman Allah subhanahu wata’ala dalam Surat Al-Maidah ayat 35:

َ‫ٰيأَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َوا ْبتَ ُغوْ ا إِلَ ْي ِه ْال َو ِس ْيلَةَ َو َجا ِه ُدوْ ا فِ ْي َسبِ ْيلِ ٖه لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah carilah perantara
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kalian bahagia.”
(QS. Al-maidah: 35)

ٰۤ ُ
 ‫ك َك==انَ َمحْ= ُذوْ رًا‬ َ ‫ك الَّ ِذ ْينَ يَ ْد ُعوْ نَ يَ ْبتَ ُغوْ نَ اِ ٰلى َربِّ ِه ُم ْال َو ِس ْيلَةَ اَيُّهُ ْم اَ ْق َربُ َويَرْ جُوْ نَ َرحْ َمتَهٗ َويَخَافُوْ نَ َع َذابَهٗۗ اِ َّن َع َذ‬
َ ِّ‫اب َرب‬ َ =ِ‫ول ِٕٕى‬ ‫ا‬
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.”

2.3 Makna Tawassul Dalam Alquran

Wasilah yang Ada dalam Al Qur’an Para Salaf Shaleh dan imam tafsir menerangkan maksud
dari kata wasilah ada terdapat di dua ayat dalam kitab suci Al Qur’an yaitu terdapat pada
surah al Ma’idah ayat 35 dan surah al Isra’ ayat 57. Yang berbunyi: Artinya: Hai orang-
orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan.Artinya: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan
kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab- Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah
suatu yang (harus) ditakuti Al Hafizh Ibnu Jarir berkata :”Wahai orang-orang yang telah
membenarkan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya kabarkan kepada mereka;membenarkan
pahala yang Dia janjikan kepada mereka, dan siksa yang Dia ancamkan kepada mereka;
takutlah kalian kepada Allah”. Selanjutnya beliau berkata lagi: ”Laksanakanlah apa yang
diperintahkan-Nya kepadamu dan tinggalkanlah apa yang dilarang Nya kepadamu, itulah
ketaatan kepada Nya;buktikanlah keimanan dan pembenaranmu terhadap Tuhan dan Nabi
mu,dengan mengerjakan amal shaleh”. Kemudian membaca: “Dan carilah kedekatan
kepada-Nya dengan amal yang membuat-Nya senang”. (SyaikhMuhammad Nashiruddin Al-
Albani, 2010; 11). Al-Hafizh Ibnu Katsir mengutip ucapan Ibnu Abbas ra, bahwa makna
wasilah di dalam ayat tersebut adalah amal ibadah yang dapat mendekatka diri kepada Allah.
Demikian pula apa yang dikutipnya dari Mujahid, Abu Wa’il,Al Hasan, Abdullah bin Katsir,
As Sudi, Ibnu Zaid. Ia juga menukil perkataan Qatadah mengenai ayat tersebut,
yaitu :”Mendekatkan diri kepadaIttihad Allah dengan mentaati-Nya dan mengerjakan amalan
yang membuat-Nya senang”.Adapun tafsir dari ayat 57 surah al Isra’ adalah, Abdullah bin
Mas’ud berkata :” Ayat ini turun berkenaan dengan adanya beberapa orang Arab yang
menyembah jin-jin, namun jin-jin itu masuk Islam, sedangkan orang-orang yang terus
menyembahnya tidak menyadarinya”.(hadis riwayat Muslim VIII.248 Syarah, syarah
Nawawi dan Bukhari,VIII, 120-321 dalam Fathl Bari dan dalam satu hadis yang
diriwayatkan “Jin itu masuk Islam dan berpegang terus dengan ajaran Islam”). Al-Hafizh
Ibnu Hajar mengatakan, “Orang-orang itu sibuk menyembah jin-jin tanpa henti, padahal
mereka itu jin-jin muslim sedang mencari jalan untuk mendekatkan diri (wasilah) kepada
Tuhan mereka”.( Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, 2010; 8). Jadi jelaslah bahwa
yang dimaksud dengan wasilah adalah ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah,
hal itu ditegaskan dengan firman Allah swt, yakni mereka mencari sesuatu yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah, berupa amal shaleh. Dalam hal “amal shaleh” sebagai
wasilah dalam berdo’a telah sepakat bagi ulama yang membolehkan dan yang tidak
membolehkan wasilah, bahwa hal itu dibolehkan, dalam kata lain sepakat para ulama,
wasilah berupa amal saleh itu dibolehkan, suatu amal dapat bernilai shaleh dengan syarat
amal itu dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata dan harus sesuai dengan apa yang
disyariatkan oleh Allah swt. di dalam kitabnya dan diterangkan oleh Rasul dalam sunnah-
nya, jika kurang salah satunya tidak dianggap amal shaleh.Pada kenyataannya muncul
fenomena-fenomena baru dan aneh dan benar-benar tidak masuk akal, munculnya orang-
orang yang beribadah dan meminta kepada selain Allah dengan bertameng kata “tawassul”,
bahwa mereka tidak menyembah “wasilah” itu tapi hanya sebagai perantara kepada Allah
atau sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada-Nya.Mereka menggunakan dua ayat itu
sebagai dalil mereka bertawasul ada para nabi atau kepada orang mati yang mereka anggap
sebagai wali, dan mereka melupakan amal saleh yang dilakukan dengan ikhlas dan sesuai
dengan syari’at, seperti berjalan di pinggir jurang, mereka bermain-main dengan tauhid,
kalau tidak hati-hati, maka akan tergelincir ke jurang kesyirikan, dan hal itu sebenarnya
dapat dirasakan oleh orang yang mempraktikkan amalan- amalan itu, karena orang lain
hanya dapat menilai dari luar.

2.4 Tawassul yang di Syari'atkan


tawasssul yang dibolehkan yaitu yang sesuai dengan Alquran dan hadist.Tawassul ini
berupa satu dari tiga hal:

1. Pertama: Tawassul dengan Asma’ul Husna, yakni kita berdoa kepada Allah dengan
menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah yang indah sesuai dengan karakter doa kita.
Misalnya: “Yaa Ghafuur Ya Rahiim”, saat kita memohon ampunan dan rahmat-Nya.
Atau “Ya ‘Aziizu Ya Qawiyyu”, saat mendoakan kekalahan bagi musuh-musuh Islam,
atau nama-nama lainnya yang tidak bertentangan dengan makna doa kita. Tawassul
seperti ini sangat dianjurkan, sebagaimana firman Allah:“Hanya milik Allah lah asmaa-
ul husna, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu…” (Al
A’raaf: 180).
2. Kedua: Tawassul dengan amal shaleh kita, bukan dengan amalan orang lain. Dalilnya
ialah kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, lalu masing-masing berdoa kepada Allah
dengan menyebut amal shaleh yang pernah dilakukannya hingga batu yang menutup
mulut gua tersebut terbuka atas izin Allah.[7]
3. Ketiga: Tawassul dengan minta doa dari orang yang masih hidup dan hadir di dekat kita.
Dalilnya adalah kisah Si tunanetra yang terkenal dengan istilah hadietsul a’ma[8],
demikian pula kisah orang Arab badui yang masuk mesjid ketika Nabi sedang khutbah
Jum’at, lalu mengeluhkan jalan yang pecah-pecah, keluarga yang kelaparan dan harta
benda yang binasa akibat paceklik yang berkepanjangan, kemudian meminta agar
Rasulullah berdoa kepada Allah supaya turun hujan, dst[9]. Demikian pula tawassul
Umar dengan ‘Abbas di atas.Anda mungkin bertanya: ‘mengapa disyaratkan bahwa
orang tersebut harus hidup dan hadir?‘ Jawabnya karena itulah yang disebutkan oleh
hadits-hadits yang ada (dan shahih tentunya). Seperti tawassul Umar dengan Abbas,
haditsul a’ma dan kisah si Badui di atas. Jelas bahwa yang dimintai doa adalah orang
yang masih hidup dan hadir. Kalaulah kehadiran orang tersebut bukanlah syarat, pastilah
si tunanetra tidak perlu capai-capai menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Demikian pula dengan Si Arab badui.

2.5 Tawassul yang di larang

Tawassul yang dilarang adalah tawassul yang tidak ada dasarnya di dalam agama Islam.Di
antara tawassul yang dilarang yaitu:
 Tawassul dengan orang-orang mati, meminta hajat dan memohon pertolongan kepada
mereka, sebagaimana kita saksikan pada saat ini.Mereka menamakan perbuatan tersebut
sebagai tawassul, padahal sebenarnya tidak demikian. Sebab tawassul adalah memohon
kepada Allah ‫ ﷻ‬dengan perantara yang disyari’atkan, seperti dengan perantara
iman, amal shalih, Asma’ul Husna dan sebagainya.Berdoa dan memohon kepada orang-
orang mati adalah sikap berpaling dari Allah ‫ﷻ‬. Ia termasuk syirik besar. Allah
‫ ﷻ‬berfirman:

َ‫ك إِ ًذا ِمنَ الظَّالِ ِمين‬


َ َّ‫ك َواَل يَضُرُّ كَ ۖ فَإ ِ ْن فَ َع ْلتَ فَإِن‬
َ ‫ع ِم ْن دُو ِن هَّللا ِ َما اَل يَ ْنفَ ُع‬
ُ ‫َواَل تَ ْد‬

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula)
memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian),
itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”.” (Yunus:
106)

Orang-orang dzalim dalam ayat di atas adalah orang-orang musyrik.

 Tawassul dengan kemuliaan Rasulullah ‫ﷺ‬. Seperti ucapan mereka: “Wahai


Tuhanku, dengan kemuliaan Muhammad, sembuhkanlah aku.” Ini adalah perbuatan
bid’ah, sebab para sahabat tidak pernah melakukan hal seperti itu.

Adapun tawassul yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab dengan doa paman
Rasulullah ‫ﷺ‬, al-Abbas adalah semasa ia masih hidup. Dan Umar tidak
bertawassul dengan Rasulullah ‫ ﷺ‬setelah beliau wafat, ketika beliau minta
diturunkan hujan.Sedangkan hadits:‫تَ َو َّسلُوْ ا بِ َجا ِهي‬

“Bertawassullah kalian dengan kemuliaanku.”Hadits ini sama sekali tidak ada sumber
aslinya (palsu). Demikian menurut Ibnu Taimiyyah.Tawassul bid’ah ini bisa
menyebabkan pada kemusyrikan. Yaitu jika ia mempercayai bahwa Allah ‫ﷻ‬
membutuhkan perantara, sebagaimana seorang pemimpin atau penguasa. Sebab dengan
demikian ia menyamakan Tuhan dengan makhluk-Nya.

 Meminta agar Rasulullah ‫ ﷺ‬mendoakan dirinya setelah beliau wafat, seperti


ucapan mereka: “Ya Rasulullah doakanlah aku”, ini tidak diperbolehkan, sebab para
sahabat tidak pernah melakukannya. Juga karena Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫اريَ ٍة أَوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه أَوْ َولَ ٍد‬
ٍ ِ‫صال‬ َ : ‫إِ َذا َماتَ ا ِإل ْن َسانُ ا ْنقَطَ َع َع ْنهُ َع َملُهُ إِالَّ ِم ْن ثَالَثَ ٍة‬
ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬

“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga
perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya.”
(Muslim)

BAB III

PENUTUP
5.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

 https://www.google.com/amp/s/nikmatislam.com/apa-arti-tawasul-tawassul/amp/
 Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/89941/dalil-dalil-tawasul-dengan-orang-shalih-
yang-masih-hidup
 Minhaaj al-Firqah an-Naajiyah wa ath-Thaaifah al-Manshuurah, karya Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu ‫رحمه هللا‬, pada pembahasan at-Tawassulul Mamnuu’.
 https://muslim.or.id/7561-ini-dalilnya-17-antara-tawassul-yang-dibolehkan-dan-yang-
terlarang.html

Anda mungkin juga menyukai