Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Konsep Tawasul, Jimat dan Suwuk


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keaswajaan
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Sodikin, M.Pd.

Disusun Oleh:
Siti Muawanah (2286230016)
Widiana (2286230030)
Muhammad Adi Ansyah (2286230055)

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NURUL HUDA
2022

i
KATA PENGANTAR

Pertama – tama marilah kita panjatkan puja & puji syukur atas rahmat Allah SWT.
karena tanpa rahmat & ridho-Nya, kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Ahmad Sodikin, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah keaswajaan yang telah membantu kami baik secara moral
maupun materi. Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang
telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa makalah konsep Tawasul Jimat dan Suwuk yang kami buat
ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agarpenulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

OKU Timur, 2022

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang.............................................................................................................................1

B.Rumusan Masalah........................................................................................................................1

C.Tujuan..........................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A.Tawasul........................................................................................................................................2

B.Jimat.............................................................................................................................................9

C.Suwuk.........................................................................................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................18

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Dari kacamata bahasa, tawassul berawal dari fi’il madhiwassala, menurut arti etimologi
(bahasa-lughoh) mempunyai arti al-qurbah atau al-taqarrub(‫رب‬BB‫ )التق‬artinya mendekatkan diri
dengan suatu perataraan (wasilah).Wasila bermaksud “perantara”, dalam bahasa Arab adalah
isim dari kata kerja “wasala ilahi bikadza, yasilu, wasilatan fahuwa wasilun” artinya,
mendekatkan diri dan mengharapkan. Dan dari kata itu terbentuk kata “ma yutaqarrabu bihi ila
alghairi” artinya, sesuatu yang bisa mendekatkan diri pada hal yang lain.

Maka dari kata wasilah itulah masyarakat kita lebih mengenal dengan kata tawassul. Jadi
tawassul adalah mendekatkan diri dengan suatu perantaraan (wasilah) atau menjadikan sesuatu
yang menurut Allah mempunyai nilai, derajat dan kedudukan yang tinggi, untuk dijadikan
sebagai perantaraan (wasilah) agar doa dapat dikabulkan.2Sedangkan untuk orang yang
melakukan tawassul disebut dengan mutawassil bentuk plural dari kata wasil.Dari kata-kata
itulah kemudian praktek tentang wasilah biasa pula dikenal dengan istilah tawassul. Jadi, jika
kata tawassul disebutkan, maka ia jelas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kata
wasilah, karena ia merupakan bentuk isim masdar dari kata tawassala.

B.Rumusan Masalah
1.Pengertian Tawasul
2.Pengertian Jimat
3.Pengertian Suwuk

C.Tujuan
1.Untuk mengetahui apa itu tawasul
2.Untuk mengetahui apa itu jimat
3.Untuk mengetahui apa itu suwuk

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Tawasul
Pengertian Tawassul
1. Tinjauan Etimologi
Dari kacamata bahasa, tawassul berawal dari fi’il madhiwassala, menurut arti etimologi
(bahasa-lughoh) mempunyai arti al-qurbah atau al-taqarrub (‫ )التقرب‬artinya mendekatkan diri
dengan suatu perataraan. (wasilah).Wasilah bermaksud “perantara”, dalam bahasa Arab adalah
isim dari kata kerja “wasala ilahi bikadza, yasilu, wasilatan fahuwa wasilun” artinya,
mendekatkan diri dan mengharapkan. Dan dari kata itu terbentuk kata “ma yutaqarrabu bihi ila
alghairi” artinya, sesuatu yang bisa mendekatkan diri pada hal yang lain. Maka dari kata wasilah
itulah masyarakat kita lebih mengenal dengan kata tawassul. Jadi tawassul adalah mendekatkan
diri dengan suatu perantaraan (wasilah) atau menjadikan sesuatu yang menurut Allah
mempunyai nilai, derajat dan kedudukan yang tinggi, untuk dijadikan sebagai perantaraan
(wasilah) agar doa dapat dikabulkan.2Sedangkan untuk orang yang melakukan tawassul disebut
dengan mutawassil bentuk plural dari kata wasil.Dari kata-kata itulah kemudian praktek tentang
wasilah biasa pula dikenal dengan istilah tawassul. Jadi, jika kata tawassul disebutkan, maka ia
jelas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kata wasilah, karena ia merupakan bentuk isim
masdar dari kata tawassala.

Sedangkan M. Nashiruddin al-Albani menjelaskan bahwa kata tawassul adalah merupakan


sebuah kata yang murni berasal dari bahasa Arab asli, yang ia diucapkan oleh al-Qur’an, Hadis,
pembicaraan orang Arab sehari-hari, di dalam sya’ir ataupun prosa, yang ia sendiri memiliki arti
mendekat kepada yang akan dituju dan mencapainya dengan usaha yang sangat keras.Ibn Atsir
sendiri, seperti yang telah dinukilkan oleh al-Albani, dalam kitabnya yang berjudul al-Nihayah
mengartikan wasilah secara bahasa adalah merupakan sebuah pendekatan, perantara dan sesuatu
yang bisa dijadikan untuk menyampaikan serta mendekatkan kepada suatu hal.

2
Al-Fairuzabadi lebih spesifik lagi dalam mengartikan kata tawassul.Ia melihat bahwa tawassul
adalah merupakan sebuah bentuk amalan yang diamalkan, yang dengannya seseorang (yang telah
melakukan amalan tersebut) dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan amalan tersebut
menurut AlFairuzabadi dikatakan sebuah perantaraan.
Ibnu Manzhur berkata,
al-Wasilah bermakna al-qurbah yaitu
pendekatan. ‫“ وسیلة هللا إلى فالن وسل‬Si fulan berperantara kepada Allah dengan suatu wasilah”, yaitu
melakukan suatu perbuatan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

‫“ وسیلة إلیھ وتوسل‬Bertawassul kepada-Nya dengan suatu wasilah”. Yaitu mendekatkan kepada-Nya
dengan suatu amal.

Ar-Raghib al-Ashfahani berkata, hakikat dari wasilah kepada Allah swt. adalah memperhatikan
jalan-Nya dengan ilmu dan Ibadah, serta menapaki kemuliaan syariaat seperti taqarrub.7 Jadi
tawassul adalah mendekatkan diri dengan suatu perantaraan (wasilah) atau menjadikan sesuatu
yang menurut Allah mempunyai nilai, derajat dan kedudukan yang tinggi, untuk dijadikan
sebagai perantaraan (wasilah) agar doa dapat dikabulkan.

2. Tinjauan Terminologi
Tawassul adalah mewujudkan perantaraan bagi menyampaikan kepada sesuatu maksud dan
tidak mungkin seseorang sampai kepada maksud yang hendak ditujuinya kecuali melalui
perantara atau wasilah yang sesuai dengannya.

Dalam hal tawassul kepada Allah swt.bermaksud menggunakan peraturan yang boleh mencapai
keredhaan dan pahala daripada Allah swt. Ia merupakan antara perkara yang diusahakan untuk
melakukannya oleh setiap orang yang beriman kepada Allah swt. dengan menggunakan cara-cara
dan sebabsebab yang sesuai yang boleh menyampaikan kepada Allah swt. Sebagaimana
firman Allah swt:

َ‫واٱللَّھَ َو ۡٱبتَ ُغ ٓو ْاِإلَ ۡی ِھ ۡٱل َو ِسیلَة‬ ْ ُ‫ٰیََٓأیُّھَاٱلَّ ِذینَ َءا َمن‬


ْ ُ‫واٱتَّق‬

“ Wahai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah,dan carilah wasilah (perantara)


untuk mendekat kan diri kepada -Nya

3
Wasilah yang disebutkan di dalam ayat di atas membawa maksud jalan yang boleh
mendekatkan diri kepada Allah swt.dengan melakukan perkara yang dicintai dan diredhai-Nya,
sama ada berbentuk perkataan, perbuatan, amalan maupun niat. Menurut terminologi syariat
wasilah adalah amalan yang dipersembahkan seorang hamba mukmin saat menyampaikan
keinginannya, untuk dijadikan perantara sehingga keinginannya tercapai.wasilah adalah
mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan amalan shalih demi mendekatkan diri kepada-Nya,
meraih derajat disisi-Nya, atau untuk memenuhi hajat, mendapatkan manfaat dan terhindar dari
mara bahaya.

Wasilah Syar’i memiliki tiga pondasi:

a) Mutawassal ilahi, yaitu Allah swt yang memiliki karunia dan nikmat.

b) Wasil atau mutawassil, yaitu hamba yang lemah, memerlukan bantuan dan pertolongan,
memohon agar bias dekat dengan Allah swt., ingin hajatnya terkabul, mendapatkan manfaat dan
terhindar dari mara bahaya.

c) Mutawassal bihi, yaitu amal shalih untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. inilah yang
disebut wasilah.

3.Dasar hukum Tawasul


Tawasul adalah upaya seorang muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tawasul dilakukan dengan melaksanakan ketaatan, ibadah, mengikuti petunjuk Rasul-Nya dan
mengamalkan seluruh amalan yang dicintai dan diridhai-Nya.

Tawasul adalah upaya agar doa kita dapat diterima oleh Allah SWT. Beberapa ayat dalam
Alquran yang menjelaskan tentang dasar hukum tawasul yaitu sebagai berikut:

1. Surat Al Maidah Ayat 35

Yaa ayyuhallaziina aamanuttaqullaaha wabtaguu ilaihil-wasiilata wa jaahidu fii sabiilihii


la'allakum tuflihun

4
Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."

Dari ayat tersebut, ulama memutuskan bahwa tawasul adalah sesuatu yang disyariatkan
oleh Islam. Ayat ini dengan jelas meminta kita untuk membuat anak tangga yang
menghubungkan seseorang dan Allah. Ulama dari berbagai madzhab sepakat bahwa tawasul
yang dimaksud adalah amal saleh sebagai jalan yang menyertai seseorang dalam doanya. Amal
saleh dapat mendekatkan seseorang kepada-Nya.

Amal saleh ini yang dijadikan tawasul agar hajat-hajat orang tersebut dalam doanya terkabul.
Inshaa Allah.

2. Surat Al-A'raaf Ayat 180

Wa lillaahil-asmaa'ul-husnaa fad'uhu bihaa wa zarullaziina yul-hiduna fii asmaa'ih, sayujzauna


maa kaanu ya'malun

Artinya:

"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan."

4.Jenis-jenis dan cara melakukan Tawasul


1. Tawasul dengan Amal Saleh

Dalam hadis dikisahkan ada 3 orang yang terperangkap di dalam gua, masing-masing
bertawasul dengan amal shalihnya. Sehingga Allah membukakan pintu gua dari batu besar yang
menghalanginya.

Berdasarkan hadis tersebut para ulama sepakat bahwa bertawasul dengan amal shalih adalah
ajaran Islam dan dapat dilakukan.

5
2. Tawasul dengan Orang yang Kedudukannya Tinggi di Sisi Allah SWT

Yang kedua adalah Tawasul dengan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi
Allah SWT. Artinya wasilah yang kita sebutkan dalam berdoa bukan amal kita tetapi nama
seseorang atau kemuliaan seseorang. Contoh: “Ya Allah, berkat Nabi Muhammad
SAW……” ,“Ya Allah, berkat Imam Syafi’i…..”, “Ya Allah, berkat para wali dan shâlihin….”.

3. Tawasul di Masa Hidup Nabi

Dikisahkan bahwa sahabat Dharir yang menderita sakit mata memohon kepada Rasulullah SAW
agar diberi kesembuhan.

Kemudian Rasulullah menyuruhnya untuk membaca doa berikut:

َّ ِ‫ضى لِ ْي اللَّهُ َّم فَ َشفِّ ْعهُ ف‬


“‫ي‬ َ ‫اجتِ ْي هَ ِذه لِتُ ْق‬
َ ‫ْت بِكَ ِإلَى َرب ِّْي فِ ْي َح‬ Bَ ِّ‫ك َوَأتَ َو َّجهُ ِإلَ ْيكَ بِنَبِي‬
ُ ‫ك ُم َّح َم ٍد نَبِ ِّى الرَّحْ َم ِة ِإنِّ ْي تَ َو َّجه‬ َ ُ‫اللّهُ َّم ِإنِّ ْي َأ ْسَأل‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepada-Mu dengan (bertawasul dengan)
Nabi-Mu, Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang.

(Duhai Rasul) sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada Tuhanku dengan (bertawasul
dengan)mu agar hajatku ini terkabul. Ya Allah, terimalah syafaat beliau untukku”. (HR Tirmidzi,
an-Nasâ’I, al-Baihaqy dengan sanad shahih).

Dalam hadis tersebut sahabat Dharir bertawasul dengan Nabi Muhammad SAW bahkan atas
rekomendasi beliau sendiri. Ini menunjukkan tawasul dengan orang shalih yang masih hidup
diperbolehkan.

4. Tawasul dengan Nabi Usai Beliau Wafat

Dalam sebuah hadis disebutkan:

ِ ‫ ْي ِدنَا َعلِي َر‬B‫ ْد ُأ َّم َس‬B‫ ةَ بِ ْنتَ َأ َس‬B‫ ٍد لَ َّما َدفَنَ فَا ِط َم‬B‫ع َْن َسيِّ ِدنَا َعلِ ْي َك َّر َم هللا َوجْ هَهُ َأ َّن َسيِّ ِدنَا ُ ُم َّح َم‬
ِّ B‫ا َل اللّهُ َم بِ َحقِّ ْي َو َح‬BBَ‫ا ق‬BB‫ َي هللاُ َع ْنهُ َم‬B‫ض‬
‫ق‬
‫اَأْل ْنبِيَا ِء ِم ْن قَ ْبلِ ْي ا ْغفِرْ ُأِل ِّم ْي بَ ْع َد ُأ ِّم ْي رواه الطبراني وأبو نعيم وابن حجر الهيثمي‬

6
“Dari Sayidina ‘Ali kw. Sesungguhnya Sayidina Muhammad SAW tatkala Fathimah binti Asad,
ibu Sayidina ‘Ali dimakamkan, beliau SAW berdoa : “Ya Allah, dengan (perantara) hakku dan
hak para Nabi sebelumku, ampunilah ibu setelah ibuku (Fathimah bint Asad). (HR at-Thabrâny,
Abu NU’aim, al-Hatsamy)”

Dalam hadis tersebut Rasulullah bertawasul dengan para Nabi sebelum beliau. Ini menunujukan
bahwa tawasul dengan orang yang telah meningal juga pernah diajarkan oleh Rasul SAW.

5. Tawasul dengan Orang Saleh yang Masih Hidup

Anas ibn Malik meriwayatkan sebuah hadis:

‫قِ ْينَا َوِإنَّا‬B‫ا فَت َْس‬BBَ‫كَ بِنَبِيِّن‬BB‫ ُل ِإلَ ْي‬B‫ال اللّهم ِإنَّا ُكنَّا نَتَ َو َّس‬B ِ ِّ‫ ِد ْال ُمطَل‬B‫َّاس بِ ْن َع ْب‬
َ Bَ‫ب فَق‬ ِ ‫قَى بِ ْال َعب‬B‫ع َْن َأنَسْ بِ ْن َمالِ ْك َأ َّن ُع َم َر َكانَ ِإ َذا قُ ِحطُوْ ا ا ْست َْس‬
َ ‫ نَتَ َو َّس ُل ِإلَ ْي‬.
‫ك بِ َع ِّم نَبِيِّنَا فَا ْسقِنَا قَا َل فيُ ْسقَوْ نَ أخرجه البخاري‬

“Dari Anas bin Mâlik ra. sesungguhnya Umar ibn al-Khathâb apabila masyarakat mengalami
paceklik meminta hujan dengan (tawasul dengan) al-‘Abbâs ibn ‘Abdil Muthallib dengan
mengatakan :

“Ya Allah, sesungguhnya dahulu ketika berdoa kepada-Mu kami bertawasul dengan Nabi-Mu.
Engkaupun menurunkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami berdoa kepadamu dengan
bertawasul dengan paman Nabi-Mu, maka berilah kami hujan.” Anas mengatakan : “Kemudian
mereka diberi hujan.” (HR Bukhari).

Dalam hadis di atas Sayidina Umar bertawasul dengan Sayidina ‘Abbas.Menurut Ibn Hajar
al-‘Asqalany dalam Fathul Bari Syarh al-Bukhari, hadis di atas menunjukkan terjadinya tawasul
dengan Nabi SAW dan diperbolehkan tawasul dengan orang-orang saleh baik dari kalangan
Ahlul Bait (habaib) maupun lainnya.

6. Tawasul dengan Orang Saleh yang Sudah Meninggal

Tawasul dengan orang saleh yang telah meninggal sudah dilakukan para ulama, di antaranya:

Pertama, Al-Khathîb dalam kitab tarikh-nya menceritakan dari ‘Ali ibn Maimun bahwa Imam
Syafi’i pernah berkata :

7
ِ ‫ت ِإلَى قَب‬
‫ر ِه‬Bْ ُ ‫ْت َر ْك َعتَ ْي ِن َو ِجْئ‬ُ ‫لَّي‬B‫ص‬ َ ٌ‫ ة‬B‫ت لِ ْي َحا َج‬
ْ B‫ض‬ ِ ‫ةَ َوَأ ِجيُْئ ِإلَى قَب‬Bَ‫ك بَِأبِ ْي َحنِ ْيف‬
َ ‫ِإ َذا َع َر‬Bَ‫ ف‬-‫رًا‬B‫وْ ٍم – يَ ْعنِ ْي َزاِئ‬BBَ‫ ِّل ي‬B‫ر ِه فِ ْي ُك‬Bْ ُ ‫ِإنِّي َأَلتَبَ َّر‬
‫ضى‬ َ ‫ت هللاَ تَ َعالى ْال َح‬
َ ‫د َعنِّ ْي َحتَّى تُ ْق‬Bُ ‫اجةَ ِع ْن َدهُ فَ َما يَ ْب َع‬ ُ ‫َو َسَأ ْل‬

“Sesungguhnya aku bertabarruk dengan Abi Hanifah dan datang ke kuburnya – yakni ziarah
kubur.

Apabila aku mempunyai hajat, maka aku shalat sunnah 2 rakaat kemudian datang ke kuburan
beliau dan meminta hajatku kepada Allah. Tidak lama kemudian hajatku pun terpenuhi”.

Kisah tersebut menunjukkan bahwa Imam Syafi’i bertawasul dengan Abi Hanifah. Hal ini
sebagaiman keterangan tegas Imam Ibn Hajar dalam al-Khairat al-Hisan fi Manaqib al-Imam Abi
Hanifah an-Nu’man. Kedua, Imam ad-Dzahaby dalam Tadzkirah al-Huffâdh mengisahkan,
tatkala Sofwan ibn Sulaim disebutkan di depan Imam Ahmad ibn Hanbal, beliau berkomentar :

‫هَ َذا َر ُج ٌل يَ ْن ِز ُل ْالقَطَ ُر ِمنَ ال َّس َما ِء بِ ِذ ْك ِر ِه‬

“Ini adalah lelaki yang hujan dapat turun dari langit dengan (perantara) menyebut namanya”.

Ucapan Imam Ahmad ibn Hanbal di atas membuktikan bahwa beliau termasuk pendukung berat
praktik tawasul.

7. Tawasul dengan Kemuliaan

Tawasul dengan jah (kemuliaan dan kedudukan) seseorang di sisi Allah diperbolehkan.
Berdasarkan doa sahabat Dharir :

َّ ِ‫ضى لِ ْي اللَّهُ َّم فَ َشفِّ ْعهُ ف‬


“‫ي‬ َ ‫اجتِ ْي هَ ِذه لِتُ ْق‬
َ ‫ْت بِكَ ِإلَى َرب ِّْي فِ ْي َح‬ Bَ ِّ‫ك َوَأتَ َو َّجهُ ِإلَ ْيكَ بِنَبِي‬
ُ ‫ك ُم َّح َم ٍد نَبِ ِّى الرَّحْ َم ِة ِإنِّ ْي تَ َو َّجه‬ َ ُ‫اللّهُ َّم ِإنِّ ْي َأ ْسَأل‬

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepada-Mu dengan (bertawasul dengan)
Nabi-Mu, Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang.

(Duhai Rasul) sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada Tuhanku dengan (bertawasul dengan)
derajatmu agar hajatku ini terkabul. Ya Allah, terimalah syafaat beliau untukku”.

Menurut Syeikh ibn ‘Allân dalam Faidul Qadir, kata bika yang terdapat dalam doa di atas
bermakna derajatmu sehingga menurut para ulama yang dimotori ‘Izz ibn ‘Abdissalam tawasul
dengan jah termasuk bagian dari ajaran agama.

8
B.Jimat
1.Pengertian Jimat Secara Umum
Jimat berasal dari bahasa Arab ‘Azimat yang berarti “keagungan”. Jimat atau tawiz
menurut lampu Islam adalah perhiasan (mengandung kertas bertuliskan sesuatu) yang dianggap
melindungi dari kejahatan, bahaya, atau penyakit. Sementara menurut Ki Sabrang Alam, seorang
pakar Mistik Nusantara, jimat versi orang jawa merupakan kepanjangan dari barang siji seng
kudu keramat (suatu barang yang harus terjaga). Adapun definisinya adalah ageman spiritual
(pegangan spiritual) yang di dalamnya merupakan kumpulan dari rajah (yang berasal dari) ayat
atau doa dari guru sejari.

Benda yang memiliki energi spiritual tersebut bisa berupa bebatuan, gelang, kayu, cincin, keris,
foto, rajah, akar, dan benang. Jimat secara konseptual berkaitan dengan kekuatan supranatural,
yang merupakan dari bagian sistem religi. Sebagaimana definisi religi menurut J.G. Frazer yang
berpedoman bahwa manusia dalam kehidupannya senantiasa memecahkan berbagai persoalan
hidup dengan perantaraan akal dan ilmu pengetahuan; namun dalam kenyataannya bahwa akal
dan sistem itu sangat terbatas, maka persoalan hidup yang tidak bisa dipecahkan dengan akal,
dicoba dipecahkan dengan melalui magic, yaitu ilmu gaib.

2.Macam-Macam Jimat

Macam-Macam Jimat Secara Umum

Jimat terbagi menjadi dua macam yaitu :

Pertama, yang tidak bersumber dari Al-Qur’an, sebab dari larangan menggunakan Al-
Qur’an sebagai jimat yaitu sebagai berikut :

1.Dalil yang melarang bersifat umum. Hadis-hadis yang membicarakannya tidak


memberikat pengecualian.

2.Dibolehkannya jimat dari ayat Al-Qur’an akan berdampak pada pelecehan atau
penghinaan Al-Qur’an, pemakainya bisa membawanya ke tempat –tempat najis atau
semacamnya.

9
3. Dibolehkannya jimat dari ayat Al-Qur’an akan berdampak pada pengecilan dan
penurunan nilai Al-Qur’an dari tujuan diturunkannya. Sedangkan Allah Subhanahu wa
ta’ala menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi petunjuk manusia kepada sesuatu yang lebih
lurus dan untuk mengeluarkan mereka dari berbagai macam kegelapan, bukan untuk
dijadikan sebagai jimat maupun kalung wanita dan anak-anak.

4.Jika dibolehkannya jimat dari ayat Al-Qur’an maka akan membuka jalan bagi gelang/
kalung jimat dan semacamnya. Karena apabila pintu keburukannya dibuka, sulit untuk
ditutup lagi. Kedua, yang bersumber dari Al-Qur’an. Kaum salaf berbeda dalam dua
pendapat; sebagian membolehkan, sebagian mengharamkannya. Karena dalil yang
mengharamkannya jimat menyatakan sebagai perbuatan syirik dan tidak membedakan
apakah jimat berasal dari Al-Qur’an atau bukan, dengan membolehkan jimat dari jenis
kedua ini, sebenarnya kita telah membuka peluang penyebaran jimat jenis pertama nyang
jelasjelas haram. Maka sarana yang dapat menghantarkan kepada perbuatan haram yang
juga mempunyai hukum haram yang sama dengan perbuatan haram sendiri. Itu juga
menyebabkan ketergantungan hati kepadanya, sehingga pelakunya akan ditinggalkan
oleh Allah SWT dan diserahkan pada jimat tersebut untuk menyelasaikan masalah.

Macam-macam jimat bayi di Desa Lubuk Tampui yaitu ada dua macam sebagai berikut :

1. Jimat Ujan Panas

jimat ujan panas dibuat dari tumbuhan kering yaitu tumbuhan jerangau, mengelai, jeruk nipis
, sebelum dijadikan jimat untuk bayi dibacakan surah al-faatiha dan setelah itu dibacakan
padam marak padam mare padam segelek apoi dia anak budak kecik ikak.

2. Jimat Anti Sawan

Jimat anti sawan adalah jimat yang dibuat dengan tulisan salah satunya surah al-falaq dan
disertai ucapan kun fayakuun gunanya untuk menjauhi si bayi dari gangguan setan dan jin,
supaya tidak penangis, dan dijauhi dari dapan budak (keterlambatan pada bayi).

3.Dalil tentang jimat


Suatu hari, serombongan orang datang menemui Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah
membaiat 9 orang dan tersisa 1 orang. Mereka berkata : “Ya Rasulallah, Anda membaiat 9

10
orang di antara kami dan tidak pada orang ini”. Rasulullah bersabda : “Padanya terdapat
“tamimah (jimat)”. Lalu Rasulullah memasukkan tangan beliau dan memotong jimat itu, baru
kemudian beliau membaiatnya. Beliau bersabda : “Barang siapa yang mengalungkan
tamīmah, maka ia menyekutukan (syirik) Allah”. (Musnad Ahmad bin Hambal 4/156)

Beberapa orang setelah membaca hadits di atas akan serta merta mengatakan bahwa
memakai jimat adalah hal yang dilarang dalam Islam. Ditambah dengan adanya hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Kitab Haditsnya, bahwa Rasulullah saw. bersabda :

ٌ ْ‫ِإ َّن الرُّ قَى َوالتَّ َماِئ َم َوالتِّ َولَةَ ِشر‬


‫ك‬

“Sesungguhnya Ruqyah (suwuk),Tamīmah (jimat) dan Tiwālah (pengasihan) adalah syirik”.


(Sunan Abi Dawud 4/10).

hadits riwayat Bukhari dari Sahabat Ibn Abbas bahwa Rasulullah bersabda :

ٍ ‫يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ ِم ْن ُأ َّمتِي َس ْبعُونَ َأ ْلفًا بِ َغي ِْر ِح َسا‬


َ‫ َو َعلَى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون‬، َ‫ َوالَ يَتَطَيَّرُون‬، َ‫ب هُ ُم الَّ ِذينَ الَ يَ ْستَرْ قُون‬

“Ada 70.000 orang dari umatku yang akan masuk surga tanpa melalui hisab, yaitu orang-
orang yang tidak pernah beruqyah dan tidak pernah merasa sial dan bertawakkal kepada
Tuhannya” (Shahih Bukhari 8/124).

Maka sebenarnya bagaimana pandangan islam tentang Jimat, Suwuk (Ruqyah) dan
semacamnya?

Syekh Abu At-Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-Adzim Abadi dalam Kitab ‘Aun al-
Ma’būd Syarh Sunan Abī Dāwud berkata :

‫ع‬BBِ‫انِع َواَل دَاف‬B‫اَل ل ِإ ْذ اَل َم‬B‫ض‬ َ ‫ل َو‬Bْ‫ َّرْأي َجه‬B‫َوالتَّ ِمي َمة يُقَال ِإنَّهَا َخ َر َزة َكانُوا يُ َعلِّقُونَهَا يَ َروْ نَ َأنَّهَا تَ ْدفَع َع ْنهُ ْم اآْل فَات َوا ْعتِقَاد هَ َذا ال‬
‫ع ِإلَى‬BB‫ ِه تَرْ ِج‬Bِ‫تِ َعا َذة ب‬B‫ب َْحانه َوااِل ْس‬B‫ التَّ َع ُّوذ بِ ْالقُرْ آ ِن َوالتَّبَرُّ ك َوااِل ْستِ ْشفَاء بِ ِه َأِلنَّهُ كَاَل م هَّللا ُس‬: ‫ َواَل يَ ْد ُخل فِي هَ َذا‬،‫َغيْر هَّللا ُس ْب َحانه‬
‫صفَات َذاته‬ ِ ‫صفَة ِم ْن‬ ِ ‫ ِإ ْذ ه َُو‬، ِ ‫ااِل ْستِ َعا َذة بِاَهَّلل‬

“Tamimah (jimat) adalah sebutan untuk tulang yang dikalungkan oleh mereka dengan
meyakini bahwa hal itu mencegah terjadinya mara bahaya. Keyakinan semacam ini adalah
bodoh dan sesat. Sebab tidak ada yang dapat menolak dan mencegah terjadinya bahaya

11
kecuali Allah Swt. Namun berlindung, bertabarruk (berharap keberkahan) dan berobat
dengan Al Qur’an tidak masuk dalam hal ini, karena merupakan bagian dari kalam Allah.
Maka berharap perlindungan dengan kalam Allah adalah berharap perlindungan kepadaNya,
sebab itu adalah sebagian dari beberapa sifatNya”.

Dalam halaman yang lain beliau berkata :

‫ ٌر‬B‫حْ ٌر َأوْ ُك ْف‬B‫هُ ِس‬B‫ ْد يَ ْد ُخل‬Bَ‫ َو َولَ َعلَّهُ ق‬Bُ‫ا ه‬BB‫ َوَأ َّما الرُّ قَى فَ ْال َم ْن ِه ّي َع ْنهُ هُ َو َما َكانَ ِم ْنهَا بِ َغي ِْر لِ َسان ْال َع َرب فَاَل يَ ْد ِري َم‬: ‫قَا َل ْالخَ طَّابِ ُّي‬
‫َوَأ َّما ِإ َذا َكانَ َم ْفهُو َم ْال َم ْعنَى َو َكانَ فِي ِه ِذ ْك ُر هَّللا ُس ْب َحانه فَِإنَّهُ ُم ْستَ َحبّ ُمتَبَرَّك بِ ِه َوهَّللَا َأ ْعلَ ُم‬

“Al Khatthaby berpendapat bahwa ruqyah yang dilarang adalah yang tidak menggunakan
bahasa Arab, sehingga tidak diketahui maknanya dan khawatir termasuk sihir dan kufur.
Namun apabila dapat difahami maknanya dan termasuk dzikir di dalamnya, maka itu sunnah
dan mendatangkan barakah. Wallahu A’lam”.

Syekh Ahmad bin Ali bin Hajar Abu Al Fadl Al Asqalany As Syafi’i dalam kitab Fath al-
Bari berkata :

‫ربي‬BB‫وقد أجمع العلماء على جواز الرقي عند اجتماع ثالثة شروط أن يكون بكالم هللا تعالى أو بأسمائه وصفاته وباللسان الع‬
‫أو بما يعرف معناه من غيره وأن يعتقد أن الرقية ال تؤثر بذاتها بل بذات هللا تعالى‬

“Ulama sepakat atas bolehnya Ruqyah bila memenuhi 3 syarat :

Menggunakan Kalam Allah, Asma atau Sifat-sifatNya.

Dengan bahasa arab atau bahasa lain yang difahami maknanya.

Meyakini bahwa ruqiyah tidak memberi dampak lantaran dzatnya sendiri tapi dengan
lantaran dzat Allah SWT”.

Sampai di sini, jelas bisa diambil kesimpulan bahwa jimat dan ruqyah tidak serta merta
mengakibatkan kesyirikan. Asalkan memenuhi kriteria diatas maka boleh bagi setiap muslim
untuk memanfaatkannya.

Bahkan beberapa Ulama ada yang lebih memberikan kelonggaran terhadap ruqyah atau
suwuk yang menggunakan bahasa selain bahasa arab atau bahasa yang tidak difahami

12
maknanya sekalipun. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Sahabat Auf bin Malik
RA. dia berkata :

‫كنا نرقى في الجاهلية فقلنا يا رسول هللا كيف ترى في ذلك فقال اعرضوا علي رقاكم ال بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك‬

“Kami pernah beruqyah pada masa jahiliyah. Maka kami berkata : “Wahai Rasulullah, apa
pendapatmu tentang itu? Rasulullah menjawab : “Tunjukkan padaku ruqyah kalian, tidak
mengapa beruqyah asal tidak mengandung kesyirikan”.

Dalam riwayat Sahabat Jabir diceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. melarang
ruqyah. Lalu keluarga Amr bin Hazm datang kepada beliau dan berkata :

‫عندنا رقية نرقى بها من العقرب قال فعرضوا عليه فقال ما أرى بأسا من استطاع أن ينفع أخاه فلينفعه‬

“Kami mempunyai ruqyah untuk mengobati sengatan Kalajengking. Rasulullah bersabda :


“Tunjukkan padaku!” Kemudian beliau bersabda : “Aku tidak melihat bahaya (pada ruqyah
kalian), maka barang siapa yang mampu memberikan kemanfaatan untuk saudaranya,
berikanlah”

Dan dari keumuman Hadits diatas inilah, Ulama berkesimpulan pada hukum boleh untuk
setiap tindakan ruqyah yang jelas manfaatnya walaupun menggunakan bahasa yang
maknanya tidak difahami atau tidak masuk akal. (Fath al-Bari 10/195)

Pemakaian Jimat dan praktek ruqyah yang banyak kita temui di kalangan muslim tetap
membutuhkan pendampingan dan penjelasan bahwa hakikat penyembuh, pemberi manfaat
dan pencegah bahaya adalah Allah Swt, tidak lantas dipojokkan dengan tuduhan sesat bahkan
syirik. Karena Rasulullah pernah di-ruqyah oleh Malaikat Jibril (Syarh Muslim Li An
Nawawy, 7/325). Sang Pedang Allah, Khalid bin Walid memakai rambut Rasulullah sebagai
jimatnya.

Pernah suatu ketika beliau kehilangan topinya. Seluruh pasukannya diperintah untuk mencari
sampai ketemu. Ternyata topi yang dicari adalah topi butut yang sudah kumal, sehingga
menarik perhatian salah satu tentaranya untuk bertanya. Kholid lalu menjelaskan :

“Suatu kali Nabi Muhammad umroh dan saat ber-tahallul beliau mencukur rambut beliau lalu
memberikan potongan-potongan rambut itu kepada orang-orang sekitar beliau. Sejak saat itu,

13
aku meletakkan rambut beliau di topiku. Dan di setiap aku peperangan yang aku memakai
topi ini selalu dianugerahi kemenangan oleh Allah Swt.” (Majma’ Az Zawāid wa Manba’ al-
Fawā’id)

Saat Imam Ahmad bin Hanbal berpulang, Imam Syafi’i diberitahu tentang peninggalan
Imam Ahmad berupa 2 potong baju. Lalu beliau meminta agar baju itu direndam kedalam air,
kemudian air rendaman itu beliau simpan dalam sebuah botol kecil. Maka sejak saat itu,
setiap hari Imam Syafi’i membasuh wajahnya dengan air dari botol itu guna bertabarruk
kepada Imam Ahmad bin Hanbal. Subhanallah… (Manaqib Al Imam Ahmad bin Hanbal).

Melihat terkadang dampak dari jimat dan ruqyah adalah hal yang di luar nalar manusia,
apakah keduanya tidak berpotensi sebagai perbuatan sihir?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka terlebih dahulu kita harus tahu aneka ragam
bentuk keanehan sekaligus penamaannya. Hal-hal aneh atau luar biasa yang terjadi di sekitar
kita ada 4 macam: Mu’jizat, Karamah, Istidraj dan Sihir. Mu’jizat adalah keanehan yang
tampak pada seseorang bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi atau utusan.
Sedangkan Karamah adalah hal luar biasa yang tampak pada seseorang yang sangat baik
dalam mengikuti Nabinya. Karamah sendiri ada 2 macam : Irhash, yaitu keluarbiasaan yang
tampak pada seorang Nabi sebelum diangkat sebagai Nabi, dan Ma’unah, yaitu keluarbiasaan
yang tampak pada orang beriman yang tidak fasiq dan tidak sembrono. Yang ketiga, Istidraj,
adalah keluarbiasaan yang tampak pada orang fasiq dan sembrono. Sementara sihir adalah
keluarbiasaan dengan cara mempelajari dan mengetahui sebab-sebabnya dan tampak pada
kuasa orang fasiq atau kafir. (Bughyah al-Mustarsyidin: 298)

Jika melihat semua definisi di atas, maka tidak semua keanehan atau keluarbiasaan disebut
sihir. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk menentukan nama dari hal di luar
nalar yang terjadi. Syekh Abu Yahya Zakaria bin Muhammad bin Ahmad Al-Anshari As-
Syafi’i berkata dalam kitab Syarah Al Bahjah Al Wardiyah 17/350 berkata :

ْ ‫ان‬BB‫اح ْال َخي َِّر ِة َو َك‬ ‫ْأ‬


‫ هُ اَل‬B‫َت عَزَاِئ ُم‬ ِ ‫ ِه ِم ْن اَأْلرْ َو‬Bِ‫ك َخيِّرًا ُمتَ َشرِّ عًا فِي َكا ِم ِل َما يَ تِي َويَ َذ ُر َو َكانَ َم ْن يَ ْستَ ِعينُ ب‬ َ ِ‫فَِإ ْن َكانَ َم ْن يَتَ َعاطَى َذل‬
‫ار َو ْال َمعُونَ ِة‬ِ ‫ت ِم ْن السِّحْ ِر بَلْ ِم ْن اَأْلس َْر‬ ْ ‫ض َر ٌر شَرْ ِع ٌّي َعلَى َأ َح ٍد فَلَ ْي َس‬ َ ‫ق‬
ِ ‫ار‬ ْ َ‫ْس فِي َما ي‬
ِ ‫ظهَ ُر َعلَى يَ ِد ِه ِم ْن ْالخَ َو‬ َ ‫تُخَ الِفُ ال َّشرْ َع َولَي‬

14
“Bila praktisi Khariq Al Adah (keluar biasaan) adalah orang yang baik, berpegang teguh
terhadap syariat secara baik, dan yang dimintai partisipasi adalah ruh-ruh orang baik
sedangkan tujuan-tujuan dilakukannya tidak bertentangan dengan syara’ serta tidak
menimbulkan bahaya terhadap seseorang, maka bukan termasuk sihir akan tetapi termasuk
dari Asrar (keistimewaan yang terahasiakan) dan pertolongan Allah”.

Jelas di sini, bahwa Khariq Al Adah berpotensi sebagai sihir bila terdapat beberapa hal
berikut: pelakunya orang fasiq atau orang kafir, medianya bertentangan dengan syara’, tidak
membahayakan dan tidak untuk tujuan yang tidak dibenarkan syara’. Sehingga, bahkan bila
menggunakan media ayat Al Qur’an namun tujuannya adalah kehancuran, maka tetap
dinyatakan sihir (Hasyiyah aL-Jumal 3/21).

C.Suwuk
Suwuk atau mantra dalam dunia islam adalah bacaan yang dibacakan pada sesuatu bisa
air atau benda lainnya, yang diyakini bisa menjadi wasilah terkabulnya permohonan atau doa
kepada Allah. Suwuk atau mantra dalam islam biasa dari bacaan Al-Qur’an maupun hadist, bisa
berupa dzikir, ayat ayat khusus Al-Qur’an, doa doa. Bahkan yang masyhur dikalangan umat
adalah seperti hizib, asma dan lai lain.

Banyak sejarah dan kisah yang menceritakan tentang hikmah dari suwuk, lebih khas lagi di tanah
Jawa, sering sekali kita melihat ulama ulama di tanah jawa, kyai kyai, dimintai doa yang
kemudian ditiupkan ke air lalu diminum peminta. Hal tersebut sudah turun temurun mulai ulama
ulama terdahulu hingga saat ini, dan masih menjadi salah satu cara untuk mencari berkah doa.

Kita bisa tahu di kalangan umat islam di tanah jawa, suwuk menjadi salah satu alternatif obat dan
berbagai tujuan lainnya, kita bisa lihat ketika ada orang sakit terus dimintakan air ke orang alim
atau waliyullah dengan wasilah tersebut sebagai perantara memohon doa kepada Allah Swt.

Salah satu hikmah dari suwuk tersebut adalah kita bisa tahu sanad sanad ilmu seseorang yang
beruntun ke wali wali yang sebelumnya yang menjadi gurunya, karena ilmu seperti suwuk, hizib
adalah ilmu yang bisa di dapat dari ijazah mursyid melalui sanad yang baik dan jelas.

Pada dasarnya suwuk memiliki landasan yang kuat dari sabda Nabi Muhammad Saw, namun
perlu digaris bawahi, sabda Nabi tentang suwuk tersebut juga sebagai makna pembatas mana

15
suwuk yang boleh dan mana suwuk yang tidak dibolehkan oleh islam, karena pembeda dari ilmu
suwuk hanya terletak pada tujuan, bacaan doanya, dan keimanan seseorang yang
mengamalkannya.

َ ‫ْأ‬Bَ‫ا ُك ْم اَل ب‬Bَ‫ي ُرق‬


‫س‬ َّ َ‫وْ ا َعل‬B‫ض‬
ُ ‫ال ا ْع ِر‬ َ ِ‫ك اَأْل ْش َج ِع ِّي قَا َل ُكنَّا نَرْ قِي ْفي ْال َجا ِهلِيَّ ِة فَقُ ْلنَا يَا َرسُوْ َل هللاِ َك ْيفَ تَ َرى فِي َذل‬
َ َ‫ك فَق‬ ِ ْ‫ع َْن عَو‬
ٍ ِ‫ف ْب ِن َمال‬
ٌ ْ‫بِالرُّ قَى َمالَ ْم يَ ُك ْن فِ ْي ِه ِشر‬.
)‫ (رواه مسلم‬.‫ك‬

Dari Auf bin Malik Al-Asyja’i berkata kami menekuni mentra pada masa Jahiliyah, lalu kami
bertanya, “wahai Rasulallah, bagaimana engkau berpendapat mengenai hal itu?” lalu beliau
bersabda, “tunjukkan mantra kalian kepadaku, tidak masalah dengan mantra selama di dalamnya
tidak terdapat syirik”. (HR. Muslim)

Sudah jelas, perkara suwuk atau mantra nilainya tetap sebuah doa namun diwasilahkan
berkahnya lewat air atau benda lain, bisa juga langsung ditujukan sesuai permohonan kita.
Namun kita harus tau batas batas suwuk atau mantra yang boleh dilakukan, yaitu tidak berbau
kemusyrikan seperti halnya memohon kepada selain Allah, meyakini yang memberi atau
mengabulkan dari bendanya (bukan dari Allah), dan dengan tujuan yang jelek.

Selama perkara perkara itu terlepas dari suwuk, maka suwuk atau mantra masih memiliki nilai
positif dan sesuai dengan aqidah yang benar, bahkan jika bacaan bacaan suwuk atau mantra
tersebut berasal dari AL-Qur’an, hadist, atau dzikir, dan digunakan dengan tujuan kebaikan, serta
dengan aqidah yang benar, maka hukumnya bisa menjadi sunnah.

Dalam hal ini perlu peran tokoh agama untuk bisa mengontrol dan membimbing arah aqidah
seseorang yang memiliki ilmu suwuk atau mantra, agar nilai ajaran agama Islam sesuai jalur
yang tidak mengarah kemusyrikan yang menyebabkan seseorang lupa kepada tuhannya.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tawassul memiliki definisi secara etimologi dan terminologi yaitu pendekatan diri
kepada Tuhan (Allah) melalui perantara (wasilah), atau yang dianggap oleh Allah SWT memiliki
nilai, derajat, dan kedudukannya untuk dijadikan perantara (wasilah) dalam do’a agar dapat
terkabulkan. Terkadang tawassul juga terkadang dikalangan masyarakat disebut sebagai
tabarruk. Tabarruk merupakan kata yang berasal dari bahasa arab yang kata dasarnya terdiri dari
tiga huruf yaitu kata ba-ra-ka yang memiliki masdar al-barakah artinya permohonan seseorag
agar mendapatkan berkah.

Sedangkan caranya itu disebut dengan wasilah.Tawassul di Nusantara, sudah dianggap menjadi
tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat muslim di Nusantara. Tawassul yang dilaksanakan
dengan cara berziarah ke makam para Walisongo, dan masyarakat menyebutnya Wisata Religi
Ziaroh Walisingo, bukan hanya Walisongo berziarah ke orang-orang sholeh juga. Tujuan dari
masyarakat berziarah ke makam para Walisongo atau ke orang-orang sholeh yaitu dikarenakan
timbulnya rasa takdzim terhadap para Wali yang sudah berjasa karena telah menyebarkan dan
mengajarkan agama Islam di Indonesia, khushnya di tanah Jawa. Selain itu, masyarakat memiliki
tujuan mencari wasilah kepada Allah SWT lewat mengambil barokah dari karomah yang dimiliki
para Walisongo dan orang-orang sholeh lainnya agar hajat dan doa yang dipanjatkan dapat
terkabulkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.nubangil.or.id/hujjah/jimat-dan-suwuk-dalam-islam/

https://www.hwmi.or.id/2021/10/dalil-suwuk-atau-mantra.html?m=1#:~:text=Suwuk%20atau
%20mantra%20dalam%20dunia,Qur'an%2C%20doa%20doa.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jimat

18

Anda mungkin juga menyukai