Anda di halaman 1dari 14

Memahami Kosep-Konsep Kunci Tasawuf

Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu : Dr. H Suadi Sa’ad,M. Ag.

Disusun oleh: kelompok 2

Ahmad Dedi Humaedi (231420173)

Yudha Andika Saputra (231420183)

TB Muhamad aditia Firdaus (231420170)

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
PERIODE 2023-2024
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
BANTEN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah sehingga penyusunan makalh ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan judul “Memahami Kosep-Konsep Kunci
Tasawuf “ Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. H Suadi Sa’ad,M. Ag.
selaku dosen mata kuliah Fiqih yang telah membingbing dan memberikan kuliah
demi lancarnya terselesaikan tugas makalah ini. Demikianlah tugas ini kami susun
semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata kuliah Fiqih dan kami
kelompok 19 berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan
khususnya teman – teman semuanya.

Serang, 1 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................

1.1...............................................................................................................

Latar Belakang .....................................................................................

1.2...............................................................................................................

Rumusan Masalah ................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................

2.1...............................................................................................................

Maqomat Akhlak Tasawuf...................................................................

2.2...............................................................................................................

Ahwal tasawuf .....................................................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................

3.1...............................................................................................................

Kesimpulan...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf juga merupakan kumpulan pengalaman mental dalam menempuh
jalan penyucian dan penempaan rohani yang dituntun oleh kerinduan kepada
Allah SWT. Ini adalah cara atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
dengan menggunakan pemahaman yang ada di dalamnya.

Baik maqamat maupun ahwal merupakan komponen tasawuf. Salah satu


komponennya adalah konsep maqamat, yang menunjukkan kedudukan spiritual
seorang sufi di mata Allah, yang sangat subjketif karena didasarkan pada
pengalaman spiritual masing-masing sufi. Sebaliknya, ahwal, yang sebagian besar
buku tasawuf membahas kondisi spiritual atau ahwal secara subjektif.

Jika seseorang mengikuti alur maqamat dalam kajian tasawuf, mereka


dapat mencapai dan merasakan konsep tasawuf, baik maqamat maupun ahwal.
Setelah manusia secara bertahap mencapai maqamat tasawuf, Allah akan memberi
mereka kondisi spiritual yang memungkinkan mereka untuk berhubungan dengan
Tuhan. Selain itu, konsep tasawuf ini maqamat dan ahwal terutama jelas bukan
hal baru dalam tasawuf. Konsep tasawuf jelas ada sejak lama. untuk mengetahui
apakah ide-ide tersebut masih relevan untuk orang-orang di zaman kita dan
apakah mereka yang ingin memiliki hubungan spiritual dengan Tuhan dapat
menggunakannya. Oleh karena itu, memahami konsep tasawuf maqamat dan
ahwal, serta bagaimana keduanya berkaitan dengan dunia kontemporer, sangat
penting.

B. Rumusan Masalah

iv
1. Apa itu konsep dasar tasawwuf?

2. Siapa pelopor ilmu tasawuf?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Maqomat Akhlak Tasawuf

"Maqamat" adalah bentuk jamak dari kata "maqam." Berdiri, stasiun, tempat,
lokasi, posisi, atau tingkatan adalah artinya. Namun, dalam istilah bahasa Arab,
"maqamat" berarti tempat atau martabat di mana seorang hamba berdiri di hadapan
Allah saat ia berdiri menghadap kepada-Nya. Ia merupakan proses pelatihan, melatih
diri dalam hidup keruhanian (riyadhah), melatih diri dalam memerangi nafsu
(mujahadah), dan meninggalkan aktivitas duniawi untuk berkhidmat kepada Allah.
Menurut al-Hujwiri (w. 465 H /1072 M), maqamat berarti berada di jalan Allah.

Maqam, menurut Imam al-Qusyairy alNaisabury, adalah tahapan adab (etika) di


mana seorang hamba wushul kepada-Nya dengan berbagai upaya, dengan tujuan
pencarian dan ukuran tugasnya. Ketika dalam kondisi tersebut, masing-masing
melakukan riyadhah menuju kepadaNya dan berada dalam tahapannya sendiri.
Menurut penjelasan di atas, maqamat adalah posisi seseorang hamba di hadapan Allah
yang tetap ada dan berusaha untuk meningkatkannya hingga derajat tertinggi.

Adapun maqamat tersebut yaitu:

1. Taubat

Taubat, atau "pertaubatan", adalah maqamat pertama dalam tasawuf. Kata


"taubat" berasal dari kata "taba", yang berarti "kembali", dan "yatubu", yang
berarti "kembali". Untuk melakukan taubat, Anda harus berhenti melakukan dosa
dan menghilangkan semua keprihatinan duniawi.Dalam bukunya Fi al-Qalam,

v
Qamar Kailani mengatakan bahwa taubat juga berarti kembali dari sesuatu yang
dicela oleh Allah menuju sesuatu yang dipuji oleh-Nya. Menurut buku Ilmu
Tasawuf oleh M. Solihin dan Rosihon Anwar, taubat adalah rasa penyesalan yang
tulus dalam hati, meminta ampun, dan meninggalkan semua perbuatan yang
membawa dosa. Menurut Fethullah Gulen, taubat adalah bertawajuh kepada Allah
dengan penuh penyesalan dan rasa sakit di dalam hati, mengakui semua kesalahan
yang telah Anda lakukan, meratap dalam penyesalan, dan bertekad untuk
meninggalkan kesalahan yang telah Anda lakukan sebelumnya.

2. Zuhud

Meskipun etimologi kata "zuhud" berarti tidak ingin kepada sesuatu yang
keduniawi, Ibnu Qayyim alJauziyah menyatakan bahwa definisinya adalah
perjalanan hati keluar dari kampung dunia dan menempatkannya di akhirat. Jika
Anda ingin perjalanan Anda berkesan, Anda harus membawa bekal yang akan
membuat Anda tetap bertenaga. Ini adalah modal manusia yang diperlukan untuk
bertahan hidup di dunia ini dan hidup dengan damai dan bahagia di akhirat.Ibnu
Taimiyyah menyatakan bahwa istilah "zuhud" mengacu pada penghapusan semua
hal yang tidak berguna bagi kepentingan akhirat. Menurut HAMKA, seorang
tokoh Tasawuf kontemporer, Zuhud akan dunia itu adalah orang yang miskin dan
kaya, tidak memiliki sepeser pun uang, tetapi kekayaan tidak membuatnya
melupakan Tuhan atau mengabaikan tanggung jawabnya.Oleh karena itu, zuhud
berarti menghindari hubungan dengan dunia sehingga tidak mengganggu
hubungan dengan Allah.

3. Sabar

Sabih secara bahasa berarti menahan diri dari rasa gelisah, cemas, dan
amarah, menahan lidah dari keluh kesah, dan menahan anggota tubuh dari
bingung. Sabar, menurut Fethullah Gulen, adalah sabar dalam menghadapi
berbagai peristiwa yang sulit untuk dihadapi dan sulit untuk dihindari. Sabar,
menurut Abu Muhammad Ahmad alJurairy, adalah keadaan di mana tidak ada
perbedaan antara bahagia atau menderita, dan pikiran tetap tenang dalam
keduanya. Bersikap sabar adalah mengalami kedamaian saat menghadapi cobaan
dengan kesadaran akan beratnya penderitaan.

vi
4. Tawakal

Kata "tawakkal" berasal dari kata "wakalah", yang berarti "penyerahan"


dan "al-I’timad", yang berarti "penyandaran". Wakkala Amruhu Ilaa Fulaanin
berarti menyerahkan dan memberikan urusannya kepada seseorang. Oleh karena
itu, tawakkal secara etimologi berarti menyerahkan hati sepenuhnya kepada wakil
yang Maha Mewakili dan Maha Haq (Allah). Adapun secara terminologi menurut
Abu Turab an-Nakhsyabi mengatakan bahwa tawakkal adalah pengabdian diri
untuk beribadah, di mana hati hanya terhubung dengan Allah SWT dan tenang
dalam ketersediaan, seperti yang ditulis oleh Abu Nashr as-Sarraj. Dia akan
bersyukur jika dia diberi sesuatu, tetapi jika tidak, dia akan bersabar dan
menerima takdir yang telah ditetapkan.Ketika Ibnu Atha' ditanya tentang arti
tawakkal, dia menjawab, "tawakkal adalah hendaknya hasrat yang kuat terhadap
perkara duniawi tidak muncul dalam dirimu, meskipun engkau sangat
membutuhkannya, dan hendaknya engkau senantiasa bersikap qana'ah dengan
Allah, meskipun engkau tergantung pada kebutuhan duniawi itu."

5. Ridha

Risalah berarti siap menerima apa pun yang Tuhan takdirkan untuknya.
kecenderungan mereka untuk menerima hanya karena kehendak Tuhan. Mereka
yang memiliki sifat "ridha" tidak akan bimbang atau kecewa atas pengorbanan
yang mereka lakukan; mereka tidak akan merasa menyesal atas apa yang mereka
kurangi dalam hidup mereka; dan mereka tidak akan iri hati atas manfaat yang
dinikmati oleh orang lain, karena mereka teguh berpegang pada aqidah yang
berkaitan dengan qadha dan qadhar yang semuanya berasal dari Tuhan. Dalam
literatur lain, ridha didefinisikan sebagai ketenangan hati dan ketentraman jiwa
terhadap keputusan dan takdir Allah SWT, serta kemampuan untuk menanganinya
dengan tabah, termasuk dalam hal sakit, kesedihan, dan kesulitan yang dirasakan
oleh jiwa. Ibnu Ujaibah mengatakan bahwa ridha adalah ketenangan hati dan
ketentraman jiwa.

B. Ahwal tasawuf

vii
Haal adalah bentuk jamak dari kata "ahwal", yang berarti "sesuatu dari
kejernihan dzikir yang berada dalam hati, atau "hati berada dalam kejernihan".
ritual tersebut.Banyak orang percaya bahwa Al-Haal (kondisi rohani) adalah arti
yang hadir dalam hati seseorang secara alami tanpa tindakan, usaha menarik dan
usaha lainnya, dan rasa senang atau sedih, leluasa atau tergenggam, rindu atau
berontak, takut atau senang. Setiap al-haal adalah karunia, sedangkan almaqam
diperoleh melalui perjuangan.Ahwal, atau keadaan spiritual, muncul setelah
mencapai tahap maqam-maqam, atau kemampuan spiritual. Di sisi lain, baiknya
amal adalah hasil dari baiknya ahwal.

Ahwal tasawuf terdiri dari:

1. Muraqabah (Mawas Diri)


Menurut Imam al-Qusyairy anNaisabury, muraqabah berarti mengamati
tujuan. Namun, dalam istilah muraqabah, yaitu keyakinan yang dipegang oleh
seorang sufi dalam kalbunya bahwa Allah SWT melihat apa yang dia lakukan
dan apa yang dia lakukan, membuatnya melihat apa yang dia lakukan dan apa
yang dia lakukan Menurut Abu Nasrh as-Sarraj, yaitu muraqabah adalah
pengetahuan dan keyakinan seorang hamba bahwa Allah SWT selalu melihat apa
yang ada dalam hati dan nuraninya karena Dia Maha Mengetahui. Oleh karena
itu, dia terus memeriksa dan memperbaiki pikiran buruk atau kesalahan hati yang
hanya akan membuat hati lupa mengingat Tuhannya.
Muraqabah dibahas dalam surah Asy-Syu'ara, ayat 218–219. Ini
menunjukkan bahwa Allah mengetahui setiap gerakan yang dilakukan hambaNya
dalam salat, dari berdiri hingga sujud. Ini menunjukkan betapa kuat Allah. Dalam
ayat empat surah Al-Hadid, Allah selalu ada bersama hambaNya, tidak peduli di
mana mereka berada. Kemampuan Allah untuk melihat juga disebutkan dalam
Ayat 5 Surah Ali Imran. Dalam ayat ini, disebutkan bahwa Allah memiliki
kemampuan untuk melihat semua yang tersembunyi di langit dan di Bumi. Ayat
empat belas dari Surah Al-Fajr menunjukkan kemampuan Allah untuk melihat.
2. Mahabbah (Cinta)
Sahl bin Abdullah berpendapat bahwa mahabbah adalah kecocokan hati
dengan Allah SWT dan senantiasa cocok dengan-Nya, serta dengan cinta yang

viii
sangat mendalam untuk berdzikir (mengingat) kepada-Nya dan menemukan
kenikmatan bermunajat kepada-Nya. Kondisi spiritual seorang hamba terdiri dari
meliha nikmat yang diberikan Allah kepadanya dengan hati nuraninya dan
melihatnya dengan kedua matanya. perhatian, penjagaan, dan pengabdian-Nya
kepadanya.Rabiah al Adawiyyah alBasriyyah meninggal 185 H atau 801 M. Dia
dianggap sebagai Sufi pertama yang mengungkapkan cintanya kepada Allah dan
membangun teori cinta Ilahi yang lengkap.
Cinta Rabi'ah sukar untuk didefinisikan karena berisi kerinduan kepada orang
yang dicintai. Meskipun demikian, Rabi'ah menganalisis beberapa kata-katanya
yang terkenal, seperti yang disebutkan di bawah ini:
“Aku mencintai-Mu dengan dua cinta Cinta karena diriku dan cinta karena Diri-
Mu Cinta karena diriku Adalah keadaanku yang senantiasa mengingat-Mu Cinta
karena Diri-Mu Adalah Keadaan-Mu menyingkapkan tabir hingga Engkau
kulihat Bagiku, tidak ada puji untuk ini dan itu. Tapi sekalian puji hanya bagiMu
selalu.”

3. Khauf (Takut)

Dalam tasawuf, takut didefinisikan sebagai perasaan yang dialami oleh


seorang salik (orang yang menuju Tuhannya) karena dia dihantui oleh pikiran
tentang bahaya dan dosa yang akan menimpanya. Orang yang khauf akan takut
kepada dirinya sendiri lebih dari musuhnya. Saat khauf menghampirinya, ia
merasa tenang dan santai karena hatinya semakin dekat dengan Tuhan. Jika
ditanya tentang ketakutan, Al-Junaid menjawab, "takut adalah datangnya deraan
dalam setiap hembusan nafas." Dzun Nuun alMishri juga mengatakan, "Manusia
akan tetap berada di jalan selama takut tidak tercabut dari kalbu mereka, karena
jika telah hilang dari kalbu mereka, maka mereka akan tersesat." “Setiap sesuatu
ada perhiasannya dan perhiasan ibadah adalah takut. Tanda takut adalah
membatasi keinginan,” kata Hatim al-Asham. Oleh karena itu, khauf adalah
keadaan spiritual di mana seorang sufi merasa takut jika dia tidak mendekat
kepada Allah.

4. Raja’ (harapan)

ix
Memerhatikan kebaikan dan berharap dapat mencapainya, melihat
berbagai macam rahmat dan nikmat Allah, dan memenuhi diri dengan harapan
untuk masa depan dan hidup untuk mencapai harapan tersebut disebut "raja" atau
harapan. Yahya bin Mu'adz berkata, "Wahai Tuhanku, anugerahkanlah untukku
yang termanis dalam hati berupa harapan kepada-Mu. Kata-kata paling sedap
yang keluar dari lidahku berupa pujian kepada-Mu dan Seseorang pada waku iu.
Saat yang kuanggap paling berharga adalah saat aku akan berjumpa dengan-Mu."
Dzun Nun al-Mishry berkata, "Janganlah kalian memperdulikan aku, sebab aku
telah terpersona oleh kelembutan Allah SWT. kepada diriku."

Raja meminta tiga hal:

a) cinta pada apa yang diharapkan darinya.


b) takut bahwa itu tidak akan terwujud.
c) upaya untuk mencapainya.

Raja ada dalam tiga tingkatan: pertama,berharap kepada Allah (fillah),


kedua,mengharapkan kemurahan hati Allah, dan ketiga,mengharapkan pahala
Allah.

5. ‘Uns (Suka Cita)

Uns adalah keadaan spiritual seorang sufi yang merasa akrab dan intim
dengan Tuhannya karena telah merasakan kedekatan dengan-Nya. Ini adalah
keadaan spiritual ketika qalbu dipenuhi dengan cinta, keindahan, kelembutan,
belas kasih, dan pengampunan Allah. Bagi seorang hamba, uns (bersuka cita)
dengan Tuhan adalah tingkat kesuciannya dan kejernihan dzikirnya sehingga ia
merasa cemas dan gelisah dengan segala sesuatu yang dia lupa. Orang yang
berada dalam kondisi spiritual "Uns" akan merasakan kebahagiaan, kesenangan,
kegembiraan, dan kegembiraan yang luar biasa. Ketika seorang sufi merasa dekat
dengan Allah, dia mengalami kondisi spiritual seperti ini. yang mana, perasaannya
dipenuhi dengan cinta, kelembutan, keindahan, dan kasih sayang yang luar biasa,
sehingga sulit untuk dilukiskan.Oleh karena itu, "Uns" adalah kondisi spiritual di
mana seorang sufi merasakan kepuasan atau kebahagiaan hati karena memiliki
kesempatan untuk berhubungan dengan Tuhan.

x
6. Yakin

Dalam terminologi sufi, "yakin" berarti keyakinan yang kuat dan abadi
tentang kebenaran pengetahuan yang dimiliki karena menyaksikannya dengan
segenap jiwanya, merasakan seluruh ekspresinya, dan menyaksikan seluruh
eksistensinya.

Selain itu, yakin dapat didefinisikan sebagai penguasaan pengetahuan yang


tanpa keraguan, akurat, dan benar. Al-Junaid berpendapat bahwa ilmu adalah
kekuatan yang tidak dapat diubah, dan hati tidak dapat diubah. Yakin mendorong
seorang sufi untuk mengangkat beban dan menghadapi bahaya. Jika keyakinan
tidak disertai ilmu, maka ia membawanya kepada kerusakan, sedangkan ilmu
menyuruhnya untuk mundur; jika keyakinan tidak disertai ilmu, maka pelakunya
tidak mau bergerak dan tidak mau berusaha. Yakin biasanya dibahas oleh para
sufi dalam tiga bagian. Yang pertama adalah Ilm al-yaqin, yang berarti pencapaian
iman dan ketundukan terkuat yang terkait dengan hal-hal yang ingin dicapai
dengan melihat dalil-dalil dan petunjuk yang jelas. Yang kedua adalah Ain al-
yaqin, yang berarti pencapaian makrifat melampaui batasan definisi yang
dilakukan oleh ruh melalui penyingkapan, musyahadah, persepsi, dan kesadaran.
Yang terakhir adalah Haqq al-yaqin, yang, menurut beberapa sufi, berarti fana'
hamba dalam setiap aspek jati dirinya, kebanggaan dirinya, dan kebersamaannya
dengan Allah al-Haqq SWT.

xi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terkait satu sama lain, maqamat dan ahwal berbeda; pertama, ahwal
adalah kondisi spiritual seorang sufi yang memiliki pengalaman dengan Tuhan
yang tidak diusahakan tetapi diberikan oleh Tuhan; yang lain, maqamat adalah
kedudukan spiritual seorang hamba yang berusaha dengan sungguh-sungguh dan
berkomitmen kuat untuk mencapai puncak maqamat.

Masing-masing sufi memiliki perspektif dan standar yang unik tentang


konsep subjektif maqamat dan ahwal. Menurut Abu Nashr as-Sarraj, pengarang
buku Al-Luma, maqamat dan ahwal yang disajikan dalam makalah ini adalah
tujuh: taubat, wara, zuhud, fakir, sabar, tawakal, dan ridha.

Ide-ide tasawuf dapat berfungsi sebagai referensi untuk studi tasawuf yang
lebih mendalam, serta sebagai pedoman untuk mencapai kedekatan langsung
dengan Tuhan dalam konteks dunia modern.

Tasawuf adalah jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
dengan menerapkan konsep-konsep yang dibahas dalam tasawuf. Konsep-konsep
yang dibahas dalam tasawuf mengarahkan para sufi untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT sedekat mungkin.

xii
Selain Hamzah Fansuri, Ibnu 'Arabi, Abu Yazid al-Bisthami, al-Hallaj, al-
Rumi, al-Attar, dan al-Jami adalah beberapa sufi lain yang mengajarkan tasawuf
berpaham wujudiyah (panteisme) di Nusantara.

xiii
DAFTAR PUSTAKA

Arrasyid, A. (2020). Konsep tasawuf dan pengaruhnya terhadap


kehidupan. Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 9(1).

Lestari, S. W. Penggunaan model pembelajaran M-APOS untuk


meningkatkan pemahaman konsep dan keinginan untuk belajar
kalkulus II. Jurnal Pendidikan dan Keguruan, 1(1), 209688.

Syekh Yahya ibn Hamzah Al-Yamani, 2012. Pelatihan Takiyatun


Nafs Lengkap membantu Anda membersihkan hati dan menumbuhkan
jiwa mulia untuk membuat hidup Anda lebih sukses dan bahagia.oleh
Maman Abdurrahman Assegaf, diterbitkan di Jakarta oleh Zaman.

Umar Faruq menerjemahkan Risalah Qusyairiyah: Sumber Kajian


Ilmu Tasawuf, yang diterbitkan di Jakarta oleh Pustaka Amani pada
tahun 2007. ditulis pada tahun 2018 oleh Asfari dan Otto Sukatno.
Mahabbah Cinta: Mengikuti Cinta Rabi'ah al-Adawiyah adalah buku
yang ditulis oleh As-Sarraj, Abu Nashr as-Sarraj dan diterbitkan di
Yogyakarta oleh Pustaka Hati pada tahun 2002. Wasmukan dan
Samson Rahman menerjemahkan Al-Luma', yang merupakan
referensi lengkap untuk ilmu tasawuf. Risalah Gusti Bahri diterbitkan
di Surabaya oleh Zainul Media pada tahun 2010. Tasawuf Mengubah
Dunia. Jakarta: Percetakan.

am, M. Iqbal (2013). Membangun Moral Bangsa melalui Ahlak Tasawuf (PDF).
Pustaka Al-Ihsan. ISBN 978-979-9152-16-9. Diarsipkan dari versi
asli (PDF) tanggal 2022-03-01. Diakses tanggal 2022-03-01.

xiv

Anda mungkin juga menyukai