Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MAQAMAT DAN AHWAL DALAM TASAWUF

Dosen Pengampu:

Bahrul Ma`arif M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 2 :


1. Riska Ayuni Hoiriah 2022101006
2. Titin Nurjanah 2022101018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH DARUL HUDA MUARADUA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt, atas nikmat dan karunia nya
kami masih bisa menyusun tugas yang berjudul tentang “Maqam dan ahwal dalam
Tasawuf” ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada nabi terakhir kita, nabi muhammad saw.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada ibu Bahrul Ma`arif M.Pd. Selaku
dosen mata kuliah “Akhlak Tasawuf”. Dalam Makalah ini, kami menyadari masih
banyak kekurangan dan kekeliruan, baik dari isi Makalah maupun dari teknik
pengetikan. Walaupun demikian, kami akan tetap usahakan yang terbaik untuk
pembuatan Makalah ini. Kritik dan saran kami terima akan kami terima untuk
memperbaiki laporan kami.

Srimenanti, 15 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Maqamat dan Ahwal 2
B. Macam-Macam Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf 2
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan 9
B. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tinjauan analitis terhadap tasawuf menunjukkan bagaimana para sufi
dengan berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan
menuju Allah. Jalan ini dimulai dengan latihan – latihan (riyadhah),lalu secara
bertahap menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) kepada
Allah dan hal (keadaan), yang berakhir dengan mengenal (ma’rifat) kepada Allah.
Tingkat ma’rifat pada umumnya banyak dikejar oleh para sufi diwujudkan melalui
amalan – amalan dan metode – metode tertentu yang disebut tariqhat, atau jalan
dalam rangka menemukan pengenalan Allah. Lingkup perjalanan menuju Allah
untuk memperoleh ma’rifat yang berlaku di kalangan sufi sering disebut sebagai
sebuah kerangka irfani.
Lingkup Irfani tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas,
tetapi melalui proses yang panjang. Proses yang dimaksud adalah maqam – maqam
(tingkatan atau stasiun ) dan ahwal (jama’ dari hal) Dua persoalan ini harus
dilewati oleh orang yang berjalan menuju Tuhan. Berikut penjelasan mengenai
pengertian Maqamat dan Ahwal beserta tahan-tahapannya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Maqamat dan Ahwal ?
2. Bagaimana tahapan-tahapan Maqamat dan Ahwal ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui pengertian Maqamat dan Ahwal
2. Untuk mengetahui tahapan-Tahapan Maqomah dan Ahwal

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Maqamat dan Ahwal

1. Pengertian Maqamat
Secara harfiah Maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat
orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti
sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada
dekat kepada Allah.
Dalam bahasa inggris Maqamat dikenal dengan istilah stages yang
artinya tangga. Sedangkan dalam ilmu tasawuf maqamat berarti kedudukan
hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik
melalui Riyadhah, Ibadah, maupun mujahadah.

2. Pengertian Ahwal
Secara Bahasa Al Ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang
berarti keadaan atau sesuatu (keadaan rohani), menurut syekh Abu Nash
As-sarraj, hal adalah sesuatu yang terjadi yang mendadak yang bertempat pada
hati nurani dan tidak bertahan lama.
Menurut harun nasution, dalam Bukunya abuddin Nata Akhlak Tasawuf.
Hal atau akhwal merupakan keadaan mental perasaan senang, perasaan takut,
perasaan sedih, dan sebagainya.
Sedangkan Menurut imam al Ghozali dalam Bukunya Tim Penyusun
MKD Iain Sunan Ampel Surabaya. menerangkan bahwa, hal adalah kedudukan
atau situasi kejiwaan yang dianugrahkan Allah kepada seorang hamba pada
suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau
sebagai pemberian semata.

B. Macam-macam Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf


1. Macam-Macam Maqamat
Sebenarnya banyak pendapat yang memaparkan tentang maqamat
dalam tasawuf, namun dalam bahasan ini kami kutib maqamat dalam tasawuf

2
menurut Abu Nasr As Sarraj yaitu adatujuh tingkatan, Yaitu Taubat, Wara’,
Zuhud, Faqr, Sabar, Ridha, Tawakal.
a. Taubat
Kata Taubat adalah bentuk mashdar dan berasal dari bahasa Arab,
yaitu taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali, sedangkan taubat yang
dimaksud kelompok sufi yaitu memohon ampun kepada Allah SWT atas
segala dosa dan kesalahan dan berjanji dengan sungguh-sungguh dan tidak
akan mengulangi perbuatan dosa tersebut lagi, kemudian diikuti dengan
melakukan amal kebajikan.[7]
Berkaitan dengan maqam taubat, dalam al qur’an terdapat banyak
ayat yang menjelaskan masalah ini. Yaitu firman Allah (Q.S An nur,
24:31)

‫ل نَ لِّععا أنّي نَا فال حِْف لُِحوَن لنعنِل حُ فْ ُ ح فْ لِ حُوَن‬


‫نوُحوُحوا لِلنى ل ل‬
... Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.(Q.S An nur, 24:31)[8]

b. Wara’
Secara bahasa Wara‘dari kata wara’a-yari’u- wara’an artinya
al-kaff (mencukupkan diri dari sesuatu) dan al-iffah
(menahan diri dari sesuatu yang tidak sewajarnya).
Pada dasarnya sikap wara‘ itu mencukupkan diri dengan sesuatu yang
halal dan menjauhkan diri dari sesuatu yang haram,
sehingga hati menjadi lembut dan cenderung untuk taat kepada Allah
dan Rasul-Nya.Secara harfiah al wara’ artinya soleh, kata wara’
mengadung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi
wal wara’ adalah meninggalkan yang didalamnya terdapat keragu-raguan
antara halal dan haram (Syubhat).

c. Zuhud
Secara harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang
bersifat keduniawian. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang
sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan
dunia.

3
Zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari
rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan
kehidupan akhirat. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama islam yang
sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh negatif
kehidupan dunia. Orang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar
kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi daripada mengejar kehidupan
dunia yang fana.

d. Faqr
Kata Faqr dari segi bahasa artinya adalah orang yang berhajat,
butuh, atau orang miskin, sedangkan dalam pandangan sufi faqr adalah
tidak meminta lebih dari pada yang menjadi haknya, tidak banyak
mengharap dan memohon rezeki, kecuali hanya untuk menjalankan
kewajiban-kewajiban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah .
Secara harfiah Faqr biasa diartikan sebagai orang yang tidak butuh dunia.
Faqr dapat berarti sebagai kekurangan harta yang diperlukan
seseorang dalam menjalani kehidupan didunia. Sikap faqr penting dimiliki
oang yang berjalan dijalan Allah karena kekayaan dan kebanyakan harta
memungkinkan manusia dekat pada kejahatan.

e. Sabar
Kata sabar dapat dimaknai menghindari dari hal-hal yang
bertentangan dengan apa yang dilarang Allah, ia tenang ketika
mendapatkan cobaan. Dikalangan para sufi, sabar terdiri atas sabar dalam
menjalankan perintah-perintah Allah, sabar dalam menjauhi larangan-Nya,
dan sabar dalam menerima segala cobaan yang ditimpakan-Nya
kepadanya.

f. Al Ridha
Ridha, secara harfiah, berarti rela, senang dan suka. Sedangkan
pengertiannya secara umum adalah tidak
menentang qadha dan qadar Allah, menerima qadha dan qadar dengan
hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal
di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang
menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat.[14]

4
g. Tawakal
Dalam kehiduapan sehari-hari sering didengar dan dijumpai
ucapan-ucapan bahwa kita bertawakal kepada Allah SWT. Makna tawakal
disini adalah menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah setelah berusaha
dengan sungguh-sungguh. Secara harfiah, tawakal berarti bersandar /
mempercayai diri. Apabila dikembangkan secara etimologinya, tawakal
bermakna mempercayai diri secara utuh tanpa keraguan.14 Dalam keadaan
suka, diri akan bersyukur dan dalam keadaan duka, diri akan bersabar
serta tidak resah gelisah.

2. Macam-macam Ahwal dalam Tasawuf


Ahwal yang sering dijumpai dalam perjalanan kaum sufi, antara lain
waspada dan mawasdiri(muhasabah dan muraqabah),cinta (hubb), berharap
dan takut (raja’ dan khauf), rindu (syauq), intim (uns).
a. Waspadadanmawasdiri (MuhasabahdanMuraqabah)
Waspada dan mawas diri merupakan dua hal yang
saling berkaitan erat. Oleh karena itu, ada sufi yang
mengupasnya secara bersamaan.
Waspada dan mawas diri merupakan dua sisi dari tugas yang
sama dalam menundukkan perasaan jasmani yang
berupa kombinasi dari pembawaan nafsu dan amarah. Waspada
(muhasabah) dapat diartikan menyakini bahwa Allah
SWT. Mengetahui segala pikiran, perbuatan, rahasia dalam hati,
yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah
SWT.
Adapun mawasdiri (muraqabah) adalah meneliti dengan cermat
apakah segala perbuatannya sehari-hari telah sesuai atau malah
menyimpang dari yang dikehendaki-Nya.

b. Cinta (hubb)
Dalam pandangan tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan
bagisegenap kemuliaan hal, sama seperti tobat yang
menjadi dasar bagi kemuliaan maqam.

5
Karena mahabbah pada dasarnya adalah kecendrungan hati untuk memp
erhatikan keindahan atau kecantikan.
Berkenaan dengan mahabbah, Suhrawardi mengatakan,
‘’sesungguhnya mahabbah (cinta) adalah mata rantai keselarasan yang
mengikat sang pencipta kepada kekasihnya. Ketertarikan kepada kekasih,
yang menarik sang pencipta kepadanya,
dan melenyapkan sesuatu dari wujudnya sehingga ia menguasai seluruh s
ifat dalam dirinya, kemudian menangkap zatnya dalam genggam qudrat
(Allah).

c. Berharap dan takut (Raja’ dan Khauf)


Bagi kalangan sufi, raja’
dan khauf berjalan seimbang dan saling mempengaruhi. Raja’berarti berha
rap atau optimis.Raja’ atau optimisme adalah perasaan hati yang
senang karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Raja’
atau optimis ini telah ditegaskan dalam Al-qur’an;
(Q.S.Al-Baqarah(2)218) yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah


dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Raja’ menuntut 3 perkaraya yaitu:

1) Cinta pada apa yang diharapkannya


2) Takut harapannya hilang
3) Berusaha untuk mencapainya
Raja’ yang tidak dibarengi dengan 3
perkara itu hanyalah ilusi atau khayalan. Setiap orang yang
berharap adalah orang yang takut (khauf). Orang yang
berharap untuk sampai disuatu tempat tepat pada waktunya,
tentu ia takut terlambat. Karena takut terlambat, ia mempercepat jalannya.
Begitupula, orang yang mengharap ridha atau ampunan Tuhan, diiringi
pula dengan rasa takut akan siksaan Tuhan

6
Ahmad faridh menegaskan bahwa khauf merupakan cambuk yang
digunakan Allah SWT,
Untuk menggiring hamba-hamba-Nya menuju ilmu dan amal supaya deng
an keduanya, mereka dapat dekat kepada Allah SWT.
Khauf adalah kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti,
yang akan menimpa dirinya pada masa yang akan datang.
Khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan mendorongnya untuk
senantiasa berada dalam ketaatan.
Khauf dan raja’ saling berhubungan. Kekurangan khauf akan
menyebabkan seseorang lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan
khauf yang berlebihan akan menjadikannya putus asa dan pesimis. Begitu
juga sebaliknya, terlalu besar sikap raja akan membuat seseorang
sombong dan meremehkan amalan –amalannya karena optimisnya yang
berlebihan.

d. Rindu (syauq)
Selama masih ada cinta, syauq tetap diperlukan.[16] Dalam lubuk
jiwa, rasa rindu hidup dengan subur, yaitu rindu ingin segera bertemu
dengan Tuhan. Ada orang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti
cinta yang benar. Lupa kepada Allah SWT, lebih berbahaya dari pada
maut. Bagi sufi yang rindu kepada Tuhan, mati dapat berarti bertemu
dengan Tuhan, sebab hidup merintangi pertemuan ‘abid dan ma’budnya.

e. Intim (uns)
Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns
(intim ) adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi.
Ungkapan berikut ini melukiskan sifat uns: ‘’Ada orang yang
merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang
selalu memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta,
seperti halnya sepasang pemuda dan pemudi. Adapula orang yang
merasa bising dalam kesepian .
Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau merencanakan tugas
pekerjaannya semata. Adapun engkau, selalu merasa berteman

7
dimanapun berada. Alangkah mulianya engkau bertemandengan Allah
SWT artinya, engkau selalu berada dalam pemeliharaan Allah SWT. [18]

Ungkapan ini melukiskan keakraban atau keintiman seorang sufi dengan


Tuhannya. Sikap keintiman ini banyak dialami oleh kaum sufi.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Maqamat dan Ahwal
a. Maqamat jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk
berada dekat kepada Allah
b. Ahwal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugrahkan Allah
kepada seorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal
saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata.
2. Macam-macam Maqamat dan Ahwal
1) Macam-macam maqamat diantaranya:
a) Tobat
b) Wara’
c) Zuhud
d) Faqr(faqir)
e) Sabar
f) Rela(ridha)
g) Tawakkal.
2) Macam-macam Ahwal:
a) Waspada dan mawas diri (muhasabbah dan murakobbah)
b) Cinta (hubb)
c) Berharap dan takut (raja’ dankhauf )
d) Rindu (syauq )
e) Intim (uns )

B. Saran
Demikianlah pembahasan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dan pemakalah sendiri. Kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dalam pembuatan makalah selajutnya agar menjadi lebih baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000


Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemah. Bandung: Jumanatul Ali. 2005
Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya. Akhlak Tasawuf, Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Pres. 2011
Romly Arief. Kuliah Akhlak Tasawuf. Jombang: Unhasy Press. 2008
Rosihun Dkk. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2000
Rifa’i, Bachrum dan Hasan Mud’is.Filsafat Tasawuf.Bandung: Pustaka Setia, 2010
Suhrawardi, Saikh Syihabuddin Umar.‘Awarif Al-Ma’arif. Alih Bahasa Ilma
Nugrahani Isma’il. Bandung: Pustaka Hidayah. 1998
Umarie, Barmawie. Sistematika Tasawuf. Solo: Siti Syamsiyah. 1966

Anda mungkin juga menyukai