Anda di halaman 1dari 10

MAQAMAT DAN AHWAL

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok

Pada mata kuliah Ahklak Tasawuf

Dosen pengampu:

Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 8:

Ega Rahadian (230503002)

Yoga Dafit Maulana

Sonalia Safitri

PARIWISATA SYARIAAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MATARAM

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Maqamat Dan Ahwal”
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap teman teman yang telah memberikan
dukungan, kepercayaan yang begitu besar dan bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Meskipun penulis berharap bahwa makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,oleh
karna itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini menjadi
lebih baik.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Maqam dan Ahwal adalah dua konsep sentral dalam Islam yang memiliki
implikasi penting dalam kehidupan pribadi dan hukum umat Islam. Maqam merujuk
pada tingkat-tingkat spiritualitas atau keadaan hati yang mencerminkan kualitas iman
dan ketakwaan seseorang dalam agama. Di sisi lain, Ahwal adalah tentang status
hukum seseorang dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pernikahan, warisan,
perceraian, dan lain sebagainya.

Maqam adalah istilah dalam bahasa Arab yang sering diartikan sebagai "tingkat" atau
"posisi." Dalam konteks agama Islam, Maqam merujuk pada beragam tingkat
spiritualitas yang mencakup tawba (pengampunan), sabr (kesabaran), ikhlas
(ketulusan), dan lain-lain. Maqam menjadi landasan bagi individu untuk
mengevaluasi tingkat keimanan mereka dan untuk memperbaiki hubungan mereka
dengan Allah. Pengetahuan mendalam tentang berbagai macam Maqam membantu
individu dalam perjalanan rohani mereka dan dalam meningkatkan kualitas iman
mereka.

Macam-macam Maqam meliputi, antara lain, Maqam Taubat (tingkat pengampunan),


Maqam Tawakkul (tingkat kepercayaan kepada Allah), Maqam Shukr (tingkat rasa
syukur), dan banyak lagi. Setiap Maqam memiliki karakteristik unik dan menjadi
tujuan dalam pencarian spiritual seseorang.

Ahwal, di sisi lain, adalah tentang status hukum dalam Islam. Ini mencakup berbagai
aspek kehidupan, seperti pernikahan, perceraian, wasiat, dan peraturan hukum lainnya
yang mengatur hubungan sosial dan ekonomi dalam masyarakat Islam. Ahwal adalah
bagian penting dari hukum Islam atau fiqh, yang memberikan panduan hukum dan
etika bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka.

Pemahaman yang tepat tentang Ahwal diperlukan untuk memastikan bahwa individu
mematuhi hukum Islam dalam aspek-aspek penting kehidupan mereka. Ini juga
membantu dalam menjaga keseimbangan antara aspek-aspek agama dan hukum
dalam kehidupan umat Islam.

Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian dan
macam-macam Maqam, serta pengertian dan kedudukan Ahwal dalam konteks agama
Islam. Kami juga akan menyoroti bagaimana pemahaman yang mendalam tentang
Maqam dan Ahwal dapat memengaruhi kehidupan dan keputusan individu dalam
rangka mencapai keseimbangan antara aspek spiritual dan hukum dalam Islam.
2. Rumusan Masalah
1) Pengertian dan macam macam maqam
2) Pengertian dan kedudukan ahwal

3. Tujuan
1) Menguraikan pengertian maqam
2) Menyajikan pengertian ahwal dan kedudukannya.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Maqamat
Maqamat adalah bentuk jamak dari kata Maqam, yang secara bahasa berarti
pangkat atau derajat. Dalam bahasa Inggris, maqamat disebut dengan istilah stations
atau stages. Sementara menurut istilah ilmu tasawuf, maqamat adalah kedudukan
seorang hamba di hadapan Allah, yang diperoleh dengan melalui peribadatan,
mujahadat dan lain-lain, latihan spritual serta (berhubungan) yang tidak putus-
putusnya dengan Allah swt. atau secara teknis maqamat juga berarti aktivitas dan
usaha maksimal seorang sufi untuk meningkatkan kualitas spiritual dan
kedudukannya (maqam) di hadapan Allah SWT. dengan amalan-amalan tertentu
sampai adanya petunjuk untuk mengubah pada konsentrasi terhadap amalan tertentu
lainnya, yang diyaini sebagai amalan yang lebih tinggi nilai spirituanya di hadapan
Allah SWT.

a. Macam macam Maqam


Tentang berapa jumlah stasion atau maqamat yang harus ditempuh oleh
seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan, di kalangan para sufi tidak sama
pendapatnya. Namun ada maqamat yang oleh mereka disepakati, yaitu al-taubah, al-
zuhud, al-wara, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal dan al-ridla

1) Al-Taubah
Dalam bahasa Indonesia, tobat bermakna “sadar dan menyesal akan
dosa (perbuatan yang salah atau jahat) dan beniat akan memperbaiki tingkah
laku dan perbuatan”. Maqam tobat (al-taubah) merupakan maqam pertama
yang harus dilewati setiap salik dan diraih dengan menjalankan ibadah,
mujahadah, dan riyadhah. Hampir semua sufi sepakat bahwa tobat adalah
maqam pertama yang harus dilalui setiap salik. Istilah tobat berasal dari
bahasa Arab, taba, yatubu, tobatan, yang berarti kembali, dan disebut Alquran
sebanyak 87 kali dalam berbagai bentuk. Istilah tobat diartikan sebagai
berbalik dan kembali kepada Allah dari dosa seseorang untuk mencari
pengampunannya

Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah ada tiga syarat tobat : penyesalan,


meninggalkan dosa yang dilakukan, dan memperlihatkan penyesalan dan
ketidakberdayaan. Karena hakikat tobat. adalah menyesali semua dosa di masa
lampau, membebaskan diri dari semua dosa, dan tidak mengulangi dosa di
masa datang; serta kembali kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya

2) Al- Zuhud
Secara etimologis, kata zahada berarti raqab ‘an shay’ wâ tarakahu,
artinya tidak tertarik pada sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fî al-dunyâ,
berarti mengosongkan diri dari dunia. Orang yang melakukan zuhd disebut
zâhid, zuhhâd, atau zâhidun, zâhidah. Bentuk pluralnya zuhdan, yang artinya
kecil atau sedikit.

Adapun arti zuhud secara terminologi harus dilihat dari berbagai definisi yang
diungkapkan oleh para sufi. Dalam pandangan kaum sufi, dunia dan segala
isinya merupakan sumber kemaksiatan dan kemungkaran yang dapat
menjauhkannya dari Tuhan. Karena hasrat, keinginan, dan nafsu seseorang
sangat berpotensi untuk menjadikan kemewahan dan kenikmatan duniawi
sebagai tujuan kehidupan, sehingga memalingkannya dari Tuhan. Oleh karena
itu maka seorang sufi dituntut untuk terlebih dahulu memalingkan seluruh
aktifitasnya baik jasmani dan rohaninya dari hal-hal yang bersifat duniawi.
Dengan demikian segala apa yang dilakukannya dalam kehidupan tidak lain
hanyalah dalam rangka mendekatkan diri pada Tuhan. Perilaku inilah yang
dalam terminologi sufi disebut zuhud. Meskipun banyak pengertian yang
diberikan oleh tokoh sufi tentang zuhud, tapi ungkapan para sufi mengarah
pada arti deskriptif di atas.

Jadi Pengertian zuhud adalah usaha seseorang untuk mengalihkan


perhatiannya dari dunia. Zuhud adalah mereka yang hanya fokus pada
kepentingan akhirat atau surga. Meski juga disebutkan oleh beberapa
pendapat, zuhud bukan berarti melupakan dunia, karena hidup tidak lepas dari
kebutuhan. Namun, jangan menganggap bahwa dunia adalah segalanya
sehingga melupakan kehidupan setelah kematian.

3) Al-Wara
Kata warak berasal dari bahasa Arab, wara’a, yari’u, wara’an yang
bermakna berhati-hati. Di dunia tasawuf, kata warak ditandai dengan kehati-
hatian dan kewaspadaan tinggi. Meski istilah ini tidak di temukan dalam
Alquran, tetapi semangat dan perintah untuk bersikap warak dapat dengan
mudah ditemukan di dalamnya, dan banyak hadis Nabi Muhammad saw.
menggunakan istilah warak.

Jadi dapat dikatakan Wara adalah meninggalkan segala sesuatu yang membuat
ragu, menepis apa pun yang dapat menodai hati, memilih hal yang lebih
meyakinkan, dan menggiring nafsu kepada hal-hal yang berat untuk
dikerjakan. Sederhananya, wara adalah menjauhi hal-hal yang syubhat (samar-
samar) dalam Islam.

4) Al-Faqr
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat,
butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak
meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Al-faqr (kefakiran)
menurut para sufi merupakan tidak memaksakan diri untuk mendapatkan
sesuatu, tidak menuntut lebih dari apa yang telah dimiliki atau melebihi dari
kebutuhan primer; bisa juga diartikan tidak punya apa-apa serta tidak dikuasai
apa-apa selain Allah Swt.
Dapat disimpulkan Al-faqr adalah golongan yang telah memalingkan setiap
pikiran dan harapan yang akan memisahkan dari Allah swt. atau penyucian
hati secara keseluruhan terhadap apapun yang membuat jauh dari Allah swt.

5) Al-Shabr
Kata sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran,
maknanya adalah mengikat, bersabar, menahan dari larangan hukum, dan
menahan diri dari kesedihan. Kata ini disebutkan di Alquran sebanyak 103
kali. Dalam menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asah,
tidak lekas patah hati), dan tabah, tenang, tidak tergesah-gesah, dan tidak
terburu nafsu.

6) Al-Tawakal
Berasal dari bahasa Arab, wakila, yakilu, wakilan yang berarti
“mempercayakan, memberi, membuang urusan, bersandar, dan
bergantung”,istilah tawakal disebut didalam Al-Qur’an dalam berbagai bentuk
sebanyak 70 kali. Dalam bahasa Indonesia, tawakal adalah “pasrah diri kepada
kehendak Allah; percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam
penderitaan dan sebagainya), atau sesudah berikhtiar baru berserah kepada
Allah”.

Secara harfiah tawakal berarti menyerahkan diri. Menurut Al-Qusyairi lebih


lanjut mengatakan bahwa tawakal tempatnya dalam hati, dan timbulnya gerak
dalam perbuatan tidak mengubah tawakal yang terdapat dalam hati itu. Hal ini
terjadi setelah hamba meyakini bahwa segala ketentuan hanya didasarkan pada
ketentuan Allah. Mereka menganggap jika menghadapi kesulitan maka yang
demikian itu sebenarnya adalah takdir Allah.

7) Al-Ridha
Kata rida berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwanan yang artinya
“senang, puas, memilih persetujuan, menyenangkan, menerima”. Dalam
kamus bahasa Indonesia, rida adalah “rela, suka, senang hati, perkenan, dan
rahmat”

Harun Nasution mengatakan ridha berarti tidak berusaha, tidak menentang


kada dan kadar Tuhan. Menerima kada dan kadar dengan hati senang.
Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya
hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima malapetaka
sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surga dari
Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka. Tidak berusaha sebelum
turunnya kada dan kadar, tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya kada
dan kadar, malahan perasaan cinta bergelora di waktu turunnya bala (cobaan
yang berat)

Setelah mencapai maqam tawakal, dimana nasib hidup salik bulat-bulat


diserahkan pada pemeliharaan Allah, meninggalkan serta membelakangi
segala keinginan terhadap apapun selain Tuhan, maka harus segera diikuti
menata hatinya untuk mencapai maqam ridla.
2. Ahwal
Ahwal adalah jamak dari kata **hal**, yang secara bahasa berarti keadaan
atau kondisi. Secara istilah, hal adalah keadaan jiwa dalam proses pendekatan diri
kepada Allah SWT, yang datang tanpa disengaja dan tanpa diupayakan. Hal juga bisa
diartikan sebagai pemberian atau anugerah dari Allah SWT kepada seseorang yang
telah mencapai tingkat tertentu dalam maqam

BAB III
PENUTUPAN
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Islam An Nur Lampung. 2023. Maqamat dan Ahwal : Pengertian, Perbedaan
dan Contohnya. https://an-nur.ac.id/blog/maqamat-dan-ahwal-pengertian-perbedaan-dan-
contohnya.html

Yalanda Cahya Hardiyani. 2021. Apa yang anda ketahuai tentang zuhud?. Dicto.
https://www.dictio.id/t/apa-yang-anda-ketahui-tentang-zuhud/13653/3

Anda mungkin juga menyukai