Anda di halaman 1dari 15

ILMU TASAWAUF

Tentang : MAQAMAT DAN AHWAL

Dosen Pengampu :

Al-Ustadzah Rizky Maulida M.Ag

Oleh :

M.Naufal AL-Hadi /SAA-2

Riva Angga Wijaya/SAA-2

Muhammad Ravi/SAA-2

Fakultas Ushuluddin

Program Studi Agama Agama

Universitas Darussalam Gontor Kampus IV Kediri 2022/1433

KATA PENGANTAR

i
Alhamdulillah Puja dan puji syukur kita ucapkan khadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan inayah Nya serta nikmat Nya sehingga segala
aktivitas kehidupan dunia dan akhirat kita dalam mencapai mardhotillah dapat
terlaksana sesuai dengan yang kita harapkan.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi


Muhammad SAW yang telah mengajarkan kepada kita hubungan vertikal kepada
Allah SWT dan hubungan horizontal kepada sesama manusia tanpa penyampaikan
nilai-nilai perbedaan duniawi.

Beribu ucapan terima kasih kepada Al-Ustadzah Rizky Maulida M Ag


yang telah memberikan saya sebuah amanat dan tugas berupa makalah tentang
yang berjudul “MAQAMAT DAN AHWAl DARI TASAWUF “.

Dan saya minta maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan dalam


makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B.Rumusan masalah.................................................................................................1 C.
Tujuan.......................................................................................................................1
BAB.II.PEMBAHASAN
 A.Pengertian maqamat dan Nahwal........................................................................3
 B. Macam-macam maqamat....................................................................................4
 C.Saja ahwal yang sering dijumapai dalam perjalanan sufi....................................5
 D.Perbedaan mendasar maqamat dan ahwal...........................................................7
BAB.III.PENUTUP
   A.Kesimpulan........................................................................................................9
   B.Saran..................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang

Membicarakan tasawuf berarti memperbincangkan maqamat dan ahwal.


Keduanya dapat dikatakan sebagai rukun atau fondasi tasawuf. Tak mungkin ada
tasawuf, baik ia sebagai ilmu pengetahuan atau sebagai amalan, tanpa kehadiran
maqamadanahwal.
Dalam menjalani proses maqamat yang maha berat itu, jiwa seseorang sufi
terbang mengembara mencari dan menemukan hakikat hidup, manusia dan Tuhan
Yang Maha agung dan indah. Pada saat yang sama, ia juga mengalami ahwal;
merasakan nikmatnya berada puncak spiritual yang tak terkatakan dan tak bisa
dilukiskan keindahannya. Puncak kenikmatan dan keindahan ruhani itu- secara
terbatas- oleh Abu Yazid disebut ijtihad, al-Hallaj menyebutkan hulul, al-Gazali
menamainya ma’rifat, al-Sarraj menyebutnya musyahadah, Rabi’ah dan Jalaluddin
Rumi menamainya dengan mahabbah. Begitulah, setiap sufi memiliki nama-nama
atau istilah sendiri untuk melukiskan nikmat dan indahnya bertemu Sang Kekasih,
walaupun kata-kata itu sebenarnya tidak dapat menggambarkan sejatinya pertemuan
itu karena keterbatasan-keterbatasan (bahasa) manusia. Wa Allah A’lam bi al-Sawab.

A. Rumusan Masalah
1. Pengertian maqamat dan Nahwal
2. . Macam-macam maqamat
3. Saja ahwal yang sering dijumapai dalam perjalanan sufi
4. Perbedaan mendasar maqamat dan ahwal

B. Kesimpulan

4
Semoga dengan makalah yang telah disampikan dapat memahamami para mahsiswa
dan para pembaca dapat memahami bebarapa hal tentang ilmu tsawuf terkhususnya
tentang maqamat dan ahwal

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MAQAMAT DAN  AHWAL


1.Maqamat
Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang
berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan
panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah.

5
Dalam bahasa inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga.
Maqamat merupakan bentuk jamak dari maqam. Secara etimologi maqam
mengandung arti kedudukan atau tempat berpijak dua telapak kaki. Sementara itu
dalam pengertian terminologi istilah maqam mengandung pengertian kedudukan,
posisi, tingkatan, atau kedudukan tahapan hamba dalam mendekatakan diri kepada
Allah.
Jadi, maqam sering dipahami oleh para sufi sebagai tingkatan, yaitu tingkatan seorang
hamba dihadapan-Nya, dalam hal ibadah dan latihan latihan (riyadah) jiwa yang
dilakukannya.

2.Ahwal
Ahwal adalah bentuk jamak dari hal. Seperti  halnya maqam, hal digunakan
kaum sufi untuk menunjukkan kondisi spiritual. Kata hal dalam perspektif tasawuf
sering diartikan “keadaan”. Maksudnya keadaan dalam kondisi spiritual. Hal, sebagai
sebuah kondisi yang singgah dalam kalbu, merupakan efek dari peningkatan maqamat
seseorang. Secara teoritis, memang bisa dipahami bahwa kapanpun seorang hamba
mendekat kepada Allah dengan cara berbuat kebajikan, ibadah, riyadhah, dan
mujahadah, maka Allah memanifestasikan dirinya dalam kalbu hamba tersebut.
Secara terminologis yang dimaksud dengan ahwal ialah keadaan atau keadaan
kondisi psikologis yang dirasakan ketika seorang sufi mencapai maqam tertentu.
Ahwal merupakan sebuah batasan teknis dalam disiplin tasawuf untuk suatu keadaan
tertentu yang bersifat tidak permanen. Hal masuk kedalam hati sebagai anugrah dan
kerunia Allah yang tidak terbatas pada hamba-Nya. Hal tidak dapat dicapai melalui
usaha, keinginan, atau undangan. Hal datang dan pergi tanpa diduga duga. Keadaan
spiritual banyak jumlahnya dan kedudukan spiritualjugabanayak.
Dapat dikatakan bahwa hal merupakan pemberian yang berasal dari Tuhan
kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Pemberian itu pada kalanya tanpa melalui
usaha. Tidak semua orang berusaha itu berhasil, namun yang menjadi dambaan bagi

6
setiap orang yang menjalani tasawuf. Hubungan antara usaha dan hasil dalam perkara
ini tidak bersifat mutlak

B. MACAM-MACAMMAQAMAT
Berkaitan dengan beberapa maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi untuk
mencapai Tuhannya, para sufi berbeda pendapat pada hal ini. Terhadap perbedaan
beberapa pendapat tersebut ada beberapa maqamat yang disepakati
olehparaahlitasawuf,yaitu:
1.Al-Zuhud
Zuhud secara istilah bermakna tidak ingin kepada sesutu yang bersifat
keduniaan. Namun, secara umum zuhud dapat diartikan sebagai sutu sikap
melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan
mengutamakan kehidupan akhirat. Kendatipun didefinisikan dengan redaksi yang
berbeda, inti dan tujuan zuhud sama, yaitu tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai
tujuan akhir. Jangan sampai kenikmatan dunuawi menyebabkan susutnya waktu dan
perhatian pada tujuan yang sebenarnya, yaitu kebahagiaan abadi di “hadirat” Ilahi.
Dilihat dari maksudnya zuhud dibagi mejadi tiga tingkatan. Pertama
menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Kedua menjauhi dunia
dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga mengucilkan dunia bukan karna takut
atau berharap, tetapi karena cinta karen Allah. Orang yang berada pada tingkat
tertinggi ini akan memandabg segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai apa-
apa.
2.At-Taubah
            At-Taubah adalah rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati disertai
permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa.

7
At-Taubat di bagi menjadi tiga tingkatan yakni ; yang pertama taubat yang paling
rendah yaitu memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan yang telah
dilakukan pada saat yang lampau. yang kedua taubat yang lebih tinggi tingkatannya
yaitu taubat terhadap pangkal dosan seperti taubat dari sifat dendam, sombong, iri,
riya’, pamer, dll. Sedangkan yang ketiga taubat tertinggi yaitu taubat untuk berusaha
menjauhkan diri dari bujukan setan dan kelalaian dari mengingat Allah.
3.Al-Wara’
Al-Wara’ adalah sikap berhati-hati terhadap ketentuan-ketentuan Allah.
Mereka yang memiliki sifat ini selalu berusaha agar tidak melanggar aturan Allah
meskipun itu hanya kemaksiatan yang tanpak kecil. Seseorang yang bersifat wara’
adalah mereka yang selalu berhati-hati dalam segala perilakunya sehingga tidak
terjerumus pada hal-hal yang tidak disenangi atau diridai Allah baik yang hukumnya
makruh apalagi haram.
4.Al–Faqr(Fakir)
  Al –Faqr adalah tidak menuntut banyak dan merasa cukup dengan apa yang telah
diterima dan dianugerahi oleh Allah, sehingga tidak mengharapkan atau meminta
sesutu yang bukan haknya. Dengan demikian, seseorang yang faqr selalu merasa
berkecukupan dan merasa puas dalam menjani kehidupan. Sikap ini sangat penting
sehingga manusia dapat terhindar dari sifat serakah dan rakus. Sikap al-Faqr
merupakan kelanjutan sikap zuhud, karena dengan zuhud terhadap kehidupan dunia
dengan tidak terperdaya tipudaya dunia, sesorang akan merasa puas dan cukup
dengan apa yang diperolehnya. Selain itu sifat al-Faqr akan menghasilkan sifat wara’,
karena dengan menerima apa yang dianugerahkan Allah kepadanya, ia akan bersikap
hati-hati dan tidak akan menuntut yang bukan haknya.
a.
5.As-Shabr(sabar)
Sifat As-Shabr adalah salah satu sifat andalan bagi kaum sufi. Sifat sabar
merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh para nabi dan rasul. Mereka yang memiliki

8
yang memiliki kesabaran yang luar biasa dinamakan dengan ulul al-‘azmi. Jadi sabar
artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah,
demikian juga tenang ketika mendapatkan cobaan dari-Nya, menampakkan sifat yang
berkecukupan sekalipunhidupdalamkekurangan.
Dalam ajaran tasawuf sifat sabar dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a.SabardalamberibadahkepadaAllah.
b.SabardalammenjauhilaranganAllah.
c.SabardalammenerimacobaandariAllah.
6.Tawakkal
Secara terminologi tawakkal adalah membebaskan diri dari segala ketergantungan
kepada selain Allah Swt. dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada
Allah Swt. Jadi, tawakkal adalah sikap pasrah terhadap Allah dalm menjalani setiap
urusan. Tawakkal dapat dimaknai sebagai sikap hati untuk menyerahkan diri kepada
qada’ dan qadarAllah.

7.Rela(Rida’)
Rida’ berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang telah di anugerahkan
Allah Swt. orang yang memiliki sikap rida’ mampu melihat hikmah dan kebaikan
dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-
Nya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran, dan kemaha sempurnaan dzat
yang meberikan cobaan kepadanya sehingga tidak menegeluh dan tidak merasakan
sakit atas cobaantersebut.
8.Mahabbah
Mahabbah (mencintai) Allah adalah kedudukan yang paling tinggi dan mulia guna
menuju keridaan Allah, karena hanya Allah yang maha Besar, Maha Penguasa,  Maha
Suci,Maha Pencipta, dan Maha Pemberi.
9.Ma’rifah

9
Secara etimologi kata dasar ma’rifat berasal dari kata arafah yang artinya
“mengetahui atau mengenal”. Makrifat berarti juga pengetahuan. Jadi mak’rifat
artinya mengenal Allah  dengan mata hati, sekaligus ujung perjalanan dari segala
ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh kaum sufi. Unsur ma’rifat adalah “cinta” dan
hasil dari ma’rifat adalah “pandangan”.

C.AHWAL YANG  SERING  DIJUMAPAI  DALAM  PERJALANAN


SUFI.

Ahwal datang dengan sendirinya, datang dan pergi tanpa diketahui waktunya.
Dengan demikian Ahwal adalah pemberian dari Allah ketika sang sufi menapaki jalan
menuju Allah. Dalam ilmu tasawuf dikenal dengan beberapa Ahwal sebagai berikut:

1.MuhasabahdanMuraqabah(MawasDiridanWaspada)
Muhasabah ialah meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran,
perbuatan, dan rahasia dalam hati yang membuat seseorang menjadi hormat, takut,
dan tunduk kepada-Nya. Sedangkan Muraqabah yaitu adanya kesadaran diri bahwa ia
selalu berhadapandenganAllahdalamkeadaandiawasi-Nya.
Muhasabah dan Muraqabah merupakan dua hal yang saling berkaitan erat.
Oleh karena itu, ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Kedua sikap itu
merupakan dua sisi dari tugas yang sama dengan menundukkan perasaan jasmani
yang berupa kombinasidaripembawaannafsudanamarah.
2.Hubb(cinta)
Hubb adalah cinta. Maksudnya, cinta seorang hamba kepada tuhan. Dalam
pandangan tasawuf, hubb pada dasarnya anugerah yang menjadi dasar pijakan ahwal,
samasepertitaubatyangmenjadidasarpijakanmaqam.
Ibn Taimiyah membagi tingkatan- tingkatan cinta, yaitu: pertama, al-alaqah,
yaitu keterkaitan hati dengan yang dicintai. Kedua, al-sababah ( kegairahan) yaitu hati

10
selalu bergairah kepada Allah. Ketiga, al-ghuram yaitu cinta sebagaimana biasanya.
Keempat, al-isyq yaitu mencintai kepada Allah dengan bergairah yang berlebih.
Kelima, al-tatayyum( menjadi budak) yaitu menjadi budak kepada Allah. Dari kelima
tingkatan cinta itu, maka dapat ditegaskan bahwa seorang yang mencintai Allah
adalah mereka yang selalu mempunyai keterkaitan dan keterpautan dengan Allah, “
asyik bercengkrama” dengan Allah, dan menjadi budak di hadapan Allah.
Keterkaitan dengan Allah di wujudkan dengan keadaan hati yang selalu bersama
Allah dalam semua keadaan dan perilaku  seseorang. Ini di wujudkan ketika orang
merasa mendapat ke asyikan, kenikmatan ketika ia beribadah dengan Allah.
Sedangkan menjadi budak Allah, ia akan menuruti segala sesuatu yang
mengakibatkan kesenangan dan keridhaan Allah. Di samping itu, perasaan menjadi
budak juga mengakibatkan adanya perasaan merendah atau hina di hadapan Allah.
3.Raja’danKhauf(BerharapdanTakut)
Menurut kalangan kaum sufi, Raja’ dan khauf berjalan seimbang dan saling
mempengaruhi. Raja’ dapat berarti berharap atau optimis, yaitu persaan  senang hati
karena menanti sesuatu yang di inginkan dan di senangi. Raja’ menuntut tiga perkara
yaitu: cinta kepada apa yang di harapkannya, takut apabila harapan yang hilang,
berusaha untuk mencapainya. Sedangkan Khauf, ialah kesaksian hati karena
membayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri di masa yang akan
datang. Khauf dapat mecegah hamba berbuat maksiat dan mendorongnya untuk
senantiasaberadadalamketaatan.1
Khauf dan raja’ saling berhubungan. Kekurangan khauf menyebabkan seseorang
lalaim dan berani melakukan maksiat,  sedangakan khauf yang berlebihan akan
menjadikan putus asa dan pesimitis. Begitu pila sebaliknya, apabila sikap raja’ terlalu
besar, hal itu akan membuat seseoarang menjadi sombong dan meremehkan amalan-
amalanyakarenarasaoptimisnyayangberlebihan.

1
Solichin, Mohammad Muchlis. 2013.Akhlak & Tasawuf. Surabaya : Pena Salsabila.

11
4.Syauq(Rindu)
Syauq yang dimaksudkan ialah rindu kepada Tuhan. Syauq ialah rasa rindu yang
memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni dan di sertai dengan mahabbah.
Perasaan inilah yang menjadi motor pendorong kaum sufi agar selalu berada sedekat
mungkin kepada Allah yang menjadi sumber segal kenikmatan dan keindahan.
5.Uns(intim)2
Uns ( intim) adalah keadaan jiwa dan seluruh ekspresi terpusat penuh pada suatu titik
sentrum, yaitu Allah; tidak ada yang dirasa, tidak ada yang diingat, dan tidak ada
yang diharap kecuali Dia. Uns merupakan keadaan spiritual ketika hati dipenuhi
cinta, keindahan, kelembutan, belas kasih, dan pengampunan Allah. Keindahan uns
tidak dapat terlukiskan. Hal ini dapat dialami oleh pendengar dalam konser
spiritual( sama’) yang menyebabkannya mengalami kemabukan( wajd) ketika
menemukan Allah.
D. PERBEDAAN MENDASAR MAQAMAT DAN AHWAL
Secara historis, konsep maqamat dan ahwal diduga muncul pertama kali pada
abad 1 Hijriyah. Sosok yang memperkenalkan kedua terms tersebut adalah Ali bin
Abi Thalib. Hal ini dapat ditelusuri ketika para sahabat berkonsultasi tentang iman. Ia
menjawab bahwa iman itu adalah bersumber pada empat fondasi yaitu taqwa, sabar,
adil, jihad, yang masing-masing fondasi tersebut mempunyai tingkatan( maqamat).
Para sufi sendiri secara teliti menegaskan perbedaan maqam dan ahwal. Maqam,
menurut mereka, ditandai oleh kemapanan. Sementara itu, ahwal justru mudah hilang.
Maqam dapat dicapai seseorang dengan kehendak dan upayanya. Sementara itu,
ahwal dapat diperoleh secara disengaja. Hal diperoleh tanpa daya dan upaya, baik
dengan menari, bersedih hati, bersenang-senang, rasa mencekam, rindu, gelisah, atau
harap. Jelasnya, hal sama dengan bakat, sedangkan maqam diperoleh dengan daya
dan upaya. Hal akan datang dengan sendirinya, sementara maqam diperoleh dengan
berupaya. Orang yang meraih maqam tetap dalam tingkatannya, sementara orang
2
Kartanegara, Mulyadhi. 2012. Melayani Lubuk Tasawuf.  - : Erlangga.

12
yang meraih ahwaljustruakanmudahlepasdirinya.3
Secara mendasar, perbedaan maqamat dan ahwal ini baik dari cara mendapatkannya
maupun pelangsungannya yaitu Maqamat berupa tahap-tahap perjalanan spiritual
yang dengan gigih diusahakan oleh para sufi untuk memperolehnya. Perjuangan ini
pada hakikatnya merupakan perjuangan spiritual yang panjang untuk melawan hawa
nafsu, ego manusia, yang dipandang perilaku yang buruk yang paling besar yang
dimiliki manusia dan hal itu menjadi kendala menuju Tuhan. Kerasnya perjuangan
spiritual ini misalnya dapat dilihat dari kenyataan bahwa seseorang sufi kadang
memerlukan waktu puluhan taun hanya untuk bergeser dari satu stasiun ke stasiun
yang lainnya. Sedangkan “ahwal”yang sering diperoleh secara spontan sebagai
hadiah dari Tuhan. Di antara “ahwal” yang sering disebut adalah takut, sukur, rendah
hati, tawakkal, gembira. Meskipun ada perdebatan di antara para penulis tasawuf,
namun kebanyakan mereka mengatakan bahwa ahwal dialami secara spontan dan
berlangsung sebentar dan diperoleh tidak berdasarkan usaha sadar dan perjuangan
keras, seperti halnya pada maqamat, melainkan sebagai hadiah berupa kalitan-kalitan
ilahi (Divine Flashes), yang biasadisebutlama’at.

BAB III
          PENUTUP

A. KESIMPULAN.
1. Maqamat merupakan bentuk jamak dari maqam. Secara etimologi maqam
mengandung arti kedudukan atau tempat berpijak dua telapak kaki. Sementara itu
dalam pengertian terminologi istilah maqam mengandung pengertian kedudukan,
posisi, tingkatan, atau kedudukan tahapan hamba dalam mendekatakan diri kepada
Allah. Sedangkan, ahwal ialah keadaan atau keadaan kondisi psikologisyang

3
Bahri, Media Zainul. 2010. Tasawuf Mendamaikan Dunia. - : Erlangga.

13
dirasakan ketika seorang sufi mencapai maqam tertentu.
2. Berkaitan dengan beberapa maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi untuk
mencapai Tuhannya, para sufi berbeda pendapat pada hal ini. Terhadap perbedaan
beberapa pendapat tersebut ada beberapa maqamat yang disepakati oleh para ahli
tasawuf, yaitu: Al-Zuhud, At-Taubah, Al-Wara’, Al –Faqr (Fakir), As-Shabr (sabar),
Tawakkal, Rela (Rida’), Mahabbah, dan Ma’rifah.
3. Ahwal datang dengan sendirinya, datang dan pergi tanpa diketahui waktunya.
Dengan demikian Ahwal adalah pemberian dari Allah ketika sang sufi menapaki jalan
menuju Allah. Dalam ilmu tasawuf dikenal dengan beberapa Ahwal sebagai berikut:
Muhasabah dan Muraqabah (Mawas Diri dan Waspada), Hubb ( cinta ), Raja’ dan
Khauf ( Berharap dan Takut), Syauq ( Rindu), dan Uns ( intim).
4.  Secara mendasar, perbedaan maqamat dan ahwal ini baik dari cara
mendapatkannya maupun pelangsungannya yaitu Maqamat berupa tahap-tahap
perjalanan spiritual yang dengan gigih diusahakan oleh para sufi untuk
memperolehnya. Perjuangan ini pada hakikatnya merupakan perjuangan spiritual
yang panjang untuk melawan hawa nafsu, ego manusia, yang dipandang perilaku
yang buruk yang paling besar yang dimiliki manusia dan hal itu menjadi kendala
menuju Tuhan.

  DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Media Zainul. 2010. Tasawuf Mendamaikan Dunia. - : Erlangga.


Kartanegara, Mulyadhi. 2012. Melayani Lubuk Tasawuf.  - : Erlangga.
Solichin, Mohammad Muchlis. 2013.Akhlak & Tasawuf. Surabaya : Pena Salsabila.
Solihin, M., Anwar, Rosihon. 2014. Ilmu Tasawuf.  Bandung : Pustaka Setia .

14
Amin, Samsul Munir. 2014.Ilmu Tasawuf.  Jakarta : Amzah.
Nata, Abuddin.  2015. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Rajawali
Pers.

15

Anda mungkin juga menyukai