Anda di halaman 1dari 11

MATA KULIAH : AKHLAK TASAWUF

AL –MAQOMAT DAN AL –AHWAL DALAM TASAWUF

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 10

DHENIS AULYA PUTRI (0305193173)


MUHAMMAD YUSRIL MAHENDRA (0305192032)
NATRI PRAMUDITA (0305193121)

DOSEN PENGAMPU :

Drs. Hadis Purba, MA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISUMATERA UTARA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA-4
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat – Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Akhlak Tasawuf yang berjudul “ Al – Maqomat dan Al –
Ahwal dalam Tasawuf”. Yang disusun dengan baik meskipun jauh dari kesempurnaan.
Kami berupaya semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini. Dan harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dan pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Agar untuk kedepannya kami
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, Juni 2020

Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................
C. Tujuan ..........................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Al –Maqomat .............................................................................................
B. Pengertian Al –Ahwal...................................................................................................
C. Tujuan bertasawuf.........................................................................................................
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang memusatkan perhatian pada
pemberian aspek rohani manusia, yang selanjutnya menimbulkan akhlak mulia melalui
tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara – cara melakukan pembersihan diri serta
mengamalkannya secara benar.
Para sufi dengan berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan
(thariqat) menuju Allah. Jalan ini dimulai dengan latihan –latihan rohaniah (ridayah), lalu
secara bertahap menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) dan hal
(keadaan), dan berakhir dengan mengenal (ma’rifat) kepada Allah. Perjalanan menuju Allah
merupakan metode pengenalan (ma’rifat) secara rasa (rohaniah) yang benar terhadap Allah.
Manusia tidak akan tahu banyak mengenai penciptanya apabila belum melakukan perjalanan
menuju Allah walaupun ia adalah orang beriman secara aqliyah.
Lingkup ‘irfani tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui
proses yang panjang. Proses yang dimaksud adalah maqam –maqam dan ahwal. Dua
persoalan ini harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju Tuhan. Maqam dan hal tidak
dapat dipisahkan dan memiliki keterkaitan dilihat dari kenyataan bahwa maqam menjadi
persyaratan menuju Tuhan dan maqam akan ditemukan kehadiran hal. Selanjutnya untuk itu
pemakalah akan membahas tentang maqam dan ahwal dalam tasawuf.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Al – Maqomat ?
2. Apa yang dimaksud dengan Al – Ahwal ?
3. Apa saja tujuan bertasawuf ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Al – Maqomat
2. Mengetahui pengertian dari Al –Ahwal
3. Mengetahui apa saja tujuan bertasawuf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al – Maqamat
Maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berisi tempat berpijak atau pangkat
mulia. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga.
Sedangkan dalam tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah
berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Di
samping itu, maqamat berarti jalan panjang atau fase –fase yang harus ditempuh oleh seorang
sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.1

Al – Maqamat (kedudukan) adalah istilah kaum sufi yang menunjukkan arti nilai etika yang
akan diperjuangkan dan diwujudkan oleh seseorang salik (seorang perambah kebenaran
spiritual dalam praktik ibadah) , memalui beberapa tingkatan mujahadah secara berangsur –
angsur, yaitu dari suatu tingkatan perilaku batin menuju pencapaian tingkatan (maqam)
berikutnya dengan sebentuk amalan mujahadah tertentu. Ini merupakan pencapaian kesejatian
hidup dengan pencarian yang tidak dikenal lelah beratnya syarat dan beban kewajiban yang
harus dipenuhi. Ketika itu, sesorang sedang menduduki atau memperjuangkan untuk
menduduki sebuah maqam (proses pencarian) harus menegakkan nilai –nilai yang terkadang
dalam maqam sedang dikuasinya. Oleh karena itu, dia akan selalu sibuk dengan berbagai
ridayah (melatih diri).2

Dalam rangka meraih derajat kesempurnaan, seorang sufi dituntut untuk melampaui
tahapan – tahapan spiritual, memiliki suatu konsep tentang jalan (tharikat) menuju Allah SWT.
Jalan ini dimulai dengan latihan –latihan rohaniah (riyadhah) lalu secara bertahap menempuh
berbagai fase yang dalam tradisi tasawuf dikenal dengan maqam (tingkatan).

Perjalanan menuju Allah merupakan metode pengenalan (makrifat) secara rasa (rohaniah)
yang benar terhadap Allah SWT. Manusia tidak akan mengetahui penciptanya selama belum
melakukan perjalanan menuju Allah SWT. Walaupun ia adalah seorang yang beriman secara
aqliyah. Sebab, ada perbedaan yang dalam antara iman secara aqliyah atau logis – teoritis (al –
iman al –aqli an –nazhari) dan iman secara rasa (al –iman asy –syu’ri adz –dzauqi).
Tingakatan (maqam) adalah tingkatan seorang hamba di hadapan Allah SWT tidak lain
merupakan kualitas kejiwaan yang bersifat tetap, inilah yang membedakan dengan keadaan
spiritual (hal) yang bersifat sementara. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa
maqam dijalani seorang salik melalui usaha yang sungguh –sungguh, sejumlah kewajiban yang
harus ditempuh untuk jangka waktu tertentu.3

Stasion – stasion yang harus ditempuh dalam proses bertasawuf

Untuk berada dekat dengan Allah, seorang sufi harus menempuh jalan panjang yang berisi
station – station, yang disebut maqamat/ stages/ stations dalam istilah Inggris. Kesempurnaan
1
Elmansyah, Sejarah & Eksistensi Tasawuf di Kalimantan Barat. Pontianak : IAIN Pontianak Press, 2019. Hlm 59
2
Ibid. hlm 57
3
Miswar, Maqamat (tahapan yang harus ditempuh dalam proses bertasawuf). Jurnal ANSIRU PAI. Vol. 1 No. 2.
2017. Hlm 9
rohani manusia agar dapat berhubungan dengan Tuhan dapat dilakukan melalui amalan –
amalan tertentu, seperti yang dipraktekkan di dalam kelompok tarekat, dimana dalam
kelompok ini terdapat sejumlah sufi yang mendapatkan bimbingan dan petunjuk dari seorang
guru (mursyid) tentang bacaan –bacaan dan amalan –amalan yang harus ditempuh oleh seorang
sufi dalam mencapai kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan langsung dengan Allah. 4
Menurut Abu Bakar Muhammad al – Kahlani, dalam kitab al –ta’aruf li al –mazhab ahlu al –
tasawuf, maqamat dalam imu tasawuf, yaitu :

a. Taubat (al –taubah)


b. Zuhud (al –zuhd)
c. Sabar (al –shabr)
d. Kefakiran (al –faqr)
e. Kerendahan hati (tawadhu’)
f. Takwa (al –taqwa)
g. Tawakal (al –tawakal)
h. Kerelaan (al –ridha)
i. Cinta (al –mahabbah)
j. Ma’rifat (al –ma’rifah)

Menurut Abu al –Qasim Abd –Karim al –Qusyairi, maqamat dalam ilmu tasawuf, yaitu :

a. Taubah adalah rasa penyesalan yang sungguh –sungguh dalam hati dan disertai
dengan permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang dapat
menimbulkan dosa.
b. Wara’ adalah menghindari apa saja yang tidak baik atau meninggalkan segala
sesuatu yang tidak jelas persoalannya baik menyangkut makanan, pakaian maupun
persoalan lainnya.
c. Zuhud adalah menurut sufi, dunia dan semua kehidupan materinya adalah sumber
kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan – perbuatan dosa, karena itu setiap
calon sufi harus mengurangi keinginan terdahap dunia (zahid), jangan tergoda
dengan dunia, melainnkan harus menjauhi kehidupan dunia.
d. Tawakal adalah menyerahkan, mempercayakan segala perkara, ikhtiar dan usaha
yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada – Nya
untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat.
e. Sabar adalah suatu sikap mental yang sangat fundamental dalam usaha mencapai
tujuan hidupnya yang sangat banyak menghadapi gangguan dan cobaan.
f. Ridha adalah menerima qada dan qadar Allah dengan kerelaan hati.

Selain maqamat di atas, ada istilah lainnya seperti : al –fana’ wa al –baqa’ (rusak dan
kekal), al –ittihad (bersatu dengan Tuhan), al hulul dan wihdah al- wujud (satu wujud dengan
Tuhan). Maqam bersifat lebih permanen keberadaannya dalam diri seorang pesuluk daripada
daripada hal. Selain itu, maqamat lebih merupakan hasil upaya aktif si pesuluk sedangkan
ahwal merupakan uluran Allah yang terdahapnya si pejalan spiritual lebih berlaku pasif.5

B. Pengertian Al-Ahwal
4
Rahmad Hidayat, dkk, Akhlak Tasawuf. Medan: Perdana Publishing. 2018. Hlm 122
5
Mardani. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana. 2017. Hlm 67
Ahwal sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ الحالة‬atau dikenal dengan arti tingkah atau
keadaan. Atau dapat dikatakan Ahwal adalah proses pendekatan Diri kepada Allah SWT. Selain
itu para Ahli juga mengungkapkan pendapatnya mengenai Ahwal diantaranya yaitu :

Menurut syekh Abu nash As-sarraj,ahwal adalah sesuatu yang terjadi mendadak yang
bertempat pada hati nurani dan tidak bertahan lama.

Menurut Harun Nasution Ahwal merupakan Keadaan mental berupa


perasaan senang,perasaan takut,perasaan sedih dan sebagainya..

Menurut Imam Al Ghazali ahwal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan


yang Adianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada suatu waktu,baik sebagai buah dari
amal sholeh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata.6

Konsep ahwal yang diperkenalkan sebagai bagian dari pemahaman tasawuf yaitu sebagai
suatu perjalanan spiritual (suluk), dimana dalam perjalanan tersebut hanya untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Dalam konteks ini, hal adalah keadaan-keadaan ritual sesaat yang dialami
oleh para pejalan di tengah-tengah perjalanan. Pada umumnya pengertian pada ahwal ini
merupakan suatu kesepakatan dikalangan para sufi. Ahwal tentu saja adalah hasil ijtihad mereka
(para sufi) dan bukan merupakan suatu bagian dari kepastian-kepastian aturan dalam agama
islam (qath’iyyat).
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai Apa saja yang termasuk kedalam Ahwal.
Hal ini disebabkan karena pengalaman para ulama sendiri saat menjalani proses pensuciaan
dirinya. Diantaranya Imam Al-ghazali yang berpendapat bahwa Ahwal terdiri dari
tingkatan almuroqqobah,khauf,syauq,raja,uns,tumaninah, musyahadah dan Al-yaqin.
 

Namun ada pula ulama yang berpendapat lain seperti adanya Syauq ( rindu ) dan Uns
( kekerabatan ). Berikut penjelasan mengenai konsep-konsp Ahwal.

1). Al-muroqqobah

Al- muroqqobah sendiri artinya merasa selalu di awasi oleh Allah SWT. Dimana seorang
sufi yang mengalami keadaan ini Ia akan selalu berhasrat untuk berbuat kebaikan dan kejujuran.
hal ini disebabkan karena Ia merasa bahwa Allah selalu mengawasinya dalam semua tingkah
laku serta perbuatannya, baik yang orang ketahui ataupun yang tidak orang ketahui ( dalam hati).
Karena itulah seorang sufi benar-benar menjungjung tinggi segala perbuatan yang bersifat baik
dan penuh kejujuran.

Hal ini dimaksudkan supaya sufi benar-benar beramal hanya untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT dan semata-mata hanya mencari Ridho-nya bukan untuk pamer ( riya ). Syekh
Ahmad bin Muhammad Ibnu Al-husain Al-jurairy mengatakan ‘’jalan kesuksesan dibangun di

6
Hardono aris Mustafa jamaluddin. akhlak untuk kelas 11.hlm.2
atas dua bagian, yang pertama hendaklah engkau memaksa jiwa dengan muroqqobah,kedua
hendaknya ilmu yang kau miliki nampak pada perilaku lahiriah atau keseharianmu”.7
 

2). Al-khauf

Khauf berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ف –حوفا‬L‫اف – يح‬L‫ خ‬yang berarti takut.8 Dimana diri
seorang sufi akan mengalami rasa takut, yaitu takut terhadap larangan-larangan Allah azza
wajalla sehingga Ia akan selalu beramal baik dalam segala tingkah lakunya. Al-Qurairi
mengemukakan bahwa khauf berhubungan dengan sesuatu yang belum terjadi. Khauf atau
sesuatu yang sangat tidak diharapkan terjadi dan sesuatu yang diharapkan akan sirna. Pada
prinsipnya takut yang dimaksudkan itu adalah perasaan takut yang ditimbulkan dari perbuatan
yang dilakukan.9

Khauf wajib dimiliki karena dua alasan :

1. Untuk mencegahmu dari berbagai bentuk kemaksiatan.karena nafsu akan menyuruhmu


berbuat buruk dan maksiat.
2. Rasa takut diperlukan untuk mencegah nafsu yang merusak amal ibadahmu dengan cara
merasa bangga terhadap ibadah yang dilakukan selama ini.
 

Rasulallah SAW bersabda “ sekirannya aku dan Isa (AS) di hokum karena pa yang diperbuat
oleh kedua alas an tersebut (sebagaiman tersebut diatas),maka tentulah kami disiksa dengan
siksaan yang tidak pernah ditimpakan kepada orang lain.”.10
 
 

Khauf ada tiga macam :

1. Khauf thabi’I atau khauf yang bersifat naluriyyah.


2. Khauf Ibadah atau khauf yang Hanya boleh di arahkan kepada Allah SWT.
3. Khauf Sirr,atau perasaan takut tersembunyi.misalnnya takut kepada penghuni kuburan.
 

3). Syauq

Syauq adalah rindu. Rindu adalah kondisi suatu perasaan dimana seseorang atau individu
selalu ingin bertemu dengan yang dirindukan atau yang dicintai. Seorang hamba yang dilanda
kerinduan kepada Allah swt selalu ingin terus berdekatan dengannya.

7
Al-imam Al-Ghozali.minhajul abidin.hlm. 303
8
Prof. DR.H. Muhammad Yunus.kamus Arab-Indonesia.hlm.119
9
Moenir nahrowi thohir.menjelajahi akhlak tasawuf.hlm.102
10
 Haidar bagir.Buku saku tasawuf.hlm.89
Dalam diri seorang Sufi yang mengalami keadaan Rindu Ia akan cenderung melakukan
Ibadah terus menerus. Serta tak pernah luput melupakan Allah SWT dalam kesehariaannya.
Seperti yang kita tahu dalam kehidupan kita sehari-hari apabila kita melihat kaum muda yang
sedang jatuh cinta mereka seakan-akan selalu menyebut nama kekasihnya dan selalu ingin
berada disampingnya bahkan tidak bisa jauh darinya walaupun hanya sekejap.11

4). Ra’ja (pengharapan) 

Raja’ dapat diartikan atau dikatakan kebalikan dari khauf, takut sesuatu yang terjadi,
maka raja’ justru berharap sesuatu agar terjadi. Jadi penerapanya adalah, khauf diperlukan bagi
orang yang telah melakukan kesalahan, agar tidak mengulangi lagi, atau bahkan malah
meningkatkan kebaikan. Sedangkan raja’ diperlukan dalam rangka memupuk optimisme agar
apa yang diharapkan terlaksana dengan baik. Menurut para sufi Raja adalah berharap atau
optimisme,yaitu perasaan senag hati menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.

Raja menuntut tiga perkara      :

1. Cinta kepada apa yang diharapkannya


2. Takut bila harapannya hilang
3. Berusaha untuk mencapainya.
 

5). Uns ( kekerabatan )

Uns adalah keadaan jiwa dan seluruh ekspresi rohani terpusat penuh kepada suatu titik
sentrum, yaitu Allah. Dalam pandangan sufi, sifat uns adalah sifat merasa selalu berteman,
takpernah merasa sepi. Konsep ahwal ini dialami seorang sufi setelah Ia mengalami Kerinduan
dan menemukan harapan untuk bertemu dengan yang Ia kasihi, sehingga Ia akan merasakan
bahwa Ia telah sangat dekat dengan yang Ia kasihi dan Ia cintai.
Seorang sufi pada ahwal ini seakan-akan Ia benar-benar telah sangat dekat dengan Allah.
Layaknya seorang sahabat, sehingga Ia mengadukan segala keluh Kesah kepada-Nya dan tak
pernah merasa Galau karena Allah selalu ada bersamanya.

6). Tumaninah

At-tuma’ninah adalah arasa tenang, tidak was-was atau khawatir.seorang sufi yang telah
mencapai konsep ahwal ini ia adalah orang yang kuat ingatannya,ilmunnya dan
kuat imannya.Tuma’ninnah juga dapat di artika sebagai istiqomah dimana seorang sufi selalu
melaksanakan ibadah secara mudawammah (terus menerus),tanpa putus dan delalau konsisten
dengan apa yang ia kerjakan (amalkan).
  Menurut Ibnu Qayyim, “Kebenaran adalah identik dengan ketentraman, sedangkan
kebohongan adalah identik dengan keraguan dan kegelisahan.” Nabi juga bersabda, Kebenaran
11
Totok jumantoro dan Syamsul Munir Amir,kamus ilmu tasawuf.hlm.222
adalah sesuatu yang menenangkan hati. Pada konsep ini seorang sufi yang telah menempati dan
mengalami hal ini Ia akan cenderung tenang Ia tak takut dengan segala sesuatu yang selain
Allah. Hal ini karena Ia benar-benar merasa telah dekat dengan Allah SWT.

 7). Musyahadah

Ada rangkaian kaitan antara musyahadah, muhadharah dan mukasyafah. Muhadharah


berarti kehadiran kalbu, sedangkan mukhasyafah adalah kehadiran kalbu dengan sifat yang
nyata, dan musyahadah adalah kehadiran al-haqq dengan tanpa dibayangkan.
Al Junaid menggambarkan seseorang yang mengalami tahap muhadharah selalu terikat dengan
sifat sifat tuhan, dan orang yang mukasyafah selalu terhampar oleh sifat sifat tuhan. Sedangkan
yang musyahadah ditemukan dzat tuhan.

Al-musyahadah menurut harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Sufi yang
mencapai konsep ahwal ini adalah seorang sufi yang sudah merasakan kehadiran Allah yang
seakan-akan ia melihat Allah sehingga dalam setiap perilakunnya selalu di dasari karena
Allah.seorang sufi dapat dikatakan telah masuk kedalam tingkatan ma’rifat yang seakan-akan ia
telah melihat Allah sehingga timbul Rasa kasih sayang.

8). Al- Yaqin

Al-yaqin mengandung tiga macam unsur yaqin yaitu ‘ilm al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan
haqq al-yaqin. ‘ilm al-yaqin adalah sesuatu yang dianggap ada setelah ada pembuktian. ‘Ain al-
yaqin adalah sesuatu yang ada setelah dapat dijelaskan. Sedangkan haqq al-yaqin adalah sesuatu
yang ada dengan sifat sifat yang sudah sesuai dengan kenyataanya. Secara umum al-yaqin dapat
dijelaskan sebagai keyakinan yang kuat terhadap suatu kebenaran, berdasarkan kesaksian dari
realitas seluruh ospek yang ada.
  Yaqin ada tiga macam yaitu ilmal yaqin yang cenderung kearah dalam sebuah pemikiran.
Seorang Sufi menggunakan Akal sehatnnya dalam beribadah kepada Allah SWT. Ain alyaqqin
ada pada para ilmuan dan haqqul yaqqin ada pada orang-orang yang telah mencapai makom
ma’rifat. Sehingga dapat disimpulkan yaqin adalah sebuah persaksiaan seorang sufi atau
kepercayaan seorang sufi yang tak dapat digoyahkan atau di ganggu gugat tentang kebenaran
persaksiaannnya yang diperoleh dari pengetahuannya yang didukung oleh segenap jiwanya.12

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin,Hardono aris Mustafa.2010. akhlak untuk kelas 11.Wonosobo : Rajawali

Imam Al-ghazali.2010.minhajul abidin. Al-haromain : Jakarta

12
Prof.DR. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf.hlm. 205
Yunus,Muhammad.2009.Kamus arab-Indonesia.Muhammad Yunus Wadzuriyyah:Jakarta

Nahrowi, Thohir Munir.2012.menjelajahi akhlak tasawuf. PT. As-salam sejahtera : Jakarta

Bagir,Haidar.2005.buku saku tasawuf.Bandung : PT.Mizan pustaka

Anwar,rosihon.2010.Akhlak Tasawuf.CV.pustaka setia: Bandung

Anda mungkin juga menyukai