Disusun Oleh :
KELOMPOK 05
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas pertolongannya, rahmat
dan karunianya penyusunan makalah sebagai tugas pada mata kuliah Akhlak dan Tasawuf ini
selesai kami susun dengan apa yang diharapkan, dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih atas
semua pihak yang ikut membantu makalah tentang “Maqamat, Ahwal, Takhalli, Tahalli dan
Tajalli”.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah
wawasan khususnya mengenai pemahaman dalam “Maqamat, Ahwal, Takhalli, Tahalli dan
Tajalli”.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca dan tidak lupa kami
memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
maupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami, sebagai penulis mengerti bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kebaikan kami kedepannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
1.1Latar Belakang....................................................................................
1.2Rumusan Masalah...............................................................................
1.3Tujuan. ................................................................................................
1.4Manfaat Penulisan...............................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
2.1Pengertian Maqamat...........................................................................
2.2Pengertian Ahwal................................................................................
2.3Fungsi Maqamat dan Ahwal...............................................................
2.4Macam-macam Maqamat dan Ahwal.................................................
2.5Pengertian Takhalli, Tahalli dan Tajalli..............................................
3.1Kesimpulan.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
2 Membicarakan tasawuf
berarti memperbincangkan
maqamat dan
3 ahwal. Keduanya dapat
dikatakan sebagai rukun atau
fondasi tasawuf. Tak
4 mungkin ada tasawuf,
baik ia sebagai ilmu
pengetahuan atau sebagai
5 amalan, tanpa kehadiran
maqamat dan ahwal
6
Membicarakan tasawuf berarti
memperbincangkan maqamat
dan
ahwal. Keduanya dapat
dikatakan sebagai rukun atau
fondasi tasawuf. Tak
mungkin ada tasawuf, baik ia
sebagai ilmu pengetahuan
atau sebagai
amalan, tanpa kehadiran
maqamat dan ahwal.
Dalam menjalani proses
maqamat yang maha berat
itu, jiwa
seseorang sufi terbang
mengembara mencari dan
menemukan hakikat
hidup, manusia dan Tuhan
Yang Maha agung dan indah.
Pada saat yang
sama, ia juga mengalami
ahwal; merasakan nikmatnya
berada puncak
spiritual yang tak terkatakan
dan tak bisa dilukiskan
keindahannya. Puncak
kenikmatan dan keindahan
ruhani itu- secara terbatas-
oleh Abu Yazid
disebut ijtihad, al-Hallaj
menyebutkan hulul, al-Gazali
menamainya
ma’rifat, al-Sarraj
menyebutnya musyahadah,
Rabi’ah dan Jalaluddin
Rumi menamainya dengan
mahabbah. Begitulah, setiap
sufi memiliki
nama-nama atau istilah sendiri
untuk melukiskan nikmat dan
indahnya
bertemu Sang Kekasih,
walaupun kata-kata itu
sebenarnya tidak dapat
menggambarkan sejatinya
pertemuan itu karena
keterbatasan-keterbatasan
(bahasa) manusia. Wa Allah
A’lam bi al-Sawab
Membicarakan tasawuf berarti
memperbincangkan maqamat
dan
ahwal. Keduanya dapat
dikatakan sebagai rukun atau
fondasi tasawuf. Tak
mungkin ada tasawuf, baik ia
sebagai ilmu pengetahuan
atau sebagai
amalan, tanpa kehadiran
maqamat dan ahwal.
Dalam menjalani proses
maqamat yang maha berat
itu, jiwa
seseorang sufi terbang
mengembara mencari dan
menemukan hakikat
hidup, manusia dan Tuhan
Yang Maha agung dan indah.
Pada saat yang
sama, ia juga mengalami
ahwal; merasakan nikmatnya
berada puncak
spiritual yang tak terkatakan
dan tak bisa dilukiskan
keindahannya. Puncak
kenikmatan dan keindahan
ruhani itu- secara terbatas-
oleh Abu Yazid
disebut ijtihad, al-Hallaj
menyebutkan hulul, al-Gazali
menamainya
ma’rifat, al-Sarraj
menyebutnya musyahadah,
Rabi’ah dan Jalaluddin
Rumi menamainya dengan
mahabbah. Begitulah, setiap
sufi memiliki
nama-nama atau istilah sendiri
untuk melukiskan nikmat dan
indahnya
bertemu Sang Kekasih,
walaupun kata-kata itu
sebenarnya tidak dapat
menggambarkan sejatinya
pertemuan itu karena
keterbatasan-keterbatasan
(bahasa) manusia. Wa Allah
A’lam bi al-Saw
Maqamat dan ahwal adalah dua istilah penting dalam dunia tasawuf. Keduanya merupakan
sarana dan pengalaman spiritual seseorang dalam berkomunikasi dengan Tuhan. Dzat tempat
berasal dan kembali segala sesuatu yang ada di jagad raya ini.
Dengan itu maqam dan hal merupakan cara untuk mencapai tujuan ideal para sufi. Melalui
proses purifikasi jiwa terhadap kecenderungan materi agar kembali pada cahaya Tuhan. Dalam
konteks ini, Abu Yazid al-Bustami (874-974 M) dalam suatu kesempatan pernah bertanya
kepada Tuhan tentang jalan menuju kehadirat-Nya. Tuhan menjawab “Tinggalkan dirimu dan
datanglah”. Tinggalkan diri sendiri berarti seseorang mesti terbebas dari keinginan dan hawa
nafsu pribadinya dan datang memiliki pengertian bahwa seorang sufi mengikuti keinginan dan
ibadah Tuhan. Maka dari itu, para sufi telah menciptakan jalan spiritual untuk merangkai
hubungan dengan sang Tuhan yang disebut maqamat.
Pada sisi lain awal merupakan keadaan yang diberikan oleh Tuhan ditengah seseorang
melakukan perjalanan kerohanian melalui maqam tertentu. Ketika Tuhan memanifestasikan diri
dalam jiwa dan hati bersih manusia baik dalam bentuk keagungan maupun keindahan-Nya.
Selain itu, mereka juga pasti akan merasakan kegembiraan-kegembiraan tertentu, hati merasa
dekat (qurb), rasa cinta (muhabbah), harap-harap cemas (raja’), tentram (tuma’ninah), dan rasa
yakin. Kondisi-kondisi kejiwaan tersebut dinamakan ahwal.
1.3 Tujuan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi, menambah
wawasan kepada mahasiswa dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang didapat setelah
mengikuti perkuliahan, serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara harfiah Maqamat berasal dari Bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri atau
pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus
ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat kepada Allah. Dalam bahasa inggris Maqamat
dikenal dengan istilah stages yang artinya tangga. Sedangkan dalam ilmu tasawuf maqamat
berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik
melalui Riyadhah, Ibadah, maupun mujahadah.
Ahwal adalah bentuk jama’ dari kata hal, yang berarti kondisi mental atau situasi kejiwaan yang
diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan hasil dari usahanya.Hal bersifat sementara,
datang dan pergi ;datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalananya mendekati Tuhan.
Dalam penentuan hal juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan kaum sufi. Adapun akhwal
yang paling banyak disepakati adalah; al-muroqobah, al-khauf, ar-raja’, ath-thuma’minah, al
musyahadah dan al yaqin.
a. Takhalli
Takhalli adalah langkah utama yang harus dilakukan oleh seorang sufi. Takhalli
adalah upaya pengosongan dan pembersihan diri rohani dari semua kotoran dan dosa
dari semua sifat negatif dan tercela, meninggalkan semua tindakan munkar dan
maksiat. Salah satu etika hina yang menyebabkan sebagian dari etika hina, antara
lain, adalah penghargaan yang berlebihan terhadap usaha bersama. Takhalli juga
dapat diartikan membebaskan diri dari sifat ketergantungan pada kesenangan
bersama. Ini akan dicapai dengan pergi tanpa ketidakpatuhan dalam segala bentuknya
dan berusaha untuk membunuh kekuatan pendorong keinginan jahat. Bagi Mustafa
Zahri berkata kalau penafsiran takhalli merupakan meluangkan diri dari seluruh sifat-
sifat yang tercela. Sebaliknya bagi Muhammad Hamdani Bakran adzDzaky berkata
kalau penafsiran takhalli merupakan tata cara pengosongan diri dari bekasan
kedurhakaan serta pengingkaran (dosa) terhadap Allah swt dengan jalur
melaksanakan pertaubatan yang sebetulnya (nasuha).
b. Tahalli
Setelah melalui tahap pembersihan diri dari semua kualitas mental dan perilaku yang
tidak bajik dapat dilalui, pengerahan tenaga harus dilanjutkan ke pengaturan saat yang
disebut tahalli. Tahalli yaitu menghiasi diri sendiri dengan kualitas terpuji, dengan
sifat-sifat yang mulia, yaitu melakukan amalan-amalan saleh, baik yang wajib
maupun yang sunnah, yang dilakukan dengan tulus, dengan perasaan syukur dan
penuh keyakinan hanya untuk menantikan ridho Allah SWT. Oleh karenanya segala
perbuatan dan tindakannya selalu berdasarkan dengan niat yang ikhlas (suci dari riya)
dan amal ibadahnya itu tidak lain kecuali mencari ridha Allah swt. Untuk itulah
manusia seperti ini bisa mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa. Maka dari itu,
Allah swt senantiasa mencurahkan rahmat dan perlindungan kepadanya
c. Tajalli
Seseorang yang sudah melakukan takhalli dan tahalli dengan sempurna melatih diri
(riyadhah) dan menahan hawa nafsu (mujahadah) yang berkelanjutan, sehingga ia
mencapai pada jenjang dasar yang akhirnya menjadi kekasih Allah SWT. Dalam
rangka memperkuat dan memperluas modul-modul yang telah dilalui dalam tahap
tahalli, hingga rangkaian pembelajaran diidealkan dalam tahap tajalli. Kata ini
menyiratkan pengungkapan Nur Ghaib untuk hati. Jika jiwa dipenuhi dengan mutiara-
mutiara etika dan organ-organ tubuh biasa melakukan perbuatan mulia, agar hasil
yang didapat tidak berkurang, maka diperlukan penghayatan rasa alam surgawi.
Jadwal yang dilakukan dengan pemahaman yang ideal dan rasa cinta yang mendalam,
akan meningkatkan rasa rindu kepada-Nya, para sufi sepakat bahwa untuk mencapai
tingkat kesempatan kesucian jiwa ini ada satu cara, lebih tepatnya. : bertaqwa kepada
Allah swt dan kembangkan kekaguman itu. Dengan keutamaan jiwa ini, seolah-olah
pada saat itu akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan. Tanpa cara ini tidak dapat
dipahami untuk mencapai tujuan itu dan kegiatan yang diusahakan tidak dianggap
sebagai perbuatan besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara mendasar, perbedaan Maqamat dan Ahwal ini baik dari cara
mendapatkannya maupun pelangsungannya yaitu Maqamat dan berupa tahap-
tahap perjalanan spiritual yang dengan gigih diusahakan oleh para sufi untuk
memperolehnya. Perjuangan ini pada hakikatnya merupakan perjuangan spiritual
yang panjang untuk melawan hawa nafsu, ego manusia, yang dipandang perilaku
yang buruk yang paling besar yang dimiliki manusia dan hal itu menjadi kendala
menuju Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
An-nur.ac.id. (16 Januari 2023). Pengertian Maqamat, Ahwal, Manazil, Madarij Dan Hubungan
Dengan Aspek Kejiwaan. Diakses pada 18 Mei 2023. https://an-nur.ac.id/pengertian-maqamat-
ahwal-manazil-madarij-dan-hubungan-dengan-aspek-kejiwaan/