Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Kerangka Berpikir Akhlaki , Irfani , Falsafi Serta Maqam Maqamnya

Dosen : Hj. Tatik Rahayu, M.Sos.I

Disusun Oleh :
Arma Imba Safitri Npm : 2041040019
Arinda Setia Npm : 2041040018
Najwa Qolbi Npm : 2041040089
Mahdalena Npm : 2041040078
Meisi Aryani Npm : 2041040081

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji serta syukur mari kita panjatkan untuk kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat sehat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah hingga zaman yang terang menderang seperti saat ini. Tiada Gading yang retak. Itu
kata pepatah tiada satupun manusia yang luput dari kesalahan, oleh karena itu kami berharap
pemberian maaf yang sebesar-besarnya . Atas kekurangan dan kesalahan , baik yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Saran dan kritik sangat kami harapkan agar kami dapat
memperbaiki makalah makalah selanjutnya.

Bandar Lampung, 28 Mei 2021


DAFTAR ISI
KATA PEGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian falsafi Ahwal dan Mahqamat
Maqam maqam dalam Tasawuf :
1. Tobat
2. Zuhud
3. Fakir
4. Sabar
5. Syukur
6. Rela
7. Tawakal
B. Metode Irfani
C. Tokoh Tokoh Tasawuf Irfani
D. Pengertian Akhlaki
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang lengkap, tidak hanya berorientasi pada aspek
akhirat saja, tetapi juga mengatur aspek dunia. Diskurus Islam juga dikaji
secara normatif (teks-ajaran) dan historis. Sejarah tentang perkembangan
pemikiran keislaman memiliki mata rantai yang cukup panjang dan kajian
atas persoalan ini pasti akan melibatkan kompleksitas, namun sejalan
dengan itu upaya penggalian informasi mengenai perkembangan
pemikiran keislaman melalui naskah-naskah yang dihasilkan oleh para
ulama terdahulu menjadi sesuatu yang mutlak harus terus dilakukan,
mengingat tema yang terkandung dalam naskah-naskah tesebut pun sangat
beragam dan diantara tema yang banyak menarik perhatian para peneliti
naskah adalah tentang tasawuf.

Tasawuf atau sufisme adalah istilah yang khusus dipakai untuk


menggambarkan mistisesme dalam Islam. Adapun tujuan tasawuf ialah
memperoleh hubungan langsung dan dekat dengan Tuhan. Dalam islam
kita mengenal beberapa aliran tasawuf, diantaranya aliran tasawuf Akhlaqi,
Tasawuf Irfani dan Tasawuf Falsafi.

Tinjauan terhadap tasawuf menunjukkan bagaimana para sufi memiliki


suatu konsepsi tentang jalan menuju Allah (thariqat). Jalan ini dimulai
dengn latihan-latihan rohaniah (riyadhah), lalu secara bertahap menempuh
berbagai fase yang dikenal dengan Maqa.
yang berakhir dengan ma’rifat kepada Allah.
Kerangka sikap dan perilaku sufi diwujudkan melalui amalan dan metode
tetentu yang disebut tariqat

B. Rumusan Masalah

❖ Bagaimana Maqamnya dalam tasawuf?


❖ Bagaimana Kerangka berfikir `irfani?
❖ Bagaimana Kerangka berfikir ' Akhlaki ?
C. Tujuan

Adapun tujuan makalah ini adalah


Dalam maklah ini, penulis merumuskan beberapa persoalan, yaitu:
❖ Untuk mengetahui Maqamnya dalam tasawuf
❖ Untuk mengetahui Akhlaki dalam perjalanan kaum sufi.
❖ Untuk mengetahui irfani dan mahqamat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian falsafi Ahwal dan Mahqamat

Yang dimaksud dengan hal (jamak: ahwal) adalah keadaan atau kondisi psikologis
ketika seorang sufi mencapai tingkatan tertentu. Al-Qusyairi dalam kitabnya Ar-
Risalah Al-Qusyairiyah, berkata, “hal adalah makna yang datang pada qalbu tanpa
disengaja”. Hal diperoleh tanpa daya dan upaya, baik dengan menari, bersedih hati,
bersenang-senang, rasa tercekam, rasa rindu, rasa gelisah, atau rasa harap. Dengan
kata lain hal sama dengan bakat.

Sedangkan maqam (jamak; Maqamat) adalah tingkatan, artinya tingkatan seorang


hamba di hadapan-Nya.[2] Dalam hal ibadah dan latihan-latihan (riyadhah) jiwa yang
dilakukannya. Dalam kalangan sufi, urutan maqam ini berbeda-beda.sebagian mereka
merumuskan maqam dengan sederhana seperti, tanpa qanaah, tawakal tidak akan
tercapai;tanpa tawakal , taslim tidak akan tercapai; sebagaimana tanpa tobat,
inabahtidak akan ada; tanpa wara’, zuhud tidak akan ada. Sementara itu Al-Ghazali
merumuskan maqam seperti berikut ini: tobat, sabar, syukur, khauf dan raja’,tawakkal,
mahabbah, rida, ikhlas, muhasabah, dan muraqabah.
Al-kaladzi menyebutkan adanya 10 maqam yang harus dilewati oleh para pejalan
spiritual, yaitu al-taubah, al zuhd, al-shabr, al-faqr, al-tawadhu’, al-taqwa, al-tawakkul,
al-ridha, al-mahabbah, dan al-ma’rifah.

Maqam-Maqam Dalam Tasawuf


Seperti disinggung diatas bahwa maqam (jamaknya maqamat) yang dijalani kaum sufi
umumnya terdiri dari :

1. Tobat

Tobat adalah rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati disertai


permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan
dosa. Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhentian awal di jalan
menuju Allah. Pada tingkat terendah , tobat menyangkut dosa yang dilakukan
anggota-anggota badan. Pada tingkat menengah, selain menyangkut dosa yang
dilakukan jasad juga menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti iri, dengki,
dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan
bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir,
tobat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Tobat
pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu selain yang dapat
memalingkan dari jalan Allah

2. Zuhud

Zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa
ketergantungan terhadap ketergantungan kehidupan duniawi dengan
mengutamakan kehidupan akhirat. Sampai dimana batas pelepasan diri dari
rasa ketergantungan itu ? Al-ghazali mengartikan zuhud sebagai sikap
mengurangi keterikatan pada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh
kesadaran. Al-Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima
rezeki yang diterimanya. Hasan al-Bashri mengatakanzuhud adalah
meninggalkan kehidupan dunia, karena dunia ini tidak ubahnya seperti ular ,
licin apabila dipegang, tetapi racunnya dapat membunuh.[4]
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi atas tiga tingkatan. Pertama,
menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman akhirat. Kedua, menjauhkan
dunia dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga, mengucilkan dunia bukan
karena takut atau berharap, tetapi karena cinta kepada Allah. Orang yang berada
pada tingkat ketiga ini akan memandang segala sesuatu tidak ada arti apa-apa
kecuali Allah.

3. Faqr (Fakir)

Al-faqr adalah tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan
merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta sesuatu
yang lain. Pada prinsipnya, sikap mental faqr merupakan rentetan sikap zuhud.
Hanya sajazuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan fakir
hanya pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas hidup.
Sikap fakir selanjutnya akan memunculkan sikap wara’. Menrut para sufi, wara’
adalah sikap berhati-hati ddalam menghadapi sesuatu yang kurang jelas
masalahnya. Apabila bertemu dengan satu persoalan yang tidak jelas hukumnya
atau tidak jelas asal-usulnya lebih baik untuk meninggalkannya

4. Sabar

Sabar ialah tahan menderita, berhati-hati atau selectiva dalam bertindak. Sabar
jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan amarah, dinamakan Al-
Ghazali sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr an-nafs), sedangkan menahan
terhadap penyakit fisik disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani).
Kesabaran sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya untuk menahan
nafsu makan dan seks yang berlebihan.

Menurut syekh ‘Abdul Qadir al-Jalani, sabar ada tiga macam, yaitu:
➢ Bersabar bersama Allah, yaitu bersabar terhadap ketetapan Allah dan
perbuatan-Nya terhadapmu, dari berbagai macam kesulitan dan
musibah.
➢ Bersabar atas Allah, yaitu bersabar terhadap rezeki, jalan keluar,
kkecukupan, pertolongan, dan pahala yang dijanjikan Allah di hari
akhirat.
➢ Bersabar kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.

5. Syukur

Syukur adalah menerima nikmat dengan membesarkan Allah SWT. Syukur


diperlukkan karena semua yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat
karunia Allah. Menurut Syeikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani, hakikat syukur adalah
mengakui nikmat Allah karena Dialah Pemilik karunia dan pemberian sehingga
hati mengakui bahwa segala nikmat berasal dari Allah, juga patuh kepada
syariat-Nya. Syeikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani membagi syukur menjadi tiga
macam, pertama dengan lisan, yaitu dengan mengakui adanya nikmat dan
merasa tenang. Kedua, syukur dengan badan dan anggota badan, yaitu dengan
cara melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah-Nya.

6. Rela (Rida)

Rida’ berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan
Allah SWT. Orang yang rela mampu melihat hikmah dan kebaikan di balik
cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-
Nya. Hanyalah para ahli ma’rifat danmahabbah yang mampu bersikap seperti
ini. Mereka bahkan merasakan musibah dan ujian sebagai suatu nikmat, lantaran
jiwanya bertemu dengan yang dicintainya.
Menurut Abdul Halim Mahmud, rida mendorong manusia untuk berusaha
sekuat tenaga mencapai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Namun,
sebelum mencapainya, ia harus menerima dan merelakan akibatnya dengan cara
apapun yang disukai Allah.

7. Tawakal

Hakikat tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT,


membersihkannya dari ikhtiar yang keliru, dan tetap menapaki kawasan-
kawasan hukum dan ketentuan. Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati
dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Dalam hal ini, Al-Ghazali
mengaitkan tawakal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid sangat
berfungsi sebagai landasan tawakal
B. Metode Irfani

Dalam dunia tasawuf, qalbi( hati) merupakan pengetahuan tentang hakikat-hakikat


ma’rifat. Qalbi yang dapat memperoleh makrifat adalah yang telah tersucukan dari
berbagai noda atau akhlak jelek yang sering dilakukan manusia dan karena Qalbi
merupakan bagian jiwa, kesucian jiwa dapat mempengaruhi kecemerlangan Qalbi
dalam menerima ilmu. Qalbi yang telah tersucikan akan mampu menembus alam
malaikat.

Dengan demikian qalb berpotensi untuk berdialog dengan tuhan. Inilah yang
dimaksudkan oleh imam Al-Ghazali dengan ungkapan bahwa diluar akal dan jiwa,
terdapat alat yang dapat menyingkap hal-hal yang ghaib dan hal-hal yang akan terjadi
pada masa yang akn datang.penyingkapan pengetahuan seperti ini merupakan wacana
‘irfaniyah. Hanya dengan sarana qalb itulah, ilmu ma’rifat dapat diperoleh manusia

Disamping melalui tahapan-tahapan maqamat dan ahwal untuk memperoleh makrifat,


seseorang harus melalui upaya-upaya tertentu yakni:

1. Riyadhah

Riyadhah sering disebut juga sebagai latihan-latihan mistik yakni latihan


kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal
yang mengotori jiwanya. Riyadah dapat pula berarti proses internalisasi
kejiwaan dengan sifat-sifat terpuji dan melatih membiasakan
meninggalkan sifat-sifat jelek.

2. Tafakur

Tafakkur penting dilakukan oleh setiap manusia yang menginginkan


ma’rifat. Sebab tatkala jiwa sudah belajar dan mengolah ilmu, lalu
memikirkan dan menganalisanya, pintu kegaipan akan dibukakkan
untuknya. Tafakkur berlangsung internal dengan proses pembelajaran
dari dalam diri manusiamelalui aktivitas berfikir yang menggunakn
perangkat batiniah (jiwa). Selanjutnya tafakur dilakukan dengan
memotensikan nafs killi (jiwa universal). Nafs kulli mempunyai fungsi
yang sangat penting untuk menghasilkan ilmu, terutama ilmu ma’rifat.
Alasannya, ilmu yang dihasilkan melalui penggunaan nafs kulli lebih
bersifat universal. Untuk memungsukan nafs kulli kegiatan tafakkur
mempunyai peranan yang sangat penting

3. Tazkiyat An Nafs

Tazkiyat An-Nafs adalah penyucian jiwa manusia. Proses penyucian


jiwa dari kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli
dan tahalli. Upaya melakukan penyempurnaan jiwa perlu dilakukan oleh
setiap orang yang menginginkan ilmu ma’rifat. Sebab ilmu ma’rifat
tidak dapat diterima oleh manusia yang jiwany kotor ada lima hal yang
menjadi penghalang bagi jiwa dalam menangkap hakikat yaitu: jiwanya
yang belum sempurna, jiwanya yang dikotori perbuatan-perbuatan
maksiat, menuruti keinginan badan, penutup yang menghalangi
masuknya hakikat kedalam jiwa, dan tidak dapat berfikir logis,
dibutuhkan upayapengembalian jiwa kepada kesempurnaanyauntuk
menghilangkan penghalang-penghalangitu. Dalam konteks inilah,
penyempurnaan jiwa dapatdilakukan dengan Tazkiyat An-Nafs.

4. Dzikrullah

Secara etimologis, dzikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah


adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.
Dalam pandangan sufi, dzikir akan membuka tabir alam malaikat. Sudah
menjadi kesepakatan umum bahwa dzikir merupakan kunci pembuka
alam gaib. Dzikir juga bermanfaat untuk membersihkan hati. Menurut
imam Al-ghazali dzikir berfungsi untuk mendatangkan ilham. Ruang
gerak setan menjadi terhalang sehingga setan pergi menjaun dari hati
manusia, pada saat itulah setan memberi ilham ke dalam hati manusia

C. Tokoh-Tokoh Tasawuf Irfani

Rabi’ah Al-Adawiyyah :
Isi pokok ajaran tasawuf Rabi’ah adalah tentang cinta. Oleh karena itu, ia mengabdi
melakukan amal sholeh bukan karena takut masuk neraka atau mengharap masuk surga
tetapi karena cinta kepada Allah.

Dzu An-Nun Al-Mishri :


Ia berhasil memperkenalkan ma’rifat versi tasawuf. Yaitu menggunakan pendekatan
kalbu yang bias digunakan para sufi dan menggunakan pendekatan akal yang bias
digunakan para teolog.

Abu Yazid Al-Bustami :


Menurut abu Yazid, ajaran tasawuf yang terpenting adalah fana dan baqa. Fana berasal
dari kata faniya yang berarti musnah, sedangkan baqa berasal dari kata baqiyah yang
berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah

Abu Mansur Al-Hallaj :


Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan.

D. Pengertian Akhlaki

Menurut sufi al-ahwal jamak dari hal dalam bahasa inggris disebut state, adalah situasi
kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan hasil dari datangnya
usahanya. Menurut al-Qusyairi, al-hal selalu bergerak naik setahap demi setahap
sampai ketingkat puncak kesempurnaan rohani. Karena keadaannya terus menerus
bergerak dan selalu beralih berganti itulah disebut al-hal. Kalau maqam adalah
tingkatan pelatihan dalam membina sikap hidup yang hasilnyua dapat dilihat dari
prilaku seseorang, maka prilaku sikap sese orang bersifat abstrak. Ia tidak dapat dilihat
dari mata, hanya dapat dipahami dan dirasakan oleh orang yang mengalaminya atau
memilikinya. Oleh karena itu tidak dapat diinformasikan melalui bahasa tulisan atau
bahasa lisan

Menurut Harun Nasution, akhlaki merupakan keadaan mental, seperti keadaan senang,
perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya.Yang biasanya disebut takut (al-Khauf),
rendah hati (al-Tawadhlu), patuh (al-Taqwa), ikhlas (al-Ikhlas), rasa berteman ( al-
uns), gembira hati ( al-Wajd), berterimakasih (al-Syukr).Perbedaan antara ahwali dan
maqam, bukan diperoleh dari usaha manusia, tetapi diperdapat sebagai anugrah dan
rahmat dari Tuhan

Dari uraian tersebut, tampak jelas, bahwa jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi
untuk mencapai tujuan memperoleh hubungan batin dan bersatu secara rohaniah
dengan tuhan bukanlah jalan yang mudah. Jalan yang harus dilalui seorang sufi tidaklah
licin dan dapat ditempuh dengan mudah. Jalan itu sulit dan untuk pindah dari satu ke
yang lainnya menghendaki usaha yng berat dan waktu yang bukan singkat

Sebagai mana halnya dengan al-maqamat, dalam jumlah dan informasi al-hal ini juga
terdapat perbedaan pendapat dikalangan sufi. Dari sekian banyak nama dan sifat al-hal,
yang penting serta yang paling banyak penganutnya adalah muraqabah, al-khauf, al-
raja’, al-thuma’ninah, al- musyahadah dan al-yaqin. Akan tetapi ada juga sebagian sufi
yang menempatkan alma’rifat mendapatkan al-ma’rifat dan al-mahabbah sebai bagian
dari al-hal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bahwa lingkup irfani tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi
melalui proses yang panjang. Proses yang dimaksud adalah maqam-maqam (tingkatan)
dan ahwal. Dua persoalan ini harus dilewati oleh orang yang berjalalan menuju tuhan.

Namun perlu dicatat bahwa antara maqam dan ahwal tidak dapat dipisahkan. Keduanya
ibarat dua sisi dalam satu mata uang. Keterkaitan antara keduanya dapat dilihat dalam
kenyataan bahwa maqam menjadi persayaratan menuju tuhan. Dan didalamnya akan
juga akan kita temukan kehadiran ahwal. Ahwal yang ditemukan dalam maqam akan
mengantarkan seseorang untuk mendaki mqam-maqam selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin nata. 2012. Ahlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers.

Amin, Samsul Munir. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.

Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2011. Tasawuf islam & akhlak. Jakarta : Amzah.

M Solihin, dkk. 1998. Ilmu Tasawuf. Bandung : CV PUSTAKA SETIA.

Siregar, Riva. 1999. Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai