Anda di halaman 1dari 8

Nama : Avi Amelia

Npm : 2111010405
Kelas : K
Prodi : PAI

UAS AKHLAK TASAWUF

1. Apa definisi akhlak tasawuf menurut anda?


JAWABAN
Seseorang yang bertindak dengan kebajikan. Seperti seseorang yang mencoba
membersihkan diri. Dalam Islam, hal ini banyak terjadi dan dimiliki oleh orang-orang
terdahulu.
2. Jelaskan proses fana dan baqa dalam tasawuf ?
JAWABAN
Fana : proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan.
Baqa : Baqa (‫اء‬//‫ )البق‬artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi
dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma'rifat.
Dalam proses al-fana’ ada empat situasi getaran psikis yang dialami
seseorang yaitu sebagai berikut:
1. As-sakar Adalah situasi kejiwaan yang terpusat penuh kepada satu titik
sehingga ia melihat dengan perasaannya, seperti apa yang dialami oleh
Nabi Musa as. Di tursina.
2. As-sathahat Secara bahasa berarti gerakan, sedangkan dalam istilah
tasawuf dipahami sebagai suatu ucapan yang terlontar diluar kesadaran,
kata-kata yang diucapkan dalam keadaan sakar.
3. Az-zawal al-hijab Diartikan sebagai bebas dari dimensi sehingga ia
keluar dari alam materi dan telah berada di alam ilahiyat sehingga getar
jiwanya dapat menangkap gelombang cahaya dari suara Tuhan.
4. Ghalab asy-syuhud Tingkat kesempurnaan musyahadah, pada tingkat
mana ia lupa pada dirinya dan alam sekitarnya, yang diingat dan dirasa
hanya Allah seutuhnya.
Dalam perkembangan dunia tasawuf, terjadi adanya dua paham fana’
yaitu sebagai berikut:
1. Fana’ fi tauhid, yaitu kalau seeorang telah larut dalam ma’rifatullah dan
ia tidak menyadari segala sesuatu selain Allah.
2. Fana’ sebagai penyatuan dirinya dengan Tuhan.

Ibnu arabi berpendapat bahwa proses gradual fana’ melalui


beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1. Fana’ ‘an ma’ashi, meniggalkan dosa.


2. Menjauhkan diri dari semua perbuatan apa pun. Artinya seorang
sufi harus mampu menyadari bahwa hanya Tuhan satu-satunya
agen dan mutlak di alam ini, manusia tidak berbuat apa-apa.
3. Menjauhkan diri dari sifat-sifat serta kualitas dari wujud-wujud
kontingen (mumkimul wujud). Sui harus menyadari bahwa segala
macam-macam bentuk-bentuk yang ada, sebenarnya adalah
kepunyaan Tuhan. Pendengaran, penglihatan dan perasaan kita
adalah milik Tuhan. Artinya Tuhan melihat melihat diri-Nya sendiri
melalui mata kita (sufi). Sufi sejati adalah mereka yang dapat
melihat Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan dan dari mata Tuhan
sendiri.
4. Menyingkir dari personalitas dirinya sendiri, menyadari
noneksistensi dari fenomenal dirinya sendiri serta ketuhanan dari
substansi yang tidak bisa berubah.
5. Meninggalkan seluruh alam, yakni menghentikan penglihatan
terhadap aspek enomena dunia dan penyadaran terhadap aspek
nyata (realita) yang merupakan hakikat dari enomena.
6. Menghilangkan segala hal selain Tuhan, menghilangkan
kesadaran terhadap diri sendiri sebagai pelihat atau pemirsa, tetapi
adalah Tuhan itu sendiri yang melihat dan dilihat. Ia dilihat dari
manifestasi-manifestasinya.
Penghancuran dalam istilah sufi senantiasa diiringi dengan
baqa’ (tetap, terus hidup). Fana’ dan baqa merupakan kembar dua
yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat dari paham-paham
sufi’ berikut:
1. Jika kejahilan dari seorang hilang (fana’), maka yang akan
ditinggal (baqa’) ialah pengetahuannya.
2. Jika seorang dapat menghilangkan kemaksiatannya (fana’)
maka yang akan tinggal (baqa’) ialah taqwanya.
3. Siapa yang menghilangkan sifat-sifatnya, ia akan mempunyai
sifat-sifat Tuhan.
3. Apa persamaan dan perbedaan antara akhlak dengan tasawuf ?
JAWABAN
PERSAMAAN : persamaan antara akhlak dan tasawuf sejalan dengan Firman Tuhan.
Dengan kata lain, sebagai rahmat bagi seluruh alam, saling mencintai dan tidak
sombong. Dengan akhlak, kita tidak sombong, begitu pula para sufi tidak sombong.
Mereka tidak memikirkan dunia.
PERBEDAAN : Tasawuf adalah ilmu tentang bagaimana mensucikan pikiran kita
agar selalu memikirkan Allah dan tidak tergiur dengan duniawi. Perbuatan dan
perbuatan kita sama dengan perbuatan Nabi Muhammad, karena akhlak itu sendiri
mencerminkan penerapan tasawuf.
4. Para sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui beberapa tangga yang
dikenal al-Maqamat. Sebutkan dan jelaskan tangga al-Maqamat yang dimaksud
?
JAWABAN
1. Taubah : Taubah Dalam ajaran tasawuf konsep taubat dikembangkan dan
memiliki berbagai macam pengertian. Secara literal taubat berarti kembali.
Dalam perspektif tasawuf, taubat berarti kembali dari perbuatan-perbuatan
yang menyimpang, berjanji untuk tidak mengulanginya lagi dan kembali
kepada Allah Swt.
2. Wara : Wara’ Kata wara’ secara etimologi berarti menghindari atau
menjauhkan diri. Dalam perspektif tasawuf bermakna menahan diri hal-hal
yang sia-sia, yang haram dan hal-hal yang meragukan (syubhat). Hal ini
sejalan dengan hadis nabi, “Diantara (tanda) kebaikan ke-Islaman seseorang
ialah meninggalkan sesuatu yang tidak penting baginya”.
3.Zuhud : Zuhud Menurut Imam Ghazali, makna kata zuhud adalah
mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh darinya dengan penuh
kesadaran. Menurut Abu Bakr Muhammad saw Al-Warraq (w. 290/903 M )
kata zuhud mengandung tiga hal yang mesti ditinggalkan yaitu huruf z
berarti zinah (perhiasan atau kehormatan), huruf h berarti hawa (keinginan),
dan d menunjuk kepada dunya (materi). Dalam perspektif tasawuf, zuhud
diartikan dengan kebencian hati terhadap hal ihwal keduniaan padahal
terdapat kesempatan untuk meraihnya hanya karena semata-mata taat dan
mengharapkan ridha Allah SWT. Inti dari zuhd adalah keteguhan jiwa, yaitu
tidak merasa bahagia dengan kenikmatan dunia yang didapat, dan tidak
bersedih dan putus asa atas kenikmatan dunia yang tidak didapat.
4. Al Shabr : Al Sabr secara etimologi berarti tabah hati. Dalam Mu’jam
Maqayis Al Lughah disebutkan bahwa kata sabar memiliki tiga arti yaitu
menahan, sesuatu yang paling tinggi dan jenis bebatuan. Menurut
terminologi adalah menahan jiwa dari segala apa tidak disukai baik itu
berupa kesenangan dan larangan untuk mendapatkan ridha Allah Swt. Dalam
perspektif tasawuf Al shabr berarti menjaga menjaga adab pada musibah
yang menimpanya, selalu tabah dalam menjalankan perintah Allah Swt dan
menjauhi segala laranganNya serta tabah menghadapi segala peristiwa.
Sabar merupakan kunci sukses orang beriman. Sabar itu seperdua dari iman
karena iman terdiri dari dua bagian. Setengahnya adalah sabar dan
setengahnya lagi syukur baik itu ketika baha gia maupun dalam keadaan
susah. Makna Al Shabr menurut ahli sufi pada dasarnya sama yaitu sikap
menahan diri terhadap apa yang menimpanya.
5. Syukur : Syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab,
syakara yang berarti membuka segala nikmat, yakni gambaran dalam benak
tetang nikmat dan menampakkannya ke permukaan. Syukur berarti rasa
terima kasih atas nikmat yang telah diberikan, sembari menggunakan
nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah SWT. Syukur tersusun dari ilmu,
hal, dan amal perbuatan. Ilmu berarti mengetahui nikmat yang diberikan dan
pemberi nikmat. Hal berarti gembira atas nikmat yang telah diberikan.
6. Tawakkal : Tawakkal bermakna berserah diri. Tawakkal dalam tasawuf
dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar
tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain
Allah Swt. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia
tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi
bersifat fatalis/majbur yakni menggantungkan segala sesuatu pada takdir
dan kehendak Allah Swt. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam
kitabnya bahwa semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya,
sungguh tidak berakhlak seorang jika ia meminta lebih dari yang telah
ditentukan Allah Swt.
7. Ridha : Ridha berarti sebuah sikap menerima dengan lapang dada dan
senang terhadap apapun keputusan Allah Swt kepada seorang hamba,
meskipun hal tersebut menyenangkan atau tidak. Sikap ridha merupakan
buah dari kesungguhan seseorang dalam menahan hawa nafsunya. Imam
Ghazali mengatakan bahwa hakikat ridha adalah tatkala hati senantiasa
dalam keadaan sibuk mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
dipahami bahwa seluruh aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu
berada dalam kerangka mencari keridhaan Allah Swt. Orang yang ridha
terhadap ketentuan dan kepastian Allah Swt, dia akan menjadikan Allah Swt
sebagai penuntun dalam segala urusannya, dia akan berpegang teguh
kepadaNya, dan yakin bahwa Dia akan menentukan yang terbaik bagi
dirinya.
5. Selain akhlak, istilah-istilah yang digunakan dalam mengukur perbuatan baik
dan buruk diantaranya Etika, Moral dan Susila.
a. Kemukakan pengertian istilah tersebut !
b. Jelaskan hubungan dan perbedaan Etika, Moral, Susila dengan Akhlak !
JAWABAN
1. Etika : norma atau aturan dalam kehidupan yang berfungsi sebagai panduan untuk
berperilaku dalam masyarakat bagi seseorang yang terkait dengan sifat baik dan
buruk. Etika berawal ketika manusia sendiri merefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat secara spontan.
2. Moral :  penentuan baik-burukterhadap perbuatan dan
kelakuan.Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah
yangdigunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan
benar, salah, baik, atau buruk.Dalam hal memberikan defenisi moral,
padangan berbedadiungakapkan oleh Howard, bahwa moral merupakan
patokan prilaku benar dan salah yang dapat dijadikan pedoman bagi
pribadi seseorang.Moral juga menjadi pedoman dalam berinteraksi
dengan orang lain. Baikdan buruk perbuatan seseorang dapat diukur dari
nilai moral.
3. Susila : Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat
awalanke dan akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip,
peraturanhidup atau normal.Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti
sebagai aturan hidup yang baik lagi. Orang yang susila adalah orang
yang berkelakuan baik,sedangkan orang yang a susila adalah orang
yang berkelakuan baik. Para pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi
gelar sebagai tuna susila.Selanjutnya kata susila dapat pula berarti
sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan
kesopanan. Dengan demikiankesusilaan lebih mengacu kepada upaya
membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan
memasyarakatan hidap yang sesuaidengan norma atau nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat.

Hubungan etika , moral dan susila dengan akhlak

Dapat dilihat dengan sangat jelas bahwa etika, moral, susila berasal dari
produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang
bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal
dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk alQur`an dan alhadis.
Dengan kata lain jika etika, moral, dan susila berasal dari manusia, sedangkan
akhlak berasal dari Tuhan. Sehingga etika, moral, susila dan akhlak akan tetap
saling berhubungan dan membutuhkan. Dalam pelaksanaannya norma akhlak
yang terdapat dalam alQur`an dan alSunnah itu sifatnya dalam keadaan “belum
siap pakai”. Jika alQur`an misalnya menyuruh kita berbuat baik kepada ibubapak,
menghormati sesame kaum muslimin, dan menyuruh menutup aurat, maka
suruhan tersebut belum dibarengi dengan caracara, sarana, bnetuk dan lainnya.
Bagaimanakah cara menghormati kedua orang tua tidak kita jumpai dalam
alQur`an dan alhadis. Demikian pula bagaimana cara kita menghormati sesama
muslim dan menutup aurat juga tidak kita jumpai dalam alQur`an. Caracara untuk
melakukan ketentuan akhlak yang ada dalam alQur`an dan alhadis itu memerlukan
penalaran atau ijtihad para ulama dari waktu kewaktu. Cara menutup aurat, model
pakaian, ukuran dan potongannya yang sesuai dengan ketentuan akhlak jelas
memerlukan hasil pemikiran akal pikiran manusia dan kesepakatan masyarakat
untuk menggunakannya. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan etika, moral, dan
kebaikan dan keburukan yang merupakan produk ruh dan budaya masyarakat,
dapat digunakan sebagai alat untuk menjelaskan ketentuan moral yang terkandung
dalam al-Qur’an. Tanpa bantuan etika, akhlak, dan upaya manusia berupa etika,
ketentuan akhlak yang terkandung dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah akan sulit
dilaksanakan. Oleh karena itu, keberadaan etika, moralitas, dan etika diperlukan
untuk menggambarkan dan mengoperasikan ketentuan moral yang terkandung
dalam Al-Qur'an. Di sinilah peran etika, moralitas dan moralitas dalam moralitas.

Perbedaan etika , moral , susila dengan akhlak

Perbedaan antara etika, moral, susila dan akhlak adalah terletak


padasumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk,
yaitu:

1.Etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan


padamoral.

2.Moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum


dimasyarakat.

3.Akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk


ituadalah Al- Qur’an dan hadits.

Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada
sifat dankawasan pembahasannya, yaitu:

A. Etika lebih banyak bersifat teoretis, memandang tingkah laku


manusiasecara umum, selain itu etika juga menjelaskan ukuran
baik-buruk.
B. Moral dan susila lebih banyak ber-sifat praktis, lokal dan
individual.

Anda mungkin juga menyukai