Anda di halaman 1dari 8

Abstract

According to moral Sufism, the human soul can be likened to a piece of land that will
be planted by farmers. Before the farmer grows crops on the land, he must first clean the
land of all kinds of grass that grows on it. This process is called Takhalli. After the soil is
cleared of weeds, then it is planted with useful plants. This process is called Tahalli. In order
to strengthen and deepen the modules that have been passed in the tahalli phase, until the
learning series is perfected in the tajalli phase. This word means the revelation of Nur Ghaib
for the heart. If the soul is filled with pearls of morals and the organs of the body are
accustomed to carrying out noble deeds, so that the results obtained do not decrease, it
requires a sense of divinity. A routine that is carried out with optimal understanding and a
deep sense of love, will increase the sense of longing for Him, the Sufis agree that to reach
this level of opportunity for the sanctity of the soul there is only one way, namely: love for
Allah swt and deepen that love. With the purity of this soul, only then will the path open to
reach God. Without this path it is impossible to achieve that goal and the actions that are
attempted are not considered good deeds.

Keywords: Takhalli, Tahalli, Tajalli


BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dari sudut pandang yang dapat diverifikasi, kebangkitan tasawuf dimulai pada abad
ke-1 hijriyah, sebagai bingkai perlawanan terhadap penyimpangan dari pelajaran Islam yang
dianggap telah keluar dari batas syariah. Islam secara teratur digunakan secara eksklusif
sebagai alat keaslian dan jaminan pribadi oleh beberapa kelompok. Mereka tidak menunda-
nunda untuk menampik sudut-sudut ajaran Islam yang tidak sepaham dengan keinginan
jalan hidup mereka. Sejak saat itu, sejarah telah mencatat kebangkitan perombakan di
kalangan Muslim yang sungguh-sungguh dan sejati. Pemulihan ini dari sana dan seterusnya
diperkuat di seluruh dunia Muslim. Mereka antusias untuk menegakkan kembali amanat dan
pesan suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Biasanya pemahaman terprogram dari
kesungguhan pribadi umat Islam untuk mengungkap jalan kenabian yang sejati.1

Di dalam tasawuf akhlaqi, para sufi memandang manusia cenderung mengikuti hawa
nafsu. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi, bukan manusia yang
mengendalikan nafsu. Manusia yang sudah dikendalikan oleh nafsu cenderung untuk
memiliki rasa keinginan untuk menguasai dunia atau agar berkuasa dunia. Seseorang yang
sudah dikendalikan oleh nafsu memiliki kecenderungan memiliki mental yang kurang baik,
hubungan dengan Tuhan sebagai hamba Allah kurang ng harmonis karena waktu yang imili
habis untuk mengurus kepentingan duniawi.

Untuk mengembalikan manusia kekondisi yang baik tidak hanya dari aspek lahiriah
semata melainkan juga melalui aspek batiniah. Didalam tasawuf proses batiniah itu meliputi
tahapan-tahapan. Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu dalam rangka
pembersihan jiwa agar bisa lebih dekat dengan Allah. Tahapan-tahapan itu adalah takhalli,
tahalli, dan tajalli.

B.Rumusan Masalah

Dari permasalahan tersebut di atas kami mengambil rumusan masalah yaitu:

1. Apakah pengertian takhalli, tahalli, dan tajalli?

2. Apa yang dimaksud dengan alam malakut?

1
Sumantri Haryo,2017.Era Kebangkitan Tasawuf,Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Takhalli, Tahalli, Tajalli dan Alam malakut

1. Pengertian Takhalli

Takhalli yakni penyucian diri dari sifat-sifat tercela 2, dari maksiat lahir maupun
batin. Diantaranya ialah hasad (dengki), hiqd (rasa mendongkol), su’uzhan (buruk sangka),
riya’ (pamer), bukhl (kikir), dan ghadab (pemarah). Dalam hal ini Allah berfirman:

)10( ‫) َو َقْد َخ اَب َم ْن َد َّسَه ا‬9( ‫َقْد َاْفَلَح َم ْن َز َّك َه ا‬

“Berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan rugilah orang yang mengotorinya”
(Q.S. Asy-Syams [91]: 9-10).

Takhalli juga berarti menghindarkan diri dari ketergantungan terhadap kelezatan


hidup duniawi. Kelompok sufi yang ekstrim berkeyakinan bahwa kehidupan duniawi benar-
benar sebagai “racun pembunuh” kelangsungan cita-cita sufi. Oleh karena itu, nafsu duniawi
harus dimatikan dari diri manusia agar ia bebas berjalan mencapai kenikmatan yang hakiki.
Bagi mereka, mencapai keridhaan Tuhan lebih uatam daripada kenikmatan-kenikmatan
materiil. Pengingkaran pada ego dengan meresapkan diri pada kemauan Tuhan adalah
perbuatan utama. Dengan demikian nilai moral betul-betul agamis karena setiap tindakan
disejajarkan dengan ibadat yang lahir dari motivasi eskatologis.3

2. Pengertian Tahalli

Tahalli yakni menghiasi dan membiasakan diri engan sikap perbuatan terpuji. 4
Dalam hal ini Allah berfirman:

)90( ‫ِإَّن َهلّلا َي ْأُمُر ِباْلَع ْد ِل َو اِإلْح َس اِن ِو ِإْي َت آِئ ِذى اْلُقْر َب ى َو َي ْن َه ى َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم ْن َك ِر َو اْلَب ْغ ي َيِع ُظ ُك ْم َلَع َّلُك ْم َت َّذ َك ُرْو َن‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran.” (Q.S. An-nahl
[16]: 90). Tahalli ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan. Apabila
manusia mampu mengisi hatinya dengan sifat-sifat terpuji maka ia akan menjadi cerah dan
terang sehingga dapat menerima cahaya ilahi sebab hati yang kotor tidak dapat menerima
cahaya tersebut. Setelah hatinya terang, maka segala perbuatan dan tindakannya akan
dijalankan dengan niat yang ikhlas: ikhlas melakukan ibadah kepada Allah, mengabdi
kepada kepentingan agamanya, serta ikhlas bekerja untuk melayani kepentingan keluarga,
masyarakat dan negaranya tanpa mengharap balasan apapun kecuali dari Allah.

23
M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, 2012, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 2
3

44
M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, 2012, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 2
Tahalli juga dapat diartikan sebagai usaha menghiasi diri dengan jalan
membiasakan diri bersikap dan berbuat baik. Berusaha agar dalam setiap perilakunya selalu
berjalan diatas ketentuan agama baik kewajiban yang bersifat luar atau ketaatan lahir seperti
shalat, puasa, zakat dan haji maupun ketaatan yang bersifat dalam atau ketaatan batin
seperti iman, bersikap ikhlas dan juga ridha terhadap seluruh ketentuan Allah. 5

3. Pengertian Tajalli

Tajalli yaitu terungkapnya nur ghaib untuk hati. Dalam hal ini kaum sufi
mendasarkan pendapatnya pada firman Allah:

‫ُهَّللا ُنْو ُر الَّسَمَو اِت َو اَاْلْر ِض‬

“Allah adalah nur (cahaya) langit dan bumi” (Q.S. An-Nur [24]: 35). Menurut Mustofa Zahri,
tajalli diartika sebagai lenyapnya hijab dari sifat-sifat kemanusiaan, tersingkapnya nur yang
selama itu ghaib, dan lenyapnya segala sesuatu ketika muncul wajah Allah. Sedangkan
menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Munqizh min adh-Dhalal, tajalli adalah tersingkapnya hal-
hal ghaib yang menjadi pengetahuan kita yang hakiki disebabkan oleh nur yang dipancarkan
Allah kedalam hati seseorang. Pengetahuan hakiki tersebut tidak didapat dengan menyusun
dalil dan menata argumentasi, tetapi karena nur yang dipancarkan Allah kedalam hati, dan
Nur ini merupakan kunci untuk sekian banyak pengetahuan. 6

Tajalli merupakan tanda-tanda yang Allah tanamkan didalam diri manusia supaya Ia
dapat disaksiakan. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi cahaya sehingga seorang yang
menerimanya akan tenggelam dalam kebaikan. Jika terjadi perbedaan yang dijumpai dalam
berbagai penyingkapan itu tidak menandakan adanya perselisihan diantara guru sufi.
Masing-masing manusia unik, oleh karena itu masing-masing tajalli juga unik. Sehingga tidak
ada dua orang yang meraskan pengalaman tajalli yang sama. Tajalli melampaui kata-kata.
Tajalli adalah ketakjuban.

Al-Jilli membagi tajalli menjadi empat tingkatan, yaitu:

a. Tajalli Af`al, yaitu tajalli Allah pada perbuatan seseorang, artinya segala
aktivitasnya itu disertai qudrat-Nya, dan ketika itu dia melihat-Nya.

b. Tajalli Asma`, yaitu lenyapanya seseorang dari dirinya dan bebasnya dari
genggaman sifat-sifat kebaruan dan lepasnya dari ikatan tubuh kasarnya. Dalam
tingkatan ini tidak ada yang dilihat kecuali hannya dzat Ash Shirfah (hakikat
gerakan), bukan melihat asma`.

c. Tajalli sifat, yaitu menerimanya seorang hamba atas sifat-siafat ketuhanan,


artinya Tuhan mengambil tempat padanya tanpa hullul dzat-Nya.

d. Tajalli Zat, yaitu apabila Allah menghendaki adanya tajalli atas hamba-Nya yang
mem-fana` kan dirinya maka bertempat padanya karunia ketuhanan yang bisa

5
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural, 2008, (Yogyakarta: LKiS), hlm. 54-55
6
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural, 2008, (Yogyakarta: LKiS), hlm. 55-56
berupa sifat dan bisa pula berupa zat, disitulah terjadi ketunggalan yang
sempurna. Dengan fana`nya hamba maka yang baqa` hanyalah Allah.7

B. Alam Malakut

Ada berbagai istilah dalam memahami berbagai jenis alam. Di antaranya 3 buah
alam yang diberi istilah Alam Jabarut, Alam Malakut, dan Alam Mulk.

1. Alam Jabarut, adalah alam yang “paling dekat” dengan aspek-aspek Ketuhanan.
Penghuni alam Jabarut adalah ‘sesuatu yang bukan Allah dalam aspek Ahadiyyah’,
melainkan derivasi dari aspek Ahadiyyah yang tertinggi selain apa pun yang ada.
Misal penghuni alam ini adalah Nafakh Ruh (Tiupan Ruh Allah) yang mampu
manghidupkan jasad, Ruh Al-Quds.

2. Alam Malakut adalah suatu alam yang tingkat kedekatan dengan aspek Allahnya
lebih rendah dari Alam Jabarut, namun masih lebih tinggi dari Alam Mulk. Baik Alam
Jabarut maupun Alam Malakut, keduanya adalah realitas/wujud yang tidak dapat
ditangkap oleh indera jasadiah kita. Indera jasad biasanya hanya bisa menangkap
sesuatu yang terukur secara jasad, sedang Alam Jabarut dan Alam Malakut
memiliki ukuran melampui ukuran jasad. Misal penghuni Alam Malakut adalah
malaikat, An-nafs(jiwa).

3. Alam Mulk adalah alam yang tingkat kedekatannya dengan aspek Allah adalah yang
paling rendah. Dalam wujudnya terbagi menjadi 2, yang tertangkap oleh indera
jasad dan yang gaib (dalam arti tidak tertangkap atau terukur) bagi indera jasad.
Jadi karena keterbatasan indera jasad kita, ada wujud yang sebetulnya bukan
penghuni alam-alam yang lebih tinggi dari alam Mulk, tetapi juga tidak tertangkap
kemampuan indera jasad. Yang terukur oleh indera jasad contohnya tubuh/jasad
manusia, jasad hewan, jasad tumbuhan. Penghuni alam Mulk yang tidak terukur
oleh indera jasad contohnya adalah jin dengan segala kehidupannya. Jin dengan
segala kehidupannya bisa dimengerti oleh indera-indera malakuti (indera-indera an-
nafs/jiwa).8

7
Herbal beauty store, http://tarekataulia.blogspot.com/2013/12/kesempurnaan-konsep-takhalli-tahalli.html ,
tanggal 09 maret 2015 pukul 15:01.
8
Wawan TBH, https://serambitashawuf.wordpress.com/2010/12/05/alam-jabarut-alam-malakut-dan-
alam-mulk/
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Takhalli yakni penyucian diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir maupun batin.
Takhalli juga berarti menghindarkan diri dari ketergantungan terhadap kelezatan hidup
duniawi.

Tahalli yakni menghiasi dan membiasakan diri engan sikap perbuatan terpuji. Tahalli
ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan.apabila manusia mampu
mengisi hatinya dengan sifat-sifat terpuji maka ia akan menjadi cerah dan terang sehingga
dapat menerima cahaya ilahi sebab hati yang kotor tidak dapat menerima cahaya tersebut.

Tajalli adalah tersingkapnya hal-hal ghaib yang menjadi pengetahuan kita yang
hakiki disebabkan oleh nur yang dipancarkan Allah kedalam hati seseorang. Ada empat
macam tajalli yaitu tajalli Af`al, tajalli Asma’, tajalli sifat, dan tajalli Zat.

Alam Malakut adalah suatu alam yang tingkat kedekatan dengan aspek Allahnya
lebih rendah dari Alam Jabarut, namun masih lebih tinggi dari Alam Mulk yang tidak dapat
ditangkap oleh indera jasadiah kita.

B. Kritik dan Saran

Demikian makalah yang dapat penulis paparkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada khususnya serta khalayak ramai pada
umumnya. Kritik dan saran penulis harapkan demi terwujudnya makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan Ismail, 2014. Tasawuf : Jalan Rumpil Menuju Tuhan, Madiun : Jurnal An-
Nuha

Vol. 1, No. 1.

Husnaini Rovi, 2010. Hati, Diri dan Jiwa (Ruh), Bandung : Jurnal Aqidah dan
Filsafat Islam.

Masyharuddin dan Amin Syukur, 2002. Intelektualisme Tasawuf, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Miswar, 2015. Akhlak Tasawuf Membangun Karakter Islami, Medan : Perdana


Publishing.

Muhammad Bakran Hamdani Adz-Dzaky, 2002. Konseling dan Psikoterapi Islam:


Penerapan Metode Sufistik, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Royani Ahmad, 2019. Makalah Ilmu Tasawuf Takhalli, Tahalli dan Tajalli,
Banten: Fakultas Ushuluddin dan Adab Universitas Islam Negeri Sultan Maulana

Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai