PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberi kekuatan dan
kesempatan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di
harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini
membahas tentang ” Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu- Ilmu Lain” dapat
meningkatkan pengetahuan kita.
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat
minim, sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih
kami harapkan demi perbaikan makalah ini. kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
BAB I: PENDAHULUAN
2.4 Hubungan Ilmu Tasawuf dan Ilmu Jiwa Agama (Transpersonal Psikologi)
.......................................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tasawuf adalah salah satu cabang Ilmu Islam yang menekankan dimensi atau
aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih
menekankan aspek rohaninya ketimbang jasmaninya. Dalam kaitannya dengan
kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang
fana.
Maka dalam makalah kami telah membahas hubungan ilmu tasawuf dengan
beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu kalam, ilmu fikih, ilmu filsafat,
dan ilmu jiwa. Dengan tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan ilmu-ilmu
tersebut.
1.3 Tujuan
1
1. Untuk mengetahui hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam.
2. Untuk mengetahui hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqih.
3. Untuk mengetahui hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Filsafat.
4. Untuk mengetahui hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu kalam berasal dari kata "kalam" yang artinya pembicaraan atau perkataan.
Menurut istilah, Imu Kalam adalah kajian ilmiah yang berupaya untuk memahami
keyakinan keagamaan dengan didasarkan pada argumentasi pokok yang kuat.1 Ilmu
Kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan
tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Dalam aplikasinya, ia menggunakan
metode penalaran dalam menetapkan kebenaran ajaran aqidah yang telah digariskan
dalam wahyu llahi yang bertujuan untuk menolak paham-paham yang keliru atau
menyimpang dari aqidah yang benar dengan menggunakan dalil-dalil aqliyah.
persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan
dasar-dasar argumentasi, baik rasional atau aqliyah maupun aqli atau berdasarkan
pada Nash Alquran dan hadis. argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah
landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis.
Ilmu Kalam merupakan bagian penting dari pemikiran slam dan merupakan
langkah awal dalam usaha untuk merasionalisasikan aqidah Islam. Ilmu aqidah
disebut juga Imu Tauhid yakni ilmu yang mempelajari sifat-sifat Tuhan dimana salah
satu sifat terpenting-Nya adalah Esa vakni dalam Esa dalam zat sifat Dan Afal atau
perbuatan ilmu ini sendiri muncul dalam Islam karena adanya proses sejarah dari
umat Islam sendiri sehingga belum dikenal atau belum muncul pada masa nabi dan
sahabat meskipun beberapa persoalan yang ada didalamnya pernah dipertanyakan
atau diperdebatkan.2
Pembicaraan materi yang tercakup dalam Ilmu Kalam terkesan tidak menyentuh
dzauq (rasa ruhani). Sebagai contoh, Ilmu Kalam atau Ilmu Tauhid menerangkan
bahwa Allah bersifat seperti Maha Esa (ahad, wahid), Maha Pengasih (rahman),
Maha Penyayang (rahim), Maha Lembut (lathif), Maha Mendengar (sama'), Maha
Melihat (bashar), Maha Berbicara (kalam), Maha Berkehendak (iradah), Maha Kuasa
(qudrah), Maha Hidup (hayat), dan sebagainya. Namun, Ilmu Kalam atau Imu Tauhid
tidak menjelaskan bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan bahwa Allah
mendengar dan melihat; bagaimana perasaan hati seseorang ketika ia membaca
Alquran, dan bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta
1
Muhammad Iqbal Irham. Akhlak Tasawuf. (Medan: Wal Ashri Publishing. 2018). Cet I.
2
Harun Nasution. Tealogi Islam, Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan. (Jakarta: UI-
Press. 1986). Hal. x.
3
merupakan pengaruh dari qudrah (kekuasaan) Allah. Karena itu, IImu Tasawuf
memberikan penjelasan bagaimana merasakan sifat-sifat Allah tersebut dalam diri
manusia. Dengan demikian Ilmu Tasawuf memberikan wawasan rubani atau spiritual
dari penjelasan Imu Kalam. Dalam hal ini tasawuf adalah meneladani sifat-sifat
Allah.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi
wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui
hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu
tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu
tasawuf merupakan penyempurnaan ilmu tauhid Jika dilihat dari sudut pandang
bahwa ilmu tasawuf merupakan Sisi terapan ruhani dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu jika
timbul suatu aliran yang bertentangan dengan aqidah, atau lahir suatu kepercayaan
baru yang bertentangan dengan Alquran dan Sunnah, maka hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan
dalam Alquran dan Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama ulama salaf,
maka hal itu harus di tolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohani
dalam perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia
islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan
naqliyah. Jika tidak diimbangi oleh kesadaran rohani ilmu kalam dapat bergerak ke
arah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan
rohani sehingga ilmu kalam tidak dikesankan sebagai dialektika keislaman belaka
yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qolbiah (hati).
4
dengki, hasad, dan sombong. Andaikata manusia sadar bahwa Allah-lah yang
memberi, niscaya rasa hasad dan dengki akan sirna. Dari sinilah dapat dilihat bahwa
ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah atau
pendakian para kaum sufi.
Untuk melihat lebih lanjut hubungan antara ilmu tasawuf dan ilmu tauhid
Alangkah baiknya bila kita memperhatikan paparan Al Ghazali dalam bukunya yang
berjudul Al-Maqhad al-Asna fi Syarh al-Asma Allah al-Husna, Al Ghazali
menjelaskan dengan baik mengenai persoalan tauhid kepada Allah, terutama
berkenaan dengan nama-nama Allah yang merupakan materi pokok ilmu tauhid.
Nama Tuhan ar-rahman dan ar-rahim, pada aplikasi rohaninya merupakan sifat yang
harus diteladani. Jika sifat ar-rahman yang diaplikasikan, seseorang akan memandang
orang lain, bahkan orang yang durhaka sekalipun, dengan pandangan yang penuh
kelembutan bukan pandangan kekerasan ia akan melihat orang dengan mata rahim
bukan dengan mata menghina. Ia akan mencurahkan ke-rahim-annya kepada orang
yang durhaka agar orang tersebut dapat diselamatkan. Jika melihat orang lain
menderita atau sakit orang yang rahim akan segera menolongnya.
Menurut Al Ghazali orang yang meneladani sifat Rahman dan Rahim Allah akan
bersikap dan berperilaku kasih sayang kepada semua orang.3 Jadi pengetahuan
tentang sifat-sifat Allah pada dasarnya tidak cukup hanya sekedar pengenalan namun
harus dirasakan dan diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari yang semuanya
diperoleh dari ilmu tasawuf.
Nama lain Allah yang patut diteladani adalah Al qudus (Maha Suci). Seorang
hamba akan suci kalau berhasil membebaskan pengetahuan dan kehendaknya dari
khayalan dan segala persepsi yang dimiliki binatang. Dalam ilmu tasawuf semua
persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku,
tetapi akan dinamis dan aplikatif. Pada sisi lain ilmu kalam dapat berfungsi sebagai
pengawas atau pengendali dari ilmu tasawuf Apabila ada konsep-konsep didalamnya
yang tidak sesuai dengan kajian ilmu kalam yang berdasarkan kepada Alquran dan
Hadis, maka konsep tersebut harus diluruskan dengan demikian terlihat adanya
hubungan timbal balik yang harmonis antara ilmu tasawuf dengan ilmu kalam.
3
Al-Ghazali. Al-Maqbad al-Asna fi Syarh al-Asma Allah al-Husna. pent. Ilyas Hasan. Asmaul
Husna. (Bandung: Mizan, 1996). Hal. 73-74.
5
Secara umum fiqih didefenisikan sebagai : "ilmu tentang hukum - hukum
syari'ah amaliyah dari dalil - dalilnya yang terperinci (adillah tafshiliyyah)".4 Dari
defenisi ini dapat dilihat bahwa fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syari'ah
yang amaliyah yakni yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan manusia baik
dalam bentuk ibadah maupun mua'malah.
Tasawuf memberikan dimensi lain. Ibadah shalat dalam ilmu tasawuf bukan
sekedar terpenuhinya syarat-syarat dan rukun yang digariskan dalam fiqih. Lebih dari
itu shalat dimaknai dengan hubungan manusia dengan Tuhan. Hubungan ini meati
dengan benar-benar diusahakan dan disarankan dengan cara-cara yang telah
digariskan dengan tasawuf.
Demikian juga dalam bidang mua'malah. Jika dalam fiqih ada kebolehan untuk
mengumpul harta benda sebanyak-banyaknya asal lewat jalan yang benar, tasawuf
memberikan dimensi lain, bahwa harta benda yang banyak menimbulkan berbagai
akhlak yang tidak terpuji atau tercela.
Al-Qusyairi mengatakan :
"Setiap syari'at yang tidak didukung dengan hakikat maka urusannya tidak
diterima, setiap hakikat yang tidak didukung oleh syari'at maka urusannya tidak
berhasil".
4
Al- Amidi. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. (Mesir: Dar al-Hadits). Jilid I. Hal. 5.
6
Al-Ghazali mengatakan : Tidak akan sampai kepada tujuan kecuali setelah
diawali dengan hukum-hukum".5
Imam Malik menegaskan : "Barang siapa ber-fiqih (ber-tauhid) saja tanpa ber-
Tasawwuf niscaya berlaku fasik (tidak bermoral). Dan barang siapa ber-Tasawuf
tanpa ber-fiqih (ber-tauhid) niscahya ia jadi golongan zindiq (penyeleweng agama).
Dan barang siapa yang melakukan kedua-duanya niscahya ia menjadi golongan Islam
yang hakiki (tulen)".
Demikian hubungan yang erat antara tasawuf dengan fiqih yang tergambar dari
beberapa ungkapan diatas. Pengabacan syari'ah dengan alasan telah sampai kepada
hakikat dapat membuka jalan bagi pemahaman-pemahaman serba boleh pada tingkat
syari'ah dengan alasan "yang penting adalah hakikat". Pemahaman seperti ini, pasti
mengobrak-abrik ajaran agama, sekaligus dapat merusak tatanan hidup masyarakat
yang telah diatur dalam syari'at yang selama ini telah dipegang oleh masyarakat.
Paling tidak pengabaian syari'ah dapat melahirkan sikap relativisme, karena semua
dapat dianggap benar asal saja dapat mengantarkan kepada hakikat (bersatu dengan
Tuhan).
Filsafat berasal dari bahasa arab yaitu Falsafah dan philosopia bahasa yunani
yang berarti philos yakni cinta, suka dan Sophia yakni pengetahuan, hikmah
(wisdom). Filsafat dari segi praktis berarti alam pikiran atau alam berfikir. Meski
filsafat artinya berfikir, namun tidak semua berfikir berarti berfilsafat karena
berfilsafat berarti berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
5
Muhammad Nawawi Al-Jawi. Maraqi al-Ubudiyah Syarh Ala’Mantan Bidaya al-Hidayah
Lihujjah al-islam. Abi Hamid Al-Ghazali. (Semarang: Pustaka Al-Alawiyyah). Hal. 5.
7
Filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
rasional. Metode yang di gunakan pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral
(menyeluruh) serta universal (mengalam) tidak merasa terikat oleh apa pun, kecuali
ikatan tangannta sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana
dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha
menjelaskan konsep-konsep.
Menurut Dzu al-Nun, ma’rifah yang hakiki tentang Allah bukanlah ilmu tentang
Wahdaniyah-Nya sebagaimana yang dimiliki kebanyakan orang mukmin. Ma’rifah
yang sebenarnya adalah ma’rifah tentang sifat keesaan yang khusus dalam diri para
wali Allah, karena merekalah yang menyaksikan Allah dengan Qalb mereka sehingga
terangkatlah hijab bagi mereka apa yang tidak terbuka bagi hamba-hamba Allah yang
lainnya.
Dalam konteks perolehan ilmu pengetahuan, Ibn Al-arabi tidak menafikan akal
fikiran sebagai alat untuk mendapatkannya meskipun ia tetap menunjukkan berbagai
kelemahan pikiran tersebut. Menurutnya, usaha manusia untuk memperoleh ilmu
pengetahuan dengan berbagai cara yang dimilikinya, menempatkan manusia pada 3
golongan yaitu :
Manusia yang meraih ilmu dengan menggunakan refleksi, mereka ini disebut ahl
al-fikr (pemilik pikiran) , al-nazar (pemilik penalaran). Orang yang temasuk kategori
ini membatasi tuhan pada pengertian yang ditetapkan akalnya. Manusia yang
mengetahui tuhan melali kesaksian imajinasi berdasarkan pada apa yang dibawa oleh
para nabi dan para rasul dari tuhan. Ia menerima apa yang disamapikan para nabi dan
rasul namun tidak berani bersikap kritis terhadap apa yang dianggapnya berlawanan
dengan akal. Ia memahami ayat Al-Qur’an sebagaimana apa adanya dan tidak
berupaya untuk melakukan penakwilan atau pengalihan ayat-ayat itu dari arti
lahiriyahnya.
8
2.4 Hubungan Ilmu Tasawuf dan Ilmu Jiwa Agama (Transpersonal Psikologi)
Dengan melihat pengertian psikologi dan agama serta objek yang dikaji, dapat
diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang
meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari
seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta
keadaan hidup pada umumnya. Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu
yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau
mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir,
bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Ilmu Jiwa Agama adalah sebagai salah satu cabang Ilmu Jiwa yang masih relatif
baru mempunyai dua bidang pengetahuan yang berbeda antara yang satu dengan yang
lain. Sebagian harus tunduk kepada agama sedangkan yang lainnya tunduk kepada
Ilmu Jiwa Agama.6
Ilmu Jiwa adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari semua aspek
perilaku manusia yang ditinjau dari semua sudut serta menyajikan prinsip-prinsip
yang elementer, esensial dan universal.7
6
Zakiyah Darajat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970). Hal. 1-2.
7
Soergarda Poerbakawatja (1982). Hal. 298.
9
Ilmu Jiwa Agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja pada diri seseorang, Hal ini
disebabkan karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku
tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya sebab keyakinan tersebut masuk dalam
konstruksi kepribadian.8
Dalam Ilmu Jiwa disebutkan bahwa orang yang bermental sehat akan merasakan
kebahagiaan, hidup yang bermakna serta berguna, mampu menyesuaikan diri dengan
berbagai situasi dan kondisi sehingga dapat terhindar dari penyakit jiwa, stres dan
perilaku buruk lainnya. Orang yang bermental tidak sehat sebaliknya akan
memunculkan ketidaknyamanan, kegelisahan serta kesengsaraan batin. la juga akan
melahirkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan baik bagi dirinya maupun
lingkungannya
Ilmu Tasawuf juga melihat hubungan antara sikap dan perilaku manusia dengan
dorongan atau hasrat yang muncul dari jwa yang menyebabkan perbuatan tersebut
ada. Para sufi menyatakan bahwa perilaku seseorang sangat tergantung dengan jenis
jiwa yang berkuasa dalam dirinya. Jiwa yang dikuasai oleh nafsu hewani akan
mendatangkan keserakahan, kesombongan, kebengisan, iri, dengki, dan hal-hal
negatif lainnya sementara jiwa yang dikuasai oleh cahaya Ilahi akan memunculkan
sikap sikap positif seperti kejujuran, keberanian, kelembutan, dan kasih sayang.
Karena itulah dalam Ilmu Tasawuf, jiwa mesti terus dibersihkan dengan berbagai
latihan (riyadhah) dan amalan. Semua praktek dan amalan dalam tasawuf pada
dasarnya merupakan latihan ruhani dan latihan jiwa untuk melakukan pendakian
spiritual ke arah yang lebih baik dan lebih sempurna. Praktek dan amalan ini
bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati agar lebih kokoh.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi
wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui
hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu
tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu
tasawuf merupakan penyempurnaan ilmu tauhid Jika dilihat dari sudut pandang
bahwa ilmu tasawuf merupakan Sisi terapan ruhani dari ilmu tauhid.
Ilmu tasawuf memberikan unsur-undur bathiniyah kepada fiqih. Fiqih akan
terasa sangat lahiriyah dan formalistik atau terasa amat kering jika tanpa tasawuf.
Sebaliknya fiqih pula memberikan aturan-aturan yang dengannya tasawuf terhindar
dari kebenarannya sendiri yang bathiniyah tanpa memperhatikan aturan-aturan
lahiriyah. Di sinilah perlunya menggabungkan antara syari'ah (dalam artian fiqih)
dengan hakikat (dalam artian tasawuf).
Filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
rasional. Metode yang di gunakan pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral
(menyeluruh) serta universal (mengalam) tidak merasa terikat oleh apa pun, kecuali
ikatan tangannta sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana
dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha
menjelaskan konsep-konsep.
Ilmu Tasawuf menghindarkan manusia dari berbagai penyakit kejiwaan dan
berusaha terus menerus melakukan kontak ruhani dengan Tuhan sehingga
memperoleh ketenteraman batin dan kemerdekaan jiwa dari segala pengaruh penyakit
jiwa. Dengan demikian antara Imu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa Agama memiliki
hubungan yang erat karena salah satu tujuan praktis dari Ilmu Jiwa sebagaimana
halnya Ilmu Tasawuf adalah agar manusia memiliki ketenangan hati, ketenteraman
jiwa serta terhindar dari penyakit psikologis seperti dengki, sombong, serakah dan
sebagainya. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa IImu Tasawuf lebih
memfokuskan pada kebersihan jiwa melalui pendekatan diri kepada Tuhan dengan
cara melakukan berbagai ibadah. Sedangkan Ilmu Jiwa lebih banyak menggunakan
teori teori dengan bebagai solusi di luar konteks ibadah yang dikenal dalam Ilmu
Tasawuf.
11
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal Irham, Muhammad. Cet I. 2018. Akhlak Tasawuf. Medan: Wal Ashri
Publishing.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah, Analisa
Perbandingan. Jakarta: UI-Press.
Nawawi Al-Jawi, Muhammad. Maraqi al-Ubudiyah Syarh Ala’Mantan
Bidaya al-Hidayah Lihujjah al-islam. Abi Hamid Al-Ghazali. Semarang: Pustaka Al-
Alawiyyah
Soergarda Poerbakawatja. 1982.
12