Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Konsep maqamat dan ahwal

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah akhlak tasawuf


Dosen Pengampu: Umar Rosadi.M.PD.I

Disusun Oleh:

Syifa amalia fauziah 210308022111200

Tika dwitahari 21030802211185

Selvi nurfitria 210 30802211100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik tepat waktu. Tanpa ridha dan petunjuk dari -Nya
mustahil makalah ini dapat di rampungkan.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu selaku dosen
pembimbing mata kuliah akhlak tasawuf sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “konsep maqamat dan ahwal.”
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan dapat di jadikan
sebagai pegangan dalam mempelajari materi tentang konsep maqamat dan ahwal.
Juga merupakan harapan kami dengan hadirnya makalah ini, akan mempermudah
semua pihak dalam proses perkuliahan pada mata kuliah akhlak tasawuf.
Sesuai kata pepatah “tiada gading tak retak”, kami mengharapkan saran dan
kritik,khsusnya dari rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi. Kesempurnaan hanya
milik Allah SWT.Akhir kata,semoga daya upaya yang kami lakukan dapat
bermanfaat, aamiin allahuma aamiin.

Bandung, 5 maret 2023


Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang...............................................................................................1

Rumusan Masalah..........................................................................................1

Tujuan Masalah..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian konsep maqamat...........................................................................2

Bagian-bagian konsep maqamat dan ahwal...................................................2

Macam-macam konsep maqamat dan ahwal..................................................4

BAB III PENUTUP

Kesimpulan....................................................................................................9

Saran...............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................10

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengenalan diri di kalangan sufi merupakan sesuatu yang sangat penting. Orang
yang tidak mau mengenali dirinya sendiri, sama saja dengan karung yang kosong
melompong. Ilmu pengetahuan diri dianggap ilmu rahasia. Orang yang belum
pernah belajar ilmu pengenalan diri dianggap belum sempurna
imannya.Maqamat di dalam tasawuf mempunyai arti sebagai tingkatan-tingkatan
yang harus di tempu oleh seorang sufi untuk mencapai ma’rifatullah (mengenal
Alloh), yang sifatnya permanen atau tetap, namun sifatnya tidak tegas dan tidak
berurutan.Didalam tasawuf, banyak teori yang menyebut karakter-karakter
keluhuran yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Karakter-karakter tersebut
tergambar dalam konsep-konsep yang salah satunya adalah maqamat.Dalam
konsep maqamat, terdapat banyak karakter keluhuran yang dijadikan syarat bagi
seseorang yang pendakian spiritual, dan karakter-karakter tadi yang diantaranya
adalah Taubah yang berarti semangat untuk melakukan perubahan yang lebih
baik.Atas dasar pemikiran di atas kami mengambil judul makalah “Tingkatan
Ahwal dan Tasawuf”. Dan juga masih terdapat karakter-karakter lain yang akan
dibahas lebih detail dalam makalah ini.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari konsep maqamat dan ahwal

Apa saja yang termasuk menjadi bagian-bagian konsep maqamat dan ahwal

Apa saja yang termasuk macam-macam konsep maqamat dan ahwal

Tujuan Masalah
Mengetahui pengertian dari konsep maqamat dan ahwal

Mengetahui bagian-bagian dari konsep maqamat dan ahwal

Mengetahui macam-macam konsep maqamat dan ahwal

BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN MAQAMAT

Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti


tempat atau kedudukan. Dalam Sufi Terminology,The Mystical Language of
Islam,maqam diterjemahkan sebagai spiritual. Karena sebuah maqam
diperoleh melalui daya upaya (Mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh
jalan spiritual. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan
hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik
melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Maqam dilalui seorang hamba
melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban
yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak
akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam
sebelumnya. Dengan demikian kualitas-kualitas tingkatan tersebut akan
senantiasa melekat, semakin tinggi kedudukan yang dicapai maka akan
sempurna dan utuh kualitas dari diri seseorang. .[1]

TINGKATAN MAQAMAT
A. TAUBAT

Taubat berasal dari Bahasa Arab taba-yatubu-taubatan yang berarti


“kembali” dan “penyelesalan”. Sedangkan pengertian taubat bagi kalangan
sufi adalah memohon ampun atas segala dosa yang disertai dengan
penyesalan dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi
perbuatan dosa tersebut dan diikuti dengan melakukan kebajikan yang
dianjurkan oleh Allah. Yang dimaksud sebagai maqam dalam tasawuf
adalah upaya taubat, karena merasakan kenikmatan batin. Taubat ini
dilakukan para sufi hingga mampu menggapai maqam yang lebih
tinggi.Ibnu Taimiyah membedakan taubat menjadi dua: taubat wajib dan
taubat sunnah. Taubat wajib adalah taubat karena menyesali perbuatan
yang meninggalkan perkara-perkara wajib, atau menyesal karena
melakukan perkara-perkara haram. Sedangkan taubat sunnah adalah
taubat karena menyesali perbuatan meninggalkan perkara-perkara
sunnah, atau karena menyesali perbuatan melakukan perkara-perkara
makruh.

B. WARA

Wara’,secara harfiah, berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau
maksiat. Sedangkan pengertian wara’ dalam pandangan sufi adalah
meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut
makanan, pakaian, maupun persoalan lainnya. Disamping meninggalkan sesuatu
yang belum jelas hukumnya, dalam sufi, wara’ suga berarti meninggalkan segala
hal yang berlebihan,baik berwujud benda dan perilku. Selain itu,juga
meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat.Para ahli tasawuf juga membagi
wara’ menjadi dua yaitu wara’ lahiriyah dan wara’ batiniyah. Wara’ lahiriyah
berarti meninggalkan segala hal yang tidak diridhoi oleh Allah,
sedangkan wara’ batiniyah adalah tidak menempatkan atau mengisi hati kecuali
dengan mengingat Allah.

C. ZUHUD

Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak


tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Dengan kata lain Zuhd adalah
menjauhkan diri dari apapun yang dapat memalingkan dari Tuhan. Dalam
pandangan kaum sufi, dunia dan segala isinya merupakan sumber kemaksiatan
dan kemungkaran yang dapat menjauhkannya dari Tuhan. Ketika seorang sufi
tidak lagi terbelenggu oleh kehidupan duniawi dan hanya membutuhkan Allah,
maka dengan sendirinya ia telah sampai pada derajat kefakiran faqr.
Sikap zuhd ini erat hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan
berhasil apabila hati dan keinginannya masih terkait kepada kesenangan
duniawi. Dalam tasawuf,Zuhd merupakan maqam yang yang sangat
menentukan.

D. Farq

Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau
orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir dipandang sebagai sikap
hidup yang tidak terlalu berlebihan atau memaksakan diri untuk mendapatkan
sesuatu. Tidak menuntut lebih dari apa yang telah diterimakan kepadanya.
Karena segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah menjadi milik Allah
SWT. Kebanyakan para sufi memilih untuk hidup miskin karena semakin banyak
harta benda yang dimiliki akan semakin menyulitkan mereka dihari kiamat.
Kekayaan atau kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang dapat memalingkan
seseorang dari Tuhannya.Untuk dapat menghilangkan diri dari golongan duniawi
dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Oleh karenanya orang yang faqr pada
dasarnya adalah orang yang telah mencapai maqam sabr.

E.  SABAR

Sabar, secara harfiah,berarti tabah hati.Sabar berarti menjauhkan diri dari hal-
hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetap tenang ketika mendapat
cobaan dan menampakkan sikap cukup, walaupun sebenarnya berada dalam
kefakiran. Kesabaran merupakan suatu kekuatan yang membuat diri seseorang
dapat bertahan dari segala macam dorongan dan gangguan yang datang dari luar
dirinya.Sedemikian pentingnya sabar dalam kehidupan manusia,maka para sufi
menjadikan sabar sebagai maqamah yang teramat penting untuk dilalui dalam
perjalanan spiritualnya.

F. TAWAKAL

Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Sehingga seseorang yang telah
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah,tidak ada keraguan dan kemasygulan
tentang apapun yang menjadi keputusan Allah. Seseorang yang ada pada maqam
tawakkal akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Ia senantiasa merasa
mantap dan optimis dalam bertindak.

G. Ridla

Ridha, secara harfiah, berarti rela, senang dan suka. Sedangkan pengertiannya
secara umum adalah tidaK menentang qadha dan qadar Allah,
menerima qadha dan qadar dengan hati senang. Mengeluarkan perasaan benci
dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira.
Ridla adalah buah dari tawakkal.Dimana jika seorang sufi telah bebar-benar
melaksanakan tawakkal maka dengan sendirinya ia akan sampai pada maqam
ridla.

B . AHWAL

A. PENGERTIAN AHWAL

Ahwal adalah jamak dari hal yang berarti keadaan atau situasi kejiwaan. Secara
terminology, Ahwal berarti keadaan spiritual yang menguasai hati.Hal masuk dalam
hati seseorang sebagai anugrah yang diberikan oleh Allah.Hal datang dan pergi dan
pergi dari diri seseorang dengan tanpa usaha. Karena dengan cara tiba-tiba,maka
pada dasarnya maqam adalah upaya (makasib) sedang hal adalah karunia
(mawahib). Sehingga kadang hal datang dalam waktu yang cukup lama dan kadang
datang hanya sekejap.Banyak kalangan yang menyatakan bahwa jika dipahami lebih
dalam, pada dasarnya hal tidak lebih merupakan bagian dari manifestasi tercapainya
maqam sesuai dengan hasil usaha yang sungguh-sungguh dengan amalan-amalan
yang baik dan dengan penuh kepasrahan kepada Allah. Meskipun hal merupakan
kondisi yang bersifat karunia (mawahib) namun seseorang yang ingin
memperolehnya tetap harus melalui upaya dengan memperbanyak amal baik atau
ibadah. Pada dasarnya ahwal dan maqamat adalah satu kesatuan,perbedaannya
Jika maqam diperoleh melalui usaha, akan tetapi hal bukan diperoleh melalui
usaha,melainkan anugerah dan rahmat dari Tuhan. Maqam sifatnya permanen,
sedangkan hal sifatnya temporer sesuai tingkatannya.

B. Tingkatan Ahwal

A. Muraqabah
Muraqabah adalah kondisi kejiwaan yang dengan sepenuhnya ada dalam
keadaan konsentrasi dan waspada. Merasa selalu diawasi oleh Allah SWT
sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hal penting yang harus
ditunjukkan dalam muraqabah adalah konsistensi diri terhadap perilaku yang
baik. Oleh karenannya,melakukan muraqabah dibutuhkan disiplin yang tinggi .
Kedisiplinan inilah yang akan menghantar seseorang menuju kebahagiaan yang
hakiki.
B. Mahabbah

Mahabbah (cinta) mengandung arti keteguhan dan kemantapan.Seseorang yang


sedang dilanda cinta. Ia senantiasa teguh dan mantap ,serta senantiasa
mengingat dan memikirkan yang dicinta. Mahabbah pada tingkatan selanjutnya
dapat diartikan suatu usaha sungguh-sungguh  dari seseorang untuk mencapai
tingkat rohaniah tertinggi dengan terwujudnya kecintaan yang mendalam
kepada Allah.
C. Khauf
Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang
sempurna pengabdianya. Takut dan khawatir kalau Allah tidak senang
kepadanya. Perasaan takut ini sangat sulit untuk bisa dipahami oleh seseorang
dengan kasat mata, karena hal ini sangat terkait dengan pengalaman
keberagamaan seseorang yang bersifat pribadi. Perasaan takut akan
memberikan dorongan untuk melakukan yang terbaik sehingga akan menerima
akibat yang baik pula.
D. Raja’
Raja’ dapat berarti berharap atau optimisme, yaitu perasaan senang hati karena
menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Seseorang yang mengharapkan
sesuatu akan berupaya semaksimal mungkin untuk meraih dan merealisasikan
harapannya. Jika perasaan takut dilengkapi dengan harapan,maka akan
menimbulkan keberanian pada diri seseorang.
E. Shauq
Shauq (rindu) merupakan luapan perasaan yang mengharapkan untuk
senantiasa bertemu dengan sesuatu yang dicintai. Begitu pula seorang hamba
yang dilanda kerinduan pada Allah SWT akan terlepas dari hasrat selain Allah.
Sebagai bukti dari perasaan shauq adalah terbebasnya dari hawa nafsu.
F. Uns

Uns (perasaan suka cita) merupakan kondisi kejiwaan dimana seseorang merasakan
kedekatan dengan Tuhan. Seseorang yang ada pada kondisi uns akan merasaka
kebahagiaan, kegembiraan serta suka cita yang meluap-luap. Dalam keadaan seperti
ini, seorang sufi merasakan tidak ada yang dirasa, tidak ada yang diingat, tidak ada
yang diharap kecuali Allah. Segenap jiwa terpusat kepada-Nya.

G. Tuma’ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir, tidak
ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai
tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Seseorang yang telah mencapai
tingkatan thuma’ninah, ia telah kuat akalnya, kuat imannya dan ilmunya serta
bersih ingatannya. Jadi, orang tersebut merasakan ketenangan, bahagia, dan
tentram.
H. Musyahadah
Musyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Secara
terminologi, musyahadah adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang
dicarinya (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan dan keagungan Allah.
Seorang sufi telah mencapai musyahadah ketika sudah merasakan bahwa Allah
telah hadir atau Allah telah berada dalam hatinya dan seseorang sudah tidak
menyadari segala apa yang terjadi, segalanya tercurahkan pada yang satu, yaitu
Allah.
I. Yaqin
Yaqin merupakan sebuah kepercayaan yang kuat dan tidak tergoyahkan tentang
kebenaran pengetahuan yang dimiliki,karena penyaksiaannya dengan segenap
jiwanya dan dirasakan oleh seluruh ekspresinya serta disaksikan oleh segenap
eksistensinya.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan


Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan. Sedangkan ahwal adalah
kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang
hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan
jiwa atau sebagai pemberian semata. Pada dasarnya pencapaian maqamah dan
ahwal adalah merupakan pengalaman spiritual yang bersifat pribadi, sehingga
yang mengetahui secara persis adalah sufi yang mengalaminya secara langsung .

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Muhayya.1996/1997.Maqamat dan Ahwal. Jakarta: Depag RI.


Muhammad, Hasyim.2002.Dialog antara Tasawuf dan
Psikologi.Yogyakarta : Pustaka pelajar.

http://ipnu-ippnu-joho.blogspot.com/2013/05/maqamat-dan-ahwal-
dalam-tasawuf

Syukur, Amin.2003. Tasawuf Kontekstual.  Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

[1] Hasyim Muhammad,Dialog antara Tasawuf dan


Psikolog,Yogyakarta,Pustaka pelajar.2002.Hal:25

http://kurnia-yalid.blogspot.co.id/p/bab-i-pendahuluan-a_48.html

Anda mungkin juga menyukai