Disusun Oleh :
2022
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt. atas segala limpahan nikmat
dan karunia-Nya, dan atas rida-Nya akhinya penulis diberikan keluangan waktu
untuk dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya.
Makalah ini berisikan tentang Mengenal Al- Ahwal yang didalamnya menjelaskan
tentang Al-Ahwal, al-Muraqabah, al-Khauf, dan al-Raja’.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
A. Rumusan Masalah..................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................2
A. Pengertian Al-Ahwal...............................................................................................2
1. Muraqabah.............................................................................................................2
a. Manfaat Muraqabah..............................................................................................3
b. Macam-macam Sifat Muraqabah...........................................................................3
c. Sikap Muraqabah Dalam Al-Qur’an........................................................................4
d. Cara Untuk Menumbuhkan Sifat Muraqabah.........................................................5
2. Khauf......................................................................................................................6
a. Tanda-tanda Khauf.................................................................................................6
b. Manfaat Khauf........................................................................................................7
3. Raja’ (Harapan).......................................................................................................8
a. Manfaat dari Al-Raja’..............................................................................................9
b. Tanda-tanda Raja’..................................................................................................9
c. Proses Pencapaian..................................................................................................9
BAB III...............................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................................10
Kesimpulan...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................iv
iii
DAFTAR ISIB
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ahwal adalah bentuk jama’ dari ‘hal’ yang biasanya diartikan sebagai
keadaan mental atau mental states yang di alami para sufi di sela-sela perjalanan
spiritualnya. Ibnu Arabi menyebutkan hal sebagai sifat yang dimiliki seorang salik
pada suata waktu dan tidak pada waktu yang lain,seperti kemabukkan dan fana.
Eksisitensinya bergantung pada sebuah kondisi, ia akan sirna manakala kondisi
tersebut tidak lagi ada. Hal tidak dapat dilihat dan di pahami tetapi dapat
dirasakan oleh orang yang mengalaminya dan karenanya sulit dilukiskan dengan
ungkapan kata. Ahwal sering di peroleh secara spontan sebagai hadiah dari
Tuhan. Dan di jelaskan dalam sebuah buku bahwa “Jika maqam diperoleh melalui
usaha, akan tetapi hal bukan diperoleh melalui usaha, akan tetapi
dan itulah hal. Sebagian sufi brpendapat bahwa al-ahwal tardiri dari al-
muraqabah, al- khauf, dan al-raja’.Maka untuk mengatahuai lebih lanjut apa itu
Al-ahwal kami akan menjelaskan satu persatunya sekarang singkat.1
A. Rumusan Masalah
B. Tujuan
1
Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum Singer, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 57
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Ahwal
Istilah ahwal merupakan bentuk jamak dari hal. Secara etimologi, ahwal
berarti sifat dan keadaan sesuatu. Secara terminologi, yang dimaksud dengan
ahwal adalah keadaan atau kondisi psikologis yang dirasakan ketika seorang sufi
mencapai maqam tertentu.
Dapat dikatakan bahwa hal merupakan pemberian yang berasal dari Tuhan
kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Pemberian itu ada kalanya tanpa melalui
usaha. Tidak semua orang yang berusaha itu berhasil, namun ia menjadi dambaan
bagi setiap orang yang menjalani tasawuf. Hubungan antara usaha dan hasil dalam
perkara ini tidak bersifat mutlak.2
1. Muraqabah
Dari segi bahasa muraqabah berarti pengawasan dan pantauan. Karena
sikap muraqabah ini mencerminkan adanya pengawasan dan pemantauan Allah
terhadap dirinya. Adapun dari segi istilah, muraqabah adalah, suatu keyakinan
yang dimiliki seseorang bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya, melihatnya,
mendengarnya, dan mengetahui segala apapun yang dilakukannya dalam setiap
waktu, setiap saat, setiap nafas atau setiap kedipan mata sekalipun.
2
bermuqarabbah dengan benar-benar menenggelamkan hati, perasaan, dan diri
mereka sepenuhnya pada keagungan dan kewibawaan Allah.
a. Manfaat Muraqabah
1) Suatu hal yang sudah pasti dari adanya sifat seperti ini adalah optimalnya
ibadah yang dilakukan seseorang serta jauhnya ia dari kemaksiatan.
Karena ia menyadari bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan: “Barang siapa yang
merindukan pertemuan dengan Allah, maka Allah pun akan merindukan
pertemuannya dengan diri-Nya. Dan barang siapa yang tidak menyukai
pertemuan dengan Allah, maka Allah pun tidak menyukai pertemuan
dengannya” (HR. Bukhari). Dan rasa rindu seperti ini tidak akan muncul
kecuali dari adanya sifat muraqabah.
2) Sesorang yang bermuraqabah kepada Allah, akan memiliki ‘firasat’ yang
benar. Al- Imam al-Kirmani mengatakan, “Barang siapa yang
memakmurkan dirinya secara dzahir dengan ittiba’ sunnah, secara batin
dengan muraqabah, menjaga dirinya dari syahwat, manundukkan dirinya
dari keharaman, dan membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang
halal, maka firasatnya tidak akan salah.” (Ighatsatul Lahfan, juz I/ 48).
3
3) Muraqabah dalam hal-hal yang bersifat mubah, seprti menjaga adab-adab
terhadap Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan-
Nya pada kita, bermuamalah yang baik kepada setiap insan, jujur, amanah,
tanggung jawab, lemah lembut, perhatian, sederhana, ulet, berani dan lain
sebagainya.
4) Muraqabah dalam musibah yang menimpanya, yaitu dengan ridha pada
ketentuan Allah SWT serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh
kesabaran.
1) Pengetahuan Allah tentang apa yang ada dalam hati kita (QS. Al-Baqarah:
284) “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi. Dan jika kamu menampakkan apa yang ada di
dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka
Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
2) Pengetahuan Allah tentang setiap gerak-gerik kita, hingga dalam sujud
sekalipun. (QS. Asy-Syuara: 218-220) “Yang melihat kamu ketika kamu
berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu
di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
3) Kebersamaan Allah dengan diri kita. (QS. Al-Hadid: 4) : “Dan Dia
bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.”
4) Pengetahuan Allah tentang sesuatu yang tidak diketahui makhluknya Allah
berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 30 "Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
5) Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada dihadapan manusia
maupun dibelakangnya Allah berfirman, QS. Al-Baqarah:255: “Allah
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki- Nya.”
4
Terdapat beberapa cara untuk dapat menumbuh suburkan sikap muraqabah
ini, diantara caranya adalah:
5
2. Khauf
Secara termininologis, yang dimaksud dengan al-khauf (tajut) adalah
menghindari perbuatan terlarang yang tidak haram, dan menjauhi sama sekali
perbuatan haram. Dalam perspektif al-Qusyairi, khauf adalah perasaan di
kedalaman hati yang menghindarkan seorang salik dari segala yang tidak disukai
dan tidak diridhai Allah. Al-Qusyairi menegaskan bahwa khauf sangat
berpengaruh pada masa depan. Ia berkata, ‘khauf adalah sebuah makna yang
berhubungan dengan masa depan, karena orang yang bersangkutan takut
melakukan sesuatu yang tidak disukai atau takut melewatkan sesuatu yang
disukai, dan semua itu hanya dapat terjadi di masa depan.
Khauf (rasa takut kepada Allah) adalah cambuk Allah swt untuk
menggiring hamba- hambaNya menuju ilmu dan amal agar mereka mendapatkan
kedekatan dengan Allah swt. Khauf inilah yang mencegah diri dari perbuatan
maksiat dan mengikatnya dengan bentuk- bentuk ketaatan.Rasa takut kepada
Allah SWT yang tertanam dalam diri setiap hamba adalah benih dari perjalanan
sebuah proses keimanan, dimana pokok-pokok ibadah telah dijalankan dengan
baik dan sempurna. Ada tiga pokok ibadah yang tidak boleh lepas apalagi
ditinggalkan oleh manusia dalam pengabdiannya kepada Sang khalik. Hati selalu
berzikir, lidah menyampaikan nasihat dan kebenaran dan tubuh sebagai pelaksana
dari amal-amal shalih untuk mencapai keridhaan dan menghadirkan cinta-Nya.
Kekurangan Khauf akan mengakibatkan kealpaan dan keberanian untuk berbuat
dosa. Sebaliknya terlalu berlebihan dalam Khauf akan menyebabkan putus asa-
putus harapan. Sebagaimana yang terdapat dalam surah ali imran ayat 175:
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti
(kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-
benar orang yang beriman.
a. Tanda-tanda Khauf
Orang mukmin yang sejati ialah orang yang takut kepada Allah swt.
dengan seluruh organ dan anggota tubuhnya. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Imam Abu Laits, bahwa takut kepada Allah dapat dilihat indikasinya
dalam tujuh hal berikut ini:
1) Lidahnya: Orang yang takut kepada Allah swt., selalu berusaha mencegah
lidahnya dari berbohong, menggunjing, mengadu domba, membuat dan
mengobral perkataan yang tidak berguna. Ia akan menjadikan lidahnya
sibuk untuk selalu dzikir kepada Allah swt., membaca Al-Qur'an,
berdiskusi dan mengkaji ilmu.
2) Hatinya: Orang yang takut kepada Allah swt., akan selalu mengeluarkan
rasa permusuhan, kebohongan, dan kedengkian dari dalam hatinya karena
6
kedengkian itu dapat merusak kebaikan.
3) Penglihatannya: Orang yang takut kepada Allah swt., tidak akan melihat
pada yang haram, baik mengenai makanan, minuman, pakaian dan lain
sebagainya. Dia tidak memandang dunia dengan nafsu ambisi dan
keinginannya, tetapi dia memandangnya untuk mengambil pelajaran dan
ibrah. Dia tidak memandang pada sesuatu yang tidak halal dilihat olehnya.
4) Perutnya: Orang yang takut kepada Allah swt., tidak akan memasukkan
makanan yang haram ke dalam perutnya, karena yang demikian itu adalah
dosa yang besar.
5) Tangannya: Orang yang takut kepada Allah swt., tidak mau menerima
sesuatu yang haram, tetapi selalu berusaha untuk menggapai dan meraih
yang mengandung unsur ketaatan dan dapat mendekatkan diri kepada
Allah swt.
6) Kedua Kakinya: Orang yang takut kepada Allah swt., tidak akan
melangkahkan kakinya untuk berjalan dalam kemaksiatan kepada Allah
swt. Tetapi kakinya digunakan berjalan dalam ketaatan kepada Allah swt.,
untuk mencari keridhaan-Nya, untuk berjalan ke arah kebaikan, bergaul
bersama ulama dan orang-orang yang shaleh.
7) Ketaatannya: Orang yang takut kepada Allah swt., selalu
mengorientasikan segala aktivitas ketaatan dan keshalehannya hanya
untuk mencari keridhaan Allah swt., menjauhi sifat riya' dan
kemunafikan.3
b. Manfaat Khauf
Keharusan seseorang memiliki rasa takut didasarkan atas dua
hal;
3. Raja’ (Harapan)
3
Ja’far, Gerbang Tasawuf, (Medan: Perdana Publishing, 2016), hlm.89.
7
Raja’ atau harap adalah memerhatikan kebaikan dan berharap dapat
mencapainya, melihat berbagai bentuk kelembutan dan nikmat Allah swt., dan
memenuhi diri dengan harapan demi masa depan serta hidup demi meraih harapan
tersebut. Para sufi memberi definisi raja’ dengan pernyataan, “keterkaitan hati
dengan sesuatu yang disukai yang akan dicapai dimasa mendatang”. Berdasarkan
definisi ini maka raja’ dapat diartikan sebagai penantian datangnya kebaikan-
kebaikan dan harapan terhadap ampunan dari maksiat melalui tobat.
Seorang yang beriman kepada Allah SWT tentunya memiliki sifat raja’.
Dengan sifat raja’ tersebut maka akan tercermin suatu sikap yang khusnudzon,
berhaluan maju, dan berpikir yang islami. Khusnudzon adalah sifat yang terpuji
yaitu sifat yang menunjukkan prasangka yang baik. Sifat kebalikannya adalah
su’udzan yaitu suatu prasangka buruk. Seseorang yang bersifat raja’ akan selalu
berprasangka baik terhadap Allah SWT, selalu optimis dalam hidup guna
meningkatkan kualitas hidup, berusaha sekuat tenaga untuk meraih yang
diinginkan, masalah hasil diserahkan kepada Allah SWT.
4
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2015), hal.177.
8
Allah SWT yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan
menjauhi segala larangan-Nya. (Baca surat Adzariyat ayat 56)
b. Tanda-tanda Raja’
1) Selalu berpegang teguh kepada tali agama Allah, yaitu agama islam
2) Selalu berharap kepada Allah, agar selalu diberikan kesuksesan dalam
berbagai macam usaha dan mendapat ridho dariNya
3) Selalu merasa takut kepada ancaman dan siksaan Allah di akhirat kelak
4) Selalu cinta kepada Allah
c. Proses Pencapaian
1) Optimis adalah memungkinkan seseorang melewati setiap warna
kehidupan dengan lebih indah dan membuat suasana hati menjadi tenang.
2) Dinamis adalah sikap untuk terus berkembang, berfikir cerdas, kreatif,
rajin, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Orang yang bersikap
dinamis tidak akan mudah puas dengan prestasi-prestasi yang ia peroleh,
tetapi akan terus menerus berusaha untuk meningkatkan kualitas diri.5
5
Iqbal Irham, Membangun Moral Bangsa Melalui Akhlak Tasawuf, (Ciputat: Pustaka Al-
Ihsan, 2013), hlm.143.
9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ahwal adalah bentuk jama’ dari kata hal, yang berarti kondisi mental atau
situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan hasil
dari usahanya.Hal bersifat sementara, datang dan pergi ;datang dan pergi bagi
seorang sufi dalam perjalananya mendekati Tuhan.
Khauf menurut ahli sufi bararti suatu sikap mental takut kepada allah
karena khawatir kurang sempurna pengabdian. Takut dan khawatir kalau Allah
tidak senang kepadanya. Oleh karena adanya perasaan seperti itu, maka ia selalu
berusaha untuk memperbaiki dan lebih meningkatkan amal perbuatannya dan
jangan sampai menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh Allah.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum Singer. 2013. Akhlak Tasawuf.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Samsul Munir Amir. 2014. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Sinar Grafika Offest.
iv