AL - AHWAL
Disusun oleh :
Kelompok 8
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, Inayah, taufik dan hinayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami akhir periode dakwah
Rasulullah di kota Mekkah.
Penulis mengakui masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu diharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Mengenai hal ini, ia juga memberi contoh tentang warna kuning yang dapat di
bagi menjadi dua bagian, ada warna kuning yang tetap seperti warna kuning pada
emas dan warna kuning yang dapat berubah seperti pada sakit kuning. Seperti itulah
kondisi atau hal seseorang, kondisi atau sifat yang tetap di namakan maqom
sedangkan yang sifatnya berubah dinamakan hal.menurut Syihabuddin rawardi
seseorang tidak mungkin naik ke maqom yang lebih tinggi sebelum memperbaikki
maqom yang sebelumnya. Namun, sebelum beranjak naik dari maqom yang lebih
tinggi turun lah hal yang dengan itu maqom nya menjadi kenyataan. Oleh karena
itu, kenaikkan seorang salik dari satu maqom ke maqom berikutnya di sebabkan
oleh kekuasaan Allah dan anugerah-Nya, bukan di sebabkan oleh usahanya sendiri.
Hal terdiri dari beberapa macam, diantara macam-macam hal yaitu :
muroqobah,khauf, roja, syauq, mahabbah, tumaninah, musyahadah, yaqin.
2
2.2. Tingkatan Al-ahwal
Mengenai tingkatan hal (al-ahwaal) menurut Abu Nash As Sarraj, dapat
dikemukakan sebagai berikut;
- Muraqabah
- Khauf
Menurut al-Qusyairi, takut kepada Allah berarti takut terhadap hukumnya. Al-
khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang
sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa
tidak senang kepadanya. Ibn Qayyim memandang khauf sebagai perasaan bersalah
dalam setiap tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati
inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah.
- Raja
3
- Syauq
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi
menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian
syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa
rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan
rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki
pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan
pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan
rasa senang dan gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa
rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.
- Mahabbah
Cinta (mahabbah) adalah pijakan atau dasar bagi kemuliaan hal. Seperti halnya
taubat yang menjadi dasar bagi kemuliaan maqam.[17] Al-Junaid menyebut
mahabbah sebagai suatu kecenderungan hati. Artinya, hati seseorang cenderung
kepada Allah dan kepada segala sesuatu yang datang dariNya tanpa usaha. Adapun
dasar paham mahabbah antara lain dalam firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap
orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang
berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. Q. S. al-Maidah :
54
4
cenderung pada keindahan atau kecantikan lain yang mungkin terlihat olehnya atau
mengalihkan pandangannya dari keindahan Allah. 3) ia mesti lebih mencintai
sarana untuk bersatu dengan kekasih dan tunduk. 4) karena dipenuhi dan dibakar
cinta, ia mestilah menyebut-nyebut nama Allah tanpa lelah. 5) Ia harus mengabdi
kepada Allah dan tidak menentang perintahNya. 6) apapun pilhannya
pandangannya selalu mengharapkan keridhaan Allah. 7) menyaksikan Allah dan
bersatu denganNya tidak harus mengurangi kadar cinta dalam dirinya. Dalam
dirinya harus bangkit sifat syauq, dan ketakjuban.
Tokoh utama paham mahabbah adalah Rabiah al-Adawiyah (95 H-185 H).
Menurutnya, cinta kepada Allah merupakan cetusan dari perasaan cinta dan rindu
yang mendalam kepada Allah. Konsep mahabbahnya banyak tertuang dalam syair-
syairnya.
- Tumaninah
Secara bahasa tumaninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was
atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah
mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Menurut al-Sarraj tumaninah
sang hamba berarti kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya dan bersih
ingatannya. Seseorang yang telah mendapatkan hal ini sudah dapat berkomunikasi
langsung dengan Allah SWT.
- Musyahadah
5
musyahadah merasa seolah-olah tidak ada lagi tabir yang mengantarainya dengan
Tuhannya sehingga tersingkaplah segala rahasia yang ada pada Allah.
- Yaqin
Al-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan
rasa cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya
perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid yaqin
adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak
berubah. Menurut al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari
seluruh ahwal. Dapat juga dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi
seluruh ahwal .
6
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Ahwal adalah keadaan yang dialami oleh para salik di tengah-tengah perjalanan
spiritualnya. Hal sifatnya lebih statis, karena ia merupakan anugerah Allah yang
timbulnya secara spontan pada diri sang salik tanpa ada usaha terlebih dahulu.
Sebagaimana maqam, hal juga terdiri dari beberapa macam. Diantaranya adalah
muraqabah, khauf, raja, syauq, Mahabbah, tumaninah, uns, musyahadah, yaqin.
7
DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1983.
Imam al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Jilid III, Bairut: Dar al-Fikr,
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: Bina Ilmu, 1995.