Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

JALAN MENUJU TUHAN


(SABAR,WARO’,ZUHUD,RIDHO,TAWAKAL,SYUKUR)
Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Tauhid dan Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu: Muhammad Idris,M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Khoirun Nisa (2311203059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA 2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan
dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan Rahmat,Nikmat
dan karunia-Nya sehingga kita masih diberikan kesehatan jasmani dan Rohani. Sholawat serta
salam tetaplah kita curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Yang telah
menunjukan kita kepada jalan yang terang pada saat ini.

Penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “JALAN MENUJU


TUHAN (SABAR,WARO’,ZUHUD,RIDHO,TAWAKAL,SYUKUR). Dalam makalah ini
penulis sangat berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca.
penulis mengucapkan terima kasih atas semua pihak dan sumber yang telah membantu hingga
terselesaikan makalah ini.Menyadari apabila makalah ini masih banyak kekurangan serta kritik
senantiasa kami terima dengan senang hati guna memperbaiki kesalahan sebagaimana
mestinya di masa mendatang.

Samarinda, 12 November 2023

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Sabar ................................................................................................................................. 3
B. Waro’............................................................................................................................... 3
C. Zuhud .............................................................................................................................. 4
D. Ridha ............................................................................................................................... 6
E. Tawakal ........................................................................................................................... 6
F. Syukur ............................................................................................................................. 8
BAB III ...................................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................................. 9
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ilmu tasawuf, jalan menuju tuhan sering disebut sebagai maqamat.Jalan
menuju Tuhan adalah konsep yang sering terkait dengan keyakinan agama dan
spiritualitas.Secara umum, ini merujuk pada upaya individu untuk mencapai hubungan
yang lebih dalam atau pemahaman yang lebih mendalam tentang Yang Ilahi, Tuhan, atau
hal-hal yang bersifat spiritual. Definisi "jalan" atau cara untuk mencapai Tuhan bisa
sangat bervariasi tergantung pada keyakinan agama dan filosofi pribadi seseorang.

Seseorang perlu mengetahui jalan-jalan menuju tuhan agar bisa lebih


mendekatkan diri pada Allah sebab untuk bisa menjadi dekat kepada Allah seseorang
harus mempunyai washilah dan washilah tersebut berupa amalan-amalan yang tertuju
pada Tuhan-Nya. Dalam hal ini seseorang harus mengetahui terlebih dahulu maksud dari
jalan menuju tuhan itu sendiri serta tujuan dari adanya jalan menuju tuhan.

Ada banyak jalan menuju tuhan diantaranya: taubat, khauf, raja’, ikhlas,
muhasabatunnafsi, sabar, waro’, zuhud, ridho, tawakal dan syukur. Namun karena 5
darinya sudah dijelaskan oleh kelompok sebelumnya maka dalam bab ini hanya akan
membahas enam jalan menuju tuhan lainnya yaitu:sabar,waro’,zuhud,ridho,tawakal dan
syukur.

Macam-macam jalan menuju tuhan tersebut mungkin sering terdengar namun


sebagian besar orang masih bingung terhadap maknanya. Dan bagaimana seseorang bisa
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari jika mengetahui maksudnya saja tidak.Oleh
karena itu saya mencoba memberikan jabaran sedikit mengenai pengertian keenam jalan-
jalan menuju tuhan tersebut dalam makalah saya ini agar bisa memberikan gambaran
kepada orang-orang mengenai pengamalannya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Sabar,Ridho dan Syukur?
2. Apa pengertian dari Waro’ dan apa saja macam-macamnya?
3. Apa yang dimaksud dengan Zuhud dan apa saja tingkatan-tingkatannya?
4. Apa yang dimaksud dengan Tawakal dan apa saja macam-macamnya?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertiaan dari Sabar,Ridho dan Syukur.

2. Mengetahui pengertian dari Waro’ dan macam-macamnya.

3. Mengetahui pengertian dari Zuhud dan tingkatan-tingkatannya.

4. Mengetahui pengertian dari Tawakal dan macam-macamnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sabar
1. Pengertian Sabar
Secara harfiah, sabar artinya tabah hati. Menurut Dzun Nun al-Misri, sabar
artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah,
tetapi tenang ketika mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun
sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Sedangkan al-Kalabadzi,
mengatakan bahwa sabar adalah pengharapan akan kesenangan atau kegembiraan
dari Allah, dan ini merupakan pengabdian yang paling mulia dan paling tinggi.
Tetapi sabar pada tingkat yang lebih tinggi adalah ’sabar atas kesabaran’ maksudnya
seseorang tidak seharusnya mencari kesenangan atau kegembiraan apa pun.1
Di kalangan para sufi, sabar diartikan sabar dalam menjalankan perintah-
perintah Allah, dalam menjauhi segala larangan-Nya, dan dalam menerima segala
percobaan yang ditimpakan-Nya pada diri kita. Sabar merupakan salah satu dari
sekian maqamat untuk menuju kepada ma’rifat. Dengan kesabaran seseorang akan
menjadi lebih terang hatinya sehingga lebih mudah dalam meyakini ke-Agungan
Allah.
Sikap sabar sangat dianjurkan dalam ajaran al-Qur’an,sebagaimana firman Allah:
‫َم اماَي ْم ُكرون‬
ِ ‫ق‬ َِ‫ص ِب َْرَوماَصب ُْركَ ِإ اَّلََِب ا‬
ٍ ‫ٱّللََۚوَّلَت ْحز ْنَعل ْي ِه ْمَوَّلَتكُ َفِىَض ْي‬ ْ ‫وَٱ‬
Artinya: Bersabarlah dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan
Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah
kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (QS. An-Nahl: 127).

B. Waro’
1. Pengertian Waro’
Secara harfiah al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Yang
mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam pengertian para sufi,
al-wara’ adalah meninggalkan segala yang ada di dalamnya terdapat keragu-raguan
antara halal dan haram (syubhat). Sikap menjauhi diri dari yang syubhat ini sejalan

1
Abul Qasim Abdul Karim Hawazn Al-Qusyairi An-Naisabu,Risalah Qusyairiyah…,hal 259

3
dengan hadis Nabi yang artinya: Barangsiapa yang dirinya terbebas dari syubhat,
maka sesungguhnya ia telah terbebas dari yang haram. (HR. Bukhari).2
Menurut Sayyed Husein Nasr, wara’ adalah rendah diri, mereka para sufi tidak
makan makanan apapun, tak memakai kain apapun. Mereka tidak ikut berkumpul
dalam pergaulan sembarangan orang dan mereka tidak memiliki persahabatan
dengan siapapun kecuali Tuhan. Maksud dari penjelasan di atas bukan berarti tidak
makan sama sekali dan tidak memakai pakaian sama sekali dalam hidupnya, akan
tetapi hanya tidak ingin berlebihan dalam soal makanan dan pakaian.
2. Macam-macam Wara’
Ada tiga macam waro’ yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah:
a. Termasuk waro’ yang disyari’atkan adalah berhati-hati terhadap sesuatu yang
jelek akibatnya. Yaitu seseorang mengetahui sesuatu itu haram kemudian ia
ragu akan haramnya. Padahal jika meninggalkannya tidak menimbulkan bahaya.
b. Termasuk waro’juga adalah berhati-hati dengan tetap mengerjakan sesuatu
yang diragukan akan wajibnya.
c. Yang lebih sempurna, termasuk waro’ adalah seseorang mengetahui kebaikan
di antara dua kebaikan dan kejelekan di antara dua kejelekan. Dari situ ia tahu
bahwa syari’at Islam dibangun di atas maslahat, ada yang perfect maslahat
(manfaat sempurna) dan ada yang maslahatnya lebih besar (sehingga di antara
dua kebaikan tadi dipilih yang paling maslahat). Syari’at pun dibangun untuk
menghilangkan mafsadah (bahaya) atau untuk meminimalkan bahaya tersebut.

C. Zuhud
1. Pengertian Zuhud
Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak
tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zuhada fi al-dunya, berarti
mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Zuhud dalam pandangan
para sufi berarti meninggalkan kehidupan dunia dan berkonsentrasi kepada
kehidupan akhirat.ََAdapun dalam mengartikan zuhud para sufi dan ulama berbeda
pendapat, diantaranya al-Ghazali, menurutnya hakikat zuhud adalah tidak
menyukai sesuatu, dan menyerahkannya kepada yang lain. Barangsiapa yang

2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 199

4
meninggalkan kelebihan dunia dan membencinya, lalu mencintai akhirat, maka ia
adalah orang zuhud di dunia.3
Derajat zuhud tertinggi adalah tidak menyukai segala sesuatu selain Allah
SWT. Di dalam kezuhudan harus diketahui bahwa akhirat adalah lebih baik
daripada dunia. Dan perbuatan yang muncul dari suatu hal merupakan
kesempurnaan kecintaan pada akhirat. Sedangkan menurut Harun Nasution, zuhud
artinya keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.lain halnya dengan al-
Kalabadzi, dalam buku Mulyadhi Kartanegara, mengatakan bahwa zuhud adalah
cara hidup yang bersahaja, dalam arti bahwa ia meninggalkan sesuatu yang bisa
ditinggalkan, dan mempertahankan hanya yang tak bisa ditinggalkan. Berkaitan
dengan konsep zuhud, dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan hal itu, di
antaranya:
ً ‫ظل ُمونَفت‬
َ‫ِيل‬ ََٰ ‫ل م َٰت ُعَٱلدُّ ْنياَقلِيلٌَوَ ْٱَّلخِ ر َة َُخي ٌْرَلِم ِنَٱتاق‬
ْ ُ ‫ىَوَّلَت‬ َْ ُ‫ق‬

Artinya: Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
(QS. An-Nisa’: 77)
َ‫فماَم َٰت ُعَ ْٱلحي َٰوةََِٱلدُّ ْنياَفِىَٱَّلخِ رةََِ ِإ اَّلَقلِي ٌل‬
Artinya: Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan
kehidupan) di
Akhirat hanyalah sedikit (QS. At-Taubah:38).
2. Tingkatan Zuhud
Dilansir dari buku 40 Pokok Agama (2006), zuhud mempunyai tiga tingkatan.
Mulai dari tingkat zuhud paling lemah hingga sempurna.
a. Tingkatan zuhud paling sempurna adalah zuhud pada segala sesuatu selain
Allah Swt di dunia dan akhirat.
b. Tingkatan zuhud di bawahnya adalah zuhud hanya terhadap dunia dan tidak
terhadap akhirat. Zuhud seperti ini masuk ke dalam segala sesuatu jangka pendek
di dunia serta kegiatan menikmati dunia, baik berupa harta, kedudukan, maupun
tindakan menikmati dunia.
c. Tingkatan zuhud di bawahnya adalah ketika seorang hamba yang berzuhud

3
Muhammad Muntahibun Nafis, Kontemplasi Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, (Tulungagung: STAIN
Tulungagung, 2013), h. 230

5
terhadap harta, tetapi tidak berzuhud terhadap kedudukan atau sesuatu. Ini adalah
sebuah zuhud paling lemah karena kedudukan lebih nikmat dan lebih diinginkan
dibandingkan harta.

D. Ridha
1. Pengertian Ridha
Secara harfiah, Ridha artinya rela, suka, dan senang. Berarti menerima dengan
rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah SWT. Orang yang rela mampu
melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah kepada kita.
Ridha menurut al-Kalabadzi adalah diamnya hati dalam guratan nasib. Atau seperti
yang dikatakan Dzun Nun al-Misri, ridha adalah rasa senang hati dalam menjalani
nasib. Bagi para sufi, cobaan dan musibah dianggap sebagai suatu nikmat bukan
suatu kepahitan atau kesakitan, lantaran dengan cobaan-cobaan itu mereka yakin
bahwa Allah menyayangi kita dan bila kita ridha, maka kita akan semakin dekat
dengan-Nya.4
Seseorang yang telah ridha tidak akan pernah merasa berduka cita, dia selalu
bergembira, karena ia meyakini apa yang sedang dialami dan atau diperoleh,
meskipun berupa derita dan bencana adalah hal yang terbaik baginya. Orang yang
telah mencapai maqam ini akan senantiasa bahagia dan tidak susah walaupun ia
telah beramal baik dan masuk ke dalam neraka, dan tidak begitu bahagia walaupun
ia nantinya masuk surga. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
‫ُواَع ْنهَُ ََٰۚذلِكَ ْٱلف ْو َُزَ ْٱلعظِ ي َُم‬
۟ ‫ٱّللُ ع ْن ُه ْمَورض‬
َ‫ضىَ ا‬
ِ ‫ار‬

Artinya: Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Itulah
kemenangan yang besar. (QS. Al-Maidah: 119).

E. Tawakal
1. Pengertian Tawakal
Secara harfiah tawakal berarti menyerahkan diri. Tawakal merupakan gambaran
keteguhan hati manusia dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Menurut
al-Qusyairi tempat tawakal di dalam hati, dan timbulnya gerak dalam perbuatan
tidak mengubah tawakal yang terdapat dalam hati itu. Hal itu terjadi setelah hamba
meyakini bahwa segala ketentuan hanya didasarkan pada ketentuan Allah. Mereka

4 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h.203

6
menganggap jika menghadapi kesulitan maka yang demikian itu sebenarnya takdir
Allah.5
Dalam hal tawakal, al-Ghazali mengaitkannya dengan tauhid, bahwa hakikat
tauhid sebagai landasan tawakal. Makna tauhid yang merupakan pokok tawakal
adalah perwujudan dari ucapanmu yaitu La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu.
Lain halnya dengan al-Kalabadzi, menurutnya tawakal adalah meninggalkan
segala daya upaya dengan mengatakan “la haula wa la quwwata illa billah” (tidak
ada daya dan upaya kecuali dari Allah). Tawakal adalah mencampakkan segala
perlindungan kecuali kepada Allah. Bertawakal termasuk perbuatan yang
diperintahkan oleh Allah. Dalam firman-Nya, Allah menyatakan:
ِ ‫هُوَم ْو َٰلىناَوعل ه‬
ْ ‫ىَّٰللاَف ْليتو اك ِل‬
َ‫َال ُمؤْ مِ نُ ْون‬
Artinya: dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman bertawakal." (QS.
At-Taubah: 51)

ْ ‫ىَّٰللاَف ْليتو اك ِل‬


َࣖ‫َال ُمؤْ مِ نُ ْون‬ ‫واتاقُ ه‬
ِ ‫واَّٰللاَۗوعل ه‬

Artinya: dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-
orang mukmin itu harus bertawakkal. (QS. Al-maidah:11)
2. Macam-macam Tawakal
Apabila dilihat dari segi objeknya, tawakal dibagi menjadi dua macam, yakni:
a. Tawakal kepada Allah Swt. semata
Tawakal kepada Allah Swt. semata adalah menyerahkan diri dan segala urusan
hanya kepada Allah Swt. Perintah tawakal dapat ditemui di beberapa ayat dalam
Al-Quran. Satu di antaranya terdapat di dalam QS. At-Taubah: 51. Menurut ayat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa iman akan menjadi sempurna apabila tawakal
hanya dilakukan kepada Allah Swt.

b. Tawakal Kepada Selain Allah Swt.


Tawakal kepada selain Allah Swt. Berarti menyerahkan segala urusan
kepada selain Allah yang mana dia meyakini hal tersebut adalah cara yang instan

5
Muhammad Muntahibun Nafis, Kontemplasi…, h. 230

7
namun hal ini menyalahi kodrat kita sebagai makhluk yang mana tempat sandaran
kita hanyalah kepada Allah Swt.

F. Syukur
1. Pengertian Syukur
Syukur berarti berterima kasih atas segala nikmat Allah SWT. Yang di berikan
kepadanya. Ia merasa senang dan menerima atas nikmat yang di nikmat yang di
berikan walaupun berjumlah sedikit. Banyak dan sedikitnya nikmat tidak dapat
merubah hatinya mengeluh kepada Allah, ia menerimanya dengan senang. Tetapi
al-Ghazali berbeda dalam mendefinisikan syukur. Menurutnya, syukur adalah
menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak Allah Swt. Seseorang yang sudah
mencapai maqamat ini, ia akan selalu menggunakan nikmatnya sesuai dengan yang
di perintahkan Allah dan tidak menyia-nyiakan nikmatnya dengan hal yang sia-sia
dan tidak berguna.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk dapat mengamalkan jalan-jalan menuju Allah tersebut kita harus mengetahui
pengertiaannya satu per satu,dan berikut masing-masing pengertiannya secara singkat:
Sabar (tabah hati),Waro’ (menjauhkan diri dari perbuatan dosa),Zuhud (meninggalkan
kesenangan dunia yang membuat lalai),Ridho (rela,suka,senang),Tawakal (berserah
diri) dan syukur (berterima kasih atas segala nikmat). Keenam hal ini memang memiliki
pengertian yang beda namun saling memiliki keterkaitan. Untuk mencapai tingkatan
Hamba yang taat seseorang perlu memiliki keenam hal yang sudah disebutkan di atas.

B. Saran
Dengan terselesainya makalah ini,kami selaku penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen yang telah membimbing kami walau demikian, kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kekhilafan.Oleh karena itu,
kepada para pembaca yang budiman kami mengharap saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dan dengan adanya makalah ini penulis
berharap ilmu yang sudah dituangkan dalam makalah ini tidak hanya dibaca dan
dijadikan sebagai teori saja akan tetapi juga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari.

9
DAFTAR PUSTAKA

Akmal,Masyhuri.”Kajian Empiris Makna Syukur bagi Guru Pondok Pesantren


Daarunnahdhah Thawalib”.Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam 7, no. 2 (2018): 1-22

Widayani,Hana.”Maqamat (Tingkatan spiritualitas dalam ilmu tasawuf)”.Jurnal el-afkar 8,


no.1 (2019):12-24

AB, Zuherni. “Sejarah Perkembangan Tasawuf”, Jurnal Substantia, Vol. 13, No. 2 (Oktober
2011), h. 249-256.

Al-Jauziyah, I.Q Madarijus-Salikin: Jalan Menuju Allah, terj Katsur Suhardi, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 1998

Hafiun, Muhammad. “Teori Asal Usul Tasawuf”, Jurnal Dakwah, Vol. XIII, No. 2 (2012), h.
241-253.

https://an-nur.ac.id/maqam-maqam-dalam-tasawuf/

10

Anda mungkin juga menyukai