Anda di halaman 1dari 15

MEMAHAMI MA’NA AL-NAFYU WAL AL-ITHBAT DALAM TAUHID

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Tafsir Tematik-1

Oleh :
Nama : Rizka Hidayatul Hasanah

NIM : 210601081

PROGRAM STUDI ILMU QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Memahami Ma’na Al-Nafyu Wal Al-Ithbat Dalam Tauhid” ini tepat
pada waktunya. Tak lupa pula kita haturkan shalawat serta salam kepada
junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di
hari akhir kelak.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas


pada mata kuliah “Tafsir Tematik-1 (Ayat-Ayat Tauhid)”. Dan menambah
wawasan tentang “Memahami Ma’na Al-Nafyu Wal Al-Ithbat Dalam Tauhid” bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. H. Muhammad


Taufiq, Lc., M.H.I, selaku dosen mata kuliah “Tafsir Tematik-1 (Ayat-Ayat
Tauhid)” yang telah memberikan tugas ini dan kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi


penulis dan pembaca. Dan mampu memberi sumbangan pemikiran, baik berupa
konsep teoritas maupun praktis.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak


kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami bersedia
menerima kritik dan saran dari pembaca.

Mataram, 22 Februari 2023

Rizka Hidayatul Hasanah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Manfaat..................................................................................................................2
BAB 2................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Ma’na Al-Nafyu wa al-Ithbat dalam Tauhid...........................................................3
B. Ayat-Ayat Tauhid Yang Menggunakan Redaksi Al-Nafyu Wa Al-Ithbāt...............4
BAB 3..............................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................10
Kesimpulan..................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan majunya peradaban umat Islam dan berakhirnya
generasi terbaik dari umat ini yaitu sekitar abad tiga Hijriyah, maka
muncullah berbagai pemahaman dan penafsiran terhadap al-Qur´an. 1
aqidah Islam adalah tawhidullah (mengesakan Allah), pada
perkembangannya mengalami metamorfosis (perubahan) makna dan
menjadi salah satu disiplin ilmu yang dikenal oleh kalangan umat Islam
yaitu ilmu tawhid/aqidah.2

Allah SWT., telah menjelaskan makna serta hakikat tauhid didalam


Al-Qur’an dengan berbagai macam redaksi dan argumentasi yang nyata,
bahkan sebagian para ulama menyatakan bahwa setiap surah dalam Al-
Qur’an, dan bahkan setiap ayat didalamnya menyeru kepada tauhid,
sebagai bukti kebenaran dan keagungannya, karena kandungan AlQur’an
secara global tidak akan keluar dari subtansi.3

Keyakinan kita kepada Allah SWT merupakan bentuk ketauhidan


kita kepada Allah SWT. Islam telah mengajarkan umat manusia untuk
tunduk dan taat hanya kepada Allah SWT. Tauhid merupakan ajaran
terpenting karena di dalamnya mengandung ajaran tentang keesaan Allah
SWT secara konsekuensi dan murni adanya. Tauhid adalah inti dari
dakwah Rasulullah SAW, karena tauhid merupakan suatu pondasi maupun
dasar sebagai tempat semua amal.4
1
Aceng Zakaria, “ Al-Qur´An Dan Teologi” (Studi Perspektif Sarjana Muslim Tentang
Sifat Allah)” Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, hlm.177
2
Ibid…,hlm.181
3
Muhammad Nur Ihsan, “Studi Korelasi Bab: Talqiinal - Muhtadh A R “Laa Ilaha
Illallah" Dalam Kitab " Riyadhus Sholihin " Dengan Tauhid Uluhiyah (Studi Kualitatif Analisa
Konten)” (Al-Majaalis: Jurnal Dirasat Islamiyah). Volume 8 No. 2 Mei 2021, hlm.438
4
Susi Siviana Sari & Akhid Ilyas Alfata, “Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Perspektif
Syekh Ahmad Al-Marzuki Dalam Kitab Aqidatul Awam” Jurnal Islam Nusantara Vol. 05 No. 01

1
Tantangan paling mendebarkan dan paling sulit dihadapi umat
Islam adalah ketika peradaban Barat dan non-Islam muncul ke panggung
sejarah secara dominan, setelah masa keemasan peradaban Islam surut.
Kalimat laa ilaaha illaa Allah yang sama-sama kita tahu selama ini
mempunyai arti tiada Tuhan selain Allah, akan tetapi di abad modern ini
banyak bermunculan pemikir baru dalam memaknai kalimat laa ilaaha
illaa Allah tersebut. Sebagai seorang Muslim, kita tahu bahwa dalam
ajaran Islam iman kepada Allah diletakkan di atas landasan kalimat laa
ilaaha illaa Allah. Persoalannya adalah apa makna dari kalimat ini dalam
ma’na al-Nafyu dan ithbat. Semua orang tahu bahwa kalimat itu berarti
tiada Tuhan selain Allah, tetapi, apa yang terkandung didalamnya?.

B. Rumusan Masalah
1. Apa ma’na -Nafyu wa al-Ithbat dalam Tauhid?
2. Apa saja Ayat-Ayat Tauhid Yang Menggunakan Redaksi Al-Nafyu Wa
Al-Ithbāt?

C. Manfaat
1. Untuk dapat memahami ma’na al-Nafyu wal al-Ithbāt dalam Tauhid
2. Untuk dapat menafsirkan ayat-ayat Tawhid yang menggunakan
redaksi al-Nafyu wa al-Ithbāt

(2021), hlm.103

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Ma’na Al-Nafyu wa al-Ithbat dalam Tauhid


Laa ilaaha illa Allah, memiliki makna tidak ada Tuhan yang
berhak disembah selain Allah. Kalimat ini mencakup dua bagian;
peniadaan dan penetapan. “Laa ilaaha” peniadaan/penolakan (nafyu)
terhadap segala bentuk sesembahan, dan “illa Allah” penetapan (itsbat)
bahwa sesungguhnya yang berhak disembah hanya Allah semata. Redaksi
dan gaya bahasa seperti ini dikenal dengan nama uslub al-Qashr, atau
pembatasan. Ungkapan “Laa ilaaha” menafikan segala sesuatu yang
disembah selain Allah Swt., tidak ada suatu apapun yang patut disembah.
Kata “ilaaha” disebut dalam bentuk nakirah. Dalam kaedah bahasa Arab,
apabila ada kata nakirah dalam konteks penafian maka ianya menunjukkan
makna umum. 5

Peniadaan (Nafyu) pada kata “Laa ilaaha” menngungkapkan


segala sesuatu yang mungkin dapat dituju kepadanya, baik ibadah dan
penghambaan, dan segala yang bertindak kepada selain Allah. Adapun
kata “illa Allah” menunjukkan bahwa ibadah dan penghambaan itu kecuali
bagi Allah, tidak ada sekutu baginya. Allah lah satu–satunya Tuhan yang
berhak disembah, sebagainya hanya Dia-lah yang maha menciptakan,
maha memberi rezeki, maha menghidupkan, maha mematikan, dan lain
sebagainya yang menunjukkan nilai rububiyah-Nya. Tiada satupun yang
berhak bersekutu dengan Allah pada penciptaan makhluk, atau dalam
bertindak pada sesuatu. Itu semua bagian dan keesaan uluhiyyah Allah,
tidak berkongsi dengan sesuatu apapun.6

5
M. Hasballah Thaib & Zamakhsyari Bin Hasballah Thaib,2019. “Keutamaan Kalimat
Tauhid Laa Ilaaha Illa Allah” ( Medan: Universitas Dharmawangsa Press), Hlm.33
6
Ibid…,hlm.34

3
Tauhid tidak akan terealisasi tanpa nafy dan itsbat. Hal ini diisyaratkan
Allah dalam Firman-Nya:

‫ٓاَل ِاْك َر اَه ِفى الِّدْيِۗن َقْد َّتَبَّيَن الُّر ْش ُد ِم َن اْلَغ ِّي ۚ َفَم ْن َّيْكُفْر ِبالَّطاُغ ْو ِت َو ُيْؤ ِم ْۢن ِباِهّٰلل َفَقِد‬
‫اْسَتْمَس َك ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثٰق ى اَل اْنِفَص اَم َلَهاۗ َو ُهّٰللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم‬

Artinya: “Tiada pemaksaan dalam beragama, telah jelas mana yang benar
dan mana yang sesat. Siapa yang kufur kepada thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang teguh pada tali Allah
yang kuat dan tidak putus, Dan Allah Maha mendengar lagi maha
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)

An-Nafyu saja bukanlah tauhid dan Al-Itsbat saja bukanlah tauhid


pula, karena tauhid adalah An-Nafyu dan Al-Iṡbāt. Sudah seharusnya
dalam kata An-Nafyu dan Al-Iṡbāt harus berbarengan dan saling
melengkapi, yaitu dengan penolakan, berlepas diri, tidak menyukai sesuatu
karena Allah, membenci kesyirikan dan kekafiran serta pelakunya, juga
menyatakan kekafiran orang yang dikafirkan Allah dalam Alquran dan As-
Sunnah, tanpa berlebihan ataupun mengurangi dari batasan yang telah
disebutkan dalam Alquran dan As-Sunnah. Demikian pula mendidik
masyarakat dengan Al-Iṡbāt, Al-Walā`, cinta Allah, cinta karena Allah dan
cinta kepada tauhid dan Ahli Tauhid.7

B. Ayat-Ayat Tauhid Yang Menggunakan Redaksi Al-Nafyu Wa Al-


Ithbāt
Antara nafy dan itsbat pada kalimat tauhid terdapat korelasi yang
sifatnya lazim. Salah satu tidak akan sempurna tanpa yang lain. Tauhid
inilah dasar Islam, karena kunci dalam bertauhid yang sebenarnya adalah
meninggalkan segala bentuk kemusyrikan.8 Dibawah ini akan dipaparkan

7
Sa’id Abu Kasysyah, “Rukun Lā Ilāha Illallāh Dan Kandungannya” Dalam
Https://Muslim.Or.Id/28717-Irab-La-Ilaha-Illallah-Dan-Pengaruh-Maknanya-8.Html Diakses Pada
Tanggal 24 Februari 2023 Pada Pukul 15.12 Wita
8
M. Hasballah Thaib & Zamakhsyari Bin Hasballah Thaib,…hlm.36-37

4
beberapa ayat-ayat tauhid yang menggunakan redaksi Al-Nafyu Wa Al-
Ithbat, sebagai berikut:

1. Kalimat tauhid dalam Q.S As-Saffat (37) ayat 35

Allah SWT., berfirman dalam Al-Qur’an:

‫ِإَّنُهْم َك اُنٓو ۟ا ِإَذ ا ِقيَل َلُهْم ٓاَل ِإَٰل َه ِإاَّل ٱُهَّلل َيْسَتْك ِبُروَن‬
Artinya: “Sungguh dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Laa
ilaha illallah’ (Tidak ada tuhan selain Allah), mereka
menyombongkan diri.” (Q.S As-Saffat (37): 35)

Dalam tafsir ath-Thabari karya imam Ath-Thabari


(Muharnmad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib, Abu Ja'far),
dijelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah sesungguhnya orang-
orang yang menyekutukan Allah, yang sifat-sifatnya telah dijelaskan
di dalam ayat-ayat ini, apabila dikatakan kepada mereka di dunia,
"Ucapkanlah laa ilaha illallah 'Tiada tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah'," maka mereka menyombongkan diri, merasa diri
besar dan sombong untuk mengucapkan kalimat tersebut. Dalam ayat
ini tidak disebutkan lafadz “ucapkan” karena cukup dengan indikasi
dalam kalimat. Orang yang menyombongkan diri adalah orang-orang
musyrik secara khusus.9

Sedangkan dalam tafsir Al-Munir karya Prof. Dr. Wahbah


Az-Zuhaili menerangkan bahwa pada ayat ini dijelaskan apabila
orang-orang musyrik diajak kepada kalimat tauhid yaitu “laa ilaha
illallah” mereka tidak sudi menerimanya, tidak sudi mengikrarkannya
seperti orang-orang Mukmin mengikrarkannya.10 Dan dalam Tafsir
Ibnu Katsir dijelaskan bahwa apabila dikatakan kepada mereka: “Laa
Ilaaha illallaah (tidak ada tuhan yang berhak diibadahi melainkan
Allah),” mereka menyombongkan diri. Yaitu, menyombongkan· diri
9
Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib, Abu Ja'far.“ Tafsir Ath-Thabari
Jilid 21”, Terj: Ahmad Abdurraziq Al-Bakri Dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 798-799
10
Wahbah Az-Zuhaili. “Tafsir Al-Munir Jilid 12” Terj: Abdul Hayyie Al Kattani, Dkk
(Jakarta : Gema Insani, 2013), hlm.92

5
untuk mengucapkannya, sebagaimana apa yang diucapkan oleh orang-
orang beriman.11

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada ayat ini menerangkan


tentang orang-orang musyrik, yang ketika disampaikan kepada mereka
“Laa ilaha illallah” mereka menyombongkan diri dari kebenaran
dengan merasa tinggi hati. Mereka menolak untuk menjawab ajakan
tersebut dan enggan mengatakan itu, bahkan mereka mendustakannya.

2. Kalimat tauhid dalam Q.S Muhammad (47) ayat 19


Allah SWT., berfirman dalam Al-Qur’an:
‫َفٱْع َلْم َأَّن ۥُه ٓاَل ِإَٰل َه ِإاَّل ٱُهَّلل َو ٱْسَتْغ ِفْر ِلَذ ۢن ِبَك َو ِلْلُم ْؤ ِمِنيَن َو ٱْلُم ْؤ ِم َٰن ِتۗ َو ٱُهَّلل َيْع َلُم ُم َتَقَّلَبُك ْم‬
‫َو َم ْثَو ٰى ُك ْم‬
Artinya: “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut
disembah) selain Allah, dan mohonlah ampun atas dosamu dan atas
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah
menbetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.” (Q.S Muhammad
(47) :19)
Dalam Tafsir al-Qurthubi dijelaskan bahwa Allah Swt
berfirman “maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan
(yang hak) melainkan allah”, al-Mawardi berkata: dalam firman Allah
tersebut, meskipun Rasulullah Saw telah mengenal Allah, terdapat tiga
pendapat. Pertama, maksudnya adalah ketahuilah bahwa Allah telah
mengajarimu, bahwa tiada tuhan (yang hak) selain Allah. Kedua,
sesuatu yang telah engkau ketahui melalui bukti-bukti maka
ketahuilah ia melalui berita yang yakin. Ketiga, ingatlah bahwa tiada
Tuhan (yang hak) kecuali Allah. Allah mengungkapkan kata
“ingatlah” dan kata “ketahuilah”, karena terjadinya pengetahuan itu
adalah darinya.12

11
Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurahman Bin Ishaq Al-Sheikh. “Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 7” Terj: M. Abdul Ghafar (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i,2005), hlm.9
12
Imam Abu Abdillah Muhammad Bin Ahmad Bin Abi Bakar Bin Farh Al Anshari Al
Khazraji Al Andalusi Al Qurthubi. “Tafsir Al-Qurthubi Jilid 10”, Terj: Muhammad Ibrahim Al-

6
Dan dalam Tafsir Ibn Katsir dijelaskan bahwa ayat Ini
merupakan pemberitahuan bahwasanya tidak ada llah (yang berhak
diibadahi) selain Allah. Dan Dia tidak meminta untuk mengetahui
wujud-Nya.13 Sedangkan dalam Tafsir Ath-Thabari dijelaskan bahwa
Maksud dari ayat diatas adalah ketahuilah tidak ada tuhan (yang
berhak disembah) olehmu dan seluruh manusia selain Allah yang
menciptakan makhluk penguasa segala sesuatu. Segala sesuatu selain-
Nya mengakui rububiyah-Nya.14
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada ayat ini menerangkan
bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Dan Allah
memerintahkan untuk memohan ampunan kepada-Nya, karena dialah
tempat untuk meminta dan dialah satu-satunya tuhan di alam semesta
ini.
3. Kalimat tauhid dalam Q.S An-Nahl (16) ayat 2
Allah SWT., berfirman dalam Al-Qur’an:
‫ُيَنِّز ُل ٱْلَم َٰٓلِئَكَة ِبٱلُّر وِح ِم ْن َأْم ِرِهۦ َع َلٰى َم ن َيَش ٓاُء ِم ْن ِعَباِدِهٓۦ َأْن َأنِذ ُر ٓو ۟ا َأَّن ۥُه ٓاَل ِإَٰل َه ِإٓاَّل‬
‫۠ا‬
‫َأَن َفٱَّتُقوِن‬
Artinya: “Dia menurunkan para malaikat membawa wahyu dengan
perintah-Nya kepada siapa yang dia kehendaki di antara hamba-
hamba-Nya, (dengan berfirman) yaitu, ‘peringatkanlah (hamba-
hamba-Ku), bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka hendaklah kamu
bertakwa kepada-Ku.’” (Q.S An-Nahl (16):2)
Dalam Tafsir Al-Azhar pada ujung ayat menjelaskan bahwa
inti pokok dari segala wahyu yang turun kepada Rasul-Rasul dan
Nabi-Nabi pilihan Allah ialah pengakuan bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah, dan kita hendaklah bertakwa kepada-Nya. Ajaran wahyu
yang lain adalah bersumber dari sana, itulah Tauhid “Tiada Tuhan

Hifnawi, (Jakarta: Pustaka Azam), hlm.167


13
Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurahman Bin Ishaq Al-Sheikh. “Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 7” Terj: M. Abdul Ghafar (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i,2005), hlm.406
14
Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib, Abu Ja'far.“ Tafsir Ath-Thabari
Jilid 23”, Terj: Ahmad Abdurraziq Al-Bakri Dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm.488

7
melainkan Allah.” Rasul-Rasul dan Nabi-Nabi itu telah datang dengan
berbagai bahasa kepada kaum atau bangsa, tetapi isi kedatangan
tidaklah lain, hanya satu, yaitu mengajarkan bahwa Tuhan hanya satu,
yaitu Allah. Inilah yang pokok, sedang syariat bisa berubah-ubah
sedangkan ajaran Tauhid tidak akan pernah berubah.15
Untuk mengetahui, untuk memikirkan dan merasakan
keesaan Tuhan itu, dia tidak bersekutu dengan yang lain, disuruhlah
kita insan ini merenungkan alam yang di sekeliling kita ini sejak langit
dan bumi, sampai kepada binatang-binatang, sampai kepada kegunaan
air, kegunaan lautan, kegunaan siang dan malam. Hendak mengenal
Allah, kenallah dan perhatikanlah keajaiban penciptaannya.16
Dalam Tafsir Al-Misbah juga dijelaskan bahwa Ayat di atas
menyimpulkan semua ajaran Ilahi pada kalimat: “Tidak ada tuhan
melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.”
Memang, ketuhanan Yang Maha Esa diibaratkan sebagai matahari
hidup manusia. Apabila dalam kehidupan dunia ini ada matahari yang
dijadikan sebagai sumber kehidupan makhluk, maka tauhid adalah
sumber kehidupan makhluk berakal. Apabila tanpa pancaran cahaya
matahari kehidupan makhluk di permukaan bumi ini akan binasa,
maka tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa kehidupan jiwa manusia pun
akan binasa. Pada tauhid beredar kesatuan-kesatuan yang tidak boleh
dilepaskan dari daya tarik tauhid itu, karena jika dilepaskan manusia
pun jatuh meluncur menuju kebinasaan. 17
Keyakinan akan keesaan Allah itulah yang akan
membuahkan takwa. Dalam konteks ini ditemukan riwayat yang
menyatakan bahwa: iman telanjang dan pakaiannya adalah takwa.
Rasul saw. bersabda, “Iman adalah apa yang manetap di dalam hati
dan dibenarkan oleh amal perbuatan.” Apa yang didalam hati itu
15
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, “Tafsir Al-Azhar Jilid 5” (Singapura: Pustaka
Nasional PTE LTD, 1982) hlm.3890
16
Ibid
17
M. Quraish Shihab. “TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an
Jilid 07”, (Jakarta: Lentera Hati, 2002). hlm.182-183

8
puncaknya adalah akidah ketuhanan dan amal-amal tersebut
disimpulkan dengan kata takwa.18
Sedangkan dalam Tafsir Ath-Thabari dijelaskan bahwa
maksud dari ayat ini adalah Uluhiyah itu tidak pantas dimiliki oleh
siapa pun selain Allah, dan tidak ada yang pantas disembah selain
Allah. Dan Allah mengutus para Rasul untuk mengesakan-Nya,
menaati perintatr-Nya semata, dan menjauhi murka-Nya.19
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada ayat ini menerangkan
bahwa Allah memperingatkan kepada manusia bahwasanya tiada
tuhan selain Allah dan peringatan untuk tidak melakukan perbuatan
syirik. dan allah memerintahkan supaya melakukan perintah-Nya dan
kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan serta menjauhi larangan-
Nya, dan mengesakan Allah dalam peribadahan dengan penuh
keikhlasan.

18
Ibid
19
Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib, Abu Ja'far.“ Tafsir Ath-Thabari
Jilid 16”, Terj: Ahmad Abdurraziq Al-Bakri Dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm.7

9
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan
Laa ilaaha illa Allah, memiliki arti tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah. Kalimat ini mencakup dua bagian; peniadaan dan penetapan. “Laa
ilaaha” peniadaan/penolakan (nafyu) terhadap segala bentuk sesembahan, dan
“illa Allah” penetapan (itsbat) bahwa sesungguhnya yang berhak disembah hanya
Allah semata. An-Nafyu saja bukanlah tauhid dan Al-Itsbat saja bukanlah tauhid
pula, karena tauhid adalah An-Nafyu dan Al-Iṡbāt. Sudah seharusnya dalam kata
An-Nafyu dan Al-Iṡbāt harus berbarengan dan saling melengkapi.
Didalam Al-Qur’an banyak yang menjelaskan tentang ketauhidan atau
keesaan Allah Swt., itu membuktikan begitu pentingnya tauhid dalam menjaga
aqidah kita karena tauhid inilah dasar Islam, kunci dalam bertauhid yang
sebenarnya adalah meninggalkan segala bentuk kemusyrikan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Zakaria, “Al-Qur´An Dan Teologi” (Studi Perspektif Sarjana Muslim
Tentang Sifat Allah)” Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Muhammad Nur Ihsan, “Studi Korelasi Bab: Talqiinal - Muhtadh A R “Laa Ilaha
Illallah" Dalam Kitab " Riyadhus Sholihin " Dengan Tauhid
Uluhiyah (Studi Kualitatif Analisa Konten)” (Al-Majaalis: Jurnal
Dirasat Islamiyah). Volume 8 No. 2 Mei 2021
Susi Siviana Sari & Akhid Ilyas Alfata, “Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid
Perspektif Syekh Ahmad Al-Marzuki Dalam Kitab Aqidatul Awam”
Jurnal Islam Nusantara Vol. 05 No. 01 (2021)
M. Hasballah Thaib & Zamakhsyari Bin Hasballah Thaib,2019. “Keutamaan
Kalimat Tauhid Laa Ilaaha Illa Allah”, Medan: Universitas
Dharmawangsa Press
Sa’id Abu Kasysyah, “Rukun Lā Ilāha Illallāh Dan Kandungannya” Dalam
Https://Muslim.Or.Id/28717-Irab-La-Ilaha-Illallah-Dan-Pengaruh-
Maknanya-8.Html Diakses Pada Tanggal 24 Februari 2023

Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib, Abu Ja'far.“ Tafsir Ath-
Thabari”, Terj: Ahmad Abdurraziq Al-Bakri Dkk, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007

Wahbah Az-Zuhaili. “Tafsir Al-Munir” Terj: Abdul Hayyie Al Kattani, Dkk,


Jakarta : Gema Insani, 2013
Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurahman Bin Ishaq Al-Sheikh. “Tafsir Ibnu
Katsir” Terj: M. Abdul Ghafar Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i,2005
Imam Abu Abdillah Muhammad Bin Ahmad Bin Abi Bakar Bin Farh Al Anshari
Al Khazraji Al Andalusi Al Qurthubi. “Tafsir Al-Qurthubi”, Terj:
Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Jakarta: Pustaka Azam
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, “Tafsir Al-Azhar”, Singapura: Pustaka
Nasional PTE LTD, 1982

11
M. Quraish Shihab. “TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-
Qur’an”, Jakarta: Lentera Hati, 2002

12

Anda mungkin juga menyukai