Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

Do’a, Ikhtiyar dan Tawakkal Kepada Allah SWT


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits 1)
Dosen Pengampu: Ustadz Dr. Oking, MA.

Oleh Kelompok 13:

Muhamad Alfarizi Yusup 221108050783


Hafiyyuddin Azhar 221105080763
Sadewa Alhaidiantoro 221105080781

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBNU KHALDUN
BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala
yang telah melimpahkan segala rahmat dan petunjuknya serta kemudahan sehingga kit
a dapat menyelesaikan tugas berupa makalah yang berjudul “Iktiyar, Do’a dan
Tawakal kepada Allah SWT” ini dengan tepat waktu untuk memenuhi tugas mata kuli
ah Hadts 1
Kami juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih ada
kesalahan dan kekurangan di dalam makalah kami ini. Kami juga mengharapkan
kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah ini yaitu Ustadz Dr. Oking
Supriyatna, MA. supaya kami dapat lebih baik dalam menyusun makalah.

Akhir kata, kami ucapkan terimakasih dan berharap agar makalah ini dapat b
ermanfaat kepada kami dan siapapun yang membacanya, semoga Allah senantiasa me
mberikan kita kemudahan dalam menuntut ilmu dan keseharian kita, Aamiin.

Penyusun,

Kelompok 13
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ikhtiar, doa, tawakkal kepada Allah Swt adalah trilogi hidup sukses bagi
setiap muslim. bila dalam pola kerja jasmani kita mengenal kerja jantung yang terus
berdetak, mata berkedip, dan paru-paru senantiasa memompa darah, maka dalam pola
hidup sprituaal seorang muslim memiliki tiga perkara yang tidak boleh hilang yaitu
ikhtiar, doa, dan tawakkal.

Tiga kunci sukses bagi seorang muslim ini didasarkan pada firman Allah
dalam Surah ar-Rad:11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Ayat
tersebut menyuratkan, pentingnya seseorang berusaha untuk membuat dirinya atau
keadaan sekelilingnya lebih baik. Bahkan, Allah akan menunggu hingga orang
tersebut mau berubah, sebelum membukakan jalan ke arah yang positif.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Do’a?

2. Apa pengertian Ikhtiyar?

3. Apa pengertian Tawakkal?

4. Apa hubungan antara ke tiganya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Do’a.

2. Untuk mengetahui pengertian Ikhtiyar.

3. Untuk mengetahui pengertian Tawakkal.

4. Untuk mengetahui hubungan keterikatan anara ketiganya.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Do’a

1. Pengertian Do’a

Menurut bahasa doa berasal dari bahasa Arab yang mempunyai dua akarkata,
akar kata pertama ialah da’a, yad’u, da’watan memiliki arti mengundang,mengajak
dan menjamu, sedangkan akar kata yang kedua yaitu da’a, yad’u, du’aan/ da’wa
memiliki arti meminta, mengundang dan mendo‟a. Jadi dapat disimpulkan doa
secara bahasa yaitu permohonan, permintaan, seruan, panggilan. Sedangkan secara
Istilah do’a adalah bentuk permintaan atau permohonan hamba kepada Allah SWT
atas sesuatu yang sangat di inginkan atau sangat didambakan, meminta dijauhkan
dan dilepaskan dari segala macam musibah dan marabahaya yang akan terjadi
kepada manusia.

Di dalam kitab Al-Jawabu Al-Kafi dijelaskan bahwasannya Ibnu Al-Qayyim


pernah mengatakan bahwa doa merupakan faktor terkuat penyebab tertolaknya
suatu hal yang dibenci dan dapat mewujudkan suatu hal yang diinginkan. Doa juga
disebut sebagai musuh dari musibah sebab doa dapat menghilangkan, mencegah,
menolak, memusnahkan dan meringankan musibah yang terjadi.

Secara umum pengertian doa memiliki pengertian yang sama satu sama lain,
sehingga pengertian doa dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Doa merupakan bentuk permintaan dan permohonan seorang hamba kepada sang
Khalik atas semua keinginan yang menjadi hajatnya. Pada saat berdoa seorang
hamba menunjukkan sikap kerendahan diri serta merasa hina, dan tidak
mempunyai kekuatan dihadapan Allah SWT, dalam berdoa seorang hamba
mencurahkan segala isi hatinya kepada Allah SWT dengan dipenuhi rasa harap
dan rasa yakin bahwa Allah SWT akan mengijabah doa-doanya. Doa merupakan
sarana atau media komunikasi antara makhluk (manusia) dengan Khalik (Allah
SWT) dalam hal ini perlu diperhatikan apa saja yang harus dilakukan ketika
berdoa seperti adab-adab berdoa, jika kita ingin doanya terkabul maka harus
memperhatikan dan memenuhi adab-adab dalam berdoa.
2. Berdoa bukan hanya perihal tentang memohon, meminta saja, akan tetapi harus
disertai dengan berikhtiar (berusaha) terlebih dahulu kemudian kita pasrahkan
semuanyaa kepada Allah SWT melalui berdoa. Pada saat menunggu jawaban
Allah SWT atas doa-doa yang dipanjatkan hamba-Nya, maka seorang hamba
tidak diperkenankan untuk berputus asa dalam berdoa karena Allah SWT tidak
akan membuat hambanya kecewa.

3. Doa juga merupakan takdir (ketetapan) Allah SWT, dimana setiap manusia harus
melaksanakan dan menerimanya. Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa makna
doa di antaranya sebagai berikut:

a. Al-ibadah

Sebagaimana diterangkan dalam Surat Yunus (106) maksud berdo’a dalam


ayat ini ialah beribadah. Dengan demikian ayat ini merupakan larangan menyembah
kepada selain Allah SWT, hanya Allah SWT yang berhak disembah oleh
makhluknya sehingga tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang dapat menandingi
kuasa dan kebesaran Allah SWT.

b. A-isti’ānah (memohon pertolongan dan bantuan)

Sebagaimana yang diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat (186) surat


tersebut menjelaskan bahwasannya Allah SWT lebih menyukai hamba-Nya yang
mau berdo’a sehingga Allah SWT tidak akan menyiakan doanya. Dalam ayat ini
memerintahkan umat muslim untuk senantiasa berdoa dan memohon pertolongan
kepada Allah SWT.

c. Al-Nidā (memanggil atau seruan)

Menyeru manusia kepada kebahagiaan. Berbeda dengan manusia, manusia


akan menyeru kepada Allah SWT ketika sedang mengalami masa-masa yang sulit
sehingga membutuhkan pertolongan Allah SWT yakni dengan berdoa-Nya. Doa
dalam arti memanggil Allah swt, dalam rangka mengajukan permohonan kepada-
Nya. Doa juga sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT dan manusia
sangat membutuhkan-Nya.

d. Istighfar (memohon ampunan)


Al-Qur‟an Surat al-Muzammil (20) menjelaskan tentang perintah untuk
selalu beristighfar memohon ampun kepada Allah SWT dari perbuatan dosa dan
sebagainya. Selain itu istighfar dapat melindungi manusia dari godaan setan. Setan
selalu menganggu manusia supaya menjauhi Allah SWT dan setan pun tetap
berusaha menggoda manusia sampai manusia menjadi pengikut mereka. Supaya
terhindar dari godaan setan, manusia harus memiliki rohani yang kokoh yakni
dengan, rohani yang kokoh ini berasal dari kedekatan manusia dengan Allah SWT,
jika ingin terbebas dari godaan setan maka manusia diperintahan untuk selalu
beristighfar kepada Allah SWT.

e. Al-Qaul (Perkataan atau ucapan)

Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam QS Yunus: bahwa Doa


diawali dengan memuji Allah SWT, pembukaan-pembukaan doa dapat berupa
ucapan subhanakallahumma sebagai suatu bentuk memuji akan kebesaran Allah
SWT dan doa di tutup dengan ucapan alhamdulillahi rabbil aalaamiin. Dalam
konteks ayat ini, doa diartikan sebagai kata atau ucapan. Artinya ucapan atau
perkataan tertentu yang diucapkan seseorang untuk memujji kebesaran Allah SWT.
Kata-kata seperti itu sering muncul dalam kalimat doa Dalam Surat Yunus
mengajarkan kepada manusia tentang etika dalam berdoa yaitu memulai berdoa
dengan mengagungkan, memuji, serta menyebut nama Allah SWT. Dalam surat
tersebut juga dijelaskan mengenai ucapan pembukaan dalam berdoa yaitu dengan
mengucapkan subhanakallahumma serta menutupnya dengan mengucpkan
alhamdulillahi rabbil aalaamin.

2. Syarat Terkabulnya Doa

Doa tidak serta merta akan dikabulkan secara gamblang, tapi harus melalui
beberapa persyaratan, jika persyaratan yang ada padanya sudah terpenuhi maka
dengan izin Allah semua hajat akan segera terpenuhi, di antara syarat tersebut
yaitu:

1. Ikhlas
Hendaklah seorang hamba itu berdoa benar-benar berdoa/meminta hanya
kepada Allah, bukan kepada selainnya (kepada jin, dukun, kuburan keramat, pohon-
pohon besar, matahari, dsb) Sebab doa ialah salah satu bentuk dari ibadah. Bahkan
dia adalah bentuk ketaatan yang paling mulia dan ibadah yang utama, dan Allah
tidak menerima sesuatu dari makhlukknya kecuali yang ikhlas hanya mengharap
ridha-Nya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman;

‫َفاْدُع ْو اهلَل ُم ْخ ِلِص ْيَن َلُه الِّدْيِن َو َلْو َك ِر َه اْلَك اِفُرْو ن‬

“ Maka berdoalah kepada Allah dengan memurnikan ibadah kepadaNya,


meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya”

Jadi, tidak bisa dipungkiri, hanya dengan menghadirkan hati yang ikhlas
kepada Allah untaian doa itu akan terkabulkan.

2. Bersabar dan tidak tergesa gesa.

Abu Hurairah salah seorang sahabat Nabi berkata, Rasulullah SAW


bersabda:

‫ُيْسَتَج اُب َأِلَحِد ُك ْم َم اَلْم َيْع َج ْل َيُقْو ُل َدَعْو ُت َفَلْم َيْسَتِج ْب ِلْي‬

“ Doa salah seorang dari kalian akan dikabulkan selama ia tidak tergesa-
gesa, yaitu ia berkata, saya sudah berdoa, tapi kenapa belum dikabulkan?” 1

Di dalam hadits di atas terdapat salah satu adab dalam berdoa. Yaitu, selalu
meminta dan tidak putus asa menanti jawaban karena di dalamnya terdapat
ketundukan, kepasrahan, dan menampakkan kefakirannya kepada Allah SWT. Di
dalam kitab jawabul kafi ibnu Qayyim mengatakan, “diantara penghalang buah doa
ialah manakala seorang hamba tergesa-gesa dan merasa akan lambat jawaban,
kemudian dia berputus asa dan tidak berdoa lagi. Ini seperti orang yang menabur
benih atau menanam tanaman, lalu ia benar-benar merawat dan menyiramnya.
Namun, manakala ia merasa akan lambatnya pertumbuhan dan tidak mendapatkan
1
H.R. Bukhari –Muslim ( Riyadhus Shalihin, Imam Annawawi, hal 869)
hasilnya (karena lama berbuah), ia kemudian membiarkannya. Nah, hal-hal seperti
inilah yang mesti kita waspadai. Jangan sampai syaithon mengelabui kita sehingga
kita berputus asa dari berdoa kepada Allah.

3. Bertaubat dari berbagai maksiat

Banyak di antara kita yang mengeluh mengapa doanya tidak terkabulkan,


namun sedikit sekali yang menyadari bahwa salah satu penyebab terhalangnya doa
adalah maksiat yang pernah dilakukan dan belum bertaubat. Kemaksiatan adalah
biang dari segala musibah yang menimpa.

Perumpamaan orang yang berdoa tapi juga berbuat maksiat, seperti orang
yang memerangi seorang raja di dunia ini dan mengadakan permusuhan dalam
waktu yang cukup lama, lalu suatu saat dia datang untuk memohon kebaikan dan
bantuuanya.

Apakah permintaan orang tersebut akan dikabulkan? Tentulah ia tidak akan


mendapatkan apa yang ia minta kecuali kalau ia memperbaiki hubungannya lagi
dengan sang raja. Begitulah perumpamaan orang yang berdoa kepada Allah SWT
namun maksiat jalan terus. Jadi, bertaubatlah dari dosa yang pernah kita lakukan,
agar doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT terijabahkan karena Allah
ridha dengan kita.

4. Makan dan minumlah dari rezeki yang halal.

Orang yang berdoa haruslah mengetahui bahwa sebab lain terkabulnya doa
adalah mengkonsumsi makanan yang halal dan tidak memasukkan makanan yang
haram ke dalam perutnya. Bila seorang hamba sudah memiliki sifat yang demikian
maka ia akan merasakan jawaban pada setiap doanya dan efek baik darinya. Maka,
bagi orang-orang yang lalai dari sebab-sebab dikabukannya doa, waspadalah
terhadap harta yang masuk ke dalam kantong kalian dan waspadalah terhadap
makanan yang masuk ke dalam perut kalian.
5. Berbaik sangka kepada Allah SWT.

Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

‫ُأْدُع ْو ا هلل َو َأْنُتْم ُم وِقُنوَن ِبإلَج اَبِت َو اْعَلُم وا َأَّن َهلل اَل َيْسَتِج ْيُب ُدَعاًء ِم ْن َقْلٍب َغاِفٍل َلُه‬

“ Berdoalah kalian kepada Allah dan yakinlah doa kalian akan


diijabahkan. Sebab, Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang kosong dan
lalai”.

Dalam hadits Qudsi Rasulullah bersabda: “Allah SWT berfirman:

‫َأَنا ِع ْنَد َظِّن َع ْبِد ْي ِبْي َو َأَنا َم َع ُه َح ْيُث َيْذ ُك ُر ِنْي‬

“ Aku bagaimana prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan aku akan


senantiasa bersamanya selama is mengingati-Ku”

5. Kehadiran hati

Menghadirkan hati ketika berdoa adalah salah satu kunci terkabulnya doa,
maksudnya adalah mentadabburi makna dari apa yang di ucapkan. Tidak mesti
dengan berbahasa arab, bahasa apa saja pun boleh berdoa, karena Allah maha
mengetahui apa yang kita ucapkan, sekalipun itu dari dasar hati.

3. Adab dalam berdo’a

Doa memiliki adab-adab yang wajib diperhatikan oleh orang yang berdoa
agar apa yang minta bisa terkabulkan dan hajatnya terlaksana. Di antara adabnya
yaitu:2

1. Memanfaatkan waktu-waktu yang diberkahi, seperti hari Arafah, bulan


Ramadhan, hari Jumat, dan waktu sahur.

2
Hasan bin Ahmad Hammam, Terapi dengan Ibadah, PT.Aqwam,2010, Solo. Hal:115
2. Memanfaatkan kondisi-kondisi yang utama, seperti pada waktu sujud,
saat perang berkecamuk, turun hujan, dan waktu antara azan dan iqomah. Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫َأْقَر ُب َم اَيُك ْو ُن اْلَع ْبُد ِم ْن َر ِّبِه َو ُهَو َس اِج ٌد َفَأْكَثُرْو ا الُّد َعاَء‬

“ Waktu terdekat antara hamba dan Rabbnya adalah di saat ia sedang


bersujud, maka perbanyaklah doa padanya”

4. Waktu-waktu Mustajab untuk berdo’a

Doa di anjurkan untuk dipanjatkan setiap saat dan kondisi, tidak terbatas
pada waktu dan tempat tertentu. Namun, ada beberapa kondisi dan waktu utama
yang memiliki keistimewaan dalam pengabulan doa. Diantaranya:3

1. Malam Lailatul Qadar

2. Hari Arafah

3. Bulan Ramadhan

4. Malam Jum’at, hari Jum’at atau waktu Jumat

5. Pertengahan malam

6. Waktu sahur, yaitu bagian paling akhir malam.

7. Saat dikumandangkan azan.

8. Antara azan dan iqomah

9. Di saat iqomah

10. Di penghujung shalat-shalat wajib

11. Di waktu sujud

12. Saat membaca Al-Quran, terlebih ketika telah mengkhatamkannya

13. Di saat minum air zam-zam

3
Ibid, hal 119
15. Ketika berada dalam majelis ilmu.

16. saat turun hujan

17. diantara dua khutbah

18. setelah shalat ashar menjelang maghrib di hari jum’at

5. Jika do’a belum dikabulkan

Banyak dari kita yang sudah sering melantunkan doa namun tidak juga
dikabulkan akhirnya muncullah prasangka negatif terhadap Allah subhanahu
wata’ala.

Dalam berdo’a diperlukan kesabaran dan keyakinan yang kuat bahwa doa
kita pasti dikabulkan. Jangan sampai kita berpikir doa kita tidak didengar, apalagi
tidak dikabulkan. Apapun yang kita doakan, asalkan itu untuk kebaikan, bagi diri
kita ataupun orang lain semua itu akan kembali kepada kita. Tidak ada kerugian
apa pun jika kita berdoa meskipun adakalanya doa kita tidak terlaksana seperti apa
yang kita minta. Allah SWT punya cara dan seni tersendiri dalam mengabulkan
doa-doa hambanya. Tahapan-tahapan dalam pengabulan doa itu ada tiga cara,
yaitu:

1. Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita
inginkan, Boleh jadi apa yang kita minta belum cocok dengan kita dan akan
berakibat buruk, maka Allah memberikan dengan yang lain yang lebih cocok
dengan kita. Sebagai contoh: kita minta diberikan mobil tapi Allah berikan kita
sepeda motor, karena Allah maha tau kalau untuk saat ini kita sangat membutuhkan
sepeda motor bukan mobil. Demikian pula contoh-contoh lain dalam kehidupan
kita.

2. Doa-doa kita akan disimpan pahalanya di akhirat kelak sebagai investasi


tambahan amal ibadah kita.

3. Di ganti dengan yang lain, misalnya dihindari dari musibah atau bahaya.
Yang harus kita perhatikan adalah, bukan hanya berdoa saja, tapi harus diiringi
dengan ikhtar. Karena doa tanpa usaha adalah sia-sia, dan usaha tanpa doa itu dalah
bohong. Jadi keduanya haruslah beriringan, dan setelah semua itu terlaksana
dengan baik maka yang terakhir adalah tawakkal kepada Allah. Kita serahkan
semua urusan kita kepada Allah, biarlah Allah yang menentukan hasilnya, kita
sebagai hamba hanya di tuntut berdoa dan berusaha. Allah akan melihat prosesnya
bukan hasilnya, karena hasil itu adalah haknya Allah SWT.

B. Ikhtiar

1. Pengertian Ikhtiar

Menurut bahasa ikhtiar diambil dari kata ‫ ِإْخ ِتَيار‬yang memiliki arti mencari
hasil yang lebih baik, memilih. Sedangkan dalam KBBI kata ikhtiar berarti alat,
syarat untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Adapun secara istilah pengertian
ikhtiar yakni, suatu usaha yang dilakukan dengan segala cara untuk mendapat
hasil yang maksimal, ikhtiar juga dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh untuk dapat merasakan kebahagiaan dalam hidup, baik
di dunia maupun di akhirat.4

Ikhtiar merupakan sebuah usaha yang seharusnya dilakukan manusia untuk


dapat memenuhi segala kebutuhan dalam kehidupannya, baik secara material,
emosional, spiritual, kesehatan, seksual, dan juga masa depannya agar tujuan
hidup untuk dapat sejahtera dunia akhirat dapat terpenuhi 5. Ikhtiar disini memang
seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati dan semaksikmal
mungkin tapi juga tak lepas dari seberapa besar kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya. Mengingat manusia memiliki cita-cita dan kenginan untuk

4
Zulkifli, Mewujudkan Generasi Optimis : Perspektif Islam, Proceeding International Seminar on Education
Faculty of Tarbiyah and Teaching Training, Oktober 2016, h. 437

5
Mu’ammar, Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al

Ghozali dan Nurcholis Madjid; (Study Komparasi Pemikiran), (Jakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan,

2011) , h. 39
dapat sukses dan bahagia, dan sewajarnya tidak ada orang yang menginginkan
sebuah kegagalan. Apabila keinginan atau cita-cita yang dikehendakinya dapat
dikelola dengan baik, maka akan didapatkan jalan untuk menggapai kesuksesan
yang diinginkan, tentu saja kesuksesan itu tidak akan diperoleh tanpa adanya
usaha. Seperti halnya firman Allah dalam surat Al-Ra’d ayat 11

‫ِس‬ ‫ِّي ا ِب ٍم‬


‫َح َّتٰى ُيَغِّيُر وا َم ا ِبَأْنُف ِه ْم ۗ َو ِإَذ ا َأَر ا َد‬ ‫ُيَغ ُر َم َق ْو‬ ‫اَل‬ ‫ِإَّن ال َّلَه‬
‫َل ۚ ا َل ِم ُد و ِنِه ِم ا ٍل‬ ‫ٍم‬ ‫ِب‬
‫ْن َو‬ ‫ُه َو َم ُه ْم ْن‬ ‫ُس و ًءا َفاَل َم َر َّد‬ ‫ال َّلُه َق ْو‬

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga


mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”

Dari ayat ini dapat dipahami bahwasanya usaha merupakan faktor penting untuk
mengubah diri menjadi lebih baik. Salah satu bentuk ikhtiar untuk dapat mewujudkan
sebuah cita-cita diantaranya terdapat lima hal yang harus diperhatikan 6 , yaitu: fokus
pada cita-cita dan masa dengan yang diimpikan. Memikirkan dengan seksama apa yang
benar-benar diinginkan, menyusun sebuah rencana, menggali potensi dan kelebihan yang
dimiliki, menemukan strategi, cara dan segala kemungkinan untuk dapat
mewujudkannya, yakin dan percaya bahwa diri ini bisa untuk mewujudkan itu.
Keyakinan merupakan modal utama untuk dapat mewujudkan apa yang dinginkan. Tidak
ada yang tidak mungkin dalam hidup ini, seringkali hal ynag dianggap tidak mungkin itu
karena belum pernah dicoba. Lakukan saja sesuai dengan kemampuan, mengikuti kata
hati, menutup telinga terhadap hal-hal negatif dan rasa pesimis yang datang dari orang
lain, serta menyelesaikan apa yang telah dimulai.

Apabila gagal dalam suatu ikhtiar, setiap orang terutama muslim dianjurkan
untuk bersabar dan berdoa pada Allah, karena orang yang sabar dan berserah

6
Ibid, hal.38
tidak akan gelisah dan berkeluh kesah ataupun putus asa. Agar ikhtiar atau usaha
dapat berhasil dan sukses, maka hendaknya usaha tersebut dilandasi dengan niat
ikhlas untuk mendapatkan ridho Allah SWT, didampingi dengan berdoa dan
senantiasa melaksanakan perintahNya dan melanggengkan perbuatan baik,
melakukan studi terhadap apa yang akan dituju, tetap berhati hati dalam
menjalankan usaha tersebut, mencari rekan yang tepat dalam mewujudkan hal
tersebut, serta selalu melakukan intropeksi diri.

Sebagaimana firman Allah:

‫ِإ ِذ‬ ‫ِج‬ ‫ِن‬


‫َو َقا َل َر ُّبُك ُم ا ْد ُع و ي َأْس َت ْب َلُك ْم ۚ َّن ا َّل ي َن َيْس َتْك ِبُر و َن َع ْن‬
‫ِخ‬ ‫ِع ِت‬
‫َبا َد ي َسَي ْد ُخ ُلو َن َج َه َّنَم َد ا ِر ي َن‬

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan


Kuperkenankan bagimu....” (Q.S Ghofir 40:60)

Dalam ayat lain Allah juga berfirman:

‫َأًّيا َم ا َتْد ُع وا َفَلُه اَأْلْس َم ا ُء‬ ۖ ‫ال َّلَه َأِو ا ْد ُع وا ال َّر ْح َٰم َن‬ ‫ُقِل ا ْد ُع وا‬
‫ُتَخ ا ِفْت ِبَه ا َو ا ْبَت ِغ َبْي َن َٰذ ِلَك َس ِبي اًل‬ ‫َو اَل َتْج َه ْر ِبَص اَل ِتَك َو اَل‬ ۚ ‫ا ْل ُحْس َنٰى‬

Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang


mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang
terbaik) " (Q.S Al Isra’ 17:110)
Dalam ayat lain tertulis:

‫َفِإ َذ ا ُقِض ِت ال َّصاَل ُة َفا َتِش وا ِفي اَأْل ِض ا ُغوا ِم َفْض ِل ال َّلِه‬
‫ْن‬ ‫ْر َو ْبَت‬ ‫ْن ُر‬ ‫َي‬

‫َو ا ْذ ُك ُر وا ال َّلَه َك ِثي ًر ا َلَع َّلُك ْم ُتْف ِلُح و َن‬

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;


dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu
beruntung” ( Q.S Al Jumu’ah 62:10)

Menurut tasir Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir karya Syaikh Dr.
Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
yang dimaksud dengan “ maka bertebaranlah kamu di muka bumi;” dalam ayat
tersebut yaitu Untuk berjual beli dan berurusan dengan apa yang kalian butuhkan
untuk penghidupan kalian.

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwasanya Allah memerintahkan setiap


manusia untuk selalu ikhtiar (berusaha) untuk dapat menggapai sebuah
keberuntungan di dunia ini, dengan tanpa meninggalkan atau mengabaikan
amalan untuk kelak hidup di akhirat yang salah satunya dengan selalu
mendekatkan diri kepada Allah7

2. Bentuk-bentuk ikhtiar8

7
Edi Saffan, Urgensi Doa, Ikhtiar dan Kesadaran Beragama dalam Kehidupan Manusia, FITRA,

Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2016, h. 23-24

8
https://www.merdeka.com/trending/ikhtiar-adalah-berusaha-kenali-3-bentuk-beserta-contohnya-
kln.html#:~:text=Perlu%20diketahui%2C%20Ikhtiar%20ini%20terbagi,dan%20bekerja%20keras%2C%20berikut
%20penjelasannya.
a. Tidak mudah putus asa

Dalam hidup, manusia memang ditakdirkan untuk selalu berusaha


dalam menjalaninya. Seperti saat kita sedang mengusahakan sesuatu, namun
hasil yang didapatkan tidak sesuai apa yang ada dalam bayangan atau target
kita, maka disitulah kita perlu melakukan ikhtiar dan tidak pantang menyerah
serta putus asa, kita harus bangkit dari keterpurukan sembari terus belajar dan
terus belajar.

b. Bersungguh-sungguh

Bentuk ikhtiar selanjutnya yang wajib menjadi perhatian adalah


bersungguh-sungguh. Hal tersebut lantaran saat kita memiliki sebuah impian
atau target tertentu dalam menjalani hidup, dibutuhkan rasa bersungguh-
sungguh yang amat mendalam agar dapat meraih semua itu.

Maka dari itu, kita perlu menanamkan usaha yang harus dijalani dengan
sungguh-sungguh dan tidak boleh setengah hati. Contohnya sederhananya
adalah dalam hal jodoh, di dunia ini tak ada manusia menginginkan seseorang
pasangan yang tak baik dalam hidupnya, maka dengan begitu kita perlu banyak
belajar serta melakukan perubahan guna memantaskan diri agar mendapatkan
sosok jodoh yang terbaik.

c. Bekerja keras

Ikhtiar berikutnya adalah dengan melakukan kerja keras dalam


menggapai sebuah mimpi. Berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan
yang sudah diberikan oleh Allah SWT harus dilakukan untuk meraih sesuatu
yang diinginkan, dalam hal ini malas dan bekerja seenaknya sangat tak
dianjurkan.kita harus berusaha dan berjuang sekuat tenaga demi mendapatkan
hasil yang dapat memuaskan kita pada nantinya. Karena setiap balasan itu
sesuai dengan kadar usaha. Sebagaimana dikatakan dalam kaidah:

‫أألجر بقدر التعب‬

“Imbalan atas usaha tergantung kadar kesulitan yang kita hadapi.”


C. Tawakal

1. Pengertian Tawakal

Secara etimologis, kata tawakal diambil dari bahasa Arab at-tawakkul dari
akar kata wakala yang berarti menyerahkan atau mewakilkan.2 Di dalam kamus
besar bahasa Indonesia, tawakal berarti berserah kepada kehendak Allah SWT
dengan segenap hati percaya kepada Allah SWT.9

Kata-kata “wakil” shighah atau bentuk kata sama dengan fai’l sama artinya
dengan shighah maf’ul (berfungsi sebagai obyek pelengkap penderita), artinya
adalah pihak yang melakukan perintah orang yang berwakil kepadanya. Al-Azhari
berkata, “wakil dinamakan wakil adalah karena orang yang berwakil kepada diriya
telah mengandalkan dirinya untuk melaksanakan perintahnya. Maka, ia adalah
orang yang diberi hak sebagai wakil untuk melaksanakan perintah.10

Sebagian orang menafsirkan wakil adalah “penjamin”. Ar-Raghib berkata,


“wakil itu lebih umum, karena setiap penjamin adalah wakil dan tidaklakh setiap
wakil itu penjamin. Sedangkan kata-kata al-taukil adalah ketika anda bersandar
kepada orang selain anda dan anda menjadikan orang itu sebagai pengganti anda.
Kata-kata al-tawakkul (boleh memberi tanda fathah atau kasrah untuk huruf wawu)
sama shighahnya dengan wazan al-tafa’uluadalah ketika anda menunjukkan
kelemahan yang ada pada diri anda, laluanda bersandar kepada yang selain diri
anda.11

9
Tim Editor Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar bahasa indonesia hal. 908.

10
Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakal Alallah Ta’ala(Jakarta: PT Darul Falah, 2006),

11
Ibid hal. 3
Ar-Raghib berkata, al-tawakkul terdiri dari dua aspek, al-tawakaltu li fulan
artinya aku telah kuasakan kepadanya dan wakkaltuhu fa tawakala li> wa
tawakaltu alaihiartinya aku bersandar kepadanya.12 Dengan demikian yang
dimaksud dengan wakalah adalah dua hal: pertama, mewakilkan dan menyerahkan.
Sedangkan yang kedua, al-tawakkul yaitu bertindak dengan cara sebagai wakil
orang yang menjadikan dirinya sebagai wakilnya.13

Secara terminologis berbagai definisi tawakal dikemukakan oleh ulama’.


Definisi tersebut antara lain:

1. Imam al-Ghazali mendefinisikan bahwa tawakal adalah menyandarkan diri


kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepadaNya dalam
kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa dan hati yang tenang. 14

2. Ibnu Qoyyim al-Jauzi mengatakan bahwa tawakal merupakan amalan dan


ubudiyah (penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya
kepada Allah, tsiqah terhadapNya, berlindung hanya kepadaNya dan ridha atas
sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan
memberikannya segala kecukupan bagi dirinya dengan tetap melaksanakan
faktor-faktor yang mengarahkannya padaSesutu yang dicarinya serta usaha keras
untuk dapat memperolehnya.15

12
Ar-Raghib Al-Ashfani, Al-Mufradat fii Gharib Al-Qur’an (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, tt), hal. 532.

13
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin Baina Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in (Kairo:
Maktabah as-Salafiyah, 1972), 126.

14
Imam al-Ghazali Abi Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya’ Ulumuddin (Beirut: Dar al-Ma’rifah, TT) hal,
240

15
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin Baina Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in (Kairo:
Maktabah as-Salafiyah, 1972) hal. 126.
3. Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa tawakal adalah memohon
pertolongan, sedangkan penyerahan diri secara totalitas adalah satu bentuk
ibadah.16

4. Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa tawakal adalah mempercayakan diri kepada


Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatanNya dalam
melaksakan suatu pekerjaan, berserah diri kepadaNya pada waktu menghadapi
kesukaran.17

Dari berbagai macam definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasannya


tawakal merupakan manifestasi keyakinan di dalam hati yang memberi motivasi
kepada manusia dengan kuat untuk menggantungkan harapan kepada Allah SWT
dan menjadi ukuran tingginya iman seseorang kepada Allah SWT. Di samping
Islam mendidik umatnya untuk berusaha, Islam juga mendidik umatnya untuk
bergantung dan berharap kepada Allah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.
Ali’Imran ayat 122:

‫َو َع َلى ال َّلِه َفْل َيَتَو َّك ِل ا ْل ُم ْؤ ِم ُنو َن‬

“karena itu hendaklah kepada Allah saja orangorang mukmin bertawakal.”

Dengan perintah tawakal, al-Qur’an bukannya menganjurkan agar seseorang


tidak berusaha atau mengabaikan hukum-hukum sebab dan akibat. Akan tetapi Al-
Qur’an hanya menginginkan supaya umatnya hidup dalam realita yang
menunjukkan bahwa tanpa usaha tak mungkin tercapai harapan, dan tidak ada
gunanya berlarut dalam kesedihan jika realita tidak dapat dirubah lagi.

16
Yusuf al-Qardhawi, Tawakal Jalan Menuju Keberhasilan dan Kebahagiaan Hakiki (Jakarta: Al-Mawardi Prima,
2004), hal. 5.

17
M. Ishom Elsaha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 738.
2. Macam-macam tawakal

Dilihat dari pengertian etimologis, yang mana pengertian tawakal adalah


menyerahkan atau mewakilkan, tawakal dapat dibagi menjadi dua macam, yakni
tawakal kepada Allah SWT dan tawakal kepada selain Allah.

A. Tawakal kepada Allah SWT

Sesuai dengan objeknya tawakal kepada Allah terbagi menjadi empat


macam, di antaranya adalah:

Pertama, tawakal kepada Allah SWT dalam keadaan diri yang istiqamah
serta dituntun dengan petunjuk Allah, serta bertauhid kepada Allah secara murni,
dan konsisten terhadap agama Allah baik secara lahir maupun batin tanpa
berusaha untuk memberikan pengaruh kepada orang-orang lain. Dalam artian
sikap tawakal hanya bertujuan memperbaiki dirinya sendiri tanpa melihat kepada
orang lain.

Kedua, tawakal kepada Allah SWT dalam istiqamah sebagaimana di atas,


dengan tambahan tawakal kepada Allah SWT dalam upaya penegakan agama
Allah di muka bumi, menanggulangi kehancuran,melawan bid’ah, berjihad
menghadapi orang-orang kafir dan munafik, perhatian kepada maslahat kaum
Muslimin, amar ma’ruf nahi mungkar, memberikan pengaruh kepada orang lain
sehingga mereka hanya menyembah Allah saja. Hal yang demikian ini adalah
tawakal yang ada pada diri para nabi dan tawakal para pewarisnya yaitu para
ulama yang akan datang setelah mereka. Ini adalah tawakkal yang paling agung
dan paling bermanfaat.18

18
Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakal Alallah Ta’ala (Jakarta: PT Darul Falah, 2006), hal… 187
Al-Allamah Ibnu Sa’di Rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa tawakal
para Rasul SAW adalah tawakal yang paling tinggi tingkatan dan derajatnya.
Yaitu tawakal kepada Allah dalam menegakkan dan membela agamaNya,
memberikan petunjuk kepada hambaNya dan menghilangkan belitan kesesatan
dari mereka. Inilah tawakal yang paling sempurna.”19

Ketiga, tawakal kepada Allah dalam rangka seorang hamba ingin


mendapatkan berbagai hajat dan bagian duniawi atau dalam rangka menghindari
berbagai hal yang tidak diharapkan dan berbagai musibah duniawi. Sebagaimana
orang yang bertawakal untuk mendapatkan rezeki, kesehatan, istri, anak, suatu
kemenangan atas musuhnya atau lainnya. Dengan demikian, ia akan
mendapatkan terbatas pada apa yang ia bertawakal deminya di dunia dan tidak
akan mendapatkan apa-apaberkenaan dengan itu di akhirat. Kecuali, jika ia
berniat meminta bantuan dengan hal itu untuk taat kepada Allah Azza wa Jalla.

Keempat, tawakal kepada Allah dalam rangka mendapatkan sesuatu yang


haram hukumnya atau menolak apa-apa yang diperintahkan.20 Ada pula orang
yang bertawakal kepada Allah dalam rangka mendapatkan dosa dan kekejian
“sesungguhnya orang-orang yang memiliki tuntutan sedemikian itu pada
umumnya tidak akan mendapatkannya melainkan dengan meminta pertolongan
kepada Allah dengan tawakal mereka kepadaNya. Bahkan terkadang tawakal
mereka lebih kokoh dari pada tawakal kebanyakan ahli ketaatan. Oleh sebab itu,
mereka mendapati dirinya berada dalam kebinasaan dan kehancuran dengan
tetapsaja bersandar kepada Allah agar Dia menyelamatkan dan menyampaikan
kepada keberhasilan dan menggapai berbagai tuntutan.21

19
Abdurrahman An-Nashir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman fii Tafsiri Kalam AlManan, (Jeddah: Dar Al-
Madani, 1408 H), hal. 11.

20
Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakal Alallah Ta’ala (Jakarta: PT Darul Falah, 2006), hal. 188
B. Tawakal kepada Selain Allah

Tawakal kepada selain Allah terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Tawakal syirik, ini juga terbagi menjadi dua:

a. Tawakal kepada selain Allah SWT dalam hal-hal yang tidak mampu
dilakukan kecuali oleh Allah SWT.

Sebagaimana orang-orang yang bertawakal kepada orangorang


yang telah mati dan para thaghut dalam rangkamenyampaikan harapan
tuntutannya berupa pemeliharaan, penjagaan,rezeki dan syafa’at. Perbuatan
seperti itu merupakan kesyirikan besar. Semua perkara yang semacam itu
dan sejenisnya yang dapat mengatasi hanya Allah SWT semata, tidak ada
yang mampu mengatasi selainNya.22

Tawakal yang seperti di atas tersebut dinamakan tawakal rahasia,


karena tawakal yang begitu tidak pernah ada melainkan pada orang yang
berkeyakinan bahwa mayit itu memiliki hak untuk bersikap secara rahasia
kepada alam semesta ini, serta tidak ada bedanya antara seoarang Nabi, wali,
thaghut atau musuh Allah SWT.

b. Tawakal kepada selain Allah berkenaan dengan perkara-perkara yang


dimampui dan akan berhasil sesuai dugaannya.

21
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin Baina Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in (Kairo:
Maktabah as-Salafiyah, 1972) hal. 113-14

22
Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakal Alallah Ta’ala (Jakarta: PT Darul Falah, 2006), hal. 191.
Hal yang demikian seperti tawakal berkenaan dengan sebab-sebab
yang real dan biasa, dan perbuatan semacam itu merupakan syirik kecil.
Sebagaimana seseorang yang bertawakal kepada seorang amir atau sultan
dalam hal-hal yang dijadikan oleh Allah ditangannya sebagai rezeki atau
penolakan suatu yang menyakitkan dan semacam itu. Ini adalah syirik
tersembunyi. Oleh sebab itu dikatakan, “menoleh kepada sebab-sebab adalah
syirik dalam tauhid disebabkan kekuatan keterikatan dan bersandarnya hati
kepadanya.23

Perkara yang demikian itu karena hati tidak akan bertawakal


melainkan kepada siapa yang ia berharap kepadanya. Barang siapa yang
menaruh pengahrapan pada kekuatan, amal, ilmu,kondisi, kawan, kerabat,
guru, raja atau hartanya dengan tidak memperhatikan Allah lagi. Maka pada
sikap yang demikian itu terdapat suatu macam tawakal kepada sebab
tersebut. Siapa saja yang menaruh pengharapan kepada makhluk atau
tawakal kepadanya, menyebabkan kegagalan terhadap perkiraannya karena
yang demikian itu adalah kesyirikan.24 Sebagaimana Firman Allah SWT
dalam QS. Al-Hajj ayat31.

‫ُح َنَف ا َء ِلَّلِه َغ ْيَر ُم ْش ِر ِك ي َن ِبِه ۚ َو َمْن ُيْش ِر ْك ِبال َّلِه َفَك َأَّنَم ا‬

‫َخ َّر ِم ال َّس ا ِء َفَتْخ َطُف ُه ال َّطْي َأْو َتْه ِو ي ِبِه ال ِّر ي ِفي َم َك ا ٍن َس ِح ي ٍق‬
‫ُح‬ ‫ُر‬ ‫َن َم‬

“Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia.


Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia
seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan
angin ke tempat yang jauh.”

23
Ibid, hal. 192

24
Yusuf al-Qardhawi, Tawakal Jalan Menuju Keberhasilan dan Kebahagiaan Hakiki (Jakarta: Al-Mawardi Prima,
2004), hal. 30
2). Mewakilkan yang dibolehkan. Yaitu ia menyerahkan suatu urusan kepada
seseorang yang mampu dikerjakannya, dengan demikian orang yang
menyerahkan urusan itu (bertawakal) dapat tercapai beberapa keinginannya.
Mewakilkan di sini berarti menyerahkan untuk dijaga, seperti ungkapan,
“aku mewakilkan kepada Fulan”, berarti aku menyerahkan urusan itu kepada
Fulan untuk dijaga dengan baik. Mewakilkan menurut syari’at seseorang
menyerahkan urusannya kepada orang lain untuk menggantikan
kedudukannya secara mutlak atau pun terikat. Mewakilkan dengan maksud
seperti ini diperbolehkan menurut alQur’an, hadis dan Ijma’.25

3. Tingkatan-tingkatan tawakal

Tawakal memiliki tingkatan-tingkatan sesuai kadar keimanan. Tekad


dan cintaorang yang bertawakal tersebut diantantaranya adalah:

Pertama, mengenal Rabb berupa sifat-sifatNya, kekuasaanNya,


kekayaanNya, kemandirianNya, berakhirnya segala perkara kepada ilmuNya dan
kemunculannya karena masyi’ah (kehendak) dan kodratnya. Mengenal Allah ini
merupakan tangga pertama yang padanya seorang hambameletakkan telapak
kakinya dalam bertawakal.

Kedua, menetapkan sebab dan akibat. Ketiga, mengokohkan hati pada


pijakan “tauhid tawakal” (mengesakan Allah dalam bertawakal). Keempat,
bersandarnya hati dan ketergantungannya serta ketentramannya kepada Allah.
Tanda seseorang telah mencapai tingkatan ini ialah bahwa ia tidak peduli dengan
datang atau perginya kehidupan duniawi. Hatinya tidak bergetar atau berdebar
saat meninggalkan apa yang dicintainya dan menghadapi apa yang dibencinya
dari kehidupan duniawi. Karena ketergantungannya kepada Allah telah
membentengi dirinya dari rasa takut dan berharap pada kehidupan duniawi.26

25
Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakal Alallah Ta’ala (Jakarta: PT Darul Falah, 2006), hal. 195.

26
Memahami Cara Hidup Sabar, Syukur dan Tawakal (Depok: Pijar Nalar Indonesia, 2017), hal. 213.
Kelima, baik sangka kepada Allah SWT. Sejauh mana kadar sangka
baiknya dan pengharapannya kepada Allah, maka sejauh itu pula kadar
ketawakalan kepadaNya. Keenam, menyerahkan hati kepadaNya, membawa
seluruh pengaduan kepadaNya, dan tidak menentangnya. Apabila seorang hamba
bertawakal dengan tawakal tersebu, maka tawakal ituakan mewariskan
kepadanya suatu pengetahuan bahwa dia tidak memiliki kemampuan sebelum
melakukan usaha, dan ia akan kembali dalam keadaan tidak aman dari makar
Allah.

Ketujuh, melimpahkan wewenang (perkara) kepada Allah (tafwidh). Ini


adalah ruh dan hakikat tawakal, yaitu melimpahkan seluruh urusannya kepaada
Allah dengan kesadaran, bukan dalam keadaan terpaksa. Orang yang
melimpahkan urusannya kepada Allah, tidak lain karena ia berkeinginan agar
Allah memutuskan apa yang terbaik baginya dalam kehidupannya maupun
sesudah mati kelak. Apabila yang diputuskan untuknya berbeda dengan apa yang
disangkanya sebagai yang terbaik, maka ia tetap ridha kepada-Nya karena ia tahu
bahwa itu lebih baik baginya, meskipun segi kemaslahatannya tidak tampak
dihadapannya.27

D Hubungan antara do’a, ikhtiar dan tawakal

Dalam keseluruhan hubungan antara doa, ikhtiar dan tawakal maka


ketiganya saling melengkapi. Manusia diberikan kebebasan dan tanggung jawab
untuk berikhtiar sebaik mungkin, tapi harus menyadari bahwa takdir akhirnya berada
di tangan Allah SWT.

27
Ibid hal. 214
Doa menjadi wadah untuk berkomunikasi dengan-Nya, mengungkapkan
harapan, dan memohon petunjuk-Nya.Sementara itu, tawakal menjadi sikap yang
memungkinkan manusia untuk menerima apa pun yang Allah SWT takdirkan dengan
penuh kepasrahan dan kesabaran. Setelah berikhtiar dan berdoa dalam menjalani
takdir Allah SWT, tawakal menjadi jalan terakhir yang harus dilakukan manusia. 28

Seorang hamba perlu tekun berikhtiar dan doa, sebab usaha tanpa doa
termasuk menyombongkan diri, dan seakan tak membutuhkan Allah. Sementara
berdoa tanpa ikhtiar merupakan hal yang sia-sia. Sembari keduanya dilakukan
seseorang harus bertawakal kepada-Nya dengan berserah diri dan membiarkan Allah
memutuskan apa yang terbaik.29

Berusaha, berdoa dan bertawakal adalah sebuah pintu untuk


mengoptimalkan langkah kita. Usaha, doa dan tawakal adalah rantai, lingkaran
menuju kesuksesan. Usaha yang maksimal namun tidak berdoa dan bertawakal bisa
saja membuat hasl nihil jika tujuan tidak tercapai. Jika tercapai, usaha tanpa tawakal
bisa mebuat seseorang menjadi sombong dan takabur. Doa tanpa usaha bisa menjadi
sebuah kemunafikan. Walaupun Allah adalah sang maha kuasa, namun sebuah
usaha adalah bukti kesungguhan dari seorang hamba. Usaha tanpa ada tawakal akan
memberatkan diri. Seakan bahwa kehidupan akan dipikul sendiri. Tawakal
menempatkan satu kaki kita di lubang kesuksesan. Ketidak tawakalan menjauhkan
satu langkah kaki kita dari pintu kesuksesan. 30

28
https://www.sonora.id/read/423798429/hubungan-antara-takdir-ikhtiar-doa-dan-tawakal-dalam-islam

29
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6431532/hubungan-takdir-usaha-doa-dan-tawakal-dalam-
menggapai-keinginan.

30
https://www.muslimterkini.id/khazanah/pr-905820520/ini-hubungan-doa-ikhtiar-dan-tawakal-dalam-islam-
ketiganya-sangat-berkaitan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ikhtiar adalah usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai suatu
tujuan. Ikhtiar mencakup segala usaha yang dilakukan manusia untuk mencapai
tujuan tersebut, baik itu usaha fisik maupun non-fisik. Dalam Islam, kita
diajarkan untuk selalu berikhtiar dalam setiap hal yang kita lakukan.

Berusaha, berdoa dan bertawakal adalah sebuah pintu untuk


mengoptimalkan langkah kita. Usaha, doa dan tawakal adalah rantai, lingkaran
menuju kesuksesan. Usaha yang maksimal namun tidak berdoa dan bertawakal
bisa saja membuat hasl nihil jika tujuan tidak tercapai. Jika tercapai, usaha
tanpa tawakal bisa mebuat seseorang menjadi sombong dan takabur. Doa tanpa
usaha bisa menjadi sebuah kemunafikan. Walaupun Allah adalah sang maha
kuasa, namun sebuah usaha adalah bukti kesungguhan dari seorang hamba.
Usaha tanpa ada tawakal akan memberatkan diri. Seakan bahwa kehidupan
akan dipikul sendiri. Tawakal menempatkan satu kaki kita di lubang
kesuksesan. Ketidak tawakalan menjauhkan satu langkah kaki kita dari pintu
kesuksesan.

Daftar Pustaka

Hasan, bin Ahmad Hammam. 2010. Terapi dengan Ibadah. PT.Aqwam. Solo. Hal:115

Zulkifli, Mewujudkan Generasi Optimis : Perspektif Islam, Proceeding International


Seminar on Education Faculty of Tarbiyah and Teaching Training, Oktober
2016, h. 437

Mu’ammar, Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar dan Takdir Dalam Pemikiran
Muhammad Al Ghozali dan Nurcholis Madjid; (Study Komparasi
Pemikiran), (Jakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2011) , h. 39

Edi Saffan, Urgensi Doa, Ikhtiar dan Kesadaran Beragama dalam Kehidupan
Manusia, FITRA, Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2016, h. 23-24

Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakal Alallah Ta’ala (Jakarta: PT Darul Falah,
2006)
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin Baina Manazil Iyyaka Na’budu wa
Iyyaka Nasta’in (Kairo: Maktabah as-Salafiyah, 1972) hal. 126.

Imam al-Ghazali Abi Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya’ Ulumuddin (Beirut:
Dar al-Ma’rifah, TT) hal, 240
al-Qardhawi, Yuusuf. 2004 Tawakal Jalan Menuju Keberhasilan dan Kebahagiaan
Hakiki. Al-Mawardi Prima. hal. 5.

M. Ishom Elsaha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),
hal. 738.

Abdurrahman An-Nashir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman fii Tafsiri Kalam


AlManan, (Jeddah: Dar Al-Madani, 1408 H), hal. 11.

https://www.merdeka.com/trending/ikhtiar-adalah-berusaha-kenali-3-bentuk-beserta-
contohnyakln.html#:~:text=Perlu%20diketahui%2C%20Ikhtiar%20ini
%20terbagi,dan%20bekerja%20keras%2C%20berikut%20penjelasannya.

https://www.sonora.id/read/423798429/hubungan-antara-takdir-ikhtiar-doa-dan-tawakal-dalam-islam

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6431532/hubungan-takdir-usaha-doa-dan-tawakal-dalam-menggapai-
keinginan.

Anda mungkin juga menyukai