Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KEDOKTERAN ISLAM

SELALU MENGAWALI DAN MENGAKHIRI SETIAP


AKTIVITAS DENGAN BERDOA

KELOMPOK 3

MAGEFIRA HASANUDDIN (10542061015)

RISKY AMALIA (10542063215)

DHIA FALIH ANNISA (10542060015)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017
Doa adalah sebuah bentuk permohonan, doa dalam agama diposisikan sebagai bagian
dari sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian, doa kepada Allah bagi
mereka yang lebih percaya pada suatu kondisi yang dapat memberikan sikaf optimis, hati
puas, dan rasa ketenangan dalam jiwa, sehingga memberikan kekuatan batin dalam
menghadapi berbagai masalah. Doa kepada Allah untuk diberikan-setidaknya tidak dalam
Alquran, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berdoa, yang merespon
seruan dan penuh keyakinan petisi, hanya untuk Allah, sikap 'tawadhu' (tidak terlalu suara
lebih keras), dan berdoa kepada Allah dengan menggunakan nama-Nya.

A. Pendahuluan

Doa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi antara hamba dengan Allah swt
dalam keadaan tertentu. Di samping itu, doa sebagai roh ibadah atau sari ibadah sebagaimana
yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu, doa bukan hanya semata-
mata untuk memohon pertolongan Allah dalam memecahkan problem manusia yang
dihadapinya, akan tetapi dalam konteks secara luas sebagai suatu kebutuhan dalam rangkaian
ibadah.
Istilah doa jika dipahami sebagai suatu permohonan untuk merubah kehidupan manusia,
maka muncul pertanyaan, bagaimana dengan ‘taqdîr’ yang sudah menjadi ‘ketetapan’ itu?
Seorang sufi pernah melontarkan sebuah pertanyaan “kalau hidup ini sudah ditentukan oleh
Allah, untuk apa berdo’a?” Pertanyaan ini menimbulkan dua prakonsepsi, yaitu: pertama,
efektivitas do’a dan kedua, ketidak mampuan merubah taqdir.
Yang pertama mengandaikan bahwa do’a bisa member pengaruh atas hasil usaha atau
nasib manusia bila Allah mengabulkan do’anya. Sementara yang terakhir menyiratkan bahwa
tak seorang pun yang dapat mengubah ketentuan Allah, sekali Allah telah menetapkannya.
Persoalan ini memunculkan perdebatan yang hangat dan panjang dalam sejarah
perkembangan pemikiran Islam, sebagai konsekuensinya adalah melahirkan dua kelompok
yang berbeda pendapat dalam hal penentuan taqdir manusia. Apakah manusia itu sendiri yang
menentukan nasibnya atau Allah yang mengatur-Nya dan manusia hanya digerakkan oleh
Allah.
Kelompok pertama yang dimotori oleh kelompok mu’tazilah, berpandangan bahwa
manusialah yang menentukan perbuatannya sendiri, apakah mau baik atau jahat.1 Allah
hanya menciptakan daya pada diri manusia untuk berbuat, jadi yang membuat adalah
manusia itu sendiri. Sementara kelompok kedua yaitu Asy’ariyah, berpandangan bahwa
bukanlah manusia yang mengatur perbuatannya akan tetapi Allah yang mengaturnya, jadi
dalam berbuat selalu digerakkan oleh Allah. Hanya saja kelompok ini menganggap bahwa
sekalipun Allah yang menentukan perbuatan manusia, akan tetapi manusia tetap
mendapatkan porsi untuk mengadakan perbuatannya dengan konsep kasb-nya2 dan pada
akhirnya juga kembalinya kepada Allah sebagai penentu.
Berdasarkan hasil pemikiran di atas, persoalannya adalah bagaimana dengan do’a
manusia itu, apakah punya dampak ataukah hanya sekedar sebagai suatu sarana ibadah saja?
Inilah yang penulis ingin mencoba uraikan perspektif do’a dalam al-Qur’an. Apakah do’a itu
menurut pandangan al-Qur’an diperlukan oleh manusia? Dan bagaimana syarat-syarat do’a
yang terkabul?

B. PENGERTIAN BERDOA

Secara bahasa, kata “doa” itu bermakna seruan, jadi berdoa itu artinya menyeru,
menucap, memanggil. Sedangkan secara istilah “doa” adalah suatu permohonan atau
permintaan dan ucapan kepada Allah SWT sebagai penguasa alam semesta, seperti
contoh: meminta ampunan, pertolongan dari hal-hal yang ditakutkan, keselamatan
hidup, ucapan rasa bersyukur, minta diberikan rizki yang halal dan ketetapan iman
dan Islam, dan lain sebagainya.
PENGERTIAN DOA MENURUT ULAMA
Adapun pengertian atau makna dari kata “doa” menurut para Ulama yaitu sebagai
berikut:
1) Imam at-Thaibi
Yang dimaksud berdoa menurut beliau adalah memperlihatkan sikap berserah diri
dan membutuhkan Allah SWT, karena tidak dianjurkan ibadah melainkan untuk
berserah diri dan tunduk kepada Pencipta serta merasa butuh kepada Allah. Jadi doa
adalah sebuah permohonan kepada Allah dan bentuk rasa membutuhkan-Nya.
2) Quraish Shihab
Doa ialah suatu permohonan hamba kepada Tuhan-Nya agar memperoleh anugerah
pemeliharaan dan pertolongan, baik buat si pemohon maupun pihak lain yang harus
lahir dari lubuk hati yang terdalam disertai dengan ketundukan dan pengagungan
kepada-Nya.
3) Syaikh Taqiyuddin Subki
Istilah berdoa itu lebih khusus daripada beribadah. Artinya, barangsiapa sombong
tidak mau beribadah, maka pasti sombong tidak mau berdoa.
4) Abdul Halim Mahmud
Makna doa menurutnya adalah keinginan terhadap Allah SWT atas apa yang ada
pada-Nya dari semua kebaikan dan mengadu kepada-Nya dengan memohon sesuatu.
5) Muhammad Kamil Hasan al-Mahami
Menurutnya doa adalah memohon kepada Allah SWT untuk mendapatkan kebaikan
dari-Nya. Doa itu termasuk inti dari ibadah, karena bacaan dalam setiap ibadah kita
itu mengandung doa. Jadi, doa adalah sebuah ucapan permohonan dan pengakuan
bahwa kita ini sebagai hamba Allah yang lemah, tidak berdaya, tidak memiliki
kemampuan apapun tanpa Allah, kita hanya bisa berserah diri kepada-Nya,
memohonkan segala ampunan, pertolongan, meminta sesuatu yang diinginkan, dan
doa merupakan salah satu panyalur kita berkomunikasi dengan Allah.

C. PERLUNYA MANUSIA BERDOA

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, semua manusia sangat ingin sekali
merasakan kebahagiaan, Tak ada duka dan derita. Namun, pada kenyataannya hidup
itu tidak semudah yang kita bayangkan. Kadang gembira, kemudian ditimpa
kesedihan. Kadang berada dalam kemudahan dan kadangberada dalam
kesulitan.Tatkala manusia berada di dalam kesulitan, seringkali kita mendapati
manusia berkeluh kesah kepada manusia yang lainnya agar bisa mengatasi apa yang
menjadi permasalahan hidupnya, meminta-minta dan merendahkan dirinya di
hadapan manusia agar dapat membantunya.
Sebagian dari mereka ada yang bisa membantu dan pula ada yang tidak bisa
membantu karena keterbatasannya. Mereka yang kiranya tidak bisa membantu
dengan bantuan yang nyata, biasanya hanya bisa memberi saran dan mengingatkan
kita agar kita berdo’a kepada Allah. ‘Wahai Fulan,berdo’alah kepada Allah, agar
dimudahkan semua urusanmu’. Pertanyaannya, “Kenapa aku harus berdo’a kepada
Allah?”
Sayangnya, masih banyak di antara kita yang masih enggan dan kurang berdo’a,
entah karena ia lupa, tidak yakin dan kurang membutuhkan Allah Ta’ala,atau tidak
menganggap pentingnya pengaruh do’a untuk kehidupannya,ataumungkin lebih
mengandalkan dirinya sendiri dan bantuan manusia, dan ketika disarankan untuk
berdo’a kepada Allah kepadanya ia mengatakan:“Kenapa aku harus berdo’a kepada
Allah? Pentingkah?”
Letak Rahasia Pentingnya Manusia Memanjatkan Do’a
Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui, lagi Maha Kuasa melakukan apa saja.
Dalam seluk beluk kehidupan manusia, Allah sudah mengaturnya dan mengetahui
apa-apa yang akan dialami hambaNya. Dari kisah sedihnya maupun
bahagianya.Meskipun Allah sudah mengatur kehidupan dan segala apa pun yang akan
terjadi pada hambaNya di dunia ini, Allah memberikan keleluasaan kepada manusia
untuk mengajukan permohonan, keinginan dan harapan kepadaNya.Bahkan
memberikan perintah untuk berdo’a kepadaNya. Dan walaupun manusia tidak
memanjatkan do’a kepadaNya, sebenarnya Allah tetap akan memberikan kepada
manusia apa yang sudah menjadi bagiannya.
Allah tidak membiarkan manusia berada dalam kebingungan dan kecemasan pada
saat menghadapi permasalahan hidupnya di dunia. Dan manusia sangat membutuhkan
sandaran, tempat ia mengadukan nasib, tempat ia mengeluhkan keluh kesahnya,
hanya kepada pemegang kekuasaan yang tak terkalahkan keperkasaanNya, yang
mengatur hidup kehidupan manusia dan segenap mahluk yang ada di alam inilah
mereka mengaduh, Dialah Allah Azza wa Jalla.
Allah memang tidak membutuhkan pemberitahuan dari manusia apa yang
menjadi kebutuhan dan harapannya, sebab Allah Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui apa yang ada di seluruh jagat raya ini. Jika begitu, lalu kenapa Allah
memberikan tuntunan kepada manusia untuk berdo’a kepadaNya dan apa pentingnya
do’a ini bagi kehidupan manusia?Apakah kalau manusia tidak berdo’a memohon
pertolongan kepada Allah, maka Allah akan merasa rugi dan sedih? Jawabnya, sama
sekali tidak. Keagungan dan kemuliaan Allah tidak akan bertambah karena manusia
memuliakan dan menganggungkanNya dengan permohonan do’a kepadaNya.
Apakah kalau manusia tidak mau berdo’a kepada Allah saat berada dalam kesulitan,
penderitaan atau malapetaka, manusia tidak bisa mengubah kesulitan itu dengan
tangan mereka sendiri sehingga mengharuskan untuk berdo’a kepada Allah? Tentu
saja.
Jadi pentingnya do’a ini sebenarnya adalah untuk diri manusia dan kehidupannya
sendiri baik jasmani maupun rohaninya, Sebab :
 Manusia membutuhkan sandaran
Manusia sangat memerlukan sandaran yang dapat memberikan kekuatan kepada
dirinya pada saat saat dia lemah, ketika segala kekuatan di luar dirinya tidak mampu
lagi menopang dan menunjang dirinya. Pada saat ini tiada jalan bagi manusia untuk
dapat menentramkan diri, menenangkan hati dan menjernihkan pikirannya selain
hanya mengadukan nasib dan keadaannya kepada yang Maha Mengatur dan
menentukan jalan hidupnya, jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ini adalah
melalui medium do’a. Jadi, do’a berfungsi sebagai sarana pengaduan manusia yang
tengah terancam kemelut, kesusahan dan penderitaan. Di sini yang mempunyai
kepentingan adalah manusia, bukan Allah.
 Manusia tidak mampu menyandarkan urusannya sendirian
Do’a tidak semata-mata dimaksudkan untuk memohon pertolongan kepada Allah
untuk melepaskan diri dari kesulitan dan penderitaan. Do’a juga dimaksudkan sebagai
sarana memohon kepada Allah untuk meningkatkan kualitas diri dan kemampuannya
agar dapat melakukan segala tugas yang dipikulnya dengan baik dan
menggembirakan dirinya.
Jadi, manusia tidak mampu bersandar pada dirinya sendiri atau bantuan sesama
manusia, sebab rintangan yang dihadapinya jauh lebih besar dari pada kekuatan yang
dimiliki dirinya dan manusia lainnya. Dalam keadaan ini manusia menyandarkan
segalanya pada rahmat dan pertolongan Allah, dan bentuk penyandaran ini dengan
berdo’a, di sini do’a bukanlah merupakan kepentingan Allah, melainkan kepentingan
manusia sendiri agar dirinya memperoleh kemampuan dalam mengatasi problem dan
meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan problem yang dihadapinya.
 Manusia tidak ada yang tahu kehidupan di masa depan seperti apa
Do’a mutlak diperlukan manusia, karena manusia tidak tahu apa yang terjadi pada
dirinya sekarang dan yang akan datang, padahal manusia selalu menginginkan
keberhasilan dalam mencapai apa yang diinginkannya sekarang dan yang akan
datang. Untuk menangkal hal-hal yang tidak baik atau merugikan dirinya pada saat
sekarang dan akan datang, semua manusia sadar bahwa sesama manusia tidak akan
mampu membantu dirinya menyelesaikan hal-hal yang tidak diketahui, baik sekarang
maupun yang akan datang. Ini berarti manusia mutlak membutuhkan pertolongan
Allah. Dan Allah telah memberi petunjuk kepada kita agar memanjatkan do’a
kepadaNya. Dengan do’a inilah Allah memberikan jalan dan pertolongan kepadanya
dengan cara yang sama sekali tidak diketahui sebelumnya dan dari arah yang sama
sekali tidak diduga oleh seorang hamba. Hal ini membuktikan bahwa do’a merupakan
sarana yang menjadi kepentingan manusia sendiri, bukan kepentingan Allah.
Doa juga dimaksudkan agar manusia semakin mendekatkan diri kepada Allah dan
mengenalNya, sehingga tidak menjadi mahluk yang selalu menghadapi kebingungan,
kekacauan, penuh kegelisahan dan tekanan batin yang tak kunjung dapat
diselesaikan.Do’a yang kita panjatkan kepada Allah in syaa Allah akan
menghilangkan semua bentuk kekacauanbatin, pikiran dan perasaan kita pada saat
kita tidak lagi dapat mencari jalan dalam mengatasinya. Pada saat itu pulalah jiwa
kita hanya bisa menyandarkan diri kepada Allah, Dzat Yang Maha Mendengar, Maha
Mengetahui, Maha Menguasai dan Maha Menentukan jalan kehidupan mahlukNya.
Menjadi jelaslah kenapa kita harus berdo’a kepada Allah untuk semua urusan di
dunia ini, karenamanusia diciptakan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala, bukan
mereka sendiri yang menciptakan diri mereka. Jadi, yang paling tahu tentang seluk
beluk manusia dan kehidupan mereka adalah Allah, bukan manusia itu sendiri.
Betapa do’a itu sangat penting, bahkan mutlak penting bagi manusia dalam
kehidupan sehari-harinya. Sudah sepatutnya manusia memiliki semangat yang kuat
untuk senantiasa berdo’a kepada Allah, yang mana itu juga untuk keuntungan dan
kebaikan bagi dirinya, bukan untuk Allah. Dan sudah seharusnya pula manusia
memiliki keyakinan bahwa diri senantiasa membutuhkan Allah dan memiliki rasa
yang tidak mau pernah berhenti untuk selalu berdo’a kepada Allah, karena tak ada
daya dan upaya manusia dapat melakukan sesuatu dan mendapatkan yang
diinginkannya kecuali hanya karena ada pertolongan dari Allah. Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga telah mengajarkan do’a-do’a untuk
setiap masalah yang dihadapi manusia dalam bidang apa pun, sehingga sangat
dianjurkan kepada manusia itu untuk mempergunakannya dalam menapaki kehidupan
agar mendapatkan keselamatan dunia maupun akhirat.
 Do’a merupakan perintah dari Allah Ta’ala
Allah Ta’alamemerintahkan kita untuk senantiasa berdo’a kepadaNya untuk
setiap apa yang kita perlukan, karena do’a adalah ibadah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda : “Do’a adalah ibadah”. (HR. Abu Daud, Shahih).
Dan AllahTa’ala berfirman : “Berdo’alah kepadaKu, niscaya Kukabulkan.
Sesungguhnya orang-orang yang sombong (enggan) beribadah kepadaKu, akan
masuk ke neraka jahannam dalam keadaan terhina” (QS. Ghafir : 60).
Maha Suci Allah yang melimpahkan karunia dan anugerah yang tak terhingga, dia
menjadikan permohonan hamba atas kebutuhan-kebutuhannya sebagai bentuk ibadah
kepadaNya. Dan Allah juga mencela siapa-siapa yang meninggalkannya dengan
celaan yang keras dan menggolongkannya sebagai orang yang sombong.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallalahu ‘alayhi
wa sallam bersabda : “Barangsiapa tidak memohon kepada Allah, ia akan
dimurkai”(HR. At-Tarmidji dan Ibnu Majah, Hadist Hasan).
Maka, berdo’alah kepada Allah untuk setiap permasalahan hidup, dengan do’a-
do’a yang telah diajarkan oleh Nabi kita yang mulia Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa
sallam.Dan menyadari bahwa kita hanya manusia biasa, yang sangat membutuhkan
AllahTa’ala. Sungguh orang yang tidak mau berdo’a kepada Allah, merasa tidak
membutuhkan Allah dan tidak yakin dengan FirmanNya adalah orang yang sombong.

D. SYARAT-SYARAT DIKABULKANNYA DOA

1. IKHLAS
Ibnu Katsir mengatakan, setiap orang yang beribadah dan berdoa hendaknya
dengan ikhlas, yakni semata-mata hanya karena Allah. Ini syarat umum ibadah,
termasuk doa, sebagaimana firman-Nya.
"Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS Yunus [10] : 105)
“Allah tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk
mencari ridha Allah semata.” (HR Abu Daud dan Nasa’i)
2. YAKIN
Yakin bahwa doa akan dikabulkan. "Berdo’alah kalian kepada Allah dalam
keadaan yakin akan terkabulnya do’a itu” (HR. Tirmidzi).
3. KHUSYU'
Fokus, serius, tidak main-main. "Ketahuilah bahwa Allah tidak akan
mengabulkan do’a dari seseorang yang lalai dan tidak serius” (HR. Tirmidzi).
4. SABAR
Tidak isti’jal, tergesa-gesa minta cepat dikabulkan doa. “Akan dikabulkan doa
seseorang di antara kalian sepanjang ia tidak tergesa-gesa. Ia berkata, ‘Aku telah
berdo’a dan berdo’a, namun aku tidak melihat terkabulnya do’aku’, sehingga ia pun
tidak lagi berdo’a” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
"Suatu kepastian dikabulkannya doa seorang hamba selama ia tidak berdoa
untuk dosa, memutuskan silaturahim, dan selama ia meminta tidak disegerakan
(Isti’jal). Ditanyakan kepada beliau, apa itu isti’jal?” Beliau menjawab, “Ia
mengatakan, sungguh aku telah berdoa, tapi aku tidak melihat Allah
mengabulkannya. Dalam keadaan seperti itu, ia merasa diabaikan, lalu
meninggalkan doa tersebut” (HR Muslim)
5. BERSIH
Yakni bersih dari makanan atau barang haram. Rasulullah Saw
bersabda, "Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya
berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan, "Wahai
Rabbku! Wahai Rabbku!" Padahal makanannya haram dan mulutnya disuapkan
dengan yang haram, maka bagaimanakah akan diterima doa itu?" (HR Muslim).
Sa'ad bin Abi Waqash bertanya kepada Rasulullan Saw, "Ya Rasulullah, doakan saya
kepada Allah agar doa saya terkabul." Rasulullah menjawab, "Wahai Sa'ad,
perbaikilan makananmu, maka doamu akan terkabulkan." (HR At-Thabrani).
6. BAIK SANGKA
Yakni husnudzon (berbaik sangka) kepada Allah bahwa Dia akan mengabulkan
doa kita. Dalam hadits Qudsi, Allah berfirman: “Aku bergantung pada prasangka
hamba-Ku kepada-Ku dan Aku akan selalu menyertai jika ia berdoa kepadaku”. (HR
Bukhari dan Muslim).
7. LEMBUT/SUARA PELAN
Doa dengan suara pelan, rendah diri, dan penuh harap.
"Berdoalah kepada tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut.
Seseungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
berdoalah kepadanya dengan rasa takut dan penuh harapan. Sesungguhnya rahmat
Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS Al-A’râf [7]:
55-56).
“Wahai orang-orang! Kasihanilah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak sedang
berdoa kepada yang tuli dan yang tiada. Sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat
yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (HR Nasa’i).
8. KONSISTEN
Dalam keadaan susah ataupun senang, terus berdoa.
“Barang siapa sering dikabulkan doanya pada saat sulit dan susah, perbanyaklah
berdoa disaat senggang”. [HR Al-Tirmidzi].
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada kami dalam keadaan
berbaring, duduk atau berdiri, tetapi ketika kami hilangkan bahaya itu darinya, dia
kembali ke jalan yang sesat, seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada kami untuk
menghilangkan bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah di jadikan idah bagi
ora g-orang yang telah melampaui batas apa yang mereka kerjakan” (QS Yûnus
[10]: 12).

E. WAKTU-WAKTU YANG MUSTAJAB UNTUK BERDOA

Ketika manusia dekat dengan Allah sejengkal maka Allah akan dekat dengan
manusia sehasta, jika manusia dekat dengan Allah sehasta maka Allah akan dekat
dengan manusia sedepah, jika manusia dekat dengan Allah dengan cara berjalan
maka Allah akan dekat dengan manusia dengan cara berlari. Subhanallah ternyata
semakin manusia itu dekat dengan Allah, maka Allahpun akan semakin dekat dengan
manusia. Dalam hidup ini Selalu libatkan Allah dalam tiap kesempatan agar kita
selamat dunia akherat. Dengan berdoa dan meminta kepada Allah tidak ada yang
tidak mungkin bagi-Nya, semakin doa itu diulang-ulang kemungkinan dikabulkan
doa tersebut semakin besar.
Firman Allah
‫ب ا ْدعُو ِني‬ ْ َ‫ست َ ْك ِب ُرونَْ الذِینَْ ِإنْ لَ ُك ْْم أ‬
ْْ ‫ستَ ِج‬ ْْ ‫س َی ْد ُخلُونَْ ِع َبا َد ِتي ع‬
ْ ‫َن َی‬ َ ‫َاخ ِْرینَْ جَ ھَن َْم‬
ِ ‫د‬
“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang
yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan
ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60) Ayat ini juga
memiliki akna bahwa Allah Maha Pemurah terhadap hamba-Nya, karena hamba-Nya
diperintahkan berdoa secara langsung kepada Allah tanpa melalui perantara /wasilah
dan dijamin akan dikabulkan. Sungguh Engkau Maha Pemurah dan maha
mengabulkan. Ada waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah akan dikabulkan
jika kita berdoa pada waktu-waktu tersebut. Di antara waktu-waktu adalah:
1) Ketika sahur atau sepertiga malam terakhir
Ciri-ciri orang yang bertaqwa, salah satunya:
“ (Hum yastaghfiruuna wabil ashaari) “Ketika waktu sahur (akhir-akhir malam),
mereka berdoa memohon ampunan” (QS. Adz Dzariyat: 18) “
Sepertiga malam yang paling akhir adalah waktu yang penuh berkah, sebab pada
saat itu Allah Swt. turun ke langit dunia dan mengabulkan setiap doa hamba-Nya
yang berdoa ketika itu. Rasulullah Saw. Bersabda, “Rabb kita turun ke langit dunia
pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman,
‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Kukabulkan, orang yang meminta sesuatu
kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan
Kuampuni’.” (HR Bukhari. No.1145, Muslim no. 758)
2) Ketika berbuka puasa
Waktu berbuka puasa pun merupakan waktu yang penuh keberkahan, karena di
waktu ini manusia merasakan salah satu kebahagiaan ibadah puasa, yaitu
diperbolehkannya makan dan minum setelah seharian menahannya, sebagaimana
disebutkan dalam hadis:
“Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka
puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” (HR Muslim:1151).
Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya doa orang yang telah
berpuasa, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
“Ada tiga doa yang tidak tertolak, yaitu doa orang yang berpuasa ketika berbuka,
doa pemimpin yang adil, dan doa orang yang terzalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu
Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)
3) Ketika Lailatul qadar
Lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al-Quran. Malam ini lebih utama
dari 1000 bulan. Sebagaimana firman Allah Swt., “Malam Lailatul Qadr lebih baik
dari 1000 bulan” (QS Al-Qadr [97]: 3).
Pada malam ini, kita dianjurkan memperbanyak ibadah, termasuk memperbanyak
doa. Sebagaimana diceritakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah r.a.: “Aku bertanya
kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan
jika aku menemukan malam Lailatul Qadar?’ Beliau bersabda, “Berdoalah
Allâhumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwâ fa’fu ‘annî (Ya Allah,
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka
ampunilahْaku’)”
(HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, At Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”)
Pada hadis ini Aisyah meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan
ketika malam Lailatul Qadar. Namun, ternyata Rasulullah Saw. mengajarkan lafal
doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak
doa, terutama dengan lafal yang diajarkan tersebut.
4) Ketika adzan berkumandang
Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafal yang sama, saat adzan
dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah Saw.
bersabda, “Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan
tertolaknya. Yaitu, ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika
kedua kubu saling menyerang ” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam
Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)
5) Di antara adzan dan iqamah
Waktu jeda antara adzan dan iqamah juga merupakan waktu yang dianjurkan
untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw., “Doa di antara adzan dan iqamah
tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)
6) Ketika sedang sujud dalam shalat
Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabbnya
ketika ia sedang bersujud. Maka, perbanyaklah berdoa ketika itu”
(HR Muslim,no 482).
7) Ketika sebelum salam pada shalat wajib
Rasulullah Saw. bersabda, “Ada yang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, kapan doa
kita didengar oleh Allah?’ Beliau bersabda, ‘Di akhir malam dan di akhir shalat
wajib’ (HR Al-Tirmidzi). Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Zâd al-Ma’âd (1/305)
menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam. Dan
tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Saw. dan para sahabat merutinkan berdoa meminta
sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Apakah
berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak?” “Tidak disyariatkan,” jawabnya.
Karena Allah Swt. Berfirman:
“Jika engkau selesai shalat, berzikirlah” (QS Al- Nisa [4]: 103). Allah berfirman
‘berzikirlah’, bukan ‘berdoalah’. Maka, setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa,
melainkan sebelum salam” (Fatâwâ Ibnu Utsaimin, 15/216).
8) Di hari jumat
“Rasulullah Saw. menyebutkan tentang hari jumat kemudian beliau bersabda, ‘Di
dalamnya terdapat waktu. Jika seorang Muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa
yang ia minta. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya
waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah. ra) Ibnu
Hajar Al-Asqalani, dalam Fath al-Bâri, ketika menjelaskan hadis ini beliau
menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun, secara
umum terdapat empat pendapat yang kuat.
Pertama, waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat jumat,
berdasarkan hadis:
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat jumat
selesai” (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari
Radhiallahu’anhu).
Kedua, setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadis:
“Dalam 12 jam hari jumat ada satu waktu, jika seorang Muslim meminta
sesuatu kepada Allah Azza wa Jalla pasti akan dikabulkan.Carilah waktu itu
di waktu setelah ashar” (HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin
Abdillah.ra Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud)
Ketiga, setelah ashar, namun di akhir-akhir hari jumat. Pendapat ini didasari
oleh riwayat dari
Abi Salamah.
Keempat, yang dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan
semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abd Al-Barr berkata, “Dianjurkan untuk
bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan.” Dengan
demikian, seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari jumat tidak
pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin
Hanbal dan Ibnu Abd Al-Barr .
9) Ketika turun hujan
Hujan adalah nikmat Allah Swt. Oleh karena itu, kita tidak boleh mencelanya.
Sebagian orang
merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain
adalah Allah Swt. Daripada tenggelam dalam rasa jengkel, lebih baik kita
memanfaatkan waktu hujan untuk berdoa, memohon apa yang diinginkan kepada
Allah: “Doa tidak tertolak pada dua waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan
ketika hujan turun” (HR Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami’,
3078)
10) Hari rabu antara zhuhur dan ashar
Dikabulkannya doa di antara shalat zhuhur dan ashar di hari rabu ini belum
diketahui oleh kebanyakan kaum Muslimin. Hal ini diceritakan oleh Jabir bin
Abdillah r.a.: “Nabi Saw. berdoa di Masjid Al-Fath tiga kali, yaitu hari senin, selasa,
dan rabu. Pada hari rabulah doanya dikabulkan, yaitu di antara dua shalat. Ini
diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Tidaklah suatu perkara penting yang
berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa, dan saya mendapati
dikabulkannya doa saya.”
Dalam riwayat lain, “Pada hari rabulah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat
zhuhur dan ashar” (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid,
4/15, berkata: “Semua perawinya tsiqah”, juga dishahihkan Al Albani di Shahih At
Targhib, 1185)
11) Ketika hari arafah
Hari Arafah adalah hari ketika para jamaah haji melakukan wukuf di Arafah,
yaitu 9 Dzulhijjah.
Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak doa, baik bagi jamaah haji maupun
bagi seluruh kaum Muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab,
Rasulullah Saw. bersabda, “Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At
Tirmidzi, 3585. Di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
12) Ketika perang berkecamuk
Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah
adalah doa dari orang yang berperang di jalan Allah. Ketika perang sedang
berkecamuk, doa orang yang berperang di jalan Allah dikabulkan oleh Allah Swt.
Dalilnya adalah hadis yang sudah disebutkan di atas, “Doa tidak tertolak pada dua
waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan
berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang”
(HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata:
“Hasan Shahih”)
13) Ketika meminum air zam-zam
Rasulullah Saw. bersabda, “Khasiat air zam-zam itu sesuai niat peminumnya”
(HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah, 2502)
14) Ketika kondisi hati lagi tenang
Selain waktu-waktu tertentu seperti disebutkan di atas, sebenarnya kapan pun kita
berdoa bisa dikabulkan oleh Allah. Yang sering kami lakukan dalam pelatihan adalah
ketika hati kita benar-benar tenang, yakin, dan pasrah hanya ada Allah dalam hati dan
pikiran kita. Saat-saat itulah doa kita dikabulkan oleh Allah Swt. Dan apabila hamba-
hamba-Ku bertanya kepadamu tentangAku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila iamemohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(QS Al-Baqarah [2]: 186)

F. TIDAK MELAMPAUI BATAS DALAM BERDOA

“Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
(QS. al-A'raf/7 : 55)”

Seorang muslim membutuhkan Allah SWT setiap saat. Penghambaan dirinya


kepada Allah SWT mutlak harus dikerjakan. Berdoa merupakan salah satu cara yang
ditempuh seorang hamba untuk membuktikan kebutuhannya kepada Allah. Dan
sebagai bukti ketundukan dirinya kepada Rabbul-’Alamîn (Dzat Yang Maha
Menguasai alam semesta).
Melalui ayat di atas, Allah SWT memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa
kepada-Nya dan beribadah dengannya. Karena doa termasuk ibadah, maka wajib
disertai dengan keikhlasan.
Tentang ‫ َربَّ ُك ْم ادْعُوا‬, Imam Ibnu Jarîr ath-Thabari ‫هللا رحمو‬menjelaskan: “Wahai
manusia, berdoalah kepada Allah saja. Murnikan doa kepada-Nya. Tidak menyeru
kepada sesembahan-sesembahan selain-Nya dan berhala-berhala”.

Allah SWT berfirman:


“Dialah Yang hidup kekal, tiada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Dia; maka
berdoalah kepada-Nya dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. (QS. Ghâfir/40:65).”

Lebih jelas lagi larangan berdoa kepada selain Allah SWT , ditunjukkan pula oleh
firman Allah SWT :

“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang
mereka seru selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka
….(QS. ar-Ra‟d/13:14)”

Adab Berdoa, Dengan Suara Lirih Dan Perlahan


Ayat di atas juga mengajarkan cara bagi seorang muslim saat berdoa kepada Allah
SWT, sehingga doa yang dilantunkannya dikabulkan. Apakah dengan mengeraskan
suara sebagimana kebiasaan di masyarakat yang kita lihat pada saat ini?
Ternyata tidak dengan suara keras. Tetapi Allah SWT menunjukkan cara berdoa
itu, ialah dengan menyertakan dua sifat yang mengiringi perintah untuk berdoa
kepada-Nya. Dua sifat itu, ialah tadharru’ dan khufyah.
Pengertian tadharru’, yaitu mengandung unsur khusyu’, tadzallul (kerendahan diri
dan kehinaan diri) dan istikânah (ketundukan diri). Adapun pengertian khufyah, ialah
mengeluarkan suara dalam berdoa secara perlahan dan lirih, tidak mengeraskan
maupun meneriakkannya. Doa itu dilakukan dengan suara lembut dan hati ikhlas
karena Allah SWT .
Tujuan berdoa secara perlahan dan lirih, supaya seorang yang berdoa terjauhkan
dan selamat dari riya„, dan demikian ini dikatakan oleh Imam al-Qurthubi. Begitu
pula Nabi Zakariyya AS, beliau dipuji lantaran dalam berdoa dengan cara demikian,
perlahan, lirih dan lembut. Allah SWT berfirman:
“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tetang rahmat Rabb kamu kepada hamba-
Nya, Zakariyya. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabbnya dengan suara yang lembut.
(QS. Maryam/19:2-3).”
Oleh karena itu, ketika ada orang yang berdoa dengan suara keras, maka
Rasulullah SAW menegur sahabat yang berbuat demikian. Disebutkan dalam
Shahîhain, dari sahabat yang bernama Abu Musa al-Asy‟ari RA , ia berkata: Orang-
orang mengangkat suara tatkala berdoa, sehingga Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai manusia. Tenangkanlah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat
yang bisu atau yang tidak ada. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru Maha Mendengar
lagi Maha Dekat.”

Perintah berdoa dengan suara yang lembut juga termaktub dalam firman Allah
SWT berikut:

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa
takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. al-A‟râf/7:205)”

Al-Hasan al-Bashri seorang Tabi‟i, ia berkata: “Dahulu, kaum muslimin sangat


tekun dalam berdoa. Tidak terdengar suara dari mereka, kecuali hanya suara lirih
antara mereka dengan Rabb mereka”. Selanjutnya, beliau membacakan surat al-
A‟râf/7 ayat 55 dan pujian terhadap Nabi Zakariyya dalam surat Maryam/19 ayat 3.
Merendahkan suara dan tidak mengeraskannya termasuk etika dalam berdoa.
Etika ini mencerminkan nilai-nilai positif, di antaranya:

1. Cara ini menunjukkan keimanan yang lebih besar, karena ia meyakini


bahwa Allah SWT mendengar suara yang lirih,
2. Cara ini lebih beradab dan sopan. Jika Allah SWT mendengar suara yang
pelan, maka tidak sepantasnya berada di hadapan-Nya kecuali dengan
suara yang rendah.
3. Sebagai pertanda sikap khusyu„ dan ketundukan hati yang merupakan ruh
doa,
4. Lebih mendatangkan keikhlasan. Karena doa dengan suara keras membuat
orang lain merasa terganggu dan terpancing perhatiannya kepada suara-
suara yang keras lagi riuh-rendah.
5. Cara ini membantu untuk konsisten dan senantiasa berdoa. Karena bibir
tidak merasa bosan dan anggota tubuh tidak mengalami kelelahan.
Sebagaimana orang yang membaca dan mengulang-ulangnya dengan
suara keras, maka akan lebih cepat merasa penat.
6. Cara berdoa dengan suara lirih juga menunjukkan, bahwa seorang hamba
meyakini kedekatannya dengan Allah SWT.

TIDAK MELAMPAUI BATAS DALAM BERDOA

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.


(QS. al-A'raf/7 : 55)”
Di bagian akhir ayat ini, Allah SWT menyebutkan bahwa Dia tidak menyukai
orang-orang yang berbuat i’tidâ‘.

Al-i‟tidâ„, berasal dari kata al-’udwân. Maknanya, melewati batasan syariat dan
pedoman-pedoman yang semestinya harus dipatuhi. Atau menurut Imam al-Qurthubi,
yaitu mujâwazatul-haddi (melampaui batas) wa murtakibul-hazhar (melakukan
pelanggaran).

Allah SWT berfirman :

“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.


(QS. al-Baqarah/2:229).”

Larangan berbuat melampaui batas, sebenarnya berlaku umum, mencakup seluruh


perbuatan dalam semua aspek, tidak khusus hanya dalam berdoa. Namun, karena
larangan itu datang setelah perintah untuk berdoa, sehingga menunjukkan dengan
jelas dan secara khusus berbicara tentang perbuatan melampaui batas dalam berdoa.
Penggalan ayat di atas mengandung pengertian, bahwa doa yang memuat unsur
berlebihan dan melampaui batas tidak disukai Allah SWT dan tidak diridhai-Nya.
Rasulullah SAW. Telah memberitahukan munculnya gejala melampaui batas dalam
berdoa pada diri umat Islam. Pemberitaan dari Rasulullah SAW ini, juga merupakan
peringatan berkaitan perbuatan tersebut. Kaum muslimin supaya berhati-hati dan
waspada, jangan sampai terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang tersebut.
Peringatan Rasulullah SAW ini termasuk bagian dari kesempurnaan dan kepedulian
beliau kepada umatnya, sekaligus sebagai salah satu tanda kenabian.

Dari Abdullah bin Mughaffal RA, ia berkata:

Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda:


“Sungguh akan muncul kaum dari umat ini yang akan berbuat melampaui batas
dalam berdoa dan bersuci.”

Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali komitmen dengan petunjuk
Rasulullah SAW dalam berdoa kepada Allah SWT.

Kesimpulannya : Ayat di atas memuat dua unsur penting:

 Pertama, unsur yang dicintai Allah, yaitu berdoa kepada-Nya dengan penuh
tadharru‟ dan suara yang lembut.
 Kedua, unsur yang dibenci dan tidak disukai Allah, dan diperingatkan supaya
tidak dilakukan, yakni berbuat i‟tida„ dalam berdoa, dan demikian pula
dengan pelakunya.

CONTOH-CONTOH I’TIDA‘ (MELAMPAUI BATAS DALAM BERDOA)

Sikap melampaui batas dalam berdoa tidak hanya satu macam saja, namun
banyak dan bahayanya juga bertingkat-tingkat, tergantung jenis perbuatannya.
Syaikh Abdur-Razzâq mengingatkan bahaya melampaui batas dalam berdoa.
Beliau berkata: “Bagaimana mungkin doa orang yang berbuat melampui pedoman-
pedoman syariat dan tidak mengindahkan batasan yang sudah ditetapkan itu bisa
diharapkan untuk dikabulkan. Doa yang mengandung perbuatan melampaui batas
tidak disukai Allah dan tidak diridhai-Nya. (Maka) bagaimana seseorang bisa
berharap doanya dikabulkan dan diterima Allah?”

Berikut ini beberapa contoh i‟tida‟ dalam doa.

1. Jenis yang paling parah, yaitu berdoa kepada selain Allah SWT . Tidak ada
i‟tida‟ yang lebih besar dan paling parah daripada orang yang
memperuntukkan doa kepada selain Allah atau mempersekutukan sesuatu
dengan-Nya dalam berdoa. Kekeliruan i‟tida„ bentuk ini disebutkan oleh
Allah SWT dalam firman-Nya: “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang
yang menyeru tuhan-tuhan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan
(doanya) sampai hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa
mereka. (QS. al Ahqâf/46:5).”
2. Memohon kepada Allah SWT hal-hal yang tidak diperbolehkan, seperti
memohon pertolongan untuk melakukan perbuatan haram dan mengerjakan
kemaksiatan.
3. Memohon kepada Allah sesuatu yang tidak dikabulkan oleh Allah karena
bertentangan dengan sifat hikmah-Nya. Atau meminta sesuatu yang mestinya
ditempuh dengan sebab-sebab, namun ia enggan untuk melaksanakannya.
Misal, permintaan agar dapat memperoleh anak tanpa menikah,
menghilangkan sifat-sifat manusia, yang membutuhkan makanan dan
minuman serta oksigen, ingin tahu ilmu gaib, dan sebagainya.
4. Memohon derajat dan martabat yang tidak layak, sementara sunnatullah tidak
memungkinkanya untuk dapat meraih hal tersebut. Seperti, meminta menjadi
malaikat, menjadi nabi dan rasul. Atau memohon supaya menjadi muda
kembali setelah memasuki usia tua.
5. Berdoa kepada Allah tidak dengan tadharru‟.
6. Berdoa yang mengandung laknat bagi kaum mukminin. Sebagian ulama Salaf
menjelaskan makna orang-orang yang melampaui batas pada ayat di atas,
bahwasanya mereka ialah orang-orang yang melaknat kaum mukminin pada
kondisi yang tidak diperbolehkan, seraya berseru: “Ya Allah, hinakan mereka.
Ya Allah, laknatlah mereka”.
7. Berdoa dengan meninggikan dan mengeraskan suara sehingga bertentangan
dengan etika, adab dan sopan santun.

G. BERDOA SEBELUM DAN SETELAH BERAKTIVITAS

Mungkin kita pernah mendengar istilah ‘Ulil Albab. Itu adalah gelar yang diberikan
Tuhan kepada orang-orang yang sudah mampu mencapai derajat tertentu dalam
kualitas kepribadiannya. Kualitas Ulil Albab itu antara lain adalah selalu mengingat
Tuhannya dalam keadaan papapun; pada saat berdiri, waktu duduk, dan ketika
berbaring. Wah, benar-benar kelas berat nih. Mana bisa hal itu dilakukan oleh
manusia biasa, ya? Eit, tunggu dulu. Ada sebuah resep yang diajarkan para guru
kehidupan agar kita bisa melakukannya. Resep itu berbunyi; “Awali dan akhiri segala
aktivitas kerja kita dengan doa.” Itu saja? “Dan, pastikan bahwa selama
mengerjakannya kita mencurahkan yang terbaik untuk pekerjaan kita.” Maka doa
menjadi salah satu kunci menuju kualitas pribadi yang mumpuni. Bagi Anda yang
tertarik untuk menemani saya belajar menemukan makna dibalik doa yang kita
ucapkan sebelum bekerja, saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut
pandang Natural Intellligence berikut ini:

1. Doa mencerminkan rasa syukur pada pekerjaan.


Pekerjaan yang kita miliki adalah anugerah. Namun, kita sering tidak menyadarinya.
Nikmat pekerjaan sering terhalang oleh kurangnya pendapatan, perlakuan buruk dari
atasan, omelan menyakitkan dari pelanggan, kemacetan di jalan dan berbagai macam
hal lainnya. Tidak heran jika setiap kali pergi ke kantor, berasa berat hati kita. Kita
lupa, bahwa pekerjaan ini adalah anugerah yang tiada tara. Sekarang, cobalah
bayangkan; bagaimana seandainya kita tidak memiliki pekerjaan itu. Apakah sudah
ada alternatif lain yang bisa menjadi sumber penghasilan? Pekerjaan kita ini bukan
sekedar bisa memberi penghasilan untuk memenuhi kebutuhan fisik belaka.
Penghasilan itu juga sangat menentukan ‘harga diri kita’. Bukankah orang-orang yang
tidak punya penghasilan sering disepelekan oleh lingkungan? Ternyata, pekerjaan ini
bukan sekedar memberi kita pemenuhan kebutuhan materi, melainkan juga menjaga
harga diri kita. Maka patutlah jika kita mensyukurinya. Doa itulah ungkapan rasa
syukur kita. Mulai sekarang, sebelum pergi ke kantor, biasakanlah untuk berdoa, dan
katakanlah;”Tuhan, terimakasih telah Engkau berikan anugerah pekerjaan ini
kepadaku. Izinkan hamba untuk merengkuh hidup dan meraih nafkahmu melalui
pekerjaan hari ini.”
2. Doa melindungi kita dari rasa kecewa.
Ketika berdoa, kita menyerahkan segala urusan kepada Sang Maha Pengurus. Itu
berarti kita berkomitmen untuk menerima apapun yang diputuskan olehNya untuk
diri kita. Maka jika selama bekerja hari itu, ada sesuatu yang mengecewakan hati, kita
akan tetap menerimanya dengan ikhlas dan lapang dada. Meski atasan Anda marah-
marah. Walau bawahan Anda mengesalkan. Biarpun pelanggan Anda memaki-maki.
Namun, doa yang tadi pagi Anda panjatkan melindungi hati Anda dari rasa kecewa.
Jika tadi pagi Anda belum sempat berdoa, sekarang berdoalah. Dan buktikan sendiri,
bahwa dengan doa itu hati Anda akan semakin lapang. Mengapa demikian? Karena
saya telah membuktikannya sendiri. Namun, saya tidak menyetahui hal itu dari hasil
penelusuran sendiri. Guru kehidupan saya yang mengajarkannya pertama kali. Beliau
mengajarkan tentang firman Tuhan yang mengatakan bahwa; “hanya dengan
mengingat Allah saja hati bisa tenteram.” Tidak ada cara lain untuk membuat hati
tenteram, kecuali dengan selalu mengingatNya. Melalui doa itu, kita menunjukkan
kepada Tuhan bahwa kita selalu mengingatNya. Dan dengan doa itu, hati kita
terlindung dari rasa kecewa.
3. Doa menumbuhkan semangat untuk melayani.
Tidak masalah jenis pekerjaan apapun yang Anda tangani. Sales, finance, HR,
manufacturing, marketing, legal, apapun. Semua pekerjaan yang berbeda-beda itu
mempunyai inti fungsi yang sama, yaitu; melayani. Pekerjaan kita adalah melayani
orang lain. Coba perhatikan, apakah yang saya katakan itu benar? Anda bertugas
untuk melayani orang lain, bukan? Bahkan sekalipun setiap hari Anda selalu berkutat
dengan benda mati; komputer, mesin, kertas-kertas. Tetapi, Anda melakukan semua
itu untuk menghasil sebuah produk atas jasa yang bisa melayani orang lain. Mungkin
ada yang melayani orang lain di luar kantor, ada juga yang melayani orang di dalam
perusahaan. Makanya kita mengenal external maupun internal customer. Bahkan
sekalipun Anda sudah menjadi manager dan direktur, tugas Anda tetap melayani
orang lain. Doa yang kita panjatkan tadi itu, merupakan komitmen kepada Tuhan
bahwa kita akan mengerjakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Artinya, kita
bertekad untuk melayani orang lain dengan sebaik-baiknya. Maka pada hari ini, Anda
pasti memperlakukan orang lain dengan sebaik-baiknya. Mengapa? Karena Anda
sudah berkomitmen kepada Tuhan, untuk memperlakukan mereka sebaik mungkin.
Maka pantas, jika Tuhan pun memperlakukan Anda dengan sebaik-baiknya.
4. Doa menghalangi kita dari perbuatan tercela.
Tidak masalah, apapun keyakinan atau agama Anda. Satu hal yang saya percaya;
Tuhan kita adalah sama. Karena tidak ada Tuhan lain selain Dia. Tuhan yang kita
yakini ini tidak pernah menyukai perbuatan tercela. Justru Dia memerintahkan untuk
menghindarinya. Bahkan, kepada orang-orang yang berhasil menjaga dirinya dari
perbuatan tercela Tuhan memberikan reward yang tidak ternilai harhanya, yaitu;
menjadikan dia pribadi yang mulia. Bayangkan, kita dijadikan oleh Tuhan sebagai
pribadi yang mulia hanya karena kita menghindari perbuatan tercela. Tengoklah,
fakta hidup disekitar kita. Tidak peduli setinggi apapun jabatannya, seseorang yang
melakukan perbuatan tercela pasti hina dihadapan orang lain. Kita tidak pernah
menaruh respek kepada pejabat tinggi yang perilakunya tidak senonoh, bukan?
Semua perilaku buruk kita di tempat kerja bukan seluruhnya datang dari dalam diri
kita, melainkan dikompori oleh syetan. Hanya ada satu cara untuk selamat dari
godaannya, yaitu berlindung kepada Tuhan. Doa yang pagi tadi kita panjatkan,
menghalangi kita dari perbuatan tercela. Mengapa? Karena kita akan merasa malu
jika menodai niat baik untuk bekerja dihadapan Tuhan itu, dengan perilaku buruk
ditempat kerja. Atau perbuatan-perbuatan nista lainnya di di jam kerja.
5. Doa menjadikan pekerjaan kita bernilai ibadah.
Berapa banyak gaji yang Anda terima? Tidak peduli sebanyak apapun itu, tapi belum
tentu sepadan dengan pengorbanan yang Anda berikan. Waktu Anda yang tersita.
Kepentingan keluarga Anda yang dinomorduakan. Perasaan dan gengsi Anda yang
dikorbankan. Bahkan sampai resiko kematian. Semua sudah Anda pertaruhkan. Di
beberapa lokasi kerja, kita menemukan orang yang cedera, bahkan sampai kehilangan
nyawa. Santunan miliaranpun belum tentu sepadan dengan pengorbanan kita. Maka
dari itu, kita harus berani ‘menaikkan’ imbalan itu tanpa harus bergantung kepada
persetujuan managemen. Apa ada imbalan yang dinaikkan tanpa tergantung pada
managemen? Ada. Yaitu imbalan yang Anda minta dari Tuhan. Guru kehidupan saya
mengajarkan nasihat Rasulullah bahwa orang yang bekerja dengan ikhlas dan
meniatkannya untuk beribadah pada hakekatnya sedang berjihad di jalan Allah.
Bahkan jika sampai mereka meninggal karena bekerja, mereka dijamin mendapatkan
pahala terbaik disisiNya. Sungguh, doa yang kita panjatkan setiap pagi sebelum
berangkat bekerja menjadikan segala sesuatunya bernilai ibadah.
Doa itu sangat sederhana. Tetapi implikasinya sarat dengan makna. Orang yang
mengawali kerjanya dengan doa, tidak pelit untuk mengerahkan semua daya dirinya.
Orang yang berdoa sebelum bekerja berani menunjukkan yang terbaik dari dirinya.
Mereka melakukan itu bukan hanya sekedar menyenangkan para stakehordernya;
melainkan dia sedang menyenangkan Tuhannya. Maka, mari dari sekarang kita
belajar memulai pekerjaan dengan doa. Sebelum melangkahkan kaki ke tempat kerja,
berdoalah. Maka pekerjaan kita hari itu, akan bernilai ibadah.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Mustafa, 1973, Tafsîr al-Marâghî, Juz. III, Cet. III; Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Thabary, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, 1980, Jâmi’ al-Bayân‘an Ta’wil al-
Qur’ân, Juz II, Beirut: Dâr al-Fikr.

Al-Zuhaily, Wahbah, 1991 M/1411 H, al-Tafsîr al-Munîr; Juz. I, Cet. I; Beirut: Dâr
al-Fikr.

Asy-Sya’rawi, M. Mutawalli, 2001, Do’a yang Terkabulokan, terjemahan Syaerozi


Adhim dengan judul asli al-Duâ al-Mustajâb, Cet. I; Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana.

Hambali, Abû Hafash Umar bin ‘Ali bin Adil al-Dimsyq, 1998, al-Lubâb fî ‘Ulûm al-
Kitâb, juz II, cet. I, Beirut: Dâr al-‘Ilmiyah.

Ibn Fâris, Muhammad Zakariyah, 1994, Maqâyis al-Lughah, Beirut: Dâr al-Fikr.

Ismail Ibn Katsir, Imam Abu al-Fida’, 1986 M/1407 H, Tafsîr Ibn Katsîr, Jilid III,
Beirut libanon: Dar al-Fikr.

M. Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, t.th., Mu’jam Alfâzh al-Qur’ân al-Karîm, Kairo:


Dâr al-Syurûq.

Majid, Nurcholis, 1995, Islam Agama Peradaban Membangun Makna dan


Relevansinya Doktrin Islam dalam Sejarah, Cet. I; Jakarta: Paramdina.

Shihab, M. Quraish, 2002, Tafsir al-Misbah; Pesan dan Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Cet. I; Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Quraish, 2006, “Wawasan al-Qur’an tentang Zikir dan Doa, Cet. II,
Jakarta: Lentera Hati.
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga.

Alpiyanto. 2013. Rahasia Mudah Mendidik dengan Hati: Hypnoheart Teaching.


Bekasi: Tujuh Samudera Alfath.

Wijanarko, Jarot. 2006. Anak Cerdas Ceria Berakhlak: Multiple Inteligence.


Serpong: Happy Holy Kids.

Ringkasan Hadist Shahih al-Bukhari, disusun oleh Imam Az-Zabidi, Jakarta. PT


Pustaka Amani

Ringkasan Shahih Muslim disusun oleh Imam Al-Mundziri, Jakarta PT Pustkaka


Amani

Al-Quran, Shahihain, Ibadah Sepenuh Hati (Amru Khalid), Kesalahan Dalam


Berdo’a (Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih)

Aziz, A. (2008). ENSIKLOPEDIA ETIKA ISLAM Begini Semestinya Muslim Berperilaku. Jakarta:
Maghfirah Pustaka.

Harahap, S., & Nasution, H. B. (2009). Ensiklopedia Akidah Islam . Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Mishri, M. a. (2011). Ensiklopedia Akhlak Muhammad. Jakarta: Pena Pundi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai