Anda di halaman 1dari 89

JAWAWUT

(Setaria italica (L.) P. Beauv.)

ISBN: 978-602-5483-74-5
JAWAWUT
(Setaria italica (L.) P. Beauv.)

Penyunting :
Darkam Musaddad
Rudi Hartono

Penyusun :
Miswarti
Wawan Eka Putra
Siti Rosmanah
Lina Ivanti
Yahumri

Biaya cetak buku ini bersumber dari kegiatan Sumber Daya


Genetik (SDG) DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Bengkulu Tahun 2017
JAWAWUT
(Setaria italica (L.) P. Beauv.)

Penyusun : Miswarti, Wawan Eka Putra, Siti


Rosmanah, Lina Ivanti, Yahumri
ISBN : 978-602-5483-74-5
Penyunting : Darkam Musaddad, Rudi Hartono
Layout / Sampul: Suhendra

Hak Cipta © 2019, pada penulis


Hak publikasi pada Penerbit Yayasan Sahabat Alam
Rafflesia.

Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau


seluruh isi dari buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin
tertulis dari penerbit.

Cetakan ke- 01
Tahun 2019

Penerbit:
Yayasan Sahabat Alam Rafflesia
Anggota IKAPI No. 035/Anggota Luar Biasa/BENGKULU/2019
Jl Raya Lempuing Kota Bengkulu
Kontak: +62 852 7378 9888 (WA)
: +62 852 33833 290 (Telp)
Email: salamrafflesia@gmail.com
PENGANTAR

Puji dan syukur dipersembahkan kepada Allah Subhanahu


Wata’ala atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Jawawut
(Setaria italic L Beauv). Buku ini disusun sebagai bagian
dari kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Genetik Provinsi
Bengkulu di BPTP Bengkulu Balitbangtan Bengkulu.
Penyusunan buku ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat bahwa jawawut yang
selama ini terabaikan dan hanya digunakan sebagai pakan
burung ternyata mempunyai nilai gizi yang baik dan dapat
dibudidayakan serta dikembangkan sebagai pangan
alternatif.
Buku ini dikelompokkan kedalam 7 Bab yaitu (1)
Pendahuluan, (2) Penyebaran jawawut, (3) Klasifikasi dan
morfologi jawawut, (4) Budidaya jawawut, (5) Potensi
jawawut sebagai pangan alternatif, (6) Produk olahan
jawawut, dan (7) Penutup.

v
Kepada semua pihak yang telah berpatisipasi dan
membantu penyusunan buku ini kami haturkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi. Kami menyadari
bahwa baik penyajian maupun isidari buku ini belum
sempurna, oleh karena itu kami mohon saran dan
masukan yang konstruktif untuk perbaikannya.Akhirnya
kami berharap semoga buku ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pembaca
serta masyarakat tani khususnya dan masyarakat serta
pada umumnya.

Agustus 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................... iii


DAFTAR ISI ......................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................. vii

I. PENDAHULUAN .............................................. 1
II. PENYEBARAN JAWAWUT ................................. 4
III. KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI TANAMAN ........ 8
IV. BUDIDAYA JAWAWUT ..................................... 21
V. POTENSI JAWAWUT SEBAGAI PANGAN
ALTERNATIF .................................................. 46
VI. PRODUK OLAHAN ........................................... 51
VII. PENUTUP ....................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ................................................. 66


TENTANG PENULIS .............................................. 72

vii
DAFTAR TABEL
Halaman

1. Pemanfaatan Jawawut sebagai bahan makanan


pada beberapa wilayah ................................... 7

2. Umur berbunga tanaman jawawut pada berbagai


negara di dunia .............................................. 15

3. Kandungan nutrisi beberapa jenis serealia ........ 49

viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Akar tanaman jawawut ................................... 11


2. Batang tanaman jawawut ................................ 12
3. Bunga tanaman jawawut ................................. 14
4. Tipe malai jawawut ......................................... 16
5. Warna biji jawawut ......................................... 17
6. Struktur biji jawawut ....................................... 18
7. Kondisi lahan yang siap ditanam ...................... 31
8. Cara penanaman ........................................... 34
9. Cara pengendalian hama burung...................... 39
10. Alat tradisional prosesing jawawut ................... 42
11. Bubur jawawut ............................................... 55
12. Cookies jawawut cappucino ....................... 56
13. Cake jawawut ........................................... 58
14. Flakes ...................................................... 59
15. Diagram pembuatan flake jawawut .................. 60
16. Rotu Franc ..................................................... 61
17. Pembuatan makaroni jawawut, ubi jalar
ungu, dan terigu ............................................. 63

ix
1
PENDAHULUAN

Sumber Daya Genetik (SDG) adalah landasan hayati


secara langsung atau tidak langsung yang dapat
menopang kesejahteraan manusia sehingga perlu
dikembangkan dan dilestarikan untuk mendukung program
diversifikasi pangan menuju ketahanan pangan
masyarakat.Jawawut sebagai SDG lokal Indonesia
mempunyai potensi sebagai sumber karbohidrat namun
potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya
karena berbagai hambatan baik dari segi pemahaman
akan manfaat jawawut maupun dari segi pemahaman
teknik budidaya dan pasca panen yang masih rendah.

Jawawut(Setaria italica (L) P. Beauv) merupakan


salah satu jenis tanaman semusim seperti rumput-
rumputan, memiliki buah berupa biji-bijian yang biasa

Jawawut |1
digunakan untuk pakan burung,namun di beberapa daerah
seperti di Provinsi Bengkulu jawawut dimanfaatkan
sebagai makanan lokal yang disajikan pada acara
syukuran saat panen atau hajatan. Tanaman ini
merupakan salah satu SDG lokal potensial yang
keberadaannya kurang mendapat perhatian.

Penyebaran tanaman jawawut sudah cukup luas


hingga ke beberapa negara, termasuk Indonesia.Jawawut
ditemukan tersebar di seluruh kabupaten se Provinsi
Bengkulu kecuali Kota Bengkulu.Jawawutumumnya
ditanam di lahan kering bersama-sama dengan padi gogo
atau padi ladang dan belum dibudidayakan secara luas
hanya sekedar tanaman sampingan saja.Pada beberapa
negara maju seperti Cina, Rusia dan Myanmar, jawawut
dimanfaatkan sebagai bahan makanan mie, cuka, anggur
dan roti serta suplemen bagi wanita hamil dan bayi.

Jawawut selain mempunyai daya adaptasi yang


luas juga mempunyai kandungan nutrisi yang baik untuk
kesehatan manusia sehingga memungkinkan untuk
dijadikan sebagai pangan pokok harapan selain beras dan
jagung.Pangan yang beragam menjadi penting untuk
saling melengkapi karena tidak ada satu pangan yang

2 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


mempunyai kandungan gizi yang lengkap (Khomsan, 2006
dalam Widowati dan Darmadjati, 2001).

Jawawut sebagai sumber karbohidrat mempunyai


keunggulan dibandingkan dengan tanaman serealia
lainnya karena dapat tumbuh pada hampir semua jenis
tanah termasuk tanah kurang subur, tahan kekeringan
tetapi tidak menyukai lahan yang tergenang air, mudah
dibudidayakan, kegunaan yang beragam dalam
pembuatan pangan tradisional (seperti untuk membuat
bubur, dodol, kue, dan wajik) dan di luar negeri Jawawut
telah dimanfaatkan untuk industri minuman kaya energi
(Miswarti dkk., 2015).

Jawawut |3
2
PENYEBARAN
JAWAWUT

2.1 Perkembangan Tanaman Jawawut di Dunia


Jawawut merupakan tanaman yang memiliki biji
berukuran kecil dan dapat beradaptasi pada iklim panas.
Jawawut merupakan hasil domestikasi dari P. violaceum
yang tumbuh pada bagian Sahel Afrika dan dari sinilah
jawawut kemudian menyebar ke daerah iklim kering India.
Sebelum mengenal jenis padi dan jagung, jawawut
merupakan bahan makanan pokok pertama di Afrika Utara
dan India selama ribuan tahun. Tanaman jawawut cukup
terkenal di Afrika Utara dan India, karena kemampuannya
dalam beradaptasi pada iklim kering lebih baik
dibandingkan tanaman pangan lain seperti gandum, padi
dan barley.

4 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Tanaman jawawut di Amerika Serikat, lebih dikenal
sebagai tanaman bahan pakan ternak dibandingkan
manusia. Hingga saat ini, jawawut lebih dikenal sebagai
pakan burung dan pakan ternak, akan tetapi jawawut
populer dikonsumsi oleh orang Amerika yang sedang
melakukan diet sehat.

2.2 Perkembangan Jawawut di Indonesia


Tanaman jawawutdi Indonesia lebih dikenal sebagai
pakan burung peliharaan. Pemanfaatan jawawut sebagai
bahan makanan masih terbatas pada pangan tradisional di
beberapa daerah di Indonesia. Tanaman jawawut banyak
ditemukan di Jawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa
Tenggara Barat (NTB). Sampai tahun 2006, Balai
Penelitian Tanaman Serealia telah memiliki koleksi plasma
nutfah jawawut sebanyak 57 aksesi (Balai Penelitian
Tanaman Serealia, 2009).

Pulau Lombok merupakan salah satu sentra tanaman


jawawut di Indonesia yang mempunyai nama Jawe atau
Betem. Keragaman jenis tanaman jawawut di Pulau
Lombok ditemukan di Kecamatan Bayan, Pringgaban, dan
Kayangan. Keragaman jenis jawawut di Pulau lombok
dilihat dari penampakan biji, bobot malai, bobot biji 1.000

Jawawut |5
butir serta jumlah cabang yang bervariasi. Keragaman biji
jawawut terdiri dari warna hitam, coklat muda, coklat tua,
merah kecoklatan, krem, dan putih, keragaman bobot
malai bervariasi antara 11,8-18,8 gram, keragaman 1.000
butir antara 7,3-13,5 gram serta keragaman jumlah
cabang antara 104-143 cabang. (Suherman, dkk, 2009).

Penjualan biji jawawut di Pulau Lombok dilakukan


dalam bentuk foxtail milet dan pearl milet. Penjualan
dilakukan di Pasar Narmada dan Pasar Milantika dengan
harga jual Rp6.000/kg. Pemanfaatan jawawut di Pulau
Lombok digunakan sebagai bahan makanan tradisional
antara lain bubur, dodol dan bajet.

Di Provinsi Bengkulu jawawut banyak ditemukan di


lahan kering ditanam bersama-sama padi ladang di
temukan 7 kabupaten (Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur,
Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong, Bengkulu
Utara).Pemanfaatannya selain digunakan sebagai tanaman
trap, jawawut diolah menjadi bubur jawawut, bajik. Beras
jawawut dan malai banyak di jual di pasar taradisional.

6 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


2.3 Pemanfaatan Jawawut Sebagai Bahan
Makanan
Pemanfaatan jawawut sebagai bahan makanan pada
era modern telah berkembang cukup pesat. Di beberapa
negara tidak saja digunakan sebagai nasi dan roti, akan
tetapi telah digunakan sebagai bahan pembuat makanan
lain. pemanfaatan jawawut sebagai bahan makanan di
beberapa negara disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemanfaatan jawawut sebagai bahan makanan di
beberapa wilayah
Wilayah Nama produk
Asia, Eropa bagian • Nasi, bubur, roti tidak
Tenggara dan Afrika beragi dan puding
Utara
Cina bagian Utara • Bahan pokok makanan
yang dicampur dengan
polong-polongan dan
dimasak
• Adonan roti dan mie
Cina • Keripik mini, jawawut
gulung kering, tepung
makanan bayi
Rusia dan Burma • Kecambah jawawut
(Myanmar) digunakan sebagai
kecambah
• Bahan pembuatan bir,
alkohol, cuka dan wine
Sumber : Suherman dkk., 2009

Jawawut |7
3
KLASIFIKASI DAN
MORFOLOGI
3.1. Klasifikasi Tanaman
Jawawut merupakan salah satu tanaman serealia,
yaitu tanaman yang dapat dimanfaatkan bijinya. Klasifikasi
tanaman jawawut (United States Deparement of
Agriculture, 2006) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisio : Spermatatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Sub Class : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Familia : Poaceae
Genus : Setaria
Species : Setaria italica (L.) P. Beauv

8 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


3.2. Penamaan Tanaman
Tanaman Jawawut di Indonesia mempunyai
penyebaran yang cukup luas dan merupakan tanaman
yang populer terutama sebagai pakan burung peliharaan.
Luasnya penyebaran tanaman ini menyebabkan penamaan
yang berbeda pada masing-masing wilayah (Heyne, 1988).
Tanaman jawawut di wilayah bagian Sumatera, dikenal
dengan nama sekoi (Bengkulu), jawe (Palembang); jaba
ikur (Batak); jaba uré (Toba); jĕlui (Riau); sĕkui (Melayu);
sĕkuai, sakui, sakuih (Minang); dan randau (Lampung). Di
pulau Jawa, Madura dan Bali, tanaman Jawawut dikenal
dengan nama jawawut, kunyit, sekul (Sunda); jawawut,
otèk (Jawa); jhaba, jhajhung jhaba, jhabalèk (Madura);
jawa sĕmi,danjawawut (Bali). Penamaan untuk Pulau
Sulawesi juga mempunyai keragaman yaitu botai, boté,
wotei, batung, wetung, gětung (aneka dialek di Sulawesi
Utara); batang, bětěng, wětěng, bané, bailo, wailo
(Sulawesi Selatan); botoh, sain (Timor); hotong, atong,
hetene, hetenu (Ambon); hétan (Wetar); wetan (Solor);
botan (Kai, Tanimbar); bètèn, fètèn (Buru); bobootĕné,
botĕmé (Halmahera); futu (Ternate dan Tidore) (Ishak,
2017).

Jawawut |9
3.3. Morfologi Tanaman
a. Habit
Tanaman jawawut merupakan tanaman rumput,
dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran
tinggi (2000 m dpl) (Protabase, Tanpa Tahun). Tanaman
jawawut memiliki daya adaptasi yang luas karena toleran
terhadap kekeringan namun tidak toleran terhadap
genangan air serta dapat tumbuh pada semua jenis tanah
Rahayu dan Jansen (1996).

Jawawut tidak memiliki musim dan bisa di tanam


sepanjang tahun, tidak membutuhkan jenis tanah khusus
sehingga bisa ditanam dimana saja dengan cara ditabur
atau ditugal. Jawawut tidak membutuhkan biaya produksi
yang tinggi karena pemeliharannya sederhana.

b. Akar
Akar memiliki peranan yang sangat penting yaitu
sebagai alat untuk menyerap air dan unsur hara dari
dalam tanah untuk kemudian diangkut ke bagian atasnya.
Jawawut memiliki akar khas graminae. Biji menghasilkan
akar seminal atau radikula yang berkembang menjadi akar
primer. Akar sekunder atau akar buku muncul pada buku
pertama ketika tanaman Jawawut telah menghasilkan dua

10 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


atau tiga helai daun. Akar-akar buku menebal dan
dianggap menyediakan sebagian besar saluran untuk
pengembilan air, ion dan sebagai pendukung pertumbuhan
tanaman (Goldsworty dan Fisher, 1984).

Gambar 1. Akar tanaman jawawut


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

c. Batang
Batang jawawut berumpun, bulat, berongga, dibatasi
oleh buku (node). Jawawut bentuk tumbuh yang
ditemukan ada dua yaitutipe semi tegak dan tegak. Semi
tegak ditemukan di Bengkulu, Jawa Barat dan tipe tegak
berasal dari aksesi dari Papua dan semi tegak berasal dari
Sumatera Selatan.

Jawawut |11
Gambar 2. Batang tanaman jawawut
(Sumber : Dokumen Pribadi)

Tinggi tanaman berkisar 96,93-171,67 cm dengan


jumlah ruas 8-20. Jarak node yang terpendek terdapat
pada bagian pangkal. Node merupakan tempat pelepah
daun melekat. Diameter batang ukurannya 0,8-1,0 cm.
Batang berwarna kuning. Selanjutnya juga ditemukan

12 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


antosianin pada pangkal seludang daun dan dudukan daun
pada aksesi asal papua.

d. Daun
Daun merupakan organ tanaman tempat
berlangsungnya fotosintesis dimana terjadi perubahan
energi cahaya menjadi energi kimia serta
mengakumulasikannya dalam bentuk bahan kering
tanaman. Daun jawawut berwarna hijau merupakan daun
yang tidak lengkap yang terdiri dari helaian daun dan
pelepah daun. Daun jawawut tumbuh secara berurutan
satu per satu. Helaian daun berbentuk pita dengan ujung
daun berbentuk pointed atau meruncing. Pelepah daun
biasanya menyelubungi batang yang berfungsi untuk
mendukung helaian daun.

Jawawut memiliki daun bendera. Daun bendera


merupakan daun yang terpendek dan terbesar yang
terletak sebelum malai. Panjang daun bendera berkisar
antara 24,00-61,33 cm dan lebar 1,63-3,83 cm. Ada
beberapa aksesi memiliki antosianin pada dudukan daun,
menjelang panen helaian daun juga muncul anthosianin.
Jumlah daun per tanaman tergantung varietas.

Jawawut |13
e. Bunga
Jawawut termasuk tanaman menyerbuk sendiri dan
hanya 4% terjadi penyerbukan silang (Protabase, tanpa
tahun). Umur berbunga jawawut tergantung varietas yang
di tanam. Jumlah hari yang dibutuhkan sampai bunga
muncul sempurna adalah 5-7 hari. Bunga jawawut muncul
setelah daun bendera berwarna hijau.

Gambar 3. Bunga tanaman jawawut


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Miswarti (2014) melaporkan tanaman Jawawut 50%


berbunga pada umur 64-138 hari. Selanjutnya Reddy, dkk
(2006) melaporkan bahwa tanaman jawawut 50%
berbunga dengan umur terpendek 34-58 hari di China dan

14 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


umur terlama 55-155 hari di USA. Umur berbunga pada
berbagai negara lain disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Umur berbunga tanaman jawawutpada berbagai


negara di dunia
Negara No. aksesi hari 50% berbunga
Afganistan 17 35-50
Camerun 8 90
China 60 34-58
Ethiopia 1 62
Hongatia 9 33-45
India 973 36-93
Iran 3 36-44
Kenya 8 50-64
Korea 52 34-55
Libanon 33 36-50
Malawi 1 52
Mexico 2 40-42
Myanmar 6 49-62
Nepal 21 45-67
Pakistan 29 35-58
Rusia & CIS 67 32-50
Afrika Selatan 3 55-60
Spanyol 1 36
Sri Langka 14 55-135
Switzerland 1 59
Syria 119 33-68
Taiwan 28 43-49
Turki 22 35-48
Inggrris 4 50-69
USA 48 55-155
Sumber : Reddy, dkk (2006)

Jawawut |15
f. Malai
Malai jawawut bentuknya dikelompokkan atas 7 jenis
yaitu kerucut, poros, selinder, club, mulut bebek, kaki
kucing dan percabangan (Gambar 3) Malai jawawut
tersusun dari malai dan tangkai malai. Malai jawawut
merupakan kumpulan dari rachis dengan jumlah rachis
mencapai dalam satu malai berkisar antara 78-223.
Panjang malai berkisar antara 13,67-38,33 cm Sedangkan
panjang tangkai malai berkisar antara 18,50-40,33 cm.
Miswarti (2014) melaporkan di Bengkulu ditemukan tiga
jenis Jawawut yaitu spindle, conical, dan cat foot.
Sedangkan aksesi asal Papua memiliki bentuk conical.
Selain itu pada malai Jawawut kadang dijumpai bulu halus
yang menempel pada gabah malai yang ukurannya
mencapai 1 cm.

Gambar 4. Tipe malai jawawut (UPOV, 2012)

16 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


g. Biji
Biji jawawut memiliki ukuran yang kecil umumnya
berwarna kuning, namun di beberapa lokasi ditemukan
juga berwarna hitam, merah. Zang et al. (2011)
melaporkan biji jawawut tersusun dari tiga bagian yaitu 1)
kulit buah luar, 2) kulit buah dalam, dan 3) kulit biji luar.
Kulit biji luar dibagi lagi menjadi kulit aridan kulit biji
dalam. Kulit ari merupakan membran yang tipis dan
kadang menjadi hilang bersama gabah.

Gambar 5. Warna biji jawawut (Sumber: Dokumen Pribadi)

Jawawut |17
Struktur biji jawawut terdiri dari beberapa bagian
diantaranya adalah endosperma. Jawawut mempunyai
suatu aleuron yaitu lapisan tunggal yang melingkari
endosperma. Sel aleuron mempunyai bentuk segi empat
dengan sel yang tebal. Tipe endosperm murni hanya
terapat pada lapisan aleuron dan semua jenis millet
memiliki sedikitnya satu lapisan peripheral endosperm,
yang mana secara khas memiliki kandungan protein yang
lebih tinggi dibandingkan bagian lain dari endosperm. Sel-
sel endosperm terdiri dari granula-granula tepung/kanji
yang menempel pada matriks protein. Bagian granula-
granula tepung berbentuk bola dan berubah bentuk
menjadi poligonal pada saat berada dalam area corneus
dan endosperm (Prabowo, 2010). Biji jawawut
berkecambah pada umur 3-5 hari.

a b

Gambar 6. Struktur biji jawawut


(Sumber : a. Dokumenpribadi ; b. Zhang et al, 2011)

18 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


3.4. Jawawut di Indonesia
Keberadaan jawawut di Indonesia cukup popular dan
dikenal sebagai pakan burung pemeliharaan. Pemanfaatan
jawawut masih terbatas untuk pangan tradisional.
Tanaman jawawut di Bengkulu ditemukan hampir di
seluruh kabupaten. Penyebaran Jawawut mulai dari
ketinggian tampat 20 m sampai 1200 m di atas
permukaan laut (Miswarti dkk, 2013).

Jawawut ditanam satu kali dalam setahun yaitu awal


musim penghujan pada lahan kering bersama-sama padi
ladang (padi gogo). Jawawut ditanam sebagai tanaman
trap karena jawawut lebih disukai hama burung
dibandingkan padi ladang karena bulirnya dan
tanamannya lebih tinggi sehingga lebih mudah dicapai
burung. Tanaman ini tidak disukai tupai dan kera karena
bulirnya kecil dan malainya berbulu. Oleh karena itu,
keberadaan jawawut akan mencegah atau mengurangi
serangan hama padi dibandingkan dengan padi secara
monokultur, sehingga petani lokal di Bengkulu selalu
menanam padi ladang secara tumpangsari dengan
jawawut (Ishak dkk, 2017).

Jawawut |19
Menurut Amirawati (2003), produktivitas jawawut
yang ditanam secara transplanting mencapai 907 kg/ha
sedangkan ditanam langsung dengan cara larikan
mencapai 707 kg/ha. Miswarti (2014) jawawut asal papua
memiliki umur yang lebih pendek (panen umur 104 HST)
dibanding jawawut asal Sumatera (dipanen umur 170
HST).

20 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


4
BUDIDAYA
JAWAWUT
Jawawut merupakan salah satu pangan alternatif yang
memiliki kandungan nutrisi tidak kalah dibanding serealia
lainnya. Tanaman jawawut di lapangan umumnya di
tanam pada areal ladang atau perbukitan. Jawawut tidak
membutuhkan air yang banyak dalam budidayanya.

4.1. Genotip Jawawut


Genotipe adalah istilah yang dipakai untuk
menyatakan keadaan genetik dari suatu individu atau
sekumpulan individu populasi yang ditandai oleh bentuk
tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji.

Jawawut |21
Deskripsi beberapa genotip Jawawut disajikan
sebagai berikut :

1). Genotip 18
Asal
Desa : Harga Indah
Kecamatan : Merigi Sakti
Kabupaten : Bengkulu Tengah
Provinsi : Bengkulu
Bentuk ujung daun : Runcing
Antosianin pangkal
: Tidak ada
seludang
Warna daun : Hijau
Bentuk tumbuh : Semi tegak
Antosianin dudukan
: Tidak ada
daun
Bentuk sudut daun : Semi tegak
Panjang bulu malai : Pendek
Antosianin bulu malai : Tidak ada
Warna bunga : Putih
Panjang & lebar daun
: + 43,17 cm dan 3,30 cm
bendera
Antosianin dudukan : Tidak ada

22 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


daun
Diameter batang : 0,97 cm
Tinggi tanaman : + 156 cm
Jumlah ruas : 18,33
Bentuk arah malai : Terkulai
Bentuk malai : Cat foot
Panjang malai : + 31 cm
Jumlah racis : + 144,33 dompolan
Bobot 1000 butir : + 1,23g
Bentuk biji : agak bulat
Warna biji : Kuning
Umur berbunga : 123 HST
Umur panen : 170 HST

2). Genotip 21
Asal
Desa : Pasar Ujung
Kecamatan : Kepahiang
Kabupaten : Kepahiang
Provinsi : Bengkulu
Bentuk ujung daun : Runcing
Antosianin pangkal
: Tidak ada
seludang

Jawawut |23
Warna daun : Hijau
Bentuk tumbuh : Semi tegak
Antosianin dudukan
: Tidak ada
daun
Bentuk sudut daun : Semi tegak
Panjang bulu malai : Pendek
Antosianin bulu malai : Tidak ada
Warna bunga : Putih
Panjang & lebar daun
: + 44 cm dan 2,93 cm
bendera
Antosianin dudukan
: Tidak ada
daun
Diameter batang : 0,83 cm
Tinggi tanaman : + 135 cm
Jumlah ruas : 13
Bentuk arah malai : Terkulai
Panjang malai : + 31 cm
Bentuk malai : Conical
Jumlah racis : + 117,67 dompolan
Bobot 1000 butir : + 1,17 g
Bentuk biji : Bulat
Warna biji : Kuning
Umur berbunga : 98 HST
Umur panen : 137 HST

24 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


3). Genotip 40
Asal
Desa : Number
Kecamatan : Numfor Timur
Kabupaten : Biak Numfor
Provinsi : Papua
Bentuk ujung daun : Runcing
Antosian pangkal
: Ada
seludang
Warna daun : Hijau
Bentuk tumbuh : Tegak
Antosianin dudukan
: Ada
daun
Bentuk sudut daun : Semi tegak
Panjang bulu malai : Pendek
Antosianin bulu malai : Ada
Warna bunga : Putih
Panjang & lebar daun
: + 27,6 dan 1,90 cm
bendera
Antosianin dudukan
: Ada
daun
Diameter batang : 0,63 cm
Tinggi tanaman : + 137,73 cm
Jumlah ruas : 9

Jawawut |25
Tipe malai : Conical/kerucut
Bentuk arah malai : Terkulai
Panjang malai : + 18,76 cm
Jumlah racis : + 127,40 dompolan
Bobot 1000 butir : + 1,40 g
Bentuk biji : Bulat
Warna biji : Kuning
Umur berbunga : 64 HST
Umur panen : 105 HST

4). Genotip 41
Asal :
Desa : Number
Kecamatan : Numfor Timur
Kabupaten : Biak Numfor
Provinsi : Papua
Bentuk ujung daun : Runcing
Antosian pangkal
: Tidak ada
seludang
Warna daun : Hijau tua
Bentuk tumbuh : Tegak
Antosianin dudukan
: Kuat
daun
Bentuk sudut daun : Tegak

26 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Panjang bulu malai : Pendek
Antosianin bulu malai : Ada
Warna bunga : Putih
Panjang & lebar daun
: +26,00dan 2,23 cm
bendera
Antosianin dudukan
: Kuat
daun
Diameter batang : 0,67 cm
Tinggi tanaman : + 104,43 cm
Jumlah ruas : 7,33
Bentuk arah malai : Terkulai
Bentuk malai : Conical
Panjang malai : +13,67 cm
Jumlah racis : +77,67 dompolan
Bobot 1000 butir : + 1,40 g
Bentuk biji : Agak bulat
Warna biji : Hitam
Umur berbunga : 69 HST
Umur panen : 105 HST

Jawawut |27
5). Genotip Cek 2
Asal :

Desa : Sukanegara-Kampung
Girmukti
Kecamatan : Cisompet
Kabupaten : Garut
Provinsi : Jawa Barat
Bentuk ujung daun : Runcing
Antosian pangkal
: Tidak ada
seludang
Warna daun : Hijau tua
Bentuk tumbuh : Semi tegak
Antosianin dudukan
: Tidak ada
daun
Bentuk sudut daun : Semi tegak
Panjang bulu malai : Pendek
Antosianin bulu malai : Tidak ada
Warna bunga Putih
Panjang & lebar daun
: + 32,27dan 2,75 cm
bendera
Antosianin dudukan
: Tidak ada
daun
Diameter batang : 0,73 cm
Tinggi tanaman : + 120 cm
Jumlah ruas : 13

28 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Bentuk arah malai : Terkulai
Bentuk malai : Cat foot
Panjang malai : + 21,5 cm
Jumlah racis : + 120 dompolan
Bobot 1000 butir : + 1,33 g
Bentuk biji : Bulat
Warna biji : Kuning
Umur berbunga : 99 HST
Umur panen : 114 HST

4.2. Penyiapan Lahan


Budidaya jawawut diawali dengan melakukan
pengolahan lahan. Pengolahan lahan dilakukan pada akhir
musim kemarau atau awal musim penghujan. Sebelum
pengolahan lahan dilakukan, terlebih dahulu lahan
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma. Keberadaan
gulma pada lahan dapat dikendalikan dengan
menggunakan herbisida berbahan aktif paraquat atau
Glyphosat tergantung jenis gulma dominan yang berada
pada lahan dengan dosis 1-2 liter/ha. Penyemprotan
gulma sebaiknya dilakukan minimal satu minggu sebelum
tanam. Pengolahan tanah dilakukan dengan garpu untuk
membalikan tanah sehingga tanah akar-akar rizhoma

Jawawut |29
seperti alang-alang dapat diangkat. Menurut BPTP Sulbar
(2016) pengolahan tanah pada budidaya jawawut dapat
dilakukan secara konvensional dengan menggunakan
guludan atau bedengan, olah tanah minimum ataupun
tanpa olah tanah.

Pengolahan tanah konvensional dengan


menggunakan guludan atau bedengan adalah pengolahan
lahan secara keseluruhan dengan secara manual dengan
menggunakan cangkul atau linggis kemudian membongkar
dan membalik tanah lalu diratakan. Tanah yang telah
dibersihkan kemudian dibentuk guludan atau bedengan
dengan tinggi sekitar 25-40 cm dengan lebar 30-40 cm.
Sedangkan pengolahan tanah minimum dan tanpa olah
tanah hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur
atau subur. Pengolahan tanah pada olah tanah minimum
hanya dilakukan penyemprotan gulma, setelah gulma mati
dan kering kemudian dibenamkan ke dalam tanah. Agar
pertumbuhan jawawut dapat optimal, dapat diberikan
pupuk kandang dengan dosis 0,5 kg/lubang tanam dengan
waktu pemberian 1 minggu sebelum penanaman
dilakukan.

30 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Gambar 7. Kondisi lahan yang telah siap untuk ditanami
(Dokumen: Pribadi)

4.3. Jarak Tanam Jawawut


Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman
jawawut ditentukan oleh beberapa faktor antara lain jenis
tanah dan jenis jawawut. Pada lahan yang subur,
penanaman jawawut dapat dilakukan dengan jarak tanam
yang jarang dibandingkan dengan tanah yang tandus.
Selain itu, jenis jawawut yang mempunyai ukuran yang
lebih tinggi ditanam dengan menggunakan jarak tanam
yang lebar.
Penanaman jawawut dapat dilakukan dengan tegel
ataupun dengan jajar legowo. Penanaman secara tegel

Jawawut |31
dapat dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 75 x
20 cm atau 75 x 25 cm, sedangkan untuk penanaman
jajar legowo dapat dilakukan dengan menggunakan jarak
tanam 25 x 25 x 50 cm.

4.4. Penyiapan Benih


Benih bermutu didefinisikan sebagai benih yang
mempunyai kemurnian genetik, kemurnian fisik, dan
kemurnian fisiologis yang cukup tinggi sehingga menjamin
pertumbuhan tanaman yang lebih baik dan akhirnya
memperoleh hasil yang tinggi.

Benih yang digunakan harus menggunakan benih


yang bermutu karena benih yang bermutu akan
menghasilkan bibit yang sehat dan mempunyai perakaran
yang kuat. Benih bermutu dicirikan antara lain: (a) benih
yang bersih dan tidak tercampur dengan varietas lain, (b)
sehat dan bebas dari serangan hama dan penyakit, (3)
memiliki daya kecambah tinggi yaitu >90%. Kebutuhan
benih jawawut yang diperlukan tergantung cara
penanamannya, jika penanaman dilakukan secara
monokultur (hanya jawawut) maka benih yang dibutuhkan
adalah 400-500 g/ha dan jumlah ini berkurang apabila

32 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


penanaman dilakukan secara tumpangsari dengan jenis
tanaman lain.

4.5. Penanaman
Penanaman jawawut sebaiknya dilakukan pada akhir
musim kemarau atau pada awal musim penghujan dengan
tujuan untuk mengurangi kematian tanaman. Penanaman
jawawut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tanam
benih langsung dan disemaikan terlebih dahulu.

Seminggu sebelum tanam dilakukan pemberian


pupuk kandang ke dalam lubang tanam Penanaman benih
secara langsung dapat dilakukan dengan memasukkan
benih sebanyak 3-5 biji/lubang tanam.Untuk menghindari
serangan hama di sekitar lubang tanam diberi karbofuran
dengan dosis 10 gram/lubang tanam, kemudian lubang
ditutup kembali dengan tanah secara tipis.

Sedangkan jika penanaman dilakukan setelah benih


disemaikan, maka langkah yang dilakukan sebagai berikut:
1) Siapkan tempat persemaian (tray atau menggunakan
glas mineral bekas), 2) masukkan tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 3:1, 3) Masukkan benih
kedalam tempat persemaian dengan kedalaman 0,5-1 cm.
4) siram secara perlahan media persemaian. Setelah umur

Jawawut |33
15-20 hari setelah semai atau bibit telah memiliki daun 3-4
helai dapat dipindahkan ke lapangan.

(a) (b)
Gambar 8. (a) Cara penanaman dengan penanaman benih
langsung dan (b) penanaman dengan disemaikan terlebih
dahulu (Sumber: a dan b Dokumen Pribadi)

Selain hama burung yang menyerang tanaman


jawawut adalah hama ulat tanah atau kuuk (bahasa
Sunda). Hama ini memakan perakaran sehingga akar
terpotong. Gejala tanaman yang terserang adalah daun
yang berwarna hijau segar berubah menjadi layu.

4.6. Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman
yang tumbuh tidak normal, rusak atau terkena serangan
hama penyakit. Penyulaman dilakukan dengan cara
mencabut seluruh bagian tanaman hingga ke
akarnya.Pada bekas tanaman yang dibuang ditanam

34 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


kembali dengan menggunakan jenis yang sama. Waktu
penyulaman sebaiknya tidak lebih dari 2 minggu setelah
tanam.

4.7. Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan tujuan untuk
membuang tanaman yang mempunyai pertumbuhan yang
tidak optimal dan membiarkan tanaman yang tumbuh
optimal. Tanaman yang dibiarkan tumbuh hanya satu
batang/lubang tanam.

4.8. Pengendalian Gulma dan Pembumbunan


Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman jawawut
antara lain alang-alang (Imperata cylindrica L Beauv),
rumput teki (Cyperus rotundus), rumput minyak (Cinodon
dactylon), bayam liar (Amarantus sp), putri malu
(Mimosapudica), krokot (Portulaca oleraceae), babadotan
(Ageratum conyzodes), Borreria alata, meniran
(Phylanthus urinaria).

Pengendalian gulma dilakukan dengan tujuan untuk


membuang tanaman pengganggu yang tumbuh di sekitar
tanaman jawawut. Tujuan pengendalian gulma adalah
agar tidak terjadi persaingan antara tanaman jawawut

Jawawut |35
dengan gulma terutama dalam hal nutrisi, cahaya, air dan
lain-lain. Selain itu jenis gulma-gulma tertentu juga
merupakan inang hama dan penyakit. Penyiangan dapat
dilakukan secara manual atau secara mekanis dengan
menggunakan sabit ataupun cangkul. Penyiangan
dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum pemupukan
pertama dan kedua.

Pada saat pelaksanaan pengendalian gulma, juga


dilakukan pembumbunan tanaman. Tujuan pembumbunan
adalah untuk memperkuat berdirinya batang dan
perakaran tanaman.

4.9. Pemupukan
Pemupukan dilakukan berdasarkan kebutuhan dan
ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Pemupukan harus
dilakukan berdasarkan lima tepat yaitu 1) tepat jenis,
dimaksudkan pada saat pemupukan harus tepat dalam
menentukan jenis pupuk yang dibutuhkan oleh tanaman;
2) tepat dosis, dosis yang diberikan ke tanaman sesuai
dengan yang dibutuhkan (tidak kurang ataupun berlebih).
Tanaman yang kekurangan atapun kelebihan akan
menyebabkan pertumbuhan terganggu; 3) tepat waktu,
pada saat pemberian pupuk yang baik pada tanaman

36 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


hendaknya disesuaikan kapan tanaman tersebut
membutuhkan asupan lebih unsur hara atau pada waktu
yang tepat; 4) tepat tempat, pemberian pupuk harus
dilakukan pada tempat yang tepat di sekitar tanaman; dan
5) tepat cara, dimaksudkan agar pemberian pupuk yang
diberikan tidak terbuang sia-sia atau tercuci akibat
pemberian yang salah.

Pupuk yang digunakan untuk adalah pupuk organik


dan pupuk an organik. Dosis pupuk kandang sebanyak 20
ton/ha, sedangkan dosis pupuk an organik terdiri dari Urea
200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha.
Pemupukan tanaman jawawut dilakukan sebanyak empat
kali. Waktu pemupukan tanaman jawawut dilakukan sesuai
dengan umur tanaman.

4.10. Pengendalian Hama dan Penyakit


Tanaman jawawut merupakan salah satu jenis
tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan
penyakit. Hama utama pada tanaman jawawut adalah
burung. Serangan hama burung mulai menyerang
pertanaman jawawut pada fase generatif. Serangan
burung menyebabkan banyak biji yang hilang sehingga
malai menjadi rusak. Pengendalian hama burung masih

Jawawut |37
dilakukan secara tradisional sejak awal fase generatif.
Pengendalian hama burung dapat dilakukan dengan cara
membungkus malai, membuat bunyi-bunyian pada sekitar
lahan tanaman atau menutup areal pertanaman dengan
menggunakan jaring.

Hama kuuk (bahasa Sunda) menyerang pada saat


pra dewasa berupa uret atau lundi yang berkembang di
dalam tanah pada lapisan olah. Modus aksi kuuk adalah
memakan akar tanaman jawawut sehingga akar tanaman
putus dan menyebabkan daun dan batang layu, kuning
dan akhirnya mati. Pengendalian hama ini dapat dilakukan
dengan cara yaitu memusnahkan langsung kuuk yaitu
dengan mencabut tanaman yang terserang kemudian
lundinya dimusnahkan. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan menggunakan insektisida berbahan aktif
karbofuran dan Profenofos. Karbofuran yang diberikan
disekitar perakaran, sedangkan untuk Profenofos
dilakukan dengan cara disemprotkan pada tanaman dan
disiram pada permukaan tanah di sekitar pertanaman.

38 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


(a) (b)
Gambar 9. (a) Cara pengendalian hama burung dengan
membungkus malai dan (b) memasang jaring pada areal
pertanaman (Sumber: a dan b Dokumen Pribadi)

4.11. Panen dan Prosesing


Umur panen dapat digunakan sebagai salah satu
cara untuk memperkirakan panen, namun saat panen
harus benar-benar tepat karena kuantitas dan kualitas
hasil panen banyak ditentukan oleh ketepatan saat panen.
Panen jawawut yang terlalu awal atau muda akan banyak
mengandung butir hijau dan hasil panen pun relatif lebih
sedikit. Kadar butir hijau yang tinggi sangat menurunkan
mutunya. Jawawut yang dipanen muda juga tidak banyak
menghasilkan beras sehingga produksi berasnya menjadi
rendah. Sebaliknya, jika panen terlambat mengakibatkan

Jawawut |39
butiran gabah mudah atau telah rontok dan jatuh ke tanah
sehingga juga berakibat kehilangan hasil.

Tiap tanaman memiliki tanda-tanda tertentu dan


khusus jika saat panen tiba. Tanaman jawawut siap
dipanen bila telah matang fisiologis dengan dicirikan
sebagai berikut: 1) daun bendera mulai menguning dan
butir-butir gabah pada racis telah rata menguning, 2)
menjelang panen, ada beberapa genotip daun dan batang
berubah menjadi ungu (antosianin) dan akhirnya
mengering.Selain diatas dapat juga digunakan sebagai
acuan adalah deskripsi masing-masing genotip atau
varietas.Jawawut berumur panjang di panen pada umur
170 HST, sedangkan yang berumur pendek dipanen umur
105 HST.

Saat panen dapat dilakukan pagi, siang ataupun


sore, tergantung kesiapan si pemanen.Jawawut dipanen
dengan cara memotong secara manual satu per satu
malainya ataupun secara mekanis (mesin pemanen).

Pengeringan adalah proses pindah panas dengan


cara menguapkan air yang terdapat di dalam bahan atau
biji jawawut. Pengeringan mengurangi kadar air bahan
sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan

40 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti sehingga produk memiliki masa
simpan yang lama. Pengeringan dapat dilakukan melalui
dua cara yaitu dengan cara alami ataupun secara buatan.
Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan jalan
menjemur atau mengangin-anginkan jawawut dengan
bantuan angin atau cahaya matahari. Sedangkan
pengeringan buatan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat mekanis, bahan penyerap air atau yang
umum adalah dengan menggunakan mesin pengering
(dryer).

Penggabahan jawawut bertujuan untuk memisahkan


gabah jawawut dari tangkainya. Cara yang dilakukan
petani masih sangat sederhana dengan memasukkan
jawawut ke dalam karung lalu di injak-injak.

Penyosohan jawawut adalah proses pemisahan biji


dari sekam. Penyosohan jawawut pada waktu yang
singkat/secara tidak berlebihan merupakan proses yang
penting. Hal ini disebabkan lama waktu atau tinggi
rendahnya tingkat penyosohan menentukan tingkat
kehilangan zat gizi dan non gizi. Di Bengkulu, alat yang
digunakanmasih secara tradisional dengan menggunakan
alat penumbuk (lesung dengan kincir air) (Gambar 10).

Jawawut |41
Hasil diskusi dengan petani bahwa dalam penggilingan
jawawut biji di campur dengan daun bambu agar saat
penggilingan biji Jawawut tidak berserakan atau
beterbangan.

Gambar 10. Alat tradisional prosesing jawawut


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Penyosohan pada biji Jawawut mempengaruhi


jumlah fenolik total. Komponen fenolik serealia sering
ditemukan pada bagian kulit ari serealia yaitu pada lapisan
percarp dan testa (Dykes dan Rooney, 2006). Menurut
Mambrasar, dkk (2010), kandungan fenolik total Jawawut

42 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


non sosoh sebesar 5,12 mg TAE/g biji sedangkan setelah
diberi perlakuan penyosohan kisaran fenolit total menjadi
3,51-1,56 mg TAE/g biji. Penurunan kandunga fenolik total
terjadi pada proses penyosohan.

4.12. Penyimpanan Benih


Penyimpanan benih merupakan periode menunggu
sejak benih mencapai matang fisiologis sampai benih
tersebut ditanam kembali oleh petani. Menurut Delouche
(1973) dan Andrews (1978) membagi total periode simpan
benih kedalam 5 tahap, yaitu:

• Penyimpanan di lapang, merupakan penyimpanan


yang dialami benih setelah benih mencapai matang
fisiologis sampai sesaat sebelum panen. Kondisi
lingkungan pada periode ini yang menyimpang dari
persyaratan penyimpanan benih, missal fluktuasi
kelembaban dan suhu yang tinggi akan merusak mutu
benih.

• Penyimpanan setelah panen sampai sesaat sebelum


pengolahan benih. Kadar air benih yang tinggi selama
periode menunggu pengolahan, karena keterlambatan
pengeringan dapat mempercepat laju penurunan mutu
benih.

Jawawut |43
• Penyimpanan sejak benih mulai dikeringkan dan
dibersihkan sampai selesai dikemas dan menunggu
penyaluran. Proses pengeringan dan pembersihan
umumnya tidak berlangsung lama, sedangkan periode
penyimpanan menunggu penyaluran umumnya telah
disadari oleh produsen benih sebagai periode
penyimpanan benih yang penting, sehingga masalah
yang muncul pada fase ini biasanya sudah diantisipasi.

• Penyimpanan selama penyaluran dari produsen ke


pengecer sampai benih dibeli oleh konsumen. Kondisi
selama pengangkutan dan penyimpanan benih di kios-
kios pengecer sangat menentukan daya simpan benih.

• Penyimpanan benih dari konsumen. Periode ini dimulai


sejak petani membeli benih sampai benih tersebut
ditanam di lapang. Tahap penyimpanan yang terakhir
ini umumnya tidak berlangsung lama, sehingga tidak
merupakan periode penyimpanan yang kritis.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyimpanan


• Suhu ruangan berperan dalam mempertahankan
viabilitas benih selama penyimpanan. Benih mengalami
respirasi selama penyimpanan. Kadar air benih, suhu,
dan kelembaban perpengaruh terhadap penyimpanan.

44 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


• Semakin tinggi vigor awal maka makin tinggi daya
simpan. Penurunan Vigor awal dapat terjadi karena
proses deteriorasi selama fase sebelum penyimpanan
(pada tahap pra dan pasca penyimpanan).

• Makin tinggi kadar air benih maka makin tinggi pula


deteriorasi. Kadar air yang aman untuk penyimpanan
11% (wahyuni dan Nugraha, 1993).

• Penyimpanan benih dalam kantong yang porous


(kantong kertas, karung goni, atau plastik dalam
gudang yang lembab dapat mempercepat penurunan
viabilitas benih. Laju penurunan ini akan semakin
meningkat lagi bila suhu tinggi.

• Kerusakan oleh hama, penyakit dapat menurunkan


mutu fisik dan mutu fisiologis benih (Harrington,
1973).

Jawawut |45
5
POTENSI JAWAWUT
SEBAGAI PANGAN
ALTERNATIF
Pangan merupakan kebutuhan mendasar yang harus
dipenuhi oleh manusia untuk dapat mempertahankan
hidup. Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah
penduduk besar,menghadapi tantangan yang sangat
kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi
penduduknya. Oleh karena itu, isu ketahanan pangan
merupakan fokus utama dalam kebijakan pembangunan
pertanian.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa peningkatan


jumlah penduduk, peningkatan ekonomi dan daya beli
masyarakat tidak diiringi dengan peningkatan produksi
pangan nasional terutama beras. Hal ini disebabkan alih
fungsi lahan, produktivitas lahan, adanya serangan

46 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), pasca panen.
Ketidakseimbangan antara permintaan dan kapasitas
produksi nasional tersebut mengakibatkanadanya
kecenderungan terhadap meningkatnya pangan impor.
Hal ini menjadikan Indonesia memiliki ketergantungan
terhadap pangan impor yang sangat besar.

Pemanfaatan Sumber Pangan Alternatif selain beras


harus dilakukan dalam upaya penganekaragaman sumber
pangan. Diversifikasi pangan bertujuan 1) mengurangi
ketergantungan terhadap beras dan pangan impor dengan
meningkatkan produksi pangan lokal dan produk
olahannya, dan (2) mendorong masyarakat untuk
memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsinya
sehingga tidak terfokus pada satu jenis makanan saja.

Selain beras, sebetulnya masih banyak sumber


pangan lain yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan
alternatif yang bersumber dari pangan lokal, misalnya
tanaman Setaria italica L. Beauv, atau yang dikenal
dengan sebutan juwawut/jawawut/ jawawut (Jawa), Sekoi
(Bengkulu)., jawe/belem (Lombok), juwawut (Sulawesi),
buru hotong (Maluku), dan pokem (Papua).

Jawawut |47
Jawawut sebagai sumber pangan alternatif yang
memiliki nilai gizi yang tidak kalah dibandingkan dengan
jenis-jenis tanaman serealia lainnya dan memiliki prospek
untuk dikembangkan karena memiliki nilai gizi yang tinggi,
kemampuan tumbuhnya yang sangat baik dan dapat
mentoleransi kondisi iklim yang kering menjadikan
tanaman ini memiliki peluang besar untuk dikembangkan
menjadi komoditas pangan nasional. Sebagaian besar
masyarakat belum mengenal jawawut sebagai sumber
pangan sehingga selama ini tanaman jawawut hanya
dijadikan sebagai pakan burung. Padahal tanaman ini
dapat diolah menjadi sumber makanan oleh masyarakat
guna mendukung ketahanan pangan dan mengantisipasi
masalah kelaparan (Marlin, 2009)

Potensi suatu bahan yang akan dijadikan sebagai


sumber pangan tergantung pada kandungan nutrisi yang
dimiliki oleh bahan tersebut. Semakin banyak kandungan
nutrisi maka semakin baik untuk dijadikan sebagai sumber
pangan. Menurut FAO, 1995, jawawut memiliki kandungan
nutrisi seperti Tabel 5.

48 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Tabel 3. Kandungan nutrisi beberapa jenis serealia (per
100 g)
Jenis serealia
Kandungan
Beras Gandum Jagung Sorgum Jawawut
Protein (g) 7,9 11,6 9,2 10,4 11,2
Lemak (g) 2,7 2,0 4,6 3,1 4,0
Abu (g) 1,3 1,3 1,2 1,6 3,3
Serat (g) 1,0 1,0 2,8 2,0 6,7
Karbohidrat (g) 76,0 71,0 73,0 70,7 63,2
Ca (mg) 33 30 26 25 31
Fe (mg) 1,8 3,5 2,7 5,4 2,8
Tanin (mg) 0,41 0,41 0,38 0,38 0,60
Riboflavin (mg) 0,04 0,10 0,20 0,15 0,10
Sumber : FAO, 1995

Menurut Puspawati (2009) jawawut mengandung


karbohidrat sekitar 75%, protein 11% juga kaya akan
vitamin dan mineral seperti niacin, piridoxin dan folacin.
Selain itu, jawawut juga mengandung antioksidan,
senyawa bioaktif dan serat yang tinggi sehingga memiliki
potensi untuk menjadi pangan fungsional (Rooney, 2009
dalam Pakhri, dkk, 2017)

Menurut Rukmi, dkk (2015), kandungan serat


pangan di dalam jawawut seperti hemiselulosa, selulosa,
ester-ester fenolik, dan glikoprotein tinggi. Selain itu, juga
mengandung serat pangan mudah larut (soluble dietary)
seperti glukan dan pektin. Tepung jawawut banyak
mengadung serat yang bermanfaat untuk memperlancar

Jawawut |49
proses metabolisme tubuh sehingga tepung ini cocok
untuk dikonsumsi orang yang sedang menjalani program
diet. Menurut Salimi, dkk (2011), serat pangan β-glukan
merupakan komponen penting yang terdapat pada
sorghum dan jawawut yang memberi pengaruh positif
terhadap kesehatan seperti antihiperkolesterol, antiradiasi,
antiinflamasi dan antidiabetes. Selain itu, kandungan
fenolik pada jawawut bermanfaat untuk anti tumerogenik,
antioksidan dan antimikroba (Sugito, 2012 dan Chandra,
dkk, 2016).

50 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


6
PRODUK
OLAHAN
Jawawut berpotensi untuk dikembangkan sebagai
pengganti terigu karena selain memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi juga mengandung protein gluten
(BPTP Sulbar, 2016). Gluten merupakan protein yang
bersifat elastis dan lengket yang dapat membuat adonan
mejadi kenyal serta kedap udara sehingga dapat
mengembang.

Pengolahan jawawut untuk bahan pangan dalam


bentuk beras atau biji dan tepung relatif mudah dan lebih
murah. Biji jawawut disosoh, kemudian di-‘sangrai’ untuk
dijadikan bahan kue-kue dan digiling halus untuk dijadikan
tepung.

Menurut Sulistyaningrum, dkk (2017) Kadar amilosa


sangat menentukan tekstur dari suatu bahan pangan.

Jawawut |51
Kandungan amilosa dari tepung jawawut tergolong sangat
rendah yaitu <10% dengan kisaran nilai 6,96-9,29%.
Kadar amilosa antara 5-12% tergolong sangat rendah,
sehingga bertekstur lengket, lunak, pulen dan enak.
Kandungan amilosa yang sangat rendah pada jawawut
menunjukkan bahwa tepung jawawut memiliki
karakteristik pulen dan lengket. Selain itu, rendahnya
kadar amilosa pada suatu bahan menyebabkan produk
yang dihasilkan memiliki tesktur kenyal, lengket dan tidang
mengembang (Aliawati, 2003).

Menurut Pakhri, dkk (2017) jawawut memiliki nilai


gizi mirip dengan serealia lain yaitu padi dan gandum,
sehingga Jawawut layak untuk dikembangkan karena
tanaman ini mampu beradaptasi baik pada daerah hujan
rendah atau kering. Jawawut mengandung karbohidrat
sekitar 75% dan protein 11% (Puspawati, 2009), juga
kaya vitamin dan mineral seperti niacin, piridoxin dan
folacin.

Jawawut mengandung antioksidan, senyawa bioaktif


dan serat yang tinggi (Rooney, 2000), sehingga berpotensi
untuk menjadi pangan fungsional. Menurut Ushakumari
(2004) dalam Pakhri, dkk (2017) dalam penelitianya
menunjukkan bahwa kandungan serat pangan total yang

52 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


terpat pada jawawut sebesar 8,8% (db) untuk jawawut
yang sudah dikupas, 10,8% (db) untuk jawawut yang
diolah menjadi flakes, 8,2% (db) dalam popped jawawut
dan 8,3% (db) kandungan serat pangan total pada
jawawut yang telah ditepungkan dan dikeringkan dengan
mesin roller dryner.

1. Tepung Jawawut
Bahan : 2 kg Jawawut
Alat : Baskom, peniris, plat aluminium/ tampah,
mesin penepung, pengayak 80 mesh
Cara Membuat:
• Cuci bersih biji jawawut hingga air cucian jernih
• Rendam jawawut selama 18 jam
• Tiriskan biji jawawut hingga kadar air berkurang
• Giling biji jawawut dengan mesin penepung
• Jemur tepung jawawut di bawah sinar matahari
atau pada suhu 50oC bila menggunakan oven
• Untuk mendapatkan hasil tepung yang halus,
setelah kering tepung bisa diayak menggunakan
ayakan 80 mesh
• Kemas dalam wadah tertutup dan simpan di
tempat kering

Jawawut |53
2. Bubur Jawawut
Bahan : Jawawut 250 g
Gula merah iris halus 150 g
Air 3 liter
Daun Pandan 2 lembar
Santan kelapa secukupnya
Garam secukupnya
Alat : Panci dan Sendok pengaduk

Cara membuatnya :
Bubur
➢ Cuci beras jawawut dengan air
➢ Masak beras jawawut bersama air dan daun
pandan dengan api kecil sambil sesekali diaduk
hingga lunak dan kental.
➢ Masukkan gula dan garam, aduk hingga gula larut
dan matang.
Santan
➢ Santan kelapa (tidak encer) kemudian tambahkan
garam secukupnya lalu dimasak sambil di aduk.

Penyajian:
➢ Hidangkan bubur yang telah masak dan diatasnya
disiram kuah santan
➢ Siap dinikmati

54 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Gambar 11. Bubur Jawawut (Sumber: Dokumen Pribadi)

3. Cookies Jawawut Cappucino


Cookies adalah produk pangan yang umumnya
berbentuk bulat. Akan tetapi seiring berkembangnya
zaman masyarakat banyak mengembangkan berbagai
bentuk unik dan lucu dari cookies tersebut. Cookies
banyak beredar di pasaran akan tetapi harganya cukup
mahal karena masih berupa produk impor. Hal ini tidak
sesuai dengan kebutuhan konsumen akan pangan sehat
yang harganya terjangkau (Pakhri, 2017).

Jawawut |55
Gambar 12. Cookies Jawawut Cappucino
Sumber: (https://cookpad.com/id/resep/6625593-
good-day cappuccino-cookies)

Bahan: 300 gram tepung jawawut


100 gram tepung terigu
150 gram gula halus
200 gram margarin
2 butir kuning telur
¼ sendok teh baking powder
1 bungkus cappucino
Cara Membuat:
➢ Kocok margarin dengan gula halus, dan baking
powder sampai tercampur rata lalu masukkan
kuning telur.

56 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


➢ Masukkan campuran tepung dan cappucino ke
dalam adonan margarin, lalu diaduk sampai kalis.

➢ Cetak adonan menggunakan cetakan cookies

➢ Taburi cookies dengan choco chips

4. Cake Jawawut
Bahan: 180 gram tepung jawawut
7 butir telur
170 gram gula halus
250 gram margarin
¼ sendok teh TBM
¼ sendok teh baking powder
Keju
Cara Membuat :
➢ Pisahkan putih dan kuning telur kemudian
sisihkan

➢ Kocok putih telur sampai mengembang


kemudian sisihkan

➢ Kocok margarin dengan gula halus, TBM, dan


baking powder sampai tercampur rata lalu
masukkan kuning telur satu per satu

Jawawut |57
➢ Masukkan kocokan putih telur dan tepung ke
dalam adonan margarin secara bergantian
sambil diaduk dengan mixer kecepatan rendah.

➢ Tuangkan adonan ke dalam loyang yang telah


diolesi margarin dan ditaburi tepung, lalu oven
adonan cake sampai matang.

➢ Taburi cake dengan keju yang telah diparut.

Gambar 13. Cake jawawut


Sumber: (https://raingrande.com/hashtag/gbdi)

58 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


5. FLakes
Flakes merupakan bentuk pertama dari produk siap
santap (Hildayanti, 2012). Menurut Tribelhorn (1991),
pembuatan flakes secara tradisional dapat dilakukan
dengan cara mengukus biji serealia yang sudah
dihancurkan (kurang lebih sepertiga dari ukuran awal biji)
pada kondisi bertekanan selama dua jam atau lebih lalu
dipipihkan diatara dua rol baja. Setelah itu dikeringkan dan
dipanggang pada suhu tinggi.

Menurut Ushakumari (2004) dalam Pakhri, dkk


(2017) dalam penelitianya menunjukkan bahwa
kandungan serat pangan total yang terdapat pada
jawawut sebesar 8,8% (db) untuk jawawut yang sudah
dikupas, 10,8% (db) untuk jawawut yang diolah menjadi
flakes, 8,2%. Pengolahan jawawut menjadi flakes
disajikan pada Gambar 15.

Gambar 14. Flakes (Sumber: Hildayanti, 2012)

Jawawut |59
200 g Jawawut Sosoh

Pencucian

Perendaman dan pengukusan

Bahan tambahan
• Gula : 10% Pencampuran adonan
• Garam : 2%
• Vanili : 2%

Pembentukan lembaran

Pemipihan dan Pencetakan

Oven (140C) selama 25 menit

FLAKES JAWAWUT

Gambar 15. Diagram pembuatan flakes jawawut


(Hildayanti, 2012)

60 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


6. Roti Franc (Cookpad, Tanpa Tahun)
Bahan:
2 sdm ragi
2 sdm gula
1 cup air hangat (+ 2 sdm lagi)
3 butir putih telur
1,5 cup maizena
0,5 cup tapioka
0,5 cup jawawut
0,5 cup mocaf
2 sdt santan kental
1 sdt garam
0,25 cup butter
2 sdt cider vinegar
Putih telur untuk poles terakhir
2 sdt wijen

Gambar 16. Rotu Franc

Jawawut |61
Cara membuatnya :
➢ Campur ragi dan air hangat, diamkan selama 5
menit
➢ Olesi loyang dengan minyak dan lapisi dengan
kertas roti
➢ Campurkan semua bahan dan aduk, masukkan
campuran ragi nanti adonannya seperti adonan
bolu tapi lebih berat
➢ Bagi dua adonan, masukkan ke dalam loyang.
Rapihkan bagian atas dengan sendok basah.
Buat sobekan kecil pakai pisau
➢ Taburi dengan wijen
➢ Masukkan ke daam oven yang masih dingin,
nyalakan dengan 200oC
➢ Panggang 30 menit, olesi dengan putih telur,
panggang lagi 10 menit

62 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


7. Makaroni campuran jawawut, Ubi Jalar,
terigu

Gambar 17.
Pembuatan makaroni jawawut, ubi jalar ungu, dan terigu
(Firiani dkk., 2013)

Jawawut |63
7
PENUTUP
Jawawut merupakan salah satu SDG lokal yang dimiliki
Indonesia dan merupakan jenis tanaman rumput semusim.
Selama ini tanaman jawawut termasuk tanaman yang
terabaikan karena dikenal sebagai pakan burung dan
belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan
pangan. Padahal jawawut memiliki gizi yang tidak kalah
dibanding dengan serealia lainnya.

Budidaya tanaman jawawut sama dengan tanaman


serealia lainnya dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0-
2000 m dari permukaan laut. Jawawut memiliki
keunggulan yaitu memiliki adaptasi pada lahan yang semi
kering atau kering tetapi tidak tahan pada genangan air.
Mudah dalam budidaya namun sangat disukai oleh burung
sehingga merupakan hama utamanya.

Jawawut sebagai komoditas pangan lokal dapat


dikembangkan sebagai pengganti pangan alternatif untuk

64 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


mendukung ketahanan pangan karena memiliki nilai gizi
yang tidak kalah dibandingkan dengan serealia lainnya.
Selama ini di beberapa daerah jawawut telah
dimanfaatkan sebagai pangan tradisional. Di beberapa
negara jawawut telah diolah sebagai minuman yang kaya
energi.

Jawawut selayaknya perlu disosialisasikan dan


dikembangkan kepada masyarakat karena dapat tumbuh
pada lahan marginal serta memiliki gizi yang tidak kalah
dengan serealia lainnya serta mudah dibudidayakan.

Jawawut |65
DAFTAR PUSTAKA

Aliawati, G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam


beras. Buletin Teknik Pertanian 8 (2) : 82-84.
Amirawati. 2013. Teknologi Budidaya Tanaman Pokem.
Jayapura (Indonesia) : BPTP Papua.
Andrews, C.H. 1978. Production and maintenance of high
quality soybean seed. Mafes Journal No. (blank).
Seed Tech. Lab. Miss. State. Univ.
Balit Serealia. 2009. Laporan Akhir: Penelitian koleksi,
karakterisasi, dan konservasi plasma nutfah
serealia. Litbang Pertanian, 49 hal (Tidak
dipublikasikan).
BPTP Sulawesi Barat. 2016. Potensi dan Teknologi
Budidaya Tanaman Jawawut (Setaria italica) di
Sulawesi Barat. http://sulbar.litbang.
pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/365-
potensi-dan-teknologi-budidaya-tanaman-Jawawut-
setaria-italica-di-sulawesi-barat (Diakses 25
Oktober 2018).
Chandra D., Chandra, S., and Sharma PAK. 1973. Review
of finger millet (Eleusine coracana (I.) gaertn): a

66 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


power house of health benefiting. J. Food Science
and Human Wellnes 5 : 149-155.
Cookpad. Tanpa Tahun. Resep Jawawut.
https://cookpad.com/ id/cari/ jewawut
Delauche, J.E. 1973. Precepts of seed storage.Proc.
Shortcourse for seedsmen. Miss. State Univ.P.97-
123
Dykes L., and Rooney, L.W. 2006. Sorghum and millet
phenol and antioxidants. J Cereal Science 44 (3) :
236-251.
Fitriani, Sugiyono, E.H. Purnomo. 2013. Pengembangan
Produk Makaroni dari Campuran Jawawut (Setaria
italica L), Ubi jalar Ungu (Ipomea batatas var.
Ayumurasaki) dan Terigu (Triticum aestivum L.)
Food Agricultural Organization (FAO). 1995. Sorgum and
Millets in Human Nutrition. David Lubin Memorial
Library Cataloguing in Publication Data FAO, Rome
(Italy).Food and Nutrition Series No. 27. Diakses
melalui:
http://www.fao.org/docrep/t0818e/t0818e00.htm#
ontents (13 Mei 2014).
Harrington, J.F. 1973. Problems of Seed Storage. In:W.
Heydecker (ed). Seed Ecology. The Penn. State.
Univ. Press.pp 251-263.
Heyne, K. 1988. Tumbuhan berguna Indonesia.Yayasan
sarana wana Jaya. Departemen Kehutunan. Jakarta
Hildayanti. 2012. Studi Pembuatan Flakes Jawawut
(Setaria italic L Beauv). Skripsi. Jurusan Teknologi
Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas
Hasanudin.

Jawawut |67
Goldsworty, P.R. dan N.M. Fisher. 1984. The Physiology of
Tropical Field Crop (Fisiologi tanaman Budidaya
Tropik, Alih bahasa Tohari) Universitas Gadjah
Mada Press. Yogyakarta.
Ishak, A., Miswarti, WE. Putra, Jhon Firison. 2017.
Pemanfaatan Tanaman Jawawut (Setaria italica L.
Beauv) dalam Tradisi Petani Lokal di Bengkulu:
Dulu dan Sekarang (Utilization of Foxtail Millet
(Setaria italica L. Beauv) on the Peasant Tradition
in Bengkulu). Bunga Rampai Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP).
Mambrasar, R. H., B. Prasetyo dan M. Martosupono. 2010.
Antioksidan dan imunomodulator pada serealia.
Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS
tahun 2010. Halaman : 154-163.
Marlin.2009. Sumber Pangan Tanaman Minor.
http://daengnawan.blogspot.
com/2009/07/sumber-pangantanaman-minor.html.
Diakses pada tanggal Sabtu 26 Januari 2013.
Miswarti, L. Ivanti dan D. Sugandi. 2015. Potensi
Pengembangan Jawawut (Setaria italica L Beauv)
Sebagai sumberdaya Genetik Lokal Untuk
Pengembangan Pangan Alternatif di Provinsi
Bengkulu. Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Sumber Daya Genetik Pertanian.
Bogor 27 Mei 2015. BBP2TP .
Miswarti, T. Nurmala, dan Anas. 2014. Karakterisasi dan
Kekerabatan 42 Aksesi Tanaman Jawawut (Setaria
italica L Beauv). PANGAN 23(2) : 166-177.
Miswarti, M.D. Tatuhey, dan Y. Oktavia. 2013.
Eksplorasi dan Karakterisasi Plasma Nutfah
Jawawut (Setaria italica L Beauv) di Provinsi

68 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian
Ramah Lingkungan Spesifik Lokasi Mendukung
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Provinsi
Bengkulu. BPTP Bengkulu, Desember 2013
Pakhri, A., N. Yani, H. Mas’ud dan Sirajuddin. 2017.
Cookies dengan subtitusi tepung Jawawut. Media
Gizi Pangan XXIV (2) : 21-27.
Prabowo Bimo. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet
Kuning Dan Tepung Millet Merah. Karya Ilmiah
Skripsi Hal: 1, 3-4. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret.
Protabase. Tanpa Tahun. Setaria italica L. Beauv.
http://www.database.prota.org/Protahtml/setaria.it
alica. Diakses Januari 2013.
Puspawati dan G.A. Kadek Diah. 2009. Kajian aktivasi
proliferasi limfosit dan kapasitas antioksidan
Sorgym (Sorghum bicolor L. Moench) dan Jewawut
(Pennisetum sp) pada tikus Sparague Dawley.
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/handle/ 123456789.
Rahayu, M dan Jansen, P.C.M. 1996. Setaria italica (L) P.
Beauvois cv Group Foxtail
Reddy, V.G., H.D. Upadhyaya, and C.L.L. Gowda.2006.
Characterization of World’s Foxtail Millet Germplash
Collections for Morphological Traits. SATe Jurnal.
ejurnal.icrisat.org. Agustus 2006/Vol.2/issue
Rukmi, D.L., Anang M., Legowo dan Dwiloka B. Total
bakteri asam laktat, pH, dan kadar laktosa yoghurt
dengan penambahan Jawawut. Jurnal Agromedia
33 (2) : 46-54.

Jawawut |69
Ronney L. W, Serna S. 2009. Handbook of cereal science
and technology. Marcel Dekker. New York. P 149-
175.
Salimi, Y.K., Zakaria, F. R., Bambang, P. P., dan Widowati,
S. 2011. Pengaruh penyosohan serealia sorghum
dan Jawawut terhadap kandungan gizi, ekstrak
serat β-glukan dan aktivasi proliferasi sel limfosit.
Jurnal Sainstek 6 (3) : 230-237.
Sugito. Aktivitas antioksidan biologis sorgum dan Jawawut
serta aplikasinya pada pencegahan penyakit
degeneratif. Jurnal Pembangunan Manusia (6).
Suherman, O., Zairin, M. dan Awaluddin, 2009.
Keberadaan dan Pemanfaatan Plasma Nutfah
Jawawut di Kawasan Lahan Kering Pulau Lombok.
http://ntb.litbang.deptan.go.id. [26 Januari 2013].
Sulistyaningrum, A., Rahmawati dan M. Aqil. 2017.
Karakteristik Tepung Jewawut (Foxtail Millet)
Varietas Lokal Majene Dengan Perlakuan
Perendaman. Jurnal Penelitian Pascapanen
Pertanian Volume 14 (1) : 11-21.
Tribelhorn, R. E., 1991. Breakfast Cereals. Di dalam :
Lorenz, K. J. dan K. Kulp(Eds.). Handbook of Cereal
Science and Technology. Marcel Dekker, Inc.,New
York. pp : 741-762
United States Departement of Agricultural. 2006. Plant
Database Setaria italica. National Resources
Conservation Service. Plant.usda.gov/
profile?symbol=SET. Diakses 30 September 2012
UPOV. 2012. Foxtail Millet. Guidelines For The Conduct of
Test for Distinctness, Uniformity and Stability.

70 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


International Union for The Protection of New
Varieties of Plant.
Wahyuni, S., U.S. Nugraha. 1993. Penelitian Pengeringan
dan Penyimpanan Benih Kedelai. Seminar Hasil
Penelitian Balittan Sukamandi, 22-28 Juni
Widowati, S dan Darmadjati, D.S 2001.Menggali Sumber
Daya Pangan Lokal dan Peran Teknologi Pangan
Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
Majalah Pangan. Vol.X (36): 3-10
Zhang J, Lu H, Wu N, Yang X, Diao X. 2011. Phytolith
analysis for differentiating between foxtail millet
(Setaria italica) and green foxtail (Setaria viridis).
PLoS One. 6:1-11.
g

VII. PENUTUP ..............................................................................


D

Jawawut |71
Tentang Penulis

MISWARTI
Menyelesaikan pendidikan sarjana di
Program Studi Agronomi, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu pada
tahun 1992, Magister Pertanian tahun
2014 di Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran Bandung. Memulai karir
sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
pada tahun 2000 dan saat ini penulis sebagai Ahli Peneliti
Muda dengan Bidang Keahlian Budidaya Tanaman Pangan
Pangan, Hortikultura dan Perkebunan di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP), Badan penelitian
Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian
Pertanian.

Hingga saat ini aktif melakukan penelitian, menulis, dan


publikasi ilmiah, diantaranya: Eksplorasi dan Karakterisasi
Plasma Nutfah Jawawut (Setaria italica L Beauv) di Propinsi
Bengkulu, Sumatera Selatan dan Jawa Barat; Karakter dan
Kekerabatan 42 Aksesi Tanaman Jawawut (Setaria italicaL.
Beauv); Keragaan dan Komponen Pertumbuhan dan Hasil 3
Aksesi Tanaman Jawawut (Setaria italica L. Beauv) melalui
Pemberian Empat Dosis Pemupukan; Potensi
Pengembangan Jawawut (Setaria itlica L Beauv) Sebagai
SDG Lokal Untuk Pengembangan Pangan Alternatif di
Provinsi Bengkulu; Pemanfaatan Tanaman Jawawut Dalam
Tradisi Petani Lokal di Bengkulu.

72 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


WAWAN EKA PUTRA
Menyelesaikan pendidikan sarjana di
Program Studi Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Muhammadiyah
Bengkulu pada tahun 2011. Memulai
karir sebagai Aparatur Sipil Negara
(ASN) pada tahun 2001 dan saat ini
penulis sebagai Ahli Peneliti Pertama dengan Bidang
Keahlian Farming System di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP), Badan penelitian Pengembangan
Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Hingga
saat ini aktif melakukan penelitian dan pengkajian sesuai
dengan bidang keahliannya.

SITI ROSMANAH
Menyelesaikan pendidikan sarjana di
Program Studi Agronomi, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya pada
tahun 2006. Memulai karir sebagai
Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun
2009 dan saat ini penulis sebagai Ahli
Peneliti Pertama dengan Bidang
Keahlian Budidaya Tanaman Pangan Pangan, Hortikultura
dan Perkebunan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP), Badan penelitian Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan), Kementerian Pertanian. Hingga saat ini aktif
melakukan penelitian dan pengkajian sesuai dengan bidang
keahliannya terutama komoditas perkebunan.

Jawawut |73
LINA IVANTI
Menyelesaikan pendidikan sarjana di
Program Studi Ilmu Teknologi Pangan
(ITP), Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor (IPB). Memulai karir
sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
pada tahun 2009 dan saat ini penulis
sebagai Ahli Peneliti Pertama dengan
Bidang Keahlian Teknologi Pascapanen di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP), Badan penelitian
Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian
Pertanian. Hingga saat ini aktif melakukan penelitian dan
pengkajian sesuai dengan bidang keahliannya.

YAHUMRI
Menyelesaikan pendidikan sarjana di
Program Studi Agronomi, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu pada
tahun 2007. Pada saat ini, tercatat
sebagai peneliti di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
dengan jenjang fungsional Ahli Peneliti
Pertama dari tahun 2013 hingga saat ini dengan Bidang
Keahlian Budidaya Tanaman Pangan Pangan, Hortikultura
dan Perkebunan. Memulai karir sebagai Aparatur Sipil
Negara (ASN) pada tahun 2005 di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP), Badan penelitian
Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian
Pertanian.

Hasil-hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk karya


tulis ilmiah antara lain: Keragaan Produktivitas Benih
Sumber Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Pada Sawah
Irigasi di Kabupaten Seluma; Kajian Adaptasi Cabai Merah

74 | (Setaria italica (L.) P. Beauv.)


Kencana Pada Agroekosistem Dataran Tinggi Musim
Kemarau di Kabupaten Rejang Lebong; Analisis Penerapan
Teknologi Penanggulangan Hama Penyakit Pada Usaha
Tani Cabai Merah Dataran Tinggi di Provinsi Bengkulu;
Effect Mulching and Fertilizer ZA On The Growth and
Production Of Red Chili In Seluma Lowlands; Growth
Response and Results Of Onion By Granting Of Organic
Fertilizer From Industrial Waste and Animal Waste; dan
Agronomic Performance Of Three Lowland Onion Varieties
At Bengkulu City.
FTAR PUSTAKA .......................................................................

Jawawut |75
SURAT PERNYATAAN

Pada hari ini tanggal Empat Bulan November Tahun Dua Ribu Sembilan Belas, Kami yang
beftanda tangan dibawah in menyatakan bahwa Buku Jawawut (Setaria italica (1.) P. Beauv.)
dengan Nomor Tanda ISBN 978-602-5483-74-5 kami susun bersama tim yang ada dengan
kontribusi sebagai berikut :

No Nama Instansi Kontributor dalam


pendeskripsian
■■

Miswarti BPTP Bengkulu Kontributor Utama

2 Siti Rosmanah BPTP Bengkulu Kontributor Utama

3 Wawan Eka Putra BPTP Bengkulu Kontributor anggota

4 Lina lvanti BPTP Bengkulu Kontributor anggota

5 Yahumri BPTP Bengkulu Kontributor anggota

Demikian surat pernyataan ini kami buat untuk data diprgunakan sebagaimana mestinya

1. Miswarti l.

2. Siti Rosmanah 2.

3. Wawan Eka putra 3.

4. Lina lvanti 4.

5, Yahumri 5.

Anda mungkin juga menyukai