Anda di halaman 1dari 3

Kejadian stunting dengan kualitas Makanan Pendamping Asi pada Bayi usia 6-24 Bulan.

Tentu dalam menelaah atau membaca artikel butuh kejelitan dan fokus lebih dalam, hingga
akhirnya dari sekian banyak saya menentukan 3 yang menurut saya mungkin lebih lebih
linear dengan sub topik yang telah ditentukan. Artikel pertama yaitu “Diet quality and risk
of stunting among infants and young children in low‐ and middle‐income countries” artikel
ini terbitkan oleh Maternal And Child Nutrition pada tahun 2016. Diteliti oleh 5 orang
peneliti, 4 diantarnya adalah bagian dari UNCEF New York, 3 dari depertemen peneliti 1 dari
departemen gizi, dan 1 dari University of south Carolina, Colombia Amerika Serikat. Artikel
yang kedua yaitu “Stunting and severe stunting among infants in India: the role of delayed
introduction of complementary foods and community and household factors” diterbitkan oleh
Global Health Action tahun 2019. Dilakukan 5 peneliti dari berbagai latar belakang kampus
dan negara yang berbeda diantarnya dari Negeria dan Australia. Kemudian artikel ketiga
yaitu “Complementary feeding practices, dietary diversity, and nutrient composition of
complementary foods of children 6–24 months old in Jimma Zone, Southwest Ethiopia”
diterbitkan oleh Journal of Health, Population and Nutrition tahun 2019. Dilakukan oleh 3
peneliti dari kampus yang berbeda di etiopia.
Pada Artikel pertama ingin melihat hubungan antara kualitas, keragaman dan konsumsi
makanan sumber hewani dan stunting, kemudian menilai hubungan antara kualitas makanan
dan stunting. dengan menggunakan data sekunder dari 39 DHS (Demografis Survei
Kesehata) Dan artikel kedua ingin melihat hubungan tunda mendapatkan makanan
pedamping/ MPASI dengan stunting dan stunting parah menggunakan Data survei terhadap
13.548 bayi usia 6-8 bulan diperoleh dari tahun 2015-16 Survei Kesehatan Keluarga Nasional
di India. Sementara artikel ketiga ingin mengevaluasi kualitas MP-ASI dan optimalitas MP-
ASI pada bayi usia 6-24 bulan dengan jumlah 433 anak dan pengambilan sampel
bertingakat, menggunakan kuesioner untuk melihat demografi dan status sosial, dan food
recall 24 jam. Ketiga artikel pengambilan sampel dengan pengambilan bertingakat dengan
melihat demografi dan status sosial.
Penelitian pertama dengan melihat keragaman makanan, Anak-anak 6-23 bulan yang
mengonsumsi makanan dari lima atau lebih banyak kelompok makanan cenderung tidak
terhambat daripada mereka yang lebih sedikit atau tidak beragam kelompok makanannya.
Jika semua anak sudah menerima lima atau lebih keragaman makanan, maka 2.629 kasus
stunting dapat dihindari, yaitu 12,6%. Dan kemudian konsumsi makanan sumber hewani
(telur, daging, dan produk susu) jika dibandingkan dengan anak tidak mengkonsumsi (telur,
daging, dan produk susu) kemungkinan mengalami stunting 1,436 lebih tinggi.
Dimana hal ini linear dengan artikel ketiga, Hanya 16,1% anak yang mendapatkan
keragaman pangan. Berdasarkan kecukupan nutrisi dari bahan yang diteliti makanan
tambahan untuk tujuan pemberian makanan pendamping. Semua makanan tidak mengandung
jumlah yang memadai protein, lemak, energi, seng dan kalsium dimana Makanan
pendamping yang dominan diberikan kepada anak-anak di area studi adalah bubur (minuman
cair yang terbuat dari sereall), bernama lokal Atmit. Di Ethiopia, 70% anak-anak berusia 6-23
bulan, sebagian besar mengkonsumsi makanan yang terbuat dari biji-bijian, dimana masalah
nutrisi sering terjadi pada sebagian besar makanan dengan bahan pokok bertepung dan
makanan nabati ini adalah rendah kandungan mikronutrien, tinggi fitat dan tinggi dalam serat
sehingga dapat menghambat penyerapan nutrisi.
Untuk waktu cepat atau telat pemberian makanan pendamping pada artikel kedua pada
bayi dipenelitian tersebut terdapat pengaruh pengenalan tertunda makanan padat, semi padat
atau lunak dikaitkan dengan stunting dan stunting parah pada bayi usia 6–8 bulan, dan
temuan ini sejalan dengan temuan artikel pertama. Selanjutnya Temuan ini sejalan dengan
studi dari daerah india yang menunjukkan bahwa anak-anak yang ibunya menunda
pengenalan komplementer makanan lebih cenderung terhambat. Namun Sebaliknya, sebuah
penelitian yang dilakukan di Bangladesh India juga menemukan bahwa usia pengenalan
makanan pendamping tidak terkait dengan pertumbuhan linier bayi.
Dari ketiga artikel penelitian Indeks kekayaan rumah tangga adalah prediktor dari
stunting di antara bayi, seperti bayi yang lahir dari orang terkaya, lebih kaya, menengah lebih
kecil kemungkinannya untuk mengalami stunting dibandingkan dengan mereka yang lahir di
keluarga yang miskin. Karena Anak-anak dari keluarga kaya peluang mengkonsumsi
makanan yang lebih beragam. Kemampuan untuk menghasilkan makanan yang cukup untuk
di rumah dan menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membeli makanan di pasar adalah
cara keluarga mencapai ketahanan pangan. Begitupun dengan tingkat pendidikan ibu, anak-
anak yang memiliki ibu dengan pendidikan tinggi lebih kecil kemungkinan mengalami
stunting.
Jadi Bukti menunjukkan bahwa nutrisi yang tidak memadai pada pemberian makanan
pendamping yang tertunda kualitas atau kuantitas makanan bayi pada akhirnya
mengakibatkan stunting dan keragaman makanan dan konsumsi berbagai jenis juga terkait
dengan stunting. Studi juga menyimpulkan bahwa makanan pendamping berperan penting
dalam mengurangi prevalensi stunting pada tahun kedua kehidupan seorang anak. Dan
Meningkatkan komposisi gizi makanan pendamping ASI harus menjadi prioritas tertinggi
untuk meningkatkan gizi bayi dan anak kecil.
Kenaekaragaman makanan dan kualitaas makanan pedamping Asi sangat mempengaruhi
kejadian stunting dan itu bisa dicegah dengan pemberian makanan pendamping yang
beragam dan berkualitas pada saat usia 6-11 bulan. Dengan tetap memperhatikan kandungan
zat gizi makro dan mikro. Dan juga frekuensi waktu pemberian makanan pendamping lunak
dan padat juga merupakan salah satu faktor terkait stunting. Disamping itu pemberian ASI
tetap terus diberikan.
Jadi sebuah pembelajaran yang sangat berharga dari ketiga artikel ini bahwa Pendidikan
ataupun pengetahuan merupakan hal terpenting dan harus ada pada setiap individu terkhsus
untuk kaum hawa. Karena perempuan adalah madrasatuulaaa, perempuan bisa dikatakan
sebagai simbol atau penentu maju, sukses, atau berhasilnya suatu negara. Karena semua
pembelajaran diawal kehidupan berasal darinya. Seorang ibu yang cerdas dan bijak akan
mampu menididik dan memberikan contoh tauldan yang baik untuk anak anaknya. Dan
seorang ibu atau seorang wanita yang berpendidikan tentu akan bijak dan mampu dalam
membantu suaminya dalam menyelesaikan masalah. Dia akan mampu memberikan nasehat
dan pertimbangan2 serta menjadi teman bicara yang baik bagi suaminya.
Saya percaya dan yakin bahwa tidak ada yang sia-sia ketika kita para wanita menuntut
ilmu sampai jenjang tertinggi hanya untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Lanjut studi ini
bukan soal karir, tapi ketika kita sadar bahwa dunia iptek itu terus berkembang, pendidkan
dan pengetahuan terus meluas saat itu saya sadar bahwa ada banyak ilmu allah yang harus
saya pelajari, dan tentu bukan untuk saya tapi untuk generasi mendatang yang cerdas. Maka
tidak ada kata sia-sia untuk wanita yang berpendidikan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai