SULAWESI SELATAN
(Ahmad Faqhruddin Abdur-Rabb)
Esai ini disampaikan sebagai kelengkapan berkas posisi program manager satgas
stunting di Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, April 2022.
A. Pendahuluan
1
37,80
33,80
33,20
31,40
30,20
30,00
29,80
29,70
29,50
29,00
28,70
27,50
27,50
27,40
27,40
26,20
25,80
24,80
24,50
24,50
24,40
23,50
23,30
22,80
22,40
22,30
22,10
21,60
20,90
18,60
18,50
17,60
17,30
16,80
10,90
KEP. RIAU
LAMPUNG
SULSEL
DKI JAKARTA
JABAR
KALTIM
SULTENG
SUMSEL
NTB
MALUKU UTARA
RIAU
SULBAR
JATIM
PAPUA
D.I. YOGYAKARTA
BENGKULU
ACEH
BALI
SULUT
PAPUA BARAT
KALSEL
KEP. BABEL
SUMBAR
GORONTALO
KALTENG
MALUKU
BANTEN
SUMUT
KALTARA
NTT
JATENG
JAMBI
KALBAR
SULTRA
INDONESIA
Spesifik pada Sulawesi Selatan (Gambar 1), dapat diamati bahwa posisi
stunting Sulawesi Selatan cenderung bersifat moderat pada level 27,4 persen.
Capaian ini membuat Sulawesi Selatan memiliki peluang untuk mengejar target
nasional relatif lebih cepat dibandingkan dengan 13 provinsi lainnya. Peluang
tersebut memungkinkan dicapai dengan asumsi program pencegahan stunting
terhadap keluarga berisiko dapat berjalan optimal dan penanggulangan balita
terindikasi stunting dapat dikoreksi dalam 1.000 Hari Kelahiran Pertama (HPK).
2
40
35,7
35
30,6
30 27,4
25
21,5
20
15
10
0
2018 2019 2020* 2021 2022**
Sumber: Kementerian Kesehatan, 2021; dan Media Indonesia, 2022
*survei tidak dilakukan karena Pandemi Covid-19
**target yang ditetapkan pemerintah provinsi
3
optimal anak menjadi sangat krusial. Untuk itu, konteks perkawinan usia anak/dini
berpotensi menjadi faktor tidak langsung atau faktor sensitif dari kejadian stunting.
Fenomena tersebut perlu ditekan agar dapat memutus rmata rantai jebakan
masalah ekonomi dan kesehatan (stunting) di Sulawesi Selatan.
B. Pembahasan
4
menunjukkan bahwa status BBLR meningkatkan kemungkinan stunting pada usia
enam dan dua belas bulan, dimana bayi yang lahir di bawah 10 persen dari berat
badan normal memiliki risiko dua kali lipat untuk stunting. Dari sisi tingkat
pendidikan ibu, terbukti secara statistik bahwa anak dari ibu yang belum/tidak
menyelesaikan pendidikan dasar memiliki probabilitas berstatus stunting lebih
tinggi dibandingkan anak dari ibu yang menuntaskan pendidikan menengah.
Temuan ini didukung oleh riset Kristanto (2017) yang menerangkan bahwa tingkat
pendidikan ibu berhubungan erat dengan wawasan literasi kesehatan yang
dimilikinya. Hal ini kemudian mempengaruhi pilihan mereka dalam mengonsumsi
pangan dan memenuhi asupan gizi seimbang bagi dirinya dan anaknya. Meskipun
seorang ibu tersebut berasal dari kelompok pendapatan menengah ke bawah,
dengan wawasan kesehatan yang dimiliki akan memungkinkan baginya
mengambil alternatif sumber gizi, protein, dan lemak bagi keluarganya.
5
rangka percerapatan penurunan stunting juga harus berhubungan langsung
dengan faktor determinan yang beragam. Secara umum, determinan tersebut
dibagi menjadi dua, yaitu faktor spesifik dan faktor sensitif. Serangkaian program
pemerintah Sulawesi Selatan dan Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan
dilaksanakan dengan menyasar faktor tersebut agar mampu dicapai target 2024
secara konvergen. Beberapa program yang telah diselenggarakan diuraikan
sebagai berikut.
6
4 Pemanfaatan Fasilitas diadakan oleh Tenaga Puskesmas
elektronik- Direktorat Gizi Kementerian kesehatan (melalui
Pencatatan dan Kesehatan dengan tujuan untuk dan Tenaga
Pelaporan Gizi memperkuat proses surveilans pengambil Pelaksana
Berbasis gizi melalui kegiatan kebijakan di Gizi/TPG)
Masyarakat (e- Pemantauan Status Gizi (PSG) tingkat
PPGBM) yang berdasarkan nama dan daerah
alamat penduduk atau by name -
by adress data. Data yang
terhimpunan diharapkan dapat
menjadi input bagi stakeholder di
tingkat daerah dalam
merencanakan program dan
kegiatan.
5 Program Keluarga Program ini dilaksanakan oleh Rumah Dinas
Harapan (PKH) Kementerian Sosial secara tangga Sosial
nasional yang bertujuan untuk miskin, Provinsi
memberikan akses keluarga rumah Sulawesi
miskin, terutama ibu hamil dan tangga yang Selatan
rumah tangga yang memiliki memiliki ibu
anak usia sekolah untuk hamil, rumah
memanfaatkan fasilitas tangga yang
kesehatan dan fasilitas memiliki
pendidikan yang memadai. anak usia
sekolah
6 Bantuan Pangan Program bantuan sosial pangan Rumah Dinas
Non Tunai (BPNT) dalam bentuk non tunai yang tangga Sosial
bertujuan untuk menjamin miskin Provinsi
pemenuhan pangan rumah Sulawesi
tangga miskin melalui Selatan
mekanisme akun elektronik yang
bekerja sama dengan pedagang
bahan pangan/e-warong dan
pihak perbankan. Keluarga
Penerima Manfaat (KPM)
bantuan ini dapat memanfaatkan
kartu elektronik yang diberikan
untuk membeli beras dan telur
sesuai dengan kuantitas dan
kualitas yang diinginkan.
Sumber: Perpres 72/2021; dan website BKKBN, Sekneg, TNP2K dan Kemensos, di akses April 2022
7
program lain, seperti PKH dan BPNT yang dalam tiga tahun terakhir sedang
memperluas cakupan Keluarga Penerima Manfaat (KPM), namun sejauh ini belum
terdapat informasi mengenai KPM PKH dan BPNT yang berstatus berisiko
stunting.
PKH dan BPNT memainkan peran yang sangat krusial kaitannya dalam
percepatan penurunan stunting. Kedua program ini membuka akses pelayanan
kesehatan dan menjamin ketersediaan pangan bagi kelompok miskin yang rentan
terhadap kejadian stunting. Maizunati dan Sulistyaningrum (2019 mengungkapkan
bahwa peningkatan konsumsi zat besi meningkat pada ibu hamil yang menerima
PKH, sementara Aizawa (2020) menjelaskan bahwa terdapat asosiasi positif
antara pengeluaran rumah tangga penerima PKH dengan peningkatan status
nutrisi keluarga tersebut.
8
tinggi, serta lemahnya dukungan manajerial diduga menjadi penyebab
pemanfaatan e-PPGBM masih belum optimal.
9
daerah lainnya. Kedua, penguatan pemantauan dan pembaruan data keluarga
berisiko stunting dengan memanfaatkan sistem pelaporan digital yang tersedia
melalui e-PPGBM perlu dioptimalkan secara menyeluruh di daerah. Ketiga,
Kordinasi dan komunikasi antar-instansi pemerintah, termasuk
lembaga/komunitas lain di luar pemerintahan dengan domain kerja pada isu
stunting, perlu dioptimalkan agar dapat dicapai konvergensi hasil program yang
sesuai dengan harapan semua pihak.
Daftar Pustaka
Ahmed, N., Barnett, I., Longhurst, R., & Khan, A. (2015). Determinants Of Child
Undernutrition In Bangladesh Literature Review Mqsun Report Mqsun
partners are.
Aizawa, T. (2020). Joint Impact of the Conditional Cash Transfer on Child
Nutritional Status and Household Expenditure in Indonesia. Journal of Human
Capital. Chicago Unversity.
Apriluana, G., & Fikawati, S. (2018). Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap
Kejadian Stunting pada Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia
Tenggara. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 28(4), 247–
256. https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.472
de Onis, M., & Blössner, M. (2003). The World Health Organization Global
Database on Child Growth and Malnutrition: Methodology and applications.
International Journal of Epidemiology, 32(4), 518–526.
https://doi.org/10.1093/ije/dyg099
Kementerian Kesehatan. Hasil Studi Status Gizi Balita (SSGI) Tingkat Nasional,
Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2021.
Kristanto, B. (2017). Review Literatur Analisis Pengaruh Faktor Risiko Terhadap
Kejadian Stunting Pada Anak Balita. In Kosala" JIK (Vol. 5, Issue 1).
Maizunati, N. A., & Sulistyaningrum, E. (2019). Impact Evaluation of Program
Keluarga Harapan (PKH): Indonesia conditional cash transfer program on iron
supplements consumption on pregnant women in Indonesia.
Permatasari, C. (2021). Usia Dini dan Risiko Terhadap Kejadian Stunting pada
Baduta di Puskesmas Kertek. Ilmu Kesehatan Masyarakat,
https://doi.org/10.15294/higeia.v6i1.51282
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan
Stunting.
Kurniawan, R & Syahril. (2019). Determinan Perkawinan Usia Anak di Indonesia.
LOGOV Celebes.
Setiawati, H. (2020). Analisis Kualitas dan Pemanfaatan Data e-PPBGM: Studi
Kasus di Puskesmas Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Skripsi
Universitas Gadjah Mada. http://etd.ugm.ac.id
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) 2018-2024.
10