Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ SAGU : PANGAN ALTERNATIF UNTUK MENJAGA KETAHANAN PANGAN


INDONESIA “

DOSEN :

DR. YAFET SYUFI, S.S., M.A

DISUSUN OLEH :

OLIVIA SAU’ PADANG


NIM : ( 202130002 )

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PAPUA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena masih diberikan kasih
sayang-Nya sehingga penyusunan tugas makalah yang berjudul “ Sagu : Pangan Alternatif Untuk
Menjaga Ketahanan Pangan Indonesia “ ini dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas makalah sagu untuk mengantikan UTS
mata kuliah Ilmu Sosial Dasar Budaya.

Terimakasih kepada bapak Dr. Yafet Syufi, S.S., M.A selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial
Dasar Budaya. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan
makalah ini.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu, penulis
mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan daln
kesalahan dari makalah ini.

Sorong, 22 Oktober 2021

Olivia sau’ padang

Penulis.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................I
1.1. Latar Belakang............................................................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................II
2.1. Spesifikasi Potensi dan Prospek Sagu.........................................................................................5

2.2. Botani Tanaman Sagu..................................................................................................................7

2.3. Kandungan Nutrisi Sagu.............................................................................................................8

2.4. Manfaat Tanaman Sagu..............................................................................................................9

2.5 Sagu pangan pokok potensial....................................................................................................10

a) Pati sagu dan turunannya.......................................................................................................10


b) Tepung Sagu Termodifikasi..................................................................................................12
BAB III PENUTUP............................................................................................................................III
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Ekafitri (2010), Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki katahanan
pangan yang kurang stabil. Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras begitu tinggi, sehingga
ketika kebutuhan beras dalam negeri tidak tercukupi, Indonesia harus mengimpor beras. Impor beras
berisiko sangattinggi,karena ciri pasar beras global adalah tipis (thin market) dan sisa (residual
market) yang berdampak seringnya terjadi instabilitas suplai dan harga beras di pasar internasional.
Oleh karena itu, perlu dikurangi ketergantungan terhadap beras melalui alternatif bahan pangan
Iainnya yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Salah satunya dengan mengeskplorasi potensi bahan
pangan lokal Indonesia. Dalam kaitan dengan itu program diversifikasi pangan dan
penganekaragaman pangan terus digalakkan oleh pemerintah. Salah satu pangan lokal yang
berpotensi bisa menjadi pengganti beras dan menjadi sumber karbohidrat adalah sagu.

Sagu (Metroxylon sp ) adalah tanaman asli dari Indonesia dan merupakan tanaman penghasil
pati yang sangat potensial tetapi jumlah pemanfaatannya masih sangat terbatas. Tanaman ini banyak
sekali ditemui di Indonesia khususnya di daerah bagian Timur. Sagu mengandung banyak
karbohidrat yang membuat sagu dijadikan sebagai makanan pokok untuk beberapa daerah seperti
Maluku, Irian jaya dan sebagian daerah di Sulawesi. Tanaman sagu memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengatasi kekurangan pangan di Indonesia dan dapat mengurangi ketergantungan
masyarakat terhadap beras sebagai makanan pokoknya. Kandungan kalori dan gizi sagu tidak kalah
dengan sumber pangan lainnya. Oleh karena itu, mambangun ketahanan pangan nasional untuk
kedepannya sagu dapat menjadi jalan keluar dalam mengatasi masalah tersebut (Bintoro, et al.,
2010).

Pohon sagu dapat tumbuh dengan baik di rawa-rawa dan pasang surut, dimana tanaman
penghasil karbohidrat lainnya sukar tumbuh. Sagu merupakan tanaman tahunan. Dengan sekali
tanam, sagu akan tetap berproduksi secara berkelanjutan selama puluhan tahun. Indonesia memiliki
lebih dari 90 persen hutan hutan sagu di dunia, dengan luas hutan sagu hampir 85 persen dari total
luasan areal sagu di Indonesia terdapat di Tanah Papua yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat. Para
pakar berharap sagu dapat menjadi kunci kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia bagian timur,
khususnya Papua dan Papua Barat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah penting sebagai berikut :

1. Hal apa yang memicu sagu berpotensi bisa menjadi pengganti beras?
2. Di daerah mana di Indonesia yang banyak ditemui tanaman sagu?
3. Apa saja peranan penting sagu di Indonesia?
4. Apa keuntungan sagu di bandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya?
5. Berapa persenkah luas hutan sagu indonesia didunia?
6. Bagaimana spesifikasi potensi dan prospek sagu?
7. Apa saja kandungan dan manfaat dari sagu?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui hal apa yang memicu sagu berpotensi bisa menjadi pengganti beras ;
2. Untuk mengetahui didaerah mana saja yang banyak ditemui tanaman sagu;
3. Untuk mengetahui peranan penting sagu di Indonesia;
4. Untuk mengetahui keuntungan sagu di bandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya;
5. Untuk mengetahui berapa persenkah luas hutan sagu indonesia didunia;
6. Untuk mengetahui bagaimana spesifikasi potensi dan prospek sagu;
7. Untuk mengetahui apa saja kandungan dan manfaat dari sagu;

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Spesifikasi Potensi dan Prospek Sagu
Sagu memiliki potensi yang paling besar untuk digunakan sebagai pengganti beras. Sagu
sendiri telah banyak digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk pembuatan makanan. Sebagai
sumber pati, sagu mempunyai peranan penting sebagai bahan pangan. Pati adalah kandungan utama
yang sangat potensial dapat dihasilkan oleh sagu yang permintaannya telah tumbuh secara cepat
untuk mengimbangi pertambahan permintaan pangan dan industri. Penggunaan pati sangat luas
dalam industri pangan sebagai pengental, pengisi, dan pengikat; diolah untuk menghasilkan bahan
pemanis dan sirup untuk industri minuman, roti, konfeksi, dan produk pangan lainnya, untuk
menghasilkan gula dan alkohol yang banyak digunakan dalam industri pangan dan kimia. Namun,
faktanya kontribusi sagu masih sangat terbatas.
Potensi sagu Indonesia sangat besar mencakup sekitar 60 persen luas sagu dunia. Luas areal
sagu Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 juta ha dengan produksi berkisar 8,4-13,6 juta ton per
tahun. Produktivitas pati dapat mencapai 25 ton/ha/tahun dan tertinggi diantara tanaman penghasil
pati lainnya. Pada kondisi liar produktivitas sagu adalah 7- 11 ton aci sagu kering/ha/tahun yang
diperoleh dari produksi batang 40-60 batang/ha/tahun dengan berat empulur sekitar satu ton/batang
dan kandungan pati sekitar 18,5 persen. Produktivitas rata-rata adalah 100-600 kg pati/batang.
Produktivitas ini setara tebu, namun lebih tinggi dibandingkan ubi kayu dan kentang dengan
produktivitas pati kering 10- 15 ton/ha/tahun. Konsumsi pati sagu dalam negeri hanya sekitar
210.000 ton atau baru 4- 5 persen dari potensi produksi. Banyak pihak memperkirakan bahwa
tabungan karbohidrat di hutan sagu Indonesia mencapai 5 juta ton pati (Flach, 1977).

Besarnya potensi sagu tersebut memberikan peluang untuk peningkatan industri pengolahan
sagu yang saat ini umumnya masih terbatas pada pengolahan tepung sagu secara tradisional atau
semi mekanis dengan skala usaha beragam. Suatu hal yang ironis, dimana lahan sagu dunia seluas
2,5 juta Ha, setengahnya terdapat di Indonesia dengan luas 1,25 juta Ha (50 %), tetapi ternyata
teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu yang paling maju saat ini adalah di
Malaysia. Sampai saat ini perhatian terhadap pengembangan sagu belum banyak dan masih sering
tidak berkesinambungan.

Umumnya teknologi pengolahan pohon sagu menjadi pati sagu, di Indonesia masih dilakukan
secara tradisional atau menggunakan cara semi mekanis dalam mengekstraksi pati sagu. Pengolahan
empulur pohon sagu secara tradisional menghasilkan pati sagu bermutu lebih rendah dibandingkan
dengan pengolahan secara semi mekanis dan mekanis, padahal komoditi pati sagu juga dapat
dijadikan komoditi ekspor. Negara pengimpor  membutuhkan puluhan ribu ton pati sagu tiap"tiap
tahunnya untuk dibuat sirup glukosa, sirup fruktosa, sorbitol dan lain"lain. Pemanfaatan sagu sebagai
bahan pangan tradisional sudah sejak lama dikenal oleh penduduk di daerah penghasil sagu. Produk-
produk makanan sagu tradisional dikenal dengan nama papeda, sagu lempeng, buburnee, sagu
tutupala, sagu uha, sinoli, bagea, dan sebagainya. Sagu juga digunakan untuk bahan pangan yang
lebih komersial seperti roti, biskuit, mie, sohun, kerupuk, hunkue, bihun, dan sebagainya.

Kandungan kalori pati sagu setiap 100 gram ternyata tidak kalah dibandingkan dengan
kandungan kalori bahan pangan lainnya. Perbandingan kandungan kalori berbagai sumber pati
adalah (dalam 100 g): jagung 361 Kalori, beras giling 360 Kalori, ubi kayu 195 Kalori, ubi jalar 143
Kalori dan sagu 353 Kalori. Selain dijadikan sebagai makanan pokok, sagu juga dapat dijadikan
sebagai pengganti bahan-bahan konsumsi lain seperti gula cair dan tepung terigu. Menurut Putra
(2016) mengatakan bahwa 1 kg pati sagu dapat menghasilkan 1 liter gula cair dengan proses yang
benar dan dekomposisi yang benar. Permintaan gula yang akan datang akan mencapai 6,8 juta ton,
sedangkan produksi gula yang dihasilkan semakin menurun yaitu sebanyak 2,2 juta ton, sehingga
terdapat perbedaan yang sangat signifikan terkait ketersediaan dan juga konsumsi gula yaitu sebesar
4,6 juta ton (Sanusi, 2017). Selain gula cair, tepung terigu merupakan produk pangan lokal yang
menjadi andalan untuk bahan baku utama pembuatan makanan yang paling banyak digunakan.
Bahkan dikarenakan banyaknya permintaan, produsen makanan terus megimpor terigu yang
mengakibatkan sagu sebagai produk pangan lokal berkurang manfaatnya (Haryanto dan Pangloli,
1992). Dan faktanya terigu memiliki kandungan gluten yang tinggi sehingga tidak baik dikonsumsi
secara berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan pada usus halus, selain itu tepung terigu juga
memiliki kansungan indeks glikemik tinggi sebesar 70, yang dapat menyebabkan meningkatnya
kadar gula darah.

2.2. Botani Tanaman Sagu


Sagu termasuk salah satu sumber karbohidrat yang penting untuk memenuhi kebutuhan
kalori. Sehingga di beberapa daerah Indonesia bagian timur, sagu merupakan makanan pokok untuk
mencukupi kebutuhan energi sebagaimana beras di daerah-daerah lain. Sagu termasuk divisio
Spermatophyta, klas Angiospermae, Subklas Monocotyledae, Ordo Spadiciflorae, Fammili Palmae,
Subfamili Lepidocaryoideae dan Genus Metroxylon. Di daerah indo pasifik terdapat lima marga
palma yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, arenga, Corypha, Euqeissona dan
Caryota (Ruddle, et al., 1976). Spesies yang paling penting secara komersial dan paling banyak
tumbuh di Indonesia yaitu Metroxylon sagus dan Metroxylon rhumpii (BPPT, 1987). Habitat sagu
umumnya daerah rawa air tawar, di sekitar sumber air, disekitar aliran sungai dataran rendah yang
lembab. Daerah berlumpur basah dan bereaksi agak asam adalah lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan tanaman sagu (Flach, 1983).

Potensi pengembangan sagu cukup besar mengingat sagu dapat tumbuh dimana tanaman
lainnya tidak dapat tumbuh, tidak memerlukan pupuk dan sedikit sekali memerlukan perawatan.
Pohon sagu dapat tumbuh dengan cepat, dalam setahun tingginya bertambah lebih dari 1,5 meter
pada kondisi yang optimal (McClatchey et al., 2004). Sagu memiliki batang teringgi pada umur
panen, yakni 11 tahun ke atas. Pada tingkat umur ini perbedaan tinggi batang untuk setiap jenis sagu
tidak jauh berbeda, tetapi pada umur dibawah 11 tahun perbedaannya sangat mencolok (Haryanto
dan Pangloli, 1992). Batang sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam
berupa empulur yang mengandung serat-serat aci. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3 – 5 cm dan
bagian ini di daerah maluku sering digunakan sebagai bahan bangunan. Pohon sagu yang umurnya
masih muda, kulitnya lebih tipis dibandingkan dengan sagu yang dewasa (Haryanto dan Pangloli,
1992).

Sagu adalah tanaman tahunan yang dapat berkembang biak atau dibiakkan dengan anakan
atau dengan biji. Anakan sagu mulai membentuk batang pada umur sekitar 3 tahun. Kemudian pada
sekitar pangkal batang tumbuh tunas yang berkembang menjadi anakan sagu. Anakan sagu tersebut
memperoleh unsur hara dari tanaman induknya sampai akar-akarnya mampu mengabsorbsi unsur
hara sendiri dan daunnya mampu melakukan fotosintesis. Pola pertumbuhan sagu terus berlangsung
demikian sehingga tumbuhan sagu membentuk rumpun (Haryanto dan Pangloli, 1992).

2.3. Kandungan Nutrisi Sagu


Sagu memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda berdasarkan umur tebang tanaman pada
populasi yang sama. Berdasarkan Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu dari berbagai umur tebang

Kandungan Umur tebang


(tahun)
9 10 11 12
Kadar air (%) 14,09 13,43 17,42 16,62
Kadar abu (%) 0,12 0,11 0,13 0,17
Kadar lemak (%) 0,06 0,05 0,05 0,06
Protein (%) 0,26 0,36 0,29 0,28
Serat kasar (%) 0,018 0,017 0,017 0,020
Pati (%) 87,25 86,88 86,97 87,09
Amilosa (%) 41,80 41,39 38,63 39,59
Sumber : Maherawati et al. 2011

Kandungan nutrisi sagu hampir sama antara umur tebang 9 sampai 12 tahun. Kandungan pati
dan amilosa tertinggi dimiliki oleh tanaman sagu pada umur tebang 9 tahun. Pada umur tebang 10
tahun kandungan pati 86,88% dan amilosa 41,39%, sedangkan hasil penelitian (Uthum-porn et al.
2014) kandungan pati sekitar 91,84% dan amilosa sekitar 30,79%, sagu di Maluku Utara
mengandung pati 72,16% dan amilosa 23,97% (Liestianty et al. 2016). Sagu Bestari mengandung
kadar air 13,00%, kadar abu 0,60%, kadar lemak 0,83%, kadar protein 0,84%, serat kasar 0,29% dan
kadar karbohidrat 84,34%, selain itu juga mengandung 350 kalori, vitamin C 0,96 mg/100 g pati
sagu (Novarianto et al. 2020).
Sagu merupakan salah satu sumber bahan pangan yang memiliki kandungan kalori dan
karbohidrat paling tinggi dibandingkan empat bahan pangan lainnya, tetapi memiliki kandungan
protein paling rendah (Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi nutrisi lima bahan pangan

Bahan Komposisi nutrisi per 100 gr


pangan
Kalori Protein Lemak Air Karbohidrat Vit. A Vit. B Vit. C
(kal) (g) (g) (%) (g) (SI) (g) (g)
Sagu 381 0,3 0,2 - 91,3 - - -
Beras 361 6,7 0,6 - 6,7 - 0,1 -
Jagung 362 8,1 3,6 8,1 76,9 - - -
Singkong 131 1,1 0,3 - 31,9 6,0 0,1 301
Kentang 93 2,0 0,1 - 21,6 - 0,1 13
Sumber: Nutri Survey.2014.( Dalam) Ernawati et al. 2018).

2.4. Manfaat Tanaman Sagu


Produksi sagu mempunyai manfaat dan kegunaan yang berganda karena semua bagiannya
dapat dimanfaatkan. Secara tradisional daun sagu sudah dimanfaatkan menjadi atap dan dianyam
menjadi wadah dan tikar. Batangnya digunakan sebagai bahan bangunan (tiang, dinding, saluran,
lantai yang sangat kuat), bahan bakardan dapat juga dijadikan arang. Ampas sisa pengolahan dapat
dijadikan pakan ternak,hardboard, bahan bakar, media pertumbuhantanaman (jamur, tanaman hias)
yang kemudian menjadi pupuk (Djoefrie,1999).

Bagian yang paling penting dari sagu adalah bagian tengah batang (empulur atau pith) tempat
akumulasi pati. Pada sagu dewasa, bagian ini penuh (jenuh) dengan pati hingga ke mahkotanya.
Kandungan pati tertinggi pada tanaman muda sesaat sebelum berbunga dan rendah pada saat dan
sesudahnya. (Pei-Lang, dkk., 2005) merinci bahwa kandungan pati tertinggi pada masa pertumbuhan
angau muda (berumur sekitar 12,5–13 tahun ketika akan berbunga). Pada saat ini kandungannya
sekitar 41 persen. Sebaliknya, kandungan polisakarida non-pati yang tidak larut bertambah pada
akhir masa tua. Kandungan lignin berkisar antara 9-22 persen yang berasosiasi dengan hemiselulosa
pada dinding sel empulur.

Senyawa terpenting dari tanaman sagu adalah patinya yang dapat dimanfaatkan atau diolah
kemudian untuk menghasilkan berbagai macam produk (turunan). Pati sagu telah dijadikan bahan
makanan pokok oleh banyak penduduk daerah pantai dalam berbagai bentuk sajian. Pengolahan pati
dapat menghasilkan banyak produk, terutamadekstrin dan glukosa. Dekstrin banyak digunakan
dalam industri tekstil, industry kosmetik, industri farmasi, industri pestisida,dan industri perekat.
Pemecahan lanjut dari pati akan menghasilkan glukosa yakni bentuk paling sederhana dari gula yang
dapat diolah menghasilkan berbagai produk (Abd-aziz, 2002).

Glukosa melalui proses isomerisasi dapat diubah menjadi fruktosa yaitu monosakarida yang
lebih manis sehingga dapat digunakan untuk pemanis dalam industri makanan dan minuman.
Glukosa adalah bentuk yang paling sesuai untuk dikonversi menjadi alcohol (etanol) melalui proses
fermentasi yang banyak digunakan dalam industri kimia danperkembangan terakhir diarahkan untuk
bahan bakar (biofuel). Fermentasi lanjut dari alcohol akan menghasilkan berbagai macam asam
organik yang banyak digunakan dalam industry kimia. Turunan senyawa lain dapat dibentuk dari
gula dan alkohol yang banyak kegunaannya dalam industri kimia. Fermentasi media padat (solid
state fermentation) dapat memperkaya kandungan protein pati sehingga baik digunakan untuk pakan
ternak. Pati dan turunannya (glukosa) adalah media pertumbuhan mikroorganismeyang baik. Oleh
karena itu, secara potensial,pati sagu dapat juga dijadikan media pertumbuhan mikroorganisme untuk
dimanfaatkan protein selnya yang dikenal dengan protein sel tunggal (single cell protein).

2.5 Sagu pangan pokok potensial


a) Pati sagu dan turunannya
Pangan Pokok Potensial untuk mempertimbangkan kemungkinan dapat tidaknya pati sagu
dikembangkan dalam bentuk lain sebagai bahan pangan pokok didasarkan pada perbandingan nilai
pangannya, terutama kandungan karbohidrat dan kalori. Ekstraksi pati mempunyai kandungan kalori
yang setara dengan 0,98 kalori beras, tetapi dalam bentuk tepung nilainya adalah 0,67. Dalam basis
berat kering, maka nisbah ini menjadi lebih tinggi yakni tepung beras dengan pati sagu adalah
relative sama. Hal ini dibedakan oleh kandungan karbohidrat dan air. Perbandingan ini menunjukkan
bahwa sagu berpotensi serta layak dan sangat mungkin dijadikan bahan pangan pokok termasuk bagi
mereka yang terbiasa makan nasi. Demikian juga dibandingkan dengan bahan pangan pokok lainnya
seperti tepung cassava, tepung sukun bahkan terigu dan jagung kuning.

1. Sohun
Sohun dan mie adalah produk pangan (pokok) yang dapat dibuat dari pati sagu. Mutu pati untuk
kebutuhan ini tertentu sehingga memerlukan pengadaan yang rumit. Produksi sohun secara nasional
masih relatif kecil yakni 80.000 ton/tahun. Permintaan dalam negeri terus bertambah dan luar negeri
juga meningkat. Oleh karena itu, pasar untuk sohun sangat potensial. Lebih dari itu, kalau dapat
dikembangkan sohun berbahan baku pati sagu maka persaingan sangat kecil. Sebagai catatan,
Indonesia masih mengimpor sohun (berbahan baku tepung beras) dari berbagai negara (terutama
China) (Bank Indonesia, 2007).
2. Edible Film
Pelapis (penyalut) yang dapat dimakan (edible films) dapat dibuat dari pati sagu. Pengolahan dan
pencampuran bahan tambahan yang sesuai dapat menghasil lapisan pembungkus (film coating) yang
sangat baik. Pelapis ini dapat dibuat dari berbagai macam polisakarida, protein, dan lipida.
Kelebihanyang diperoleh adalah biodegradabel, edibilitas, biokompatibilitas, tampilan yang menarik,
dan dapat menahan gangguan oksigen dan fisik.Terkait dengan sifat biodegradabel, pati adalah bahan
baku yang paling banyak digunakan karena terbarukan, tersedia secara luas, mudah ditangani, dan
murah (Lourdin, dkk., 1995). Penyalut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan konsumen kepada
produk makanan yang tersedia. Produk yang dibungkus menjadi lebih menarik dan lebih berat, dapat
mempertahankan konsistensi bentuk serta memperbaiki rasa, aroma, dan perisa.

3. Mutiara Sagu
Mutiara sagu adalah produk yang cukup popular di kawasan Asia Tenggara, termasuk di
Indonesia. Berbentuk butiran (terkadang berwarna warni) yang banyak digunakan untuk membuat
bubur, kolak dan sejenisnya. Thailand dahulu sangat terkenal sebagai produsen sekaligus eksportir
mutiara sagu, namun sekarang mereka kesulitan bahan baku. Sebagai gantinya, mereka membuat
Mutiara cassava yakni dari tepung tapioka. Kelebihan produk ini adalah mudah dibuat dari pati basah
atau adonan. Secara teknologi pembuatan mutiara sagu sangat mudah, tetapi untuk sepenuhnya dapat
menjadi makanan pokok perlu perbaikan tekstur, rasa dan pengembangan menu.

4. Roti dan Biskuit


Sagu secara kimia dapat dibuat menjadi berbagai jenis roti, biskuit dan pancake. Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk membuat pelbagai macam roti dan biskuit dengan hasil yang baik
dan dapat diterima. Permasalahannya adalah konsumen selalu membandingkannya dengan produk
sejenis dari terigu. Pengembangan makanan ringan dari sagu dapat menambah kegunaan hilir sagu.
Untuk itu perlu dilakukan pengenalan sehingga terbiasa dan dapat menerima. Di sisi lain, penelitian
perlu dilakukan untuk lebih memperbaiki tekstur serta karakter produk sehingga lebih dekat dengan
produk serupa yang dibuat dari terigu, seperti pudding dan bahan dasar pembuatan jelly.

Lainnya Sebagaimana telah dikemukan sebelumnya sifat dasar yang dimiliki oleh pati sagu
dibentuk oleh komposisi kandungan karbohidratnya. Dengan demikian secara potensial semua
produk yang dapat dibuat dari pati pasti dapat dibuat dari pati sagu. Hasil akhir tentu akan berbeda
tergantung kepada sifat fisiko-kimia (reologi, fungsional) dari pembandinganya.

5. Mie sagu
Mie sagu dapat diolah menjadi berbagai menu masakan seperti mie sagu goreng, mie sagu rebus
dan mie sagu kuah. Produk ini mempunyai keunggulan tidak mengandung gluten (gluten free food)
sehingga selain sebagai pangan pokok juga mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai
pangan untuk penderita autis. Penambahan daging atau ikan akan memenuhi kebutuhan protein.
Sayuran dapat ditambahkan untuk mencukupi vitamin dan serat.

6. Sagu mutiara
Sagu mutiara dapat dijadikan berbagai produk olahan yang dapat juga diperkaya dengan kacang-
kacangan untuk memenuhi protein. Konsumsi dengan buahan memenuhi kebutuhan vitamin dan
serat.

7. Papeda
Papeda dapat dikonsumsi dengan sup ikan atau pepes ikan. Sup daging juga dapat serasi dengan
pepeda. Sayuran dapat ditambahkan untuk membuat cita rasa baru sekaligus peningkatan konsumsi
serat dan vitamin. Menu penutup yang biasa dikonsumsi seperti disert dapat memperkaya menu ini.

b) Tepung Sagu Termodifikasi


Tepung sagu yang telah dimodifikasi menjadi maltodekstrin dapat memberikan lebih banyak
manfaat dalam industri pangan, bahkan farmasi. Kandungan pati dalam tepung sagu sangat tinggi.
Penggunaannya secara alami dapat menyebabkan berbagai permasalahan dan nilai ekonominya
relatif rendah sehingga diperlukan modifikasi, dalam hal ini menjadi maltodekstrin. Selain
memperbaiki sifat dan karakteristiknya, modifikasi ini juga dapat meningkatkan nilai ekonomi
tepung sagu (Chafid dan Kusumawardhani, 2010). Liu, dkk. (1999), menyatakan bahwa untuk
mengatasi hal tersebut dilakukan modifikasi kimia pada pati, guna meningkatkan sifat-sifat spesifik
dan memperluas penggunaan dalam produk pangan. (Estiati, 2006), juga menyatakan bahwa
modifikasi kimia seperti pengikatan silang dapat mengubah sifat kohesif (lengket) dan meningkatkan
viskositas pati.

Pembuatan maltodekstrin dari tepung sagu yaitu 100 gr tepung sagu dicampur dengan 1 L
aquadest, CaCI2 secukupnya, dan enzimaamylase. Campuran tersebut iatur agar pHnya netral.
Campuran kemudian dipanaskan sambil diaduk dengan kecepatan tinggi. Jumlah enzim yang
ditambahkan, suhu, dan waktu hidrolisis disesuaikan dengan variabel. Setelah proses hidrolisis
selesai, campuran tersebut dikeringkan dalam oven kemudian dihaluskan hingga berbentuk bubuk
atau tepung kembali (Chafid dan Kusumawardahani, 2010). Aplikasi maltodekstrin pada produk
pangan antara lain pada: (i) Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water
holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk tetap dalam
keadaan beku; (ii) Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak
meningkatkan kemanisan produk seperti gula; (iii) Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan
biskuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak; (iv) Minuman prebiotik, maltodekstrin
merupakan salah satu komponen prebiotik (makanan bakteri Probiotik yang menguntungkan)
sehingga sangat baik bagi tubuh yaitu dapat melancarkan saluran pencemaan; dan (v) Sebagai bahan
penyalut lapis tipis (film coating) tablet (Anwar, 2002).

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki katahanan pangan yang kurang stabil.
Sagu (Metroxylon sp ) adalah tanaman asli dari Indonesia dan merupakan tanaman penghasil pati
yang sangat potensial tetapi jumlah pemanfaatannya masih sangat terbatas. Tanaman sagu memiliki
peranan yang sangat penting dalam mengatasi kekurangan pangan di Indonesia dan dapat
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai makanan pokoknya. Pemanfaatan
sagu sebagai bahan pangan tradisional sudah sejak lama dikenal oleh penduduk di daerah penghasil
sagu. Sagu juga digunakan untuk bahan pangan yang lebih komersial seperti roti, biskuit, mie, sohun,
kerupuk, hunkue, bihun, dan sebagainya. Ekstraksi pati mempunyai kandungan kalori yang setara
dengan 0,98 kalori beras, tetapi dalam bentuk tepung nilainya adalah 0,67. Perbandingan ini
menunjukkan bahwa sagu berpotensi serta layak dan sangat mungkin dijadikan bahan pangan pokok
termasuk bagi mereka yang terbiasa makan nasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abd-aziz, S. 2002. Sago starch and its utilisation, Journal of Bioscience and Bioengineering 94 (6):
526–529.

Anwar, E. 2002.Pemanfaatan Maltodekstrin dari Pati Singkong Sebagai Bahan Penyalut Tipis
Tablet. Makara, Sains, vol 6, pp. 50.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat dan Pengembangan Perkebunan( April 2021).
Sagu sebagai Bahan pangan Alternatif. Warta penelitian dan pengembangan. Volume 27,
Nomor 1.

Bank Indonesia. 2007. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Syariah (PPUK-Syariah) Industri Sohun.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia. Jakart
Bantacut, T. (2011). Sagu: Sumberdaya untuk penganekaragaman pangan pokok. Jurnal Pangan, 2
(1), 27-40.

BPPT, 1987. Penelitian Pemanfaatan Sagu Sebagai Bahan Pembuatan Makanan. Laporan Akhir.
Kerjasama BPPT dengan Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB. Bogor.

Chafid, A dan Kusumawardhani G.2010. Modifikasi Tepung Sagu Menjadi Maltodekstrin


Menggunakan Enzim a-Amylase. http://eprints. undip.acid/13432/1/Artikel_llmiah.pdf.
[Diakses 19 November 2012].

Djoefrie, M. H. B. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu Sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif
dan Bahan Baku Agroindustri Potensial Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Fakultas
Pertanian, IPB. Bogor.

Ebook.com. (2006). Sagu memiliki potensi yang paling besar untuk digunakan sebagai pengganti
besar. Tekpan.unimus.ac.id. Sagu sebagai bahan pangan.

Estiati, T. 2006. Teknologi dan Aplikasi Polisakarida dalam Pengolahan Pangan. Jilid I Malang:
Penerbit Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya

Flach, M. 1983. The Sago Palm: Domestication Exploitation and Products. Food and Agriculture
Organization of the United Nations. Rome.

Flach, M. 1997. Sago Palm Metroxylon Sagu Rottb. Promoting the Conservation and Use of
Underutilized and Neglected Crops. 13. International Plant Genetic Resources Institute,
Rome-Italy, 76 pp. ftp://ftp.cgiar.org/ipgri/Publications/pdf/238.PDF. [Diakses 8 November
2012]

Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.
Kusuma, P. T. W. W., Indrianti, N., & Ekafitri, R. (2013). Potensi Tanaman Sagu {Metroxylon sp.)
dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia (Potential of Sago Plant (Metroxylon sp.)
to Support Food Security in Indonesia). Jurnal pangan, 22(1), 61-76.

Liu,H.Ramsden and Corke. 1999. Physical Properties and Enzimatic Digestibility of Phosphorilated
ae, wx, and Normal Maize Starch Prepared at Different pH Levels. Journal. Cereal Chem,
76(6): 938-943.

Lourdin, D., D. Valle, and P. Coobba.1995. Influence of Amylase Content on Starch Films and
Foams. Carbohydrate Polymers 27:261–70.

McClatchey, W., H. I.Manner and C. R. Elevitch. 2004. Metroxylon amicarum ,M .M .M


paulcoxii ,M.sagu , M.salomonense ,M .M .M vitiense ,and M .M .M warburgii (sago palm).
Version 1.0, November 2004. http://www.traditionaltree.org [24 September 2005]

Pei-Lang, A.T., A.M.D. Mohamed and A.A. Karim. 2005. Sago Starch and Composition of
Associated Components in Palms of Different Growth Stages. Carbohydrate Polymers 63
(2006) 283–286.

Ruddle, K., D. Johnson, P. K. Townsend dan J. D. Rees. 1978. Palm Sago A Tropical Starch from
Marginal Lands. An East-West Center Book, Honolulu.

Anda mungkin juga menyukai