(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi)
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
yang telah dilimpahkan-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Sistem Produksi Pangan Pertanian”.
Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dan dukungan yang
berarti dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Penanggung Jawab Mata Kuliah dan dosen pengajar Ekologi Pangan dan Gizi yang telah
memberi kesempatan dan bimbingan kepada kami untuk menyusun makalah ini.
2. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun
tidak langsung yang telah membantu kelancaran penulisan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan merupakan sumbangsih
yang berharga bagi khasanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang Kesehatan Masyarakat.
Atas perhatian dan dukungannya, kami menyampaikan terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB 1 ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
BAB 2 ........................................................................................................................................ 6
2.4 BUAH (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi, Permasalahan Yang
Ada Dan Cara Mengatasinya) .............................................................................................. 33
BAB 3 ...................................................................................................................................... 39
PENUTUP................................................................................................................................ 39
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 39
PENDAHULUAN
Selain itu, masalah pangan di Indonesia pada 20 tahun terakhir cenderung menguat.
Salah satu penyumbang terbesar kenaikan impor pangan tersebut adalah komoditas sayuran
dan buah. Pangsa nilai impor sayuran dan buah naik dari 3,0% pada tahun 1980 menjadi
13,6% pada tahun 2010 atau menjadi lebih dari 4 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai impor pangan yang berasal dari produk hortikultura naik lebih cepat dibanding bahan
pangan lainnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai subsistem
produksi pangan yaitu padi, palawija, sayuran dan buah.
1.3 TUJUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.), ermasuk dalam suku padi-padian atau poaceae.
Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek
moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM (Shadily, 1984). Padi adalah
komoditas pangan nomor satu di Indonesia mengingat bahwa bahan pangan pokok utama
masyarakat Indonesia adalah beras.
Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau
mengalami kenaikan sebanyak 4,51 juta ton (6,37 persen) dibandingkan tahun 2014.
Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2,31 juta ton dan di luar Pulau
Jawa sebanyak 2,21 juta ton. Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen
seluas 0,32 juta hektar (2,31 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 2,04
kuintal/hektar (3,97 persen) (BPS, 2016).
Faktor Produksi
Sentra produksi beras di Indonesia dinilai tidak merata. Berdasarkan data yang
disajikan pada buku rencana pendahuluan jangka menengah nasional (RPJMN) bidang
pangan dan pertanian 2015-2019, pada tahun 2012 sekitar 53% produksi beras di Indonesia
berada di pulau Jawa, 23% di pulau sumatera, 11% di pulau Sulawesi, 7% di pulau
Kalimantan, 5% di pulau Nusa Tenggara, dan hanya 1% di Maluku dan Papua. Selain
sektor pertanian, pulau Jawa juga mengalami kemajuan di sektor lain setiap tahunnya.
Sentralisasi berbagai sektor pembangunan di pulau jawa ini menyebabkan banyaknya
lahan sawah yang dialih fungsikan menjadi sektor lain di pulau tersebut, seperti
perumahan, industri, jalan, dan sektor-sektor lainnya (Rusono, et al., 2014).
Palawija : terdiri dari jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan
ubi jalar. Jenis tanaman dan bentuk produksi:
1. Jagung-Pipilan kering
Produksi jagung tahun 2014 sebesar 19,01 juta ton pipilan kering, meningkat
sebesar 0,50 juta ton (2,68 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi
tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,06 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 0,43
juta ton. Peningkatan produksi tersebut terjadi karena peningkatan luas panen seluas
15,52 ribu hektar (0,41 persen) dan produktivitas sebesar 1,1 kuintal/hektar (2,27
persen).
Peningkatan produksi jagung tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah.
Peningkatan produksi jagung tahun 2014 terjadi pada subround Mei-Agustus
dan subround September–Desember masingmasing sebesar 0,58 juta ton (10,93 persen)
dan 0,13 juta ton (2,98 persen). Sementara itu, subround Januari–April mengalami
penurunan sebesar 0,21 juta ton (2,43 persen), dibandingkan dengan produksi
padasubround yang sama tahun 2013 (year- onyear).
Sentra produksi jagung pada tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Jawa Barat. Pola panen
jagung tahun 2014 hampir sama dengan tahun 2013. Puncak panen jagung tahun 2014
dan 2013 terjadi pada bulan Februari.
Terdapat faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung di Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi 2 kelompok antara lain:
a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya,
bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, resiko, dan ketidakpastian, kelembagaan,
tersedianya kredit dan sebagainya. Dalam usaha tani jagung hibrida, lahan, tenaga
kerja, Jenis benih jagung , pupuk, pestisida, dan pengairan tanaman, merupakan
faktor penting dalam usaha tani jagung hibrida.
a. Lahan pertanian :
Dalam usaha tani jagung hibrida umumnya di tanam di sawah dan
tegalan. Ada tanaman jagung dibudidayakan secara kusus tanpa ada
tanamanlain. Ini biasanya dilakukan di tanah pertanian sawah, sedang di tanah
pertanian tegalan tanaman jagung biasanya sebagai tanaman tumpang sari, bisa
ditanam bersama kacang tanah, kedelai atau kacang hijau dan tanaman lainnya.
Begitu juga pola tanam itu sangat menentukan hasil produksinya.
b. Tenaga kerja :
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang perlu diperhitungkan
dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari
tersedianya tenaga kerja saja tetapi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga
diperhatikan.
c. Benih tanaman :
Dalam proses produksi pertanian, modal dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu modal tidak bergerak (biasanya disebut modal tetap). Faktor produksi
seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori
modal tetap. Sebaliknya modal tidak tetap atau modal variabel, adalah biaya
yang dikeluarkan dalam proses produk dan habis dalam satu kali dalam proses
produksi, misalnya biaya produksi untuk membeli benih (bibit), pupuk, obat-
obatan atau upah yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. Hasil akhir
dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Nilai produksi dari
produk-produk pertanian kadang-kadang tidak mencerminkan nilai sebenamya,
maka sering nilai produksi diukur menurut harga bayangannya/shadow price.
Berdasarkan uraian tentang produksi dan input produksi yang
mempengaruhinya, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh penggunaan input produksi meliputi luas lahan, benih, pupuk,
tenaga kerja terhadap produksi tanaman jagung serta skala hasil (return to scale)
yang menggambarkan perkembangan kegiatan usaha
Dalam peningkatan produksinya,sektor jagung juga memiliki beberapa
permasalahan diantaranya:
a. kesulitan dalam hal pembiayaan usaha, kenaikan ongkos produksi yang relatif
tinggi, dampak serangan hama/OPT yang lebih berat, dampak perubahan iklim
dan atau bencana alam, serta kesulitan dalam mendapatkan dan mengupah
pekerja.
b. Kendala utama yang dihadapi petani dalam usaha tani tanaman jagung adalah
kenaikan ongkos produksi yang relatif tinggi. Persentase rumah tangga jagung
terkait tingginya kenaikan biaya produksi
c. Sementara itu, dalam membudidayakan tanaman kedelai, kendala utama yang
dihadapi petani adalah serangan hama/OPT.
d. produksi jagung mengalami fluktuasi, yaitu berlebihan pada musim panen dan
kekurangan pada musim paceklik sehingga kebituhannya harus dipenuhi dari
impor.
e. produksi di beberapa daerah sentra turun drastis, karena gagal panen, perubahan
cuaca yang ekstrem. Juga tingginya konversi komoditas atau fungsi lahan.
Belum tersedia tersedia fasilitas pascapanen yang memadai, juga infrastruktur
tidak mendukung, serta belum terbentuk sistem pasar yang baik
f. industriawan pakan ternak mengakui sulit menghindari impor jagung. Pasalnya,
pasokan jagung dari petani lokal dinilai tidak stabil, sehingga harus mengimpor
g. Membuat sistem produksi belum menguntungkan petani. Karena belum
maksimalnya dukungan pembiayaan belum maksimal. Sehingga banyak petani
terjerat bandar karena posisi tawar petani yang rendah dan harga jagung yang
ditentukan pasar
Permasalahan tersebut bisa diatasi dengan cara:
a. Perluasan areal panen merupakan satu faktor potensial dalam mendukung
peningkatan produksi jagung . Berkaitan dengan perluasan areal panen ini dapat
dilakukan upaya ekstensifikasi,diversifikasi,rehabilitasi,peningkatan intensitas
tanaman, dan penambahan periode panen jagung.
1) Ekstensifikasi. Dalam pengertian umum,ekstensifikasi merupakan upaya
pengadaan sumber pertumbuhan baru berupa perluasan/penambahan areal
panen.Bilaa berhasil menambah areal baru ratusan ribu hektar per tahun
maka akan terjadi lonjakan produksi jagung secara nyata di tingkat nasional.
2) Diversifikasi. Kegiatan penganekaragaman prodouk industri yang
menggunakan bahan baku jagung. Jelaslah bahwa diversifikasi komoditas
jagung dapay meningkatkan produksi melalui penggantian tanaman lain,
tumpang sari,sisipan, atau sebagai tanaman susulan.
3) Rehabilitasi. Salah satu kegiatan rehabilitasi pada pembudidayaan jagung
adalah perbaikan potensi varietas unggul dengan pemurnian banih atau
penggantian buah hibrida yang sudah berkali-kali ditanam. Rehabilitasi
lahan di antaranya ialah perbaikan kesuburan lahan masam dengan
pemberian kapur dan perbaikan drainase di lahan pasang surut.
2. Kedelai-Biji kering
Produksi kedelai tahun 2014 sebesar 955,00 ribu ton biji kering, meningkat
sebanyak 175,01 ribu ton (22,44 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan
produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 100,20 ribu ton dan di luar Pulau Jawa
sebesar 74,80 ribu ton. Peningkatan produksi kedelai terjadi karena peningkatan luas
panen seluas 64,89 ribu hektar (11,78 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar
1,35 kuintal/hektar (9,53 persen).
Peningkatan produksi kedelai tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Aceh.
Peningkatan produksi kedelai tahun 2014 terjadi pada semua subround yaitu
subround Januari-April, subround Mei–Agustus, dan subround September–Desember
masing-masing sebesar 47,05 ribu ton (21,03 persen), 66,65 ribu ton (26,70 persen),
dan 61,30 ribu ton (19,99 persen) dibandingkan dengan produksi pada subround yang
sama tahun 2013 (year-on-year).
Sentra produksi kedelai pada tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Aceh.
a. Sarana produksi pertanian (saprotan) merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam mendukung perkembangan atau kemajuan pertanian terutama
untuk mencapai tujuan terciptanya ketahanan pangan.
b. Pupuk dan pestisida (obat-obatan pertanian) adalah sarana produksi pertanian
utama yang paling banyak diperlukan petani dalam kegiatan pertanian.
c. Tingkat pemberian air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kacang
tanah. Dengan kadar air 60% kapasitas lapang meningkatkan pertumbuhan dan
produksi kacang tanah yang tertinggi. Interaksi dua faktor antara mikoriza dan
pemberian air meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah
d. pengaruh pupuk kandang kotoran ayam menunjukkan berpengaruh nyata hanya
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, berat basah polong, berat
kering polong, jumlah biji dan berat kering biji.
Permasalahan yang dihadapi:
Produksi kacang hijau tahun 2014 sebesar 244,59 ribu ton biji kering,
meningkat sebesar 39,92 ribu ton (19,50 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan
produksi kacang hijau tahun 2014 tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 36,49 ribu ton
dan di luar Pulau Jawa sebesar 3,43 ribu ton. Peningkatan produksi tahun 2014 terjadi
karena peningkatan luas panen dan produktivitas masing-masing sebesar 25,94 ribu
hektar (14,25 persen) dan 0,52 kuintal/hektar (4,63 persen).
Peningkatan produksi kacang hijau tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Barat
Peningkatan produksi kacang hijau tahun 2014 terjadi pada subround Mei–
Agustus, dan subround September– Desember masing-masing sebesar 28,03 ribu ton
(34,44 persen) dan 13,08 ribu ton (19,50 persen). Sementara itu, penurunan produksi
terjadi pada subround Januari- April sebesar 1,20 ribu ton (3,64 persen) dibandingkan
dengan produksi pada subround yang sama tahun 2013 (year-onyear).
Sentra produksi kacang hijau tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat.
a. Faktor internal yang harus diperhatikan adalah pemilia varietas kacang hijau.
Varietas kutilang dan varieatas vima-1 merupakan varietas-varieats unggul
kacang hijau. Varieats-varietas tersebut sudah mendapat sertifikat dan dapat
dibudidayakan secara luas.
b. Faktor-faktor eksternal seperti nutrisi (unsur hara), tinggi tempat, penyinaran,
suhu, kelembaban dan pH tanah. Nutrisi atau unsur hara yang dibutuhkan
kacang hijau harus seimbang. Kacang hijau tidak menghendaki pemberian urea
yang berlebihan karena akan menghambat pertumbuhan dari bintil akar. Kacang
hiaju sudah mendapatkan supai nitrogen dari bintil akar tersebut sehingga tidak
membutuhkan suplai urea yang terlalu banyak.
Permasalahan yang terjadi seperti rendahnya produksi kacang hijau nasional antara lain
disebabkan oleh :
a. Rendahnya minat petani melakukan budidaya kacang hijau sesuai rekomendasi
akibat rendahnya insentif/nilai tambah yang diperoleh dibanding dengan
menanam komoditas lainnya.
b. Produsen yang menghasilkan benih kacang hijau masih sedikit sehingga petani
menggunakan benih lokal seadanya.
c. Rendahnya produktivitas di tingkat petani, karena pemeliharaan yang kurang
intensif.
d. Terbatasnya sarana dan prasarana produksi dan pasca panen.
e. Kurangnya permodalan dan prosedur mengakses permodalan yang menyulitkan
petani.
f. Penerapan teknologi anjuran belum diterapkan secara optimal.
g. Persaingan penggunaan sumber daya lahan dengan komoditas pangan lain.
h. Selain hal diatas budidaya kacang hijau masih kurang diminati, karena kacang
hijau sendiri belum termasuk bahan pangan yang banyak dikonsumsi
masyarakat dibandingkan kedelai, padi dan jagung.
Cara untuk mengatasi permasalahan tersebut:
a. Peningkatan produksi kacang hijau dapat dilakukan dengan cara memperbaiki
kultur teknis petani, mendapatkan varietas-varietas yang produksinya tinggi dan
masak serempak, serta peningkatan usaha pasca panen.
b. Dari segi agronomis dapat dilakukan dengan tindakan penggunaan pupuk pada
budidaya tanaman kacang hijau. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen
secara kuantitatif maupun kualitatif
c. Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang hijau dapat dilakukan
dengan menyediakan unsur hara yang cukup dan berimbang. Salah satu usaha
untuk memenuhi kebutuhan akan unsur hara dapat dilakukan dengan pemberian
pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk
hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Kebutuhan
pupuk organik (kompos) mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Besarnya
permintaan pupuk organik didorong oleh kondisi lahan yang semakin hari
semakin rusak. Pupuk organik dijadikan sarana untuk memperbaiki kualitas
fisik, kimia dan biologi tanah. Tanah yang terlalu keras diharapkan dapat
menjadi gembur lagi karena pengaruh pupuk organik
d. Banyak bahan dari limbah sisa dari panen baik dari limbah pertanian maupun
perkebunan yang sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan pupuk organik
namun kurang mendapat perhatian. Ampas teh, blotong dan sludge adalah
limbah perkebunan yang dapat digunakan sebagai pupuk organik dengan biaya
murah dan ramah lingkungan.
5. Ubi kayu-Umbi basah
Produksi ubi kayu tahun 2014 sebesar 23,44 juta ton umbi basah, menurun
sebanyak 500,54 ribu ton (2,09 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi
tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebesar 106,49 ribu
ton dan 394,05 ribu ton. Penurunan produksi ubi kayu terjadi karena penurunan luas
panen seluas 62,26 ribu hektar (5,84 persen) meskipun produktivitas mengalami
peningkatan sebesar 8,95 kuintal/hektar (3,98 persen).
Penurunan produksi ubi kayu tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Lampung,
Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah.
Penurunan produksi ubi kayu tahun 2014 terjadi pada subround Mei–Agustus
sebesar 1 204,93 ribu ton (11,96 persen), sedangkan subround Januari–April dan
September–Desember mengalami kenaikan masing-masing sebesar 615,43 ribu ton
(13,75 persen) dan 88, 96 ribu ton (0,95 persen) dibandingkan dengan produksi pada
subround yang sama tahun 2013 (year-on-year).
Sentra produksi ubi kayu tahun 2014 adalah Provinsi Lampung, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.
a. Produksi ubi kayu dipengaruhi secara signifikan oleh variabel harga ubi kayu,
luas areal panen ubi kayu dan harga pupuk urea.
b. Lahan, ketersediaan pupuk, benih, kredit, pengairan, sistem transportasi,
pestisida dan mesin pertanian. Selain itu kebijakan pemerintah yang efektif
dalam pengontrolan harga untuk tanaman pangan maupun input pertanian juga
akan mempengaruhi perilaku petani untuk berproduksi. Sedangkan konsumsi
adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan barang untuk keperluan
tertentu. Adanya kegiatan konsumsi dalam jumlah besar maka terbentuklah
permintaan.
c. Peningkatan luas areal ubi kayu yang dilakukan bersamaan dengan peningkatan
produktivitas lahan panen ubi kayu melalui peningkatan teknologi pertanian
berupa penyediaan benih unggul serta meningkatkan asupan pupuk pertanian.
Permasalahan yang dihadapi:
a. Memerlukan bahan tanam yang banyak untuk suatu luasan lahan, biaya
transportasi bibit mahal, serta ruang untuk penyimpanan bibit juga harus luas.
b. Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah produktivitas yang masih
rendah yaitu 12,2 ton/ha Hal ini disebabkan karena ubi kayu hanya merupakan
tanaman sela atau tumpangsari yang hasilnya dianggap sebagai hasil sampingan.
Disamping itu, penggunaan varietas lokal dan pemeliharaan yang apa adanya
menyebabkan hasil yang diperoleh mempunyai nilai ekonomis yang sangat
rendah.
c. Kendala berikutnya yang juga cukup penting adalah masalah tata niaga yang
selalu dipengaruhi oleh fluktuasi harga. Hal ini disebabkan ubi kayu memiliki
daya simpan yang rendah, sementara kebutuhan keluarga sangat mendesak,
sehingga ubi kayu dijual dengan harga murah. Kondisi ini membuat petani
mengalihkan perhatian dan usaha taninya ke komoditi lain yang lebih
menjanjikan.
Cara mengatasi masalah-masalah tersebut:
a. Pemupukan dengan berbagai dosis kombinasi NPK dan pupuk organik
berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi besar/tanaman, bobot umbi/tanaman,
dan hasil umbi.
b. Tanaman ubi kayu biasanya diperbanyak dengan menggunakan stek batang.
Keuntungan melakukan perbanyakan tanaman dengan menggunakan stek
adalah waktunya lebih cepat dan hasilnya pun akan sama dengan tanaman
induknya.
c. Dalam upaya meningkatkan produktivitas ubi kayu, maka perlu masukan
teknologi yang dapat meningkatkan hasil per tanaman. Teknologi yang
memungkinkan untuk di introduksi dalam rangka meningkatkan hasil adalah
dengan menggunakan klon-klon unggul seperti Adira, Malang, Darul Hidayah
dan teknologi mukibat.
d. Pemilihan ubi karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi karet memiliki
daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman mempunyai luas daun lebih
luas dan laju fotosintesis lebih besar.
e. Dengan upaya mengadakan kerjasama antara para petani ubi kayu dengan
pengguna/pemakai ubi kayu (baik dengan kapasitas pabrik yang cukup besar,
maupun dengan kapasitas pabrik yang sedang), sehingga dapat diciptakan
bentuk kerjasama
Produksi ubi jalar tahun 2014 sebesar 2,38 juta ton umbi basah, menurun
sebanyak 4,07 ribu ton (0,17 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi
tersebut terjadi di luar Pulau Jawa sebesar 97,76 ribu ton, sedangkan di Pulau Jawa
mengalami peningkatan sebesar 93,69 ribu ton. Penurunan produksi ubi jalar terjadi
karena penurunan luas panen seluas 5,09 ribu hektar (3,15 persen), sedangkan
produktivitas mengalami kenaikan sebesar 4,53 kuintal/hektar (3,07 persen) dibanding
tahun 2013.
Penurunan produksi ubi jalar tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa
Timur, Nusa tenggara Timur, dan Jawa Barat.
Sentra produksi ubi jalar tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Barat, Papua, Jawa
Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
Faktor yang mempengaruhi produksi: Jumlah produksi ubi jalar, jumlah bibit,
jumlah pupuk urea, jumlah pupuk kandang, jumlah pupuk KCL, jumlah pupuk NPK,
jumlah pupuk SP-36, jumlah pestisida regen, jumlah pestisida furadan,jumlah HOK.
a. Ukuran ubi dinilai kurang memuaskan karena tingkat penyerapan zat-zat penting
untuk akar kurang maksimal. Ubi jalar yang akan dipenen bila musim kemarau
panjang diguyur hujan dengan intensitas rendah biasanya ubi akan membusuk belum
lagi serangan hama penyakit yang menyebabkan turunnya atau bahkan gagal panen
yang tentunya merugikan dan dapat menyusutkan semangat petani untuk
menanamnya.
b. Keterbatasan dana merupakan salah satu masalah yang kerap terjadi bagi sebagian
petani kecil dan dilihat dari segi perannya, ubi jalar bukan merupakan makanan
pokok seluruh masyarakat Indonesia. Dilihat dari luas lahan panen yang semakin
menyusut, besar kemungkinan persaingan lahan antara masyarakat untuk
pembangunan dan menanam tanaman bernilai ekonomi lain yang lebih tinggi
menjadi salah satu penyebab berkurangnya lahan produksi. Daya jual ubi jalar di
pasar kurang menggiurkan dibandingkan tanaman pangan yang lain salah satu alasan
yang disebut-sebut sebagai dalang menurunnya antusias bertani ubi jalar.
Cara mengatasi permasalahan tersebut:
a. Dalam membudidayakan tanaman ubi jalar diperlukan syarat tumbuh yang baik agar
perkembangannya maksimal diantaranya ditanam di ketinggian 500-1000 m dpl
dengan suhu antara 25-270C dan curah hujan antara 750-1500 mm/tahun dan pH
tanah 5,5-7,5. Ukuran ubi dinilai kurang memuaskan karena tingkat penyerapan zat-
zat penting untuk akar kurang maksimal.
b. Dari segi ekonomis dan bisnis, ubi jalar layak diusahakan untuk memenuhi
permintaan konsumen yang cukup tinggi maka masih diusahakan dalam skala yang
relatif kecil dengan manajemen yang sederhana. Agar potensi yang ada pada usaha
pengolahan ubi jalar semakin di kenal masyarakat. Maka dari itu perlu adanya cara
untuk mengurangi permasalahan ini, seperti teknologi yang digunakan dalam
budidaya tanaman ubi jalar, salah satunya adalah pemanfaatan kompos kulit kakao
untuk meningkatkan produksi dan keuntungan bagi masyarakat.
c. Kompos kulit kakao ini sangat layak digunakan untuk peningkatan hasil produksi
ubi jalar, karena mengandung unsur hara yang sangat dibutuhkan ubi jalar. Selain
efektif kompos kulit kakao ini dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia dan juga
dapat menekan biaya para petani dalam budidaya tanaman ubi jalar, sehingga petani
memperoleh hasil dan keuntungan yang lebih tinggi.
d. mengembangkan ubi jalar melalui promosi, pameran, dan penyuluhan yang
memberikan gambaran bahwa ubi jalar dapat diangkat menjadi sumber bahan
pangan alternatif. Pemerintah dapat juga memberikan kebijakan harga dasar yang
layak untuk merangsang minat petani mengembangkan ubi jalar sebagai salah satu
program diversifikasi pangan.
e. Pengembangan produk ubi jalar siap masak merupakan produk olah ubi jalar yang
masih memerlukan satu tahap pengolahan lagi untuk dapat disantap. Produk ubi jalar
siap masak ini berbentuk instant atau quick cooking products, misalnya sarapan
serealia, ekstruksi, makanan kaleng, makanan beku, produk mie. Pengolahan dalam
bentuk ini dilakukan pada tingkat industry (pabrik).
Tabel Perkembangan Luas Panen dan Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2009-
2014
Jumlah Sayuran Peningkatan/Penurunan Terhadap Tahun
Sebelumnya
Luas Produksi Luas Panen Produksi
Tahun Panen (Ha) (Ton)
Absolut % Absolut %
2009 1.078.159 10.628.285 - - - -
2010 1.110.586 10.706.386 32.427 3,01 78.101 0,73
2011 1.080.243 10.871.224 -30.343 -2,73 164.838 1,54
2012 1.089.409 11.264.972 9.166 0,85 393.748 3,62
2013 1.099.846 11.558.449 10.437 0,96 293.476 2,61
2014 1.125.063 11.918.571 25.217 2,29 360.122 3,12
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan produksi
beragam, yang mencakup:
1. Faktor iklim
Faktor iklim pada suatu daerah dapat mempengaruhi jenis tanaman,
teknik bercocok tanam, kuantitas dan kualitas produk, pola pergiliran tanaman,
jenis hama dan penyakit, dan lain sebagainya.
2. Faktor tanah
Tanah merupakan faktor penting dalam produksi sayuran, karena tanah
merupakan tempat tumbuhnya tanaman. Misalkan tanah liat yang dapat
menghambat proses produksi karena pada musim kering tanah menjadi padat
dan susah untuk digarap (Suratiyah, 2015).
Selain faktor alam, faktor tenaga kerja juga dapat mempengaruhi proses
produksi. Faktor tenaga kerja bukan hanya dilihat dari ketersediaan tenaga kerja saja,
namun kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan. Jumlah tenaga kerja
masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin,
musim dan upah tenaga kerja. Bila kualitas tenaga kerja tidak diperhatikan, maka dapat
menghambat proses produksi (Habib, 2013).
Ada pula faktor lainnya yang dapat mempengaruhi produksi yaitu faktor modal.
Ketersediaan modal usaha dalam produksi sayuran dapat menjadi masalah utama.
Dengan kekurangan atau tidak adanya modal membuat petani mengurangi pemberian
pupuk sehingga tidak sesuai dengan yang direkomendasikan. Selain itu karena
kekurangan modal petani melakukan penundaan pemberian pupuk, sedangkan ketidak
tepatan waktu dalam memberikan pupuk dapat mempengaruhi tingkat efisiensi
(Sukiyono, 2005).
Terdapat perbandingan hasil panen pada tahun 2013-2014. Luas panen tanaman
buah di Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan, yaitu dari 829.563 hektar
pada tahun 2013 naik menjadi 873.833 hektar pada tahun 2014 atau sekitar 5,34 persen.
Perbandingan luas panen buah secara rinci disajikan pada tabel berikut.
Perbandingan
Luas Panen (Ha) Share 2014
2014
NO Komoditas terhadap
terhadap
2013 2014 nasional
2013
1 Alpukat 22.214 24.200 8,94 2,77
2 Belimbing 3.117 3.066 -1,62 0,35
3 Duku/Langsat 26.560 23.212 -12,60 2,66
4 Durian 61.246 67.779 10,67 7,76
5 Jambu Biji 9.654 9.028 -6,48 1,03
6 Jambu Air 13.036 13.227 1,46 1,51
7 Jeruk Siam/Keprok 48.154 51.098 6,11 5,85
8 Jeruk Besar 5.362 5.665 5,65 0,65
9 Mangga 247.239 268.053 8,42 30,68
10 Manggis 18.200 15.197 -16,50 1,74
11 Nangka/Cempedak 53.217 55.693 4,65 6,37
12 Nanas 15.807 15.617 -1,20 1,79
13 Pepaya 11.304 10.217 -9,61 1,17
14 Pisang 103.449 100.600 -2,75 11,51
15 Rambutan 87.063 102.843 18,13 11,77
16 Salak 29.711 28.575 -3,82 3,27
17 Sawo 10.018 11.009 9,90 1,26
18 Markisa 1.899 1.462 -23,01 0,17
19 Sirsak 4.886 4.900 0,30 0,56
20 Sukun 11.214 11.190 -0,22 1,28
21 Apel 3.734 2.773 -25,73 0,32
22 Anggur 167 219 31,02 0,03
23 Melon 7.068 8.185 15,80 0,94
24 Semangka 32.210 35.802 11,15 4,10
25 Blewah 2.289 3.435 50,07 0,39
26 Stroberi 745 787 5,64 0,09
Total Luas Panen 829.563 873.833 5,34 100,00
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa lima komoditas yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap peningkatan luas panen buah tahun 2014 adalah mangga,
rambutan, pisang, durian, nangka/cempedak dan jeruk siam/keprok. Seiring dengan
peningkatan luas panennya, produksi tanaman buah meningkat sekitar 8,30 persen, dari
sebesar 18.288.279 ton pada tahun 2013 menjadi 19.805.977 ton pada tahun 2014.
Perbandingan produksi tanaman buah secara rinci disajikan pada tabel berikut.
Perbandingan Luas Panen Tanaman Buah di Indonesia Tahun 2013 dan 2014
Data produksi buah-buahan dalam kurun waktu 2013-2014 yang diperoleh dari
Kementerian Pertanian (2014) dengan cakupan sebanyak 26 jenis buah-buahan
menunjukkan sifat yang fluktuatif dengan adanya sebagian komoditi ada yang
mengalami peningkatan dan ada juga sebagian komoditi yang mengalami penurunan.
produksi buah-buahan dari tahun 2013-2014 mengalami peningkatan dari 18.288.279
Ton menjadi 19.805.977 Ton. Dengan asumsi bahwa jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2013-2014 adalah sebesar 243,56 juta jiwa, maka ketersediaan buah-buahan pada
tahun 2013-2014 adalah 81,31 kg/kap/tahun. Angka tersebut sudah melampaui standar
kecukupan konsumsi buah-buahan yang direkomendasikan FAO/WHO. Dengan
asumsi bahwa data produksi tersebut. benar, maka tingkat konsumsi buah-buahan yang
rendah dari masyarakat Indonesia menunjukkan adanya masalah dalam hal aksesibilitas
maupun pemanfaatan buah-buahan tersebut.
Selain permasalahan tingkat konsumsi buah yang rendah, buah lokal harus
menghadapi situasi genting. Dari buruknya penanganan selepas panen, pola pikir
masyarakat terhadap buah lokal, hingga serbuan buah impor.
Secara umum, pola konsumsi buah dapat dibagi menjadi lima. Yang pertama
adalah konsumsi untuk rumah tangga. Persentasenya paling besar, mencapai 40 persen.
Pengonsumsi buah kedua adalah sektor industri. Buah dipakai untuk membuat jus
hingga minuman ringan. Persentase sektor ini mencapai 30 persen. Selanjutnya,
industri hotel, restoran, dan unit usaha food and beverage adalah pengonsumsi buah
dengan persentase permintaan sekitar 20 persen. Kemudian kurang dari 10 persen
adalah buah yang dikonsumsi hanya di musim tertentu. Seperti durian, mangga, atau
buah naga. Sisa beberapa persen adalah buah untuk pasar ekspor.
Selain perihal tampilan fisik, ada banyak permasalahan penting yang harus
diurus jika ingin buah lokal berjaya di negeri sendiri. Antara lain jalur distribusi dan
jalur tata niaga. Masalah pokok pengembangan hortikultura, termasuk buah-buahan,
adalah belum adanya ragam kualitas yang diminta pasar. Penyebabnya banyak, dari
kurangnya penguasaan teknologi oleh para petani hingga kurangnya koordinasi di
antara pelaku bisnis hortikultura.
Kelemahan lain buah lokal adalah sistem distribusi. Ada banyak kasus buah
busuk dalam perjalanan karena jalan rusak atau tidak ada kendaraan pengangkut.
Padahal, buah adalah komoditas yang cepat busuk dan rusak. Ini jelas berpengaruh
terhadap pendapatan para petani ataupun distributor.
Tentu ada banyak hal yang seharusnya dikerjakan pemerintah. Antara lain
subsidi pupuk, penyuluhan tentang standar buah, kemudahan penerbitan sertifikat
kualitas, hingga perbaikan infrastruktur distribusi buah.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Absari, UD. (2007). Perancangan Produksi Pangan Berdasarkan Daya Dukung Pangan.
Jurnal Institut Pertanian Bogor. Retrieved 02 20, 2017. From
repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/10371/8/Bab%20II%202007uda.pdf
UU No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 –
2025. Retrieved 02 20, 2017. From
https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2015/02/uu-no-17-th-2007.pdf.
Kementrian Pertanian RI. (2011). Revisi rencana strategis badan ketahanan pangan tahun
2010–2014. Retrieved 02 20, 2017. From bkp.pertanian.go.id
PERSAGI. (2014). Ketahanan pangan dan gizi. Badan Ketahanan Pangan. Retrieved 02 20,
2017. From http://file.persagi.org/share/39%20
Ketahanan%20Pangan%20&%20Gizi.pdf.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. (2015). Outlook Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan Padi. Retrieved 02 20, 2017. From
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id
Irawan, B. Agribisnis Sayuran Dan Buah: Peluang Pasar, Dinamika Produksi Dan Strategi
Peningkatan Daya Saing. Retrieved 02 20, 2017. From
http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/memperkuat_dayasaing_produk_pe/BAB-III-
3.pdf
Masa Depan Buah Lokal. 2015. Diakses tanggal 22 Februari 2017 dari
http://geotimes.co.id/masa-depan-buah-lokal/#gs.ygJ8LK4
FAO, 2016. Food Outlook Biannual Report on Global Food Market, United Nations: Food
and Agriculture Organizations of The United Nations.
Hermanto, Azahari, D. H., Rachmat, M. & Ilham, N., 2015. LAPORAN ANALISIS
KEBIJAKAN TAHUN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PANGAN STRATEGIS. p. 21.
Shadily, H., 1984. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier
Publishing Projects.
Nuryanti, S., & Swastika, D. (2011). Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi
Pertanian. Forum Penelitian Argo Ekonomi, 115-128.
Sukiyono, K. (2005). Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Usaha Tani Cabai Merah di Kecamatan
Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro Ekonomi, 176-190.
Produksi Tanaman Pangan. 2014. Diakse pada tanggal 22 Februari 2017 dari :
https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Produksi-Tanaman-Pangan-2014_rev.pdf
Murdiantoro, B., 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Desa Pulorejo
Kecamatan Winong Kabupaten Pati. Semarang: Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.
Rahim, A., Retno, D. & Hastuti, D., 2007. Ekonomika Pertanian (pengantar, teori dan kasus).
Jakarta: Penebar Swadaya.