Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH EKOLOGI PANGAN DAN GIZI

“SISTEM PRODUKSI PANGAN PERTANIAN”

(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi)

Kelas D, Senin 16.10-17.50

Disusun Oleh:

1. Asterini Ika Fitriani 132110101034


2. Tahta Alfina Wuri Sujatmika 152110101006
3. Atikatu Khalifatur Rahmah 152110101007
4. Ika Amaliya 152110101008
5. Restyanti Tyasing Widiasih 152110101010
6. Sherly Yulifinda Putri 152110101015
7. Intan Kumara 152110101142
8. Fahriza Safira W. 152110101143
9. Moh. Arif Hadi M. 152110101151
10. Widya Oktafia 152110101155
11. Maybella Damayanti 152110101039
12. Naufal Alvian Rionaldi 152110101059

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2016
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
yang telah dilimpahkan-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Sistem Produksi Pangan Pertanian”.
Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dan dukungan yang
berarti dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Penanggung Jawab Mata Kuliah dan dosen pengajar Ekologi Pangan dan Gizi yang telah
memberi kesempatan dan bimbingan kepada kami untuk menyusun makalah ini.
2. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun
tidak langsung yang telah membantu kelancaran penulisan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan merupakan sumbangsih
yang berharga bagi khasanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang Kesehatan Masyarakat.
Atas perhatian dan dukungannya, kami menyampaikan terima kasih.

Jember, Februari 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

BAB 1 ........................................................................................................................................ 4

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................... 4

1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 5

1.3 TUJUAN .......................................................................................................................... 5

BAB 2 ........................................................................................................................................ 6

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6

2.1 PADI (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi, Permasalahan


Yang Ada Dan Cara Mengatasinya)....................................................................................... 6

2.2 PALAWIJA (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi,


Permasalahan Yang Ada Dan Cara Mengatasinya) ............................................................. 14

2.3 SAYURAN (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi,


Permasalahan Yang Ada Dan Cara Mengatasinya) ............................................................. 29

2.4 BUAH (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi, Permasalahan Yang
Ada Dan Cara Mengatasinya) .............................................................................................. 33

BAB 3 ...................................................................................................................................... 39

PENUTUP................................................................................................................................ 39

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 39

3.2 Saran .......................................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 40


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berdasarkan UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan diartikan


sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Dengan demikian didalam ketahanan pangan mencakup aspek produksi dan
penyediaan, distribusi serta konsumsi pangan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Pembangunan pangan dan perbaikan gizi
dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga
konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin
keamanannya.

Produksi pangan yang berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai praktek usaha


pertanian yang dapat memberikan hasil guna memenuhi kebutuhan pangan dan serat pada
saat sekarang maupun yang akan datang. Tugas utama dari usaha tani adalah untuk
menyediakan pangan bagi penduduk, jika keemampuan produksi pertanian meningkat
secara berkelanjutan maka proporsi penduduk yang mengalami kelaparan akan akan
berkurang. Produksi pangan secara berkelanjutan menghadapi banyak tantangan, terutama
dari ketersediaan dalam jumlah dan mutu dari sumberdaya atau input produksi yang
semakin lama semakin mengalami penurunan.

Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan memiliki


peran sangat penting dan strategis, hal ini dikarenakan subsektor tanaman pangan memiliki
peranan penting dalam menunjang kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia.
Berdasarkan Hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) menunjukkan bahwa jumlah rumah
tangga usaha tanaman pangan (padi dan palawija) mencapai 17,73 juta rumah tangga atau
mencakup 67,83 persen dari total jumlah rumah tangga usaha tani, yang mencapai 26,14
juta rumah tangga pada tahun 2013 (BPS,2015). Disamping hal tersebut, komoditas utama
tanaman pangan dalam hal ini padi (beras) merupakan bahan makan utama masyarakat
Indonesia yang mencapai 252,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,31% dan
tingkat konsumsi beras mencapai 132,98 kg/kapita/tahun, sehingga dengan adanya
pertambahan penduduk setiap tahun, maka peningkatan produksi beras saat ini menjadi
prioritas untuk mengatasi kekurangan suplai (Pusat Data Dan Sistem Informasi Pertanian,
2015).

Selain itu, masalah pangan di Indonesia pada 20 tahun terakhir cenderung menguat.
Salah satu penyumbang terbesar kenaikan impor pangan tersebut adalah komoditas sayuran
dan buah. Pangsa nilai impor sayuran dan buah naik dari 3,0% pada tahun 1980 menjadi
13,6% pada tahun 2010 atau menjadi lebih dari 4 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai impor pangan yang berasal dari produk hortikultura naik lebih cepat dibanding bahan
pangan lainnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai subsistem
produksi pangan yaitu padi, palawija, sayuran dan buah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kondisi data baru/komoditas padi di Indonesia, faktor produksi,


permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?
2. Bagaimana kondisi data baru/komoditas palawija di Indonesia, faktor produksi,
permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?
3. Bagaimana kondisi data baru/komoditas sayuran di Indonesia, faktor produksi,
permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?
4. Bagaimana kondisi data baru/komoditas buah di Indonesia, faktor produksi,
permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?

1.3 TUJUAN

1. mengetahui kondisi data baru/komoditas padi di Indonesia, faktor produksi,


permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?
2. mengetahui kondisi data baru/komoditas palawija di Indonesia, faktor produksi,
permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?
3. mengetahui kondisi data baru/komoditas sayuran di Indonesia, faktor produksi,
permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?
4. mengetahui kondisi data baru/komoditas buah di Indonesia, faktor produksi,
permasalahan yang ada dan cara mengatasinya?
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PADI (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi, Permasalahan


Yang Ada Dan Cara Mengatasinya)

Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.), ermasuk dalam suku padi-padian atau poaceae.
Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek
moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM (Shadily, 1984). Padi adalah
komoditas pangan nomor satu di Indonesia mengingat bahwa bahan pangan pokok utama
masyarakat Indonesia adalah beras.

Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau
mengalami kenaikan sebanyak 4,51 juta ton (6,37 persen) dibandingkan tahun 2014.
Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2,31 juta ton dan di luar Pulau
Jawa sebanyak 2,21 juta ton. Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen
seluas 0,32 juta hektar (2,31 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 2,04
kuintal/hektar (3,97 persen) (BPS, 2016).

Berdasarkan pra angka ramalan II (Aram II) yang dikeluarkan Kementerian


Pertanian (Kementan) yang berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi
padi tahun 2016 mencapai 79,141 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 4,96%
dibandingkan tahun 2015. Produksi padi nasional ini merupakan angka tertinggi selama
Indonesia merdeka (Kementerian Pertanian, 2016). Sekedar diketahui, dalam hal
ketersediaan pangan, Presiden Joko Widodo juga menegaskan, bahwa tahun 2016 tidak ada
impor beras (Tarigan, 2016).
Gambar 1. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia (Hermanto, et al., 2015).

Gambar 2. Tabel Produksi Padi di Indonesia Menurut Provinsi (BPS, 2016).


Gambar 3. Tabel Produktivitas Padi di Indonesia Menurut Provinsi (BPS, 2016).
Sumber: Estimasi dan Prediksi Produksi Beras Global Menurut Food and Agriculture
Organizations of The United Nations (FAO, 2016).
Akan tetapi, tahun 2016 rupanya masih menyisakan impor beras yang dicatat Badan
Pusat Statistik (BPS) mencapai angka 1,2 juta ton. Impor beras tinggi pada Januari-Maret
itu karena sisa kuota impor yang kontraknya pada 2015 lalu masuk pada awal triwulan III.

Faktor Produksi

Faktor-faktor produksi merupakan syarat mutlak dalam sebuah proses produksi.


Dalam pertanian, faktor-faktor produksi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja dan
manajemen pengelolaan. Tetapi yang lazim dikenal orang adalah faktor produksi tanah,
modal dan tenaga kerja. Masing-masing faktor produksi tersebut mempunyai fungsi serta
manfaat yang berbeda dan saling berpengaruh satu sama lainnya. Jika salah satu dari faktor
produksi tidak terpenuhi maka proses produksi dalam pertanian terhambat dan tidak bisa
berjalan (Murdiantoro, 2011).
a. Faktor Produksi Tanah
Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya seperti
air,udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Keberadaan faktor produksi
tanah, tidak hanya dilihat dari segi luas sempitnya saja, tetapi juga dari segi yang
lain, seperti jenis tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan
sebagainya), topografi (tanah dataran tinggi, rendah, dan dataran pantai), pemilikan
tanah, nilai tanah. Tanah merupakan syarat mutlak bagi petani untuk dapat
memproduksi padi. Dengan memiliki lahan yang cukup berarti petani sudah
mempunyai modal utama yang sangat berharga sebagai seorang petani karena pada
lahan inilah petani akan melakukan proses produksi sehingga menghasilkan padi
(Murdiantoro, 2011).
Faktor produksi tanah tidak hanya dilihat dari segi luas atau sempitnya saja,
tetapi juga dilihat dari segi lain seperti produktivitas tanah yang bergantung pada
(jenis tanah, macam penggunaan lahan sepert sawah/tegalan, keadaan pengairan,
sarana prasarana), topografi (tanah dataran tinggi, dataran rendah atau daerah
pantai), pemilikan tanah, nilai tanah serta fragmantasi tanah. Jenis tanah
mengarahkan petani kepada pilihan komoditas yang sesuai, pilihan teknologi, serta
pilihan metode pengolahan tanah. Selain itu juga mempengaruhi petani dalam
pemilihan tanaman, pilihan waktu bertanam dan cara bercocok tanam.Semakin luas
lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan
oleh lahan tersebut (Rahim, et al., 2007).
Tanah sebagai faktor produksi mempunyai nilai yang tergantung pada
tingkat kesuburannya atau kelas tanahnya, fasilitas irigasi, posisi lokasi terhadap
jalan dan sarana perhubungan, adanya rencana pengembangan, dan lain-lain.

b. Faktor produksi Modal


Modal adalah faktor terpenting dalam pertanian khususnya terkait
bahan produksi dan biaya tenaga kerja. Dengan kata lain, keberadaan modal
sangat menentukan tingkat atau macam teknologi yang diterapkan.
Kekurangan modal bisa menyebabkan kurangnya masukan yang diberikan
pada proses pertanian sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya
hasil yang akan diterima (Moehar, 2002)
Dalam usahatani modal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Modal tetap, meliputi: tanah dan bangunan. Modal tetap dapat diartikan
sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini
memerlukan pemeliharaan agar dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu
yang lama. Jenis modal ini mengalami penyusutan.
2) Modal bergerak, meliputi: alat-alat pertanian, uang tunai, piutang di bank,
bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, obat-obatan), tanaman, dan
ternak.Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibedakan menjadi:milik
sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah, waisan, dari usaha lain dan kontrak.
Para petani pada umumnya memiliki modal sendiri yang relatif kecil
c. Faktor produksi tenaga kerja
Tenaga kerja dalam pertanian adalah pencurahan tenaga kerja dalam proses
pertanian yang ditujukan untuk menghasilkan produksi pertanian. Pencurahan
tenaga kerja usahatani dimaksudkan agar proses produksi dapat berjalan maka pada
tiap tahapan kegiatan usahatani diperlukan masukan tenaga kerja yang sepadan.
Dengan adanaya masukan tenaga kerja yang sepadan diharapkan proses produksi
akan berjalan lebih optimal sehingga produksi pertanian meningkat.
Sama seperti tanah dan modal, tenaga kerja juga mempunyai peran yang
penting dalam produksi pertanian. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja
berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani
merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan
tidak pernah dinilai dalam uang meskipun tenaganya dicurahkan dihampir seluruh
proses pertanian. Bila dari keluarga sendiri belum mencukupi barulah petani
menggunakan tenaga kerja dari luar dan biasanya sudah dibayar dengan sistem
upah sesuai dengan jam kerjanya.
Kebutuhan yang semakin bertambah perlu diimbangi dengan peningkatan atau
perluasan produksi, baik jumlah maupun mutunya. Usaha untuk meningkatkan jumlah dan
mutu hasil produksi dapat dilakukan melalui beberapa cara berikut ini :
a. Ekstensifikasi
Yaitu menambah ataupun memperluas faktor-faktor produksi.
b. Intensifikasi
Artinya memperbesar kemampuan berproduksi tiap-tiap faktor produksi, tanpa
menambah jumlah faktor produksi.
c. Diversifikasi
adalah cara memperluas usaha dengan menambah jenis produksi.
d. Spesialisasi
Spesialisasi atau pengadaan pembagian kerja yaitu masing-masing orang, golongan dan
daerah menghasilkan barang-barang yang sesuai dengan lapangan, bakat, keadaan
daerah, iklim dan kesuburan tanah. Dengan adanya pembagian kerja, hasil kerja dapat
diperluas sebagai barang-barang yang dihasilkan juga meningkat dan kualitas hasil
kerja akan lebih baik.
e. Menambah Prasarana Produksi
Membuat/menambah prasarana produksi seperti saluran atau bendungan untuk
pengairan, jalan dan jembatan untuk memperlancar pengangkutan bahan-bahan baku
dan perdagangan
f. Memberi Proteksi
Memberikan proteksi yaitu melindungi industri dalam negeri, misalnya dengan
mengenakan pajak impor, pembatasan atau larangan terhadap masuknya barang-barang
tertentu yang industri dalam negeri sudah dapat menghasilkan sendiri dalam jumlah
yang mencukupi. Didalam produksi pertanian, faktor produksi memang menentukan
besar kecilnya produksi yang akan diperoleh petani.
Untuk menghasilkan produksi (output) yang optimal maka penggunaan faktor
produksi tersebut dapat digabungkan.
Dalam praktek, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi diatas, faktor-faktor
produksi yang mempengaruhi produksi ini dibedakan atas dua kelompok (Soekartawi,
1991):
a. Faktor biologis, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya,
bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan lain sebagainya.
b. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga tenaga kerja, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan,
tersedianya kredit dan sebagainya.
Menurut (Murdiantoro, 2011) bahwa yang dimaksud hasil produksi adalah hasil
panen padi yang didapat selama jangka waktu tertentu (satu musim tanam) yang
besarannya dinyatakan dalam satuan kuintal (kw).
Permasalahan komoditi beras:

Akar permasalahan komoditas beras nasional sangat kompleks. Beberapa


permasalahan tersebut antara lain: minimnya anggaran sektor pertanian, pembagunan
berbagai sektor pembangunan yang hanya terpusat di pulau jawa, alih fungsi lahan sawah,
pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, dan penggunaan pupuk anorganik (Hafri,
2015).

Sentra produksi beras di Indonesia dinilai tidak merata. Berdasarkan data yang
disajikan pada buku rencana pendahuluan jangka menengah nasional (RPJMN) bidang
pangan dan pertanian 2015-2019, pada tahun 2012 sekitar 53% produksi beras di Indonesia
berada di pulau Jawa, 23% di pulau sumatera, 11% di pulau Sulawesi, 7% di pulau
Kalimantan, 5% di pulau Nusa Tenggara, dan hanya 1% di Maluku dan Papua. Selain
sektor pertanian, pulau Jawa juga mengalami kemajuan di sektor lain setiap tahunnya.
Sentralisasi berbagai sektor pembangunan di pulau jawa ini menyebabkan banyaknya
lahan sawah yang dialih fungsikan menjadi sektor lain di pulau tersebut, seperti
perumahan, industri, jalan, dan sektor-sektor lainnya (Rusono, et al., 2014).

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk menuntut penyediaan pangan dalam


jumlah dan kualitas gizi/nutrisi yang baik. Jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun
2020 diperkirakan mencapai 271,1 juta jiwa, akan membutuhkan penyediaan pangan yang
cukup besar dan berkualitas. Selain itu, meskipun peningkatan pendapatan masyarakat
cukup mendorong konsumsi beras per kapita yang semakin menurun,namun secara total
konsumsi beras masih meningkat. Dalam lima tahun ke depan (2015-2019) meskipun
konsumsi beras per kapita menurun sebesar 0,87 persen per tahun, namun diproyeksikan
total konsumsi beras masih akan meningkat sebesar 0,35 persen per tahun. Selanjutnya,
permintaan pangan buah-buahan dan sayuran segar, sumberprotein hewani (daging, telur,
dan ikan), maupun pangan olahan juga meningkat. Di sisi konsumsi, masih dihadapi pula
adanya kerawanan pangan pada masa-masa tertentu dan masih banyaknya masyarakat
yang menderita kekurangan gizi/nutrisi (Rusono, et al., 2014).

Cara yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut:

1. Usaha yang dilakukan pemerintah

Pemerintah Indonesia menggunakan dua cara untuk mencapai swasembada


beras. Pada satu sisi, pemerintah mendorong para petani untuk meningkatkan produksi
mereka dengan mendorong inovasi teknologi dan menyediakan pupuk bersubsidi
(meskipun subsidi-subsidi ini mungkin dikurangi karena keterbatasan anggaran), dan
di sisi lain, berusaha mengurangi konsumsi beras masyarakat melalui kampanye seperti
"satu hari tanpa beras" (setiap minggunya), sementara mempromosikan konsumsi
makanan-makanan pokok lainnya. Strategi ini belum bisa dikatakan berhasil karena
jumlah produksi beras hanya sedikit meningkat dan kebanyakan orang Indonesia
menolak untuk mengganti beras dengan bahan-bahan makanan lain(Indonesia
Investments, 2016).

Pemerintah Indonesia mengumumkan rencananya untuk mengalokasikan lebih


banyak anggaran negara, yang dihasilkan dari pengurangan subsidi bahan bakar negara,
untuk pembangunan infrastruktrur di sektor agrikultur di 2015. Di dalam rencana ini,
yang merupakan bagian dari usaha negara untuk mencapai swasembada beras pada
tahun 2017, 3 juta hektar fasilitas-fasilitas irigasi diperbaiki dalam periode 2015-2018.
Intervensi-intervensi lebih lanjut termasuk rehabilitasi dari infrastruktur manajemen air
lainnya, dan juga distribusi biji, pupuk dan mesin-mesin pertanian (Indonesia
Investments, 2016).

2. Usaha yang dilakukan perusahaan

Karena populasi Indonesia terus bertumbuh, dan mengimplikasikan bahwa akan


ada lebih banyak kebutuhan konsumsi makanan di masa depan, Kamar Dagang dan
Industri Indonesia (Kadin) dan juga beberapa perusahaan besar di Indonesia baru-baru
ini memulai program kemitraan degan para petani kecil penghasil beras dengan tujuan
meningkatkan produksi beras melalui program-program pendanaan untuk penggunaan
teknologi-teknologi baru dan inovatif. Program-program ini sedang dikembangkan, dan
karenanya, belum menunjukkan hasil yang signifikan (Indonesia Investments, 2016).

2.2 PALAWIJA (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi,


Permasalahan Yang Ada Dan Cara Mengatasinya)

Palawija : terdiri dari jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan
ubi jalar. Jenis tanaman dan bentuk produksi:

1. Jagung-Pipilan kering
Produksi jagung tahun 2014 sebesar 19,01 juta ton pipilan kering, meningkat
sebesar 0,50 juta ton (2,68 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi
tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,06 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebesar 0,43
juta ton. Peningkatan produksi tersebut terjadi karena peningkatan luas panen seluas
15,52 ribu hektar (0,41 persen) dan produktivitas sebesar 1,1 kuintal/hektar (2,27
persen).
Peningkatan produksi jagung tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah.
Peningkatan produksi jagung tahun 2014 terjadi pada subround Mei-Agustus
dan subround September–Desember masingmasing sebesar 0,58 juta ton (10,93 persen)
dan 0,13 juta ton (2,98 persen). Sementara itu, subround Januari–April mengalami
penurunan sebesar 0,21 juta ton (2,43 persen), dibandingkan dengan produksi
padasubround yang sama tahun 2013 (year- onyear).
Sentra produksi jagung pada tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Jawa Barat. Pola panen
jagung tahun 2014 hampir sama dengan tahun 2013. Puncak panen jagung tahun 2014
dan 2013 terjadi pada bulan Februari.
Terdapat faktor produksi yang mempengaruhi produksi jagung di Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi 2 kelompok antara lain:
a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya,
bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, resiko, dan ketidakpastian, kelembagaan,
tersedianya kredit dan sebagainya. Dalam usaha tani jagung hibrida, lahan, tenaga
kerja, Jenis benih jagung , pupuk, pestisida, dan pengairan tanaman, merupakan
faktor penting dalam usaha tani jagung hibrida.

Faktor-faktor produksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Lahan pertanian :
Dalam usaha tani jagung hibrida umumnya di tanam di sawah dan
tegalan. Ada tanaman jagung dibudidayakan secara kusus tanpa ada
tanamanlain. Ini biasanya dilakukan di tanah pertanian sawah, sedang di tanah
pertanian tegalan tanaman jagung biasanya sebagai tanaman tumpang sari, bisa
ditanam bersama kacang tanah, kedelai atau kacang hijau dan tanaman lainnya.
Begitu juga pola tanam itu sangat menentukan hasil produksinya.
b. Tenaga kerja :
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang perlu diperhitungkan
dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari
tersedianya tenaga kerja saja tetapi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga
diperhatikan.
c. Benih tanaman :
Dalam proses produksi pertanian, modal dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu modal tidak bergerak (biasanya disebut modal tetap). Faktor produksi
seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori
modal tetap. Sebaliknya modal tidak tetap atau modal variabel, adalah biaya
yang dikeluarkan dalam proses produk dan habis dalam satu kali dalam proses
produksi, misalnya biaya produksi untuk membeli benih (bibit), pupuk, obat-
obatan atau upah yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. Hasil akhir
dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Nilai produksi dari
produk-produk pertanian kadang-kadang tidak mencerminkan nilai sebenamya,
maka sering nilai produksi diukur menurut harga bayangannya/shadow price.
Berdasarkan uraian tentang produksi dan input produksi yang
mempengaruhinya, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh penggunaan input produksi meliputi luas lahan, benih, pupuk,
tenaga kerja terhadap produksi tanaman jagung serta skala hasil (return to scale)
yang menggambarkan perkembangan kegiatan usaha
Dalam peningkatan produksinya,sektor jagung juga memiliki beberapa
permasalahan diantaranya:
a. kesulitan dalam hal pembiayaan usaha, kenaikan ongkos produksi yang relatif
tinggi, dampak serangan hama/OPT yang lebih berat, dampak perubahan iklim
dan atau bencana alam, serta kesulitan dalam mendapatkan dan mengupah
pekerja.
b. Kendala utama yang dihadapi petani dalam usaha tani tanaman jagung adalah
kenaikan ongkos produksi yang relatif tinggi. Persentase rumah tangga jagung
terkait tingginya kenaikan biaya produksi
c. Sementara itu, dalam membudidayakan tanaman kedelai, kendala utama yang
dihadapi petani adalah serangan hama/OPT.
d. produksi jagung mengalami fluktuasi, yaitu berlebihan pada musim panen dan
kekurangan pada musim paceklik sehingga kebituhannya harus dipenuhi dari
impor.
e. produksi di beberapa daerah sentra turun drastis, karena gagal panen, perubahan
cuaca yang ekstrem. Juga tingginya konversi komoditas atau fungsi lahan.
Belum tersedia tersedia fasilitas pascapanen yang memadai, juga infrastruktur
tidak mendukung, serta belum terbentuk sistem pasar yang baik
f. industriawan pakan ternak mengakui sulit menghindari impor jagung. Pasalnya,
pasokan jagung dari petani lokal dinilai tidak stabil, sehingga harus mengimpor
g. Membuat sistem produksi belum menguntungkan petani. Karena belum
maksimalnya dukungan pembiayaan belum maksimal. Sehingga banyak petani
terjerat bandar karena posisi tawar petani yang rendah dan harga jagung yang
ditentukan pasar
Permasalahan tersebut bisa diatasi dengan cara:
a. Perluasan areal panen merupakan satu faktor potensial dalam mendukung
peningkatan produksi jagung . Berkaitan dengan perluasan areal panen ini dapat
dilakukan upaya ekstensifikasi,diversifikasi,rehabilitasi,peningkatan intensitas
tanaman, dan penambahan periode panen jagung.
1) Ekstensifikasi. Dalam pengertian umum,ekstensifikasi merupakan upaya
pengadaan sumber pertumbuhan baru berupa perluasan/penambahan areal
panen.Bilaa berhasil menambah areal baru ratusan ribu hektar per tahun
maka akan terjadi lonjakan produksi jagung secara nyata di tingkat nasional.
2) Diversifikasi. Kegiatan penganekaragaman prodouk industri yang
menggunakan bahan baku jagung. Jelaslah bahwa diversifikasi komoditas
jagung dapay meningkatkan produksi melalui penggantian tanaman lain,
tumpang sari,sisipan, atau sebagai tanaman susulan.
3) Rehabilitasi. Salah satu kegiatan rehabilitasi pada pembudidayaan jagung
adalah perbaikan potensi varietas unggul dengan pemurnian banih atau
penggantian buah hibrida yang sudah berkali-kali ditanam. Rehabilitasi
lahan di antaranya ialah perbaikan kesuburan lahan masam dengan
pemberian kapur dan perbaikan drainase di lahan pasang surut.

b. Perluasan penanaman jagung disarankan dilakukan di daerah bukan baru,antara


lain htan tanaman industri (HTI),daerah transmigrasi,lahan pasang surut,lahan
lebak,dan lahan marjinal lainnya (lahan tidur dan lahan belum produktif lain).
c. Penyuluhan/bimbingan mengenai pengelolaan usaha tani, baik yang berkaitan
dengan kegiatan budidaya tanaman (on-farm) maupun di luar kegiatan budidaya
(off-farm), sangat penting dalam meningkatkan efisiensi usaha tani jagung dan
kedelai yang dijalankan oleh petani. Dengan demikian, produktivitas usaha tani
mereka dapat ditingkatkan. Dalam hal ini, keberadaan para penyuluh pertanian
memegang peranan yang sangat krusial.
d. Bantuan untuk kegiatan usaha tani, baik berupa bantuan pembiayaan maupun
bantuan input atau sarana produksi, sangat dibutuhkan dan diharapkan oleh
petani terutama bantuan pupuk. Bantuan dari pemerintah (pusat dan/atau
pemerintah daerah) yang diterima oleh rumah tangga jagung dan kedelai selama
setahun yang lalu antara lain berupa bantuan input atau sarana produksi (benih,
pupuk, dan pestisida), alat dan mesin pertanian, dan bantuan pembiayaan.
e. Salah satu upaya mengurangi ketergantugan impor di musim paceklik adalah
melakukan penanaman off season (di luar musim tanam).
f. Stabilitas hasil ini dapat ditingkatkan bila petani dapat melakukan tertib waktu
tanam sesuai pola tanam setempat, menggunakan varietas unggul tahan hama
penyakit, menggunakan varietas umur genjah agar terhindar dari cekaman
kekeringan, serta meningkatkan pengendalian hama penyakit secara baik.
g. Penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang tepat dapat membentu
meningkatkan total produksi nasional.untuk itu, peningkatan jasa alsintan
pascapanen di masa mendatang menjadi salah satu faktor penting dalam
menekan kerugian petani. Peran kegiatan penyuluhan pun akan memberi nilai
tersendiri dalam suksesnya penggunaan jasa alsintan tersebut.

2. Kedelai-Biji kering

Produksi kedelai tahun 2014 sebesar 955,00 ribu ton biji kering, meningkat
sebanyak 175,01 ribu ton (22,44 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan
produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 100,20 ribu ton dan di luar Pulau Jawa
sebesar 74,80 ribu ton. Peningkatan produksi kedelai terjadi karena peningkatan luas
panen seluas 64,89 ribu hektar (11,78 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar
1,35 kuintal/hektar (9,53 persen).
Peningkatan produksi kedelai tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Aceh.

Peningkatan produksi kedelai tahun 2014 terjadi pada semua subround yaitu
subround Januari-April, subround Mei–Agustus, dan subround September–Desember
masing-masing sebesar 47,05 ribu ton (21,03 persen), 66,65 ribu ton (26,70 persen),
dan 61,30 ribu ton (19,99 persen) dibandingkan dengan produksi pada subround yang
sama tahun 2013 (year-on-year).

Sentra produksi kedelai pada tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Aceh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedelai yaitu:


a. variabel luas panen kedelai, luas puso kedelai, konsumsi kedelai, curah hujan,
alokasi pupuk bersubsidi, dan ketinggian rata-rata dari permukaan laut mampu
menjelaskan variabilitas produksi kedelai.
b. Jika ada kenaikan nilai impor kedelai 3 bulan berturut-turut sebesar 1% maka
akan menurunkan nilai impor 3 bulan berikutnya sebesar 0,29% dan
menurunkan nilai impor kedelai 2 bulan berikutnya sebesar 0,29%
c. Kenaikan Pendapatan Indonesia akan menaikkan nilai impor kedelai Indonesia
d. Kenaikan nilai tukar rupiah akan menaikkan nilai impor kedelai indonesia
e. Mekanisme menjaga stok kedelai maupun minyak kedelai bermanfaat untuk
menjaga ketersediaan pangan dalam negeri.
Dalam hal ini ada beberapa permasalahan pada sektor kedelai. Beberapa media
masa memberitakan adanya ketarbatasan produksi kedelai dalam negeri sehingga untuk
memenuhi kebutuhan kedelai dan mengatasi problem tersebut pemerintah memilih opsi
pembebasan bea import kedelai hingga 0% yang semula dikenakan beamasuk 5%.
Problem kedelai di Indonesia saat ini masih mengandalkan kedelai impor dari
Amerika terutama untuk produksi tahu tempe dan karena terbatasnya ketersediaan
lahan untuk menanam kedelai. Bahkan diberitakan ada penurunan produksi kedelai
Amerika karena mengalami kegagalan panen akibat iklim/cuaca buruk.
Kendala-kendala pokok dalam sistem komoditas kedelai di Indonesia (Soybean
commodity system in Indonesia) berkaitan dengan produksi dalam negeri.Dengan cara
budidaya kedelai yang masih belum sempurna pada waktu penelitian dilakukan tidak
dapat diharapkan terjadinya peningkatan hasil yang besar.
Terdapat pula temuan secara teknis perlunya penanggulangan dan pengendalian
serangan hama dan penyakit karena terdapat interaksi antara serangan hama dan
penyerapan hara, respon tanaman terhadap pemupukan dan keadaaan hara mikro yang
membutuhkan penelitian dengan bekerjasama melalui lembaga penelitian nasional dan
regional.
Dari sisi pemasaran, untuk sistem pemasaran tradisional hanya menyerap
produksi dalam negeri yang terdiri dari pedagang dan pabrik pengolahan relatif kecil,
dan melayani kebutuhan rumah tangga yang dipasarkan melalui toko-toko dan pasar
tradisional/pasar kecil-pasar kecil. Sistem kedua, adalah import kedelai untuk pabrik-
pabrik besar yang membuat pakan ternak dan barang-barang konsumsi
Sistem pemasaran memiliki saling keterkaitan dan ketergantungan dengan
sistem produksi. Distribusi produksi yang berada di kantong-kantong kecil menyulitkan
efesiensi angkutan dan pemasarannya. Pengembangan sistem pemasaran seharusnya
sejalan dengan sistem produksi. Hal ini dikarenakan sistem pemasaran akan dapat
diperbaiki apabila produski meningkat. Meski demikian bahwa peningkatan produksi
pun tergantung pada ketersediaan layanan yang diperlukan, termasuk didalamnya
sistem pemasaran yang handal.
Untuk membangun sistem produksi pangan yang kuat perlu mengelola secara
optimal sumberdaya yang di miliki. Salah satu versi dari perhitungan areal tanam untuk
swasembada kedelai menyatakan bahwa dibutuhkan tidak kurang dari 1,7 juta hektar
lahan. Namun keinginan tersebut berbanding terbalik dengan fakta di lapangan, dimana
terjadi konversi lahan yang sangat cepat untuk permukiman, industri, jalan raya, dan
sebagainya.
a. Meningkatkan pengetahuan petani tentang menanam kedelai dengan
memperhatikan suntikan dana untuk tanaman kedelai, benih dan pupuk yang
berkualitas.
b. Kedelai sangat rawan hama penyakit, ulat, kutu kebul, cabuk yang semuanya
bisa menyebabkan gagal panen yang berujung pada peningkatan biaya produksi.
Perlu adanya varietas yang relatif tahan terhadap hama mungkin gairah
menanam kedelai akan muncul kembali.
c. Yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah harga. sudah jadi tradisi jika
panen raya tiba maka harga terjun bebas. Jika harga bisa di jaga pada kisaran
petani untung setidaknya keuntungannya sama dengan jagung maka bukan
mustahil kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor.
Melakukan penelitian untuk menjadikan lahan pasang surut sebagai tambahan
areal untuk tanaman kedelai. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
penurunan areal tanam jagung dan palawija lain karena perluasan areal tanam kedelai.
Mengingat potensi lahan kering di tanah air yang masih belum dimanfaatkan secara
optimal terutama tanah asam maka sebagai kelanjutan dari penelitian-penelitian
sebelumnya, seperti IPB telah mengembangkan formula inokulan bakteri bintil akar
untuk peningkatan produksi kedelai pada lahan kering asam (pH 4,0). Dengan
memanfaatkan inokulan tersebut, lahan kering asam dapat ditanami kedelai dengan
produktifitas yang tinggi dan penggunaan pupuk nitrogen dapat dikurangi 50%. Selain
itu, telah dikembangkan juga galur varietas unggul kedelai yang mirip kedelai impor
yang disukai perajin tempe
3. Kacang tanah-Biji kering
Produksi kacang tanah tahun 2014 sebesar 638,90 ribu ton biji kering, menurun
sebesar 62,78 ribu ton (8,95 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi
tersebut terjadi di Jawa dan di luar Pulau Jawa masing-masing sebesar 46,48 ribu ton
dan 16,31 ton. Penurunan produksi kacang tanah tersebut terjadi karena penurunan luas
panen seluas 19,72 ribu hektar (3,80 persen) dan penurunan produktivitas sebesar 0,73
kuintal/hektar (5,40 persen).
Penurunan produksi kacang tanah tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa
Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Penurunan produksi kacang tanah terjadi pada semua subround yaitu pada
subround Januari–April sebesar 37,25 ribu ton (14,36 persen), subround Mei-Agustus
sebesar 12,77 ribu ton (4,33 persen), dan subround September–Desember sebesar 12,77
ribu ton (8,65 persen) dibandingkan dengan produksi pada subround yang sama tahun
2013 (year-on-year).
Sentra produksi kacang tanah pada tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Faktor yang mempengaruhi produksi:

a. Sarana produksi pertanian (saprotan) merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam mendukung perkembangan atau kemajuan pertanian terutama
untuk mencapai tujuan terciptanya ketahanan pangan.
b. Pupuk dan pestisida (obat-obatan pertanian) adalah sarana produksi pertanian
utama yang paling banyak diperlukan petani dalam kegiatan pertanian.
c. Tingkat pemberian air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kacang
tanah. Dengan kadar air 60% kapasitas lapang meningkatkan pertumbuhan dan
produksi kacang tanah yang tertinggi. Interaksi dua faktor antara mikoriza dan
pemberian air meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah
d. pengaruh pupuk kandang kotoran ayam menunjukkan berpengaruh nyata hanya
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, berat basah polong, berat
kering polong, jumlah biji dan berat kering biji.
Permasalahan yang dihadapi:

a. Kesenjangan antara produktifias kacang tanah dengan kebutuhan kacang tanah.


Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun
peningkatan produksi kacang tanah masih belum mampu mencukupi kebutuhan
tersebut.
b. Produsen yang menghasilkan benih kacang tanah masih sedikit sehingga petani
menggunakan benih lokal seadanya. Hal ini dikarenakan produsen masih
cenderung untuk memproduksi tanaman pangan pokok dibadingkan dengan
tanaman kacang-kacangan.
c. Penerapan teknologi belum sesuai anjuran. Teknologi yang diterapkan oleh
petani masih belum sesuai dengan aturan yang seharusnya.Disni misalnya
penggunaan pupuk yang berlebihan, tidak sesuai dosis.
d. Saprodi kurang tersedia pada saat dibutuhkan. Pendistribusian subsidi dari
pemerintah masih belum terealisasikan dengan baik, sehingga pengadaan
saprodi seperti pupuk dan atau benih tidak tersedia saat dibutuhkan.
e. Lahan usaha tani semakin terbatas persaingan dengan komoditi tanaman
pangan lainnya. Kecendrungan konsumen untuk mengkonsumsi nasi,
mengakibatkan kebutuhan akan tanaman pangan yaitu padi semakin meningkat
sehingga petani lebih memilih menanam tanaman pangan daripada tanaman
kacang-kacangan.
Cara mengatasi permasalahan tersebut:
a. Pada petani :
1) Pemanfaatan Lahan kering untuk penanaman kacang tanah
2) Hal tersebut terbukti bahwa lahan kering memberikan konstribusi dalam
peningkatan produksi kacang tanah.
3) Pengembangan pola tanam tumpang sari. Misalnya, tumpangsari ubi kayu
dan kacang tanah.
4) Meningkatkan kinerja petani yang tergabung dalam kelembagaan petani.
Karena kelembagaan merupakan unsur penting dalam penyediaan saprodi
dan teknologi sehingga peani dapat memanfaatkan saprodi dengan baik
sehingga dapat melancarkan kegiatan produksi.
b. Pada literatur :
1) Peningkatan Produktivitas.Upaya peningkatan produktivitas dilaksanakan
melalui penerapan dan pengembangan teknologi, perlindungan tanaman
dari gangguan OPT, penurunan kehilangan hasil panen.
2) Perluasan Areal dan Optimasi Lahan. Perluasan areal dan optimasi lahan
dilaksanakan melalui optimasi lahan melalui peningkatan indeks
pertanaman (IP), optimasi lahan pertanian lainnya, dan optimasi lahan
terlantar.
3) Penyempurnaan Manajemen. Strategi ini dilakukan melalui pengembangan
kebijakan fiskal, perbaikan sistem perkreditan pertanian, pengembangan
sistem resi gudang, penguatan petugas lapangan, pemantapan pola
pengadaan saprodi, penataan kebijakan subsidi pertanian, dan
pengembangan kemitraan.
4. Kacang hijau-Biji kering

Produksi kacang hijau tahun 2014 sebesar 244,59 ribu ton biji kering,
meningkat sebesar 39,92 ribu ton (19,50 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan
produksi kacang hijau tahun 2014 tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 36,49 ribu ton
dan di luar Pulau Jawa sebesar 3,43 ribu ton. Peningkatan produksi tahun 2014 terjadi
karena peningkatan luas panen dan produktivitas masing-masing sebesar 25,94 ribu
hektar (14,25 persen) dan 0,52 kuintal/hektar (4,63 persen).

Peningkatan produksi kacang hijau tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Barat

Peningkatan produksi kacang hijau tahun 2014 terjadi pada subround Mei–
Agustus, dan subround September– Desember masing-masing sebesar 28,03 ribu ton
(34,44 persen) dan 13,08 ribu ton (19,50 persen). Sementara itu, penurunan produksi
terjadi pada subround Januari- April sebesar 1,20 ribu ton (3,64 persen) dibandingkan
dengan produksi pada subround yang sama tahun 2013 (year-onyear).

Sentra produksi kacang hijau tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi:

a. Faktor internal yang harus diperhatikan adalah pemilia varietas kacang hijau.
Varietas kutilang dan varieatas vima-1 merupakan varietas-varieats unggul
kacang hijau. Varieats-varietas tersebut sudah mendapat sertifikat dan dapat
dibudidayakan secara luas.
b. Faktor-faktor eksternal seperti nutrisi (unsur hara), tinggi tempat, penyinaran,
suhu, kelembaban dan pH tanah. Nutrisi atau unsur hara yang dibutuhkan
kacang hijau harus seimbang. Kacang hijau tidak menghendaki pemberian urea
yang berlebihan karena akan menghambat pertumbuhan dari bintil akar. Kacang
hiaju sudah mendapatkan supai nitrogen dari bintil akar tersebut sehingga tidak
membutuhkan suplai urea yang terlalu banyak.

Permasalahan yang terjadi seperti rendahnya produksi kacang hijau nasional antara lain
disebabkan oleh :
a. Rendahnya minat petani melakukan budidaya kacang hijau sesuai rekomendasi
akibat rendahnya insentif/nilai tambah yang diperoleh dibanding dengan
menanam komoditas lainnya.
b. Produsen yang menghasilkan benih kacang hijau masih sedikit sehingga petani
menggunakan benih lokal seadanya.
c. Rendahnya produktivitas di tingkat petani, karena pemeliharaan yang kurang
intensif.
d. Terbatasnya sarana dan prasarana produksi dan pasca panen.
e. Kurangnya permodalan dan prosedur mengakses permodalan yang menyulitkan
petani.
f. Penerapan teknologi anjuran belum diterapkan secara optimal.
g. Persaingan penggunaan sumber daya lahan dengan komoditas pangan lain.
h. Selain hal diatas budidaya kacang hijau masih kurang diminati, karena kacang
hijau sendiri belum termasuk bahan pangan yang banyak dikonsumsi
masyarakat dibandingkan kedelai, padi dan jagung.
Cara untuk mengatasi permasalahan tersebut:
a. Peningkatan produksi kacang hijau dapat dilakukan dengan cara memperbaiki
kultur teknis petani, mendapatkan varietas-varietas yang produksinya tinggi dan
masak serempak, serta peningkatan usaha pasca panen.
b. Dari segi agronomis dapat dilakukan dengan tindakan penggunaan pupuk pada
budidaya tanaman kacang hijau. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen
secara kuantitatif maupun kualitatif
c. Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang hijau dapat dilakukan
dengan menyediakan unsur hara yang cukup dan berimbang. Salah satu usaha
untuk memenuhi kebutuhan akan unsur hara dapat dilakukan dengan pemberian
pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk
hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Kebutuhan
pupuk organik (kompos) mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Besarnya
permintaan pupuk organik didorong oleh kondisi lahan yang semakin hari
semakin rusak. Pupuk organik dijadikan sarana untuk memperbaiki kualitas
fisik, kimia dan biologi tanah. Tanah yang terlalu keras diharapkan dapat
menjadi gembur lagi karena pengaruh pupuk organik
d. Banyak bahan dari limbah sisa dari panen baik dari limbah pertanian maupun
perkebunan yang sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan pupuk organik
namun kurang mendapat perhatian. Ampas teh, blotong dan sludge adalah
limbah perkebunan yang dapat digunakan sebagai pupuk organik dengan biaya
murah dan ramah lingkungan.
5. Ubi kayu-Umbi basah

Produksi ubi kayu tahun 2014 sebesar 23,44 juta ton umbi basah, menurun
sebanyak 500,54 ribu ton (2,09 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi
tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebesar 106,49 ribu
ton dan 394,05 ribu ton. Penurunan produksi ubi kayu terjadi karena penurunan luas
panen seluas 62,26 ribu hektar (5,84 persen) meskipun produktivitas mengalami
peningkatan sebesar 8,95 kuintal/hektar (3,98 persen).
Penurunan produksi ubi kayu tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Lampung,
Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah.

Penurunan produksi ubi kayu tahun 2014 terjadi pada subround Mei–Agustus
sebesar 1 204,93 ribu ton (11,96 persen), sedangkan subround Januari–April dan
September–Desember mengalami kenaikan masing-masing sebesar 615,43 ribu ton
(13,75 persen) dan 88, 96 ribu ton (0,95 persen) dibandingkan dengan produksi pada
subround yang sama tahun 2013 (year-on-year).

Sentra produksi ubi kayu tahun 2014 adalah Provinsi Lampung, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.

Faktor yang mempengaruhi faktor produksi:

a. Produksi ubi kayu dipengaruhi secara signifikan oleh variabel harga ubi kayu,
luas areal panen ubi kayu dan harga pupuk urea.
b. Lahan, ketersediaan pupuk, benih, kredit, pengairan, sistem transportasi,
pestisida dan mesin pertanian. Selain itu kebijakan pemerintah yang efektif
dalam pengontrolan harga untuk tanaman pangan maupun input pertanian juga
akan mempengaruhi perilaku petani untuk berproduksi. Sedangkan konsumsi
adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan barang untuk keperluan
tertentu. Adanya kegiatan konsumsi dalam jumlah besar maka terbentuklah
permintaan.
c. Peningkatan luas areal ubi kayu yang dilakukan bersamaan dengan peningkatan
produktivitas lahan panen ubi kayu melalui peningkatan teknologi pertanian
berupa penyediaan benih unggul serta meningkatkan asupan pupuk pertanian.
Permasalahan yang dihadapi:
a. Memerlukan bahan tanam yang banyak untuk suatu luasan lahan, biaya
transportasi bibit mahal, serta ruang untuk penyimpanan bibit juga harus luas.
b. Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah produktivitas yang masih
rendah yaitu 12,2 ton/ha Hal ini disebabkan karena ubi kayu hanya merupakan
tanaman sela atau tumpangsari yang hasilnya dianggap sebagai hasil sampingan.
Disamping itu, penggunaan varietas lokal dan pemeliharaan yang apa adanya
menyebabkan hasil yang diperoleh mempunyai nilai ekonomis yang sangat
rendah.
c. Kendala berikutnya yang juga cukup penting adalah masalah tata niaga yang
selalu dipengaruhi oleh fluktuasi harga. Hal ini disebabkan ubi kayu memiliki
daya simpan yang rendah, sementara kebutuhan keluarga sangat mendesak,
sehingga ubi kayu dijual dengan harga murah. Kondisi ini membuat petani
mengalihkan perhatian dan usaha taninya ke komoditi lain yang lebih
menjanjikan.
Cara mengatasi masalah-masalah tersebut:
a. Pemupukan dengan berbagai dosis kombinasi NPK dan pupuk organik
berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi besar/tanaman, bobot umbi/tanaman,
dan hasil umbi.
b. Tanaman ubi kayu biasanya diperbanyak dengan menggunakan stek batang.
Keuntungan melakukan perbanyakan tanaman dengan menggunakan stek
adalah waktunya lebih cepat dan hasilnya pun akan sama dengan tanaman
induknya.
c. Dalam upaya meningkatkan produktivitas ubi kayu, maka perlu masukan
teknologi yang dapat meningkatkan hasil per tanaman. Teknologi yang
memungkinkan untuk di introduksi dalam rangka meningkatkan hasil adalah
dengan menggunakan klon-klon unggul seperti Adira, Malang, Darul Hidayah
dan teknologi mukibat.
d. Pemilihan ubi karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi karet memiliki
daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman mempunyai luas daun lebih
luas dan laju fotosintesis lebih besar.
e. Dengan upaya mengadakan kerjasama antara para petani ubi kayu dengan
pengguna/pemakai ubi kayu (baik dengan kapasitas pabrik yang cukup besar,
maupun dengan kapasitas pabrik yang sedang), sehingga dapat diciptakan
bentuk kerjasama

6. Ubi jalar-Umbi basah

Produksi ubi jalar tahun 2014 sebesar 2,38 juta ton umbi basah, menurun
sebanyak 4,07 ribu ton (0,17 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi
tersebut terjadi di luar Pulau Jawa sebesar 97,76 ribu ton, sedangkan di Pulau Jawa
mengalami peningkatan sebesar 93,69 ribu ton. Penurunan produksi ubi jalar terjadi
karena penurunan luas panen seluas 5,09 ribu hektar (3,15 persen), sedangkan
produktivitas mengalami kenaikan sebesar 4,53 kuintal/hektar (3,07 persen) dibanding
tahun 2013.

Penurunan produksi ubi jalar tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa
Timur, Nusa tenggara Timur, dan Jawa Barat.

2014 terjadi pada subround Januari–April dan subround Mei–Agustus masing-


masing sebesar 8,77 ribu ton (1,20 persen) dan 56,66 ribu ton (6,70 persen). Sementara
itu, produksi ubi jalar pada subround September–Desember mengalami kenaikan
sebesar 61,36 ribu ton (7,59 persen) dibandingkan dengan produksi pada subround yang
sama tahun 2013 (year-on-year).

Sentra produksi ubi jalar tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Barat, Papua, Jawa
Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.

Faktor yang mempengaruhi produksi: Jumlah produksi ubi jalar, jumlah bibit,
jumlah pupuk urea, jumlah pupuk kandang, jumlah pupuk KCL, jumlah pupuk NPK,
jumlah pupuk SP-36, jumlah pestisida regen, jumlah pestisida furadan,jumlah HOK.

Permasalahan yang dihadapi:

a. Ukuran ubi dinilai kurang memuaskan karena tingkat penyerapan zat-zat penting
untuk akar kurang maksimal. Ubi jalar yang akan dipenen bila musim kemarau
panjang diguyur hujan dengan intensitas rendah biasanya ubi akan membusuk belum
lagi serangan hama penyakit yang menyebabkan turunnya atau bahkan gagal panen
yang tentunya merugikan dan dapat menyusutkan semangat petani untuk
menanamnya.
b. Keterbatasan dana merupakan salah satu masalah yang kerap terjadi bagi sebagian
petani kecil dan dilihat dari segi perannya, ubi jalar bukan merupakan makanan
pokok seluruh masyarakat Indonesia. Dilihat dari luas lahan panen yang semakin
menyusut, besar kemungkinan persaingan lahan antara masyarakat untuk
pembangunan dan menanam tanaman bernilai ekonomi lain yang lebih tinggi
menjadi salah satu penyebab berkurangnya lahan produksi. Daya jual ubi jalar di
pasar kurang menggiurkan dibandingkan tanaman pangan yang lain salah satu alasan
yang disebut-sebut sebagai dalang menurunnya antusias bertani ubi jalar.
Cara mengatasi permasalahan tersebut:
a. Dalam membudidayakan tanaman ubi jalar diperlukan syarat tumbuh yang baik agar
perkembangannya maksimal diantaranya ditanam di ketinggian 500-1000 m dpl
dengan suhu antara 25-270C dan curah hujan antara 750-1500 mm/tahun dan pH
tanah 5,5-7,5. Ukuran ubi dinilai kurang memuaskan karena tingkat penyerapan zat-
zat penting untuk akar kurang maksimal.

b. Dari segi ekonomis dan bisnis, ubi jalar layak diusahakan untuk memenuhi
permintaan konsumen yang cukup tinggi maka masih diusahakan dalam skala yang
relatif kecil dengan manajemen yang sederhana. Agar potensi yang ada pada usaha
pengolahan ubi jalar semakin di kenal masyarakat. Maka dari itu perlu adanya cara
untuk mengurangi permasalahan ini, seperti teknologi yang digunakan dalam
budidaya tanaman ubi jalar, salah satunya adalah pemanfaatan kompos kulit kakao
untuk meningkatkan produksi dan keuntungan bagi masyarakat.
c. Kompos kulit kakao ini sangat layak digunakan untuk peningkatan hasil produksi
ubi jalar, karena mengandung unsur hara yang sangat dibutuhkan ubi jalar. Selain
efektif kompos kulit kakao ini dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia dan juga
dapat menekan biaya para petani dalam budidaya tanaman ubi jalar, sehingga petani
memperoleh hasil dan keuntungan yang lebih tinggi.
d. mengembangkan ubi jalar melalui promosi, pameran, dan penyuluhan yang
memberikan gambaran bahwa ubi jalar dapat diangkat menjadi sumber bahan
pangan alternatif. Pemerintah dapat juga memberikan kebijakan harga dasar yang
layak untuk merangsang minat petani mengembangkan ubi jalar sebagai salah satu
program diversifikasi pangan.
e. Pengembangan produk ubi jalar siap masak merupakan produk olah ubi jalar yang
masih memerlukan satu tahap pengolahan lagi untuk dapat disantap. Produk ubi jalar
siap masak ini berbentuk instant atau quick cooking products, misalnya sarapan
serealia, ekstruksi, makanan kaleng, makanan beku, produk mie. Pengolahan dalam
bentuk ini dilakukan pada tingkat industry (pabrik).

2.3 SAYURAN (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi,


Permasalahan Yang Ada Dan Cara Mengatasinya)

Tabel Perkembangan Luas Panen dan Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2009-
2014
Jumlah Sayuran Peningkatan/Penurunan Terhadap Tahun
Sebelumnya
Luas Produksi Luas Panen Produksi
Tahun Panen (Ha) (Ton)
Absolut % Absolut %
2009 1.078.159 10.628.285 - - - -
2010 1.110.586 10.706.386 32.427 3,01 78.101 0,73
2011 1.080.243 10.871.224 -30.343 -2,73 164.838 1,54
2012 1.089.409 11.264.972 9.166 0,85 393.748 3,62
2013 1.099.846 11.558.449 10.437 0,96 293.476 2,61
2014 1.125.063 11.918.571 25.217 2,29 360.122 3,12
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan produksi
beragam, yang mencakup:

1. Usaha budidaya komoditas hortikultura sebagian besar berskala mikro dan


kecil, bahkan hanya diusahakan sebagai tanaman pekarangan, lokasinya
terpencar, dan penerapan GAP masih sangat terbatas;
2. Kurangnya ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk perluasan areal
tanam, dimana lahan untuk komoditas hortikultura digunakan secara tumpang
sari atau bergiliran dengan tanaman pangan;
3. Sistem pengairan belum baik, dimana sebagian besar lahan hortikultura masih
tergantung pada hujan;
4. Ketersediaan dan penggunaan benih bermutu varietas unggul masih terbatas;
5. Keterbatasan penyediaan dan penerapan inovasi teknologi pada prapanen dan
pascapanen, dimana penelitian dan pengembangan masih kurang fokus dalam
mengatasi permasalahan di dalam usaha tani hortikultura;
6. Serangan OPT masih tinggi, sistem peringatan dini belum berkembang,
penerapan PHT masih terbatas, pengendalian OPT masih banyak yang
menggunakan pestisida sehingga residunya dapat mengganggu kesehatan atau
keamanan pangan;
7. Terjadinya perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim;
8. Kondisi infrastruktur yang kurang memadai (jalan, sumber air, sistem irigasi
dan listrik);
9. Kurangnya kemampuan SDM, baik manajerial maupun teknis dalam usaha
hortikultura;
10. Kelembagaan pedagang belum berkembang dan pola hubungan pedagang besar,
menengah, kecil , belum tertata secara baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sayur di indonesia menurut


Suratiyah (2015) dalam produksi sayur dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor alam,
tenaga dan modal. Faktor alam yang mempengaruhi produksi sayur sendiri dibagi
menjadi dua yaitu sebagai berikut :

1. Faktor iklim
Faktor iklim pada suatu daerah dapat mempengaruhi jenis tanaman,
teknik bercocok tanam, kuantitas dan kualitas produk, pola pergiliran tanaman,
jenis hama dan penyakit, dan lain sebagainya.
2. Faktor tanah
Tanah merupakan faktor penting dalam produksi sayuran, karena tanah
merupakan tempat tumbuhnya tanaman. Misalkan tanah liat yang dapat
menghambat proses produksi karena pada musim kering tanah menjadi padat
dan susah untuk digarap (Suratiyah, 2015).

Selain faktor alam, faktor tenaga kerja juga dapat mempengaruhi proses
produksi. Faktor tenaga kerja bukan hanya dilihat dari ketersediaan tenaga kerja saja,
namun kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan. Jumlah tenaga kerja
masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin,
musim dan upah tenaga kerja. Bila kualitas tenaga kerja tidak diperhatikan, maka dapat
menghambat proses produksi (Habib, 2013).

Ada pula faktor lainnya yang dapat mempengaruhi produksi yaitu faktor modal.
Ketersediaan modal usaha dalam produksi sayuran dapat menjadi masalah utama.
Dengan kekurangan atau tidak adanya modal membuat petani mengurangi pemberian
pupuk sehingga tidak sesuai dengan yang direkomendasikan. Selain itu karena
kekurangan modal petani melakukan penundaan pemberian pupuk, sedangkan ketidak
tepatan waktu dalam memberikan pupuk dapat mempengaruhi tingkat efisiensi
(Sukiyono, 2005).

Terdapat berbagai cara dalam mengatasi permasalahan produksi sayur


berdasarkan faktor yang mempengaruhinya yaitu sebagai berikut :
1. Kemajuan teknologi
Dalam mengatasi permasalahan dalam produksi sayur yang disebabkan oleh
faktor alam dapat dilakukan dengan adanya kemajuan teknologi. Dengan adanya
kemajuan teknologi dapat mengubah keadaan tanah dengan kondisi ekstrim
menjadi tanah yang subur (Suratiyah, 2015).
2. Penyuluhan pertanian
Berdasarkan UU No. 16 tahun 2016 tentang sistem penyuluhan pertanian,
perikanan, dan kehutanan, fungsi dilakukannya dilakukannya penyuluhan pertanian
adalah sebagai berikut:
a. Memfasilitasi proses pembelajaran petani.
b. Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan patani ke sumber informasi,
teknologi, dan sumber daya lainnya agar dapat mengembangkan usahanya.
c. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan
petani.
d. Membantu petani dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata
kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan.
e. Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan
tantangan yang dihadapi petani dalam mengelola usaha.
f. Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian
fungsi lingkungan.
g. Melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian yang maju dan
modern bagi petani secara berkelanjutan.
3. Kelompok tani
Dengan pembentukan kelompok tani pengadan sarana produksi dan
penjualan hasil dapat dilakukan secara bersama. Sehingga volume sarana produksi
yang dibeli dan volume hasil yang dijual akan semakin besar, yang akan membuat
biaya pengadaan menjadi lebih rendah (Nuryanti & Swastika, 2011).

2.4 BUAH (Data Baru/Komoditas Padi Di Indonesia, Faktor Produksi, Permasalahan


Yang Ada Dan Cara Mengatasinya)

Terdapat perbandingan hasil panen pada tahun 2013-2014. Luas panen tanaman
buah di Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan, yaitu dari 829.563 hektar
pada tahun 2013 naik menjadi 873.833 hektar pada tahun 2014 atau sekitar 5,34 persen.
Perbandingan luas panen buah secara rinci disajikan pada tabel berikut.

Perbandingan Luas PanenTanaman Buah di Indonesia Tahun 2013-2014

Perbandingan
Luas Panen (Ha) Share 2014
2014
NO Komoditas terhadap
terhadap
2013 2014 nasional
2013
1 Alpukat 22.214 24.200 8,94 2,77
2 Belimbing 3.117 3.066 -1,62 0,35
3 Duku/Langsat 26.560 23.212 -12,60 2,66
4 Durian 61.246 67.779 10,67 7,76
5 Jambu Biji 9.654 9.028 -6,48 1,03
6 Jambu Air 13.036 13.227 1,46 1,51
7 Jeruk Siam/Keprok 48.154 51.098 6,11 5,85
8 Jeruk Besar 5.362 5.665 5,65 0,65
9 Mangga 247.239 268.053 8,42 30,68
10 Manggis 18.200 15.197 -16,50 1,74
11 Nangka/Cempedak 53.217 55.693 4,65 6,37
12 Nanas 15.807 15.617 -1,20 1,79
13 Pepaya 11.304 10.217 -9,61 1,17
14 Pisang 103.449 100.600 -2,75 11,51
15 Rambutan 87.063 102.843 18,13 11,77
16 Salak 29.711 28.575 -3,82 3,27
17 Sawo 10.018 11.009 9,90 1,26
18 Markisa 1.899 1.462 -23,01 0,17
19 Sirsak 4.886 4.900 0,30 0,56
20 Sukun 11.214 11.190 -0,22 1,28
21 Apel 3.734 2.773 -25,73 0,32
22 Anggur 167 219 31,02 0,03
23 Melon 7.068 8.185 15,80 0,94
24 Semangka 32.210 35.802 11,15 4,10
25 Blewah 2.289 3.435 50,07 0,39
26 Stroberi 745 787 5,64 0,09
Total Luas Panen 829.563 873.833 5,34 100,00

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa lima komoditas yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap peningkatan luas panen buah tahun 2014 adalah mangga,
rambutan, pisang, durian, nangka/cempedak dan jeruk siam/keprok. Seiring dengan
peningkatan luas panennya, produksi tanaman buah meningkat sekitar 8,30 persen, dari
sebesar 18.288.279 ton pada tahun 2013 menjadi 19.805.977 ton pada tahun 2014.
Perbandingan produksi tanaman buah secara rinci disajikan pada tabel berikut.
Perbandingan Luas Panen Tanaman Buah di Indonesia Tahun 2013 dan 2014

Produksi (Ton) Perbandingan


Share 2014
2014
NO Komoditi terhadap
2013 2014 Terhadap
nasional
2013
1 Alpukat 289.893 307.318 6,01 1,55
2 Belimbing 79.634 81.653 2,54 0,41
3 Duku/Langsat 233.118 208.424 -10,59 1,05
4 Durian 759.055 859.118 13,18 4,34
5 Jambu Biji 181.632 187.406 3,18 0,95
6 Jambu Air 91.284 91.975 0,76 0,46
7 Jeruk Siam/Keprok 1.548.394 1.785.256 15,30 9,01
8 Jeruk Besar 106.338 141.288 32,87 0,71
9 Mangga 2.192.928 2.431.330 10,87 12,28
10 Manggis 139.602 114.755 -17,80 0,58
11 Nangka/Cempedak 586.356 644.291 9,88 3,25
12 Nanas 1.882.802 1.835.483 -2,51 9,27
13 Pepaya 909.818 840.112 -7,66 4,24
14 Pisang 6.279.279 6.862.558 9,29 34,65
15 Rambutan 582.456 737.239 26,57 3,72
16 Salak 1.030.401 1.118.953 8,59 5,65
17 Sawo 127.686 138.206 8,24 0,70
18 Markisa 141.190 108.145 -23,40 0,55
19 Sirsak 52.081 53.059 1,88 0,27
20 Sukun 106.934 103.483 -3,23 0,52
21 Apel 255.245 242.915 -4,83 1,23
22 Anggur 9.473 11.143 17,62 0,06
23 Melon 125.207 150.347 20,08 0,76
24 Semangka 460.628 653.971 41,97 3,30
25 Blewah 26.493 38,666 45,95 0,20
26 Stroberi 90.352 58.882 -34,83 0,30
Total Luas Panen 18.288.279 19.805.977 8,30 100,00
Faktor yang mempengaruhi produksi komoditas buah

Data produksi buah-buahan dalam kurun waktu 2013-2014 yang diperoleh dari
Kementerian Pertanian (2014) dengan cakupan sebanyak 26 jenis buah-buahan
menunjukkan sifat yang fluktuatif dengan adanya sebagian komoditi ada yang
mengalami peningkatan dan ada juga sebagian komoditi yang mengalami penurunan.
produksi buah-buahan dari tahun 2013-2014 mengalami peningkatan dari 18.288.279
Ton menjadi 19.805.977 Ton. Dengan asumsi bahwa jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2013-2014 adalah sebesar 243,56 juta jiwa, maka ketersediaan buah-buahan pada
tahun 2013-2014 adalah 81,31 kg/kap/tahun. Angka tersebut sudah melampaui standar
kecukupan konsumsi buah-buahan yang direkomendasikan FAO/WHO. Dengan
asumsi bahwa data produksi tersebut. benar, maka tingkat konsumsi buah-buahan yang
rendah dari masyarakat Indonesia menunjukkan adanya masalah dalam hal aksesibilitas
maupun pemanfaatan buah-buahan tersebut.

Diantara berbagai jenis buah-buahan yang tercatat produksinya, pi mangga,


jeruk, salak dan nanas merupakan komoditas buah-buahan dengan tingkat produksi
tertinggi, hingga di atas 1 juta ton . Tingginya tingkat produksi tidak selaras dengan
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang baik. Sebagai contoh, untuk komoditas
mangga dan nanas tingkat produksinya yang tinggi tidak sejalan dengan tingkat
konsumsinya. Untuk mangga hal tersebut dapat dijelaskan oleh sifat produksinya yang
musiman, sehingga terdapat kemungkinan bahwa waktu pendataan tidak bersamaan
dengan musim panen mangga sehingga tingkat konsumsi yang tercatat relatif sangat
rendah. Untuk komoditas nenas, terdapat kemungkinan bahwa produksi nenas banyak
digunakan untuk bahan baku industri olahan, seperti misalnya nenas kaleng, dan relatif
sedikit digunakan untuk konsumsi langsung.

Permasalahan dalam komoditi buah dan cara mengatasinya

Walaupun Indonesia mempunyai potensi produksi yang sangat besar, terdapat


berbagai kendala dalam pengembangannya. Skala pengusahaan buahbuahan lokal yang
masih kecil, menjadikan sulit untuk menjamin kuantitas, kualitas, standarisasi, dan
kontinyuitas buah lokal tersebut, padahal faktor-faktor tersebut sangat menentukan
daya saing buah lokal. Di samping itu, buah local menghadapi masalah penanganan
pascapanen dan daya simpan yang menyebabkan tingginya tingkat kerusakan dan susut.
Harga buah lokal yang relatif rendah juga tidak memberikan insentif kepada petani
untuk mengembangkan produksi buah lokal.

Selain permasalahan tingkat konsumsi buah yang rendah, buah lokal harus
menghadapi situasi genting. Dari buruknya penanganan selepas panen, pola pikir
masyarakat terhadap buah lokal, hingga serbuan buah impor.

Secara umum, pola konsumsi buah dapat dibagi menjadi lima. Yang pertama
adalah konsumsi untuk rumah tangga. Persentasenya paling besar, mencapai 40 persen.
Pengonsumsi buah kedua adalah sektor industri. Buah dipakai untuk membuat jus
hingga minuman ringan. Persentase sektor ini mencapai 30 persen. Selanjutnya,
industri hotel, restoran, dan unit usaha food and beverage adalah pengonsumsi buah
dengan persentase permintaan sekitar 20 persen. Kemudian kurang dari 10 persen
adalah buah yang dikonsumsi hanya di musim tertentu. Seperti durian, mangga, atau
buah naga. Sisa beberapa persen adalah buah untuk pasar ekspor.

Meningkatnya permintaan buah impor juga didorong oleh pandangan konsumen


tentang kualitas buah. Para konsumen beranggapan buah yang baik adalah yang
berwarna cerah dan bersih. Ada banyak pertimbangan dalam menilai kualitas buah.
Rasa dan fisik adalah pertimbangan utama. Tapi kenyataannya, sering kali masyarakat
tidak peduli rasa, asal tampilan fisik buah bagus. Hal ini turut berperan meningkatkan
impor buah.

Selain perihal tampilan fisik, ada banyak permasalahan penting yang harus
diurus jika ingin buah lokal berjaya di negeri sendiri. Antara lain jalur distribusi dan
jalur tata niaga. Masalah pokok pengembangan hortikultura, termasuk buah-buahan,
adalah belum adanya ragam kualitas yang diminta pasar. Penyebabnya banyak, dari
kurangnya penguasaan teknologi oleh para petani hingga kurangnya koordinasi di
antara pelaku bisnis hortikultura.

Kelemahan lain buah lokal adalah sistem distribusi. Ada banyak kasus buah
busuk dalam perjalanan karena jalan rusak atau tidak ada kendaraan pengangkut.
Padahal, buah adalah komoditas yang cepat busuk dan rusak. Ini jelas berpengaruh
terhadap pendapatan para petani ataupun distributor.
Tentu ada banyak hal yang seharusnya dikerjakan pemerintah. Antara lain
subsidi pupuk, penyuluhan tentang standar buah, kemudahan penerbitan sertifikat
kualitas, hingga perbaikan infrastruktur distribusi buah.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Absari, UD. (2007). Perancangan Produksi Pangan Berdasarkan Daya Dukung Pangan.
Jurnal Institut Pertanian Bogor. Retrieved 02 20, 2017. From
repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/10371/8/Bab%20II%202007uda.pdf

UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan. Retrieved 02 20, 2017. From


http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=5wi43wZMaMUe9clfuVfMQ26IlDQPaCHTUWr
OmU%2BCrCY%3D

UU No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 –
2025. Retrieved 02 20, 2017. From
https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2015/02/uu-no-17-th-2007.pdf.

Kementrian Pertanian RI. (2011). Revisi rencana strategis badan ketahanan pangan tahun
2010–2014. Retrieved 02 20, 2017. From bkp.pertanian.go.id

PERSAGI. (2014). Ketahanan pangan dan gizi. Badan Ketahanan Pangan. Retrieved 02 20,
2017. From http://file.persagi.org/share/39%20
Ketahanan%20Pangan%20&%20Gizi.pdf.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. (2015). Outlook Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan Padi. Retrieved 02 20, 2017. From
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id

Irawan, B. Agribisnis Sayuran Dan Buah: Peluang Pasar, Dinamika Produksi Dan Strategi
Peningkatan Daya Saing. Retrieved 02 20, 2017. From
http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/memperkuat_dayasaing_produk_pe/BAB-III-
3.pdf

Holtikultura. Diakses pada tanggal 23 Februari 2017 dari http://hortikultura.pertanian.go.id/

Masa Depan Buah Lokal. 2015. Diakses tanggal 22 Februari 2017 dari
http://geotimes.co.id/masa-depan-buah-lokal/#gs.ygJ8LK4

BPS, 2016. [Online]


Available at: https://www.bps.go.id/site/pilihdata
[Accessed 25 02 2017].
BPS, 2016. Badan Pusat Statistik. [Online]
Available at: https://www.bps.go.id/brs/view/id/1271
[Accessed 26 02 2017].

FAO, 2016. Food Outlook Biannual Report on Global Food Market, United Nations: Food
and Agriculture Organizations of The United Nations.

Hafri, N. D., 2015. OPINI MAHASISWA. [Online]


Available at: http://kab.faperta.ugm.ac.id/permasalahan-dan-strategi-pembangunan-
komoditas-beras-di-indonesia/
[Accessed 24 02 2017].

Hermanto, Azahari, D. H., Rachmat, M. & Ilham, N., 2015. LAPORAN ANALISIS
KEBIJAKAN TAHUN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PANGAN STRATEGIS. p. 21.

Indonesia Investments, 2016. Komoditas Beras. [Online]


Available at: http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/beras/item183?
[Accessed 22 02 2017].

Kementerian Pertanian, 2016. [Online]


Available at: http://tanamanpangan.pertanian.go.id/index.php/informasi/82
[Accessed 24 02 2017].

Rusono, N. et al., 2014. PENYUSUNAN RPJMN 2015-2019. p. 87.

Shadily, H., 1984. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier
Publishing Projects.

Solopos, 2017. Solopos Digital Media. [Online]


Available at: http://www.solopos.com/2017/01/23/produksi-beras-2016-surplus-menteri-
pertanian-klaim-tak-akan-impor-beras-786797
[Accessed 26 02 2017].

Tarigan, E., 2016. [Online]


Available at: http://ekbis.rmol.co/read/2016/12/28/274258/Setelah-32-Tahun,-Indonesia-
Kembali-Swasembada-Beras-
[Accessed 24 02 2017].
Hadi, Prajogo et al.(2011). Outlook Pertanian 2010-2025. Pusat Sosial Ekonomi Dan
Kebijakan Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian
Pertanian. Tersedia :http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2011_4_03.pdf

Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2014. Tersedia :


http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_342738.pdf

Habib, A. (2013). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI


JAGUNG. Agrium, 18, 79-87.

Nuryanti, S., & Swastika, D. (2011). Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi
Pertanian. Forum Penelitian Argo Ekonomi, 115-128.

Sukiyono, K. (2005). Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Usaha Tani Cabai Merah di Kecamatan
Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro Ekonomi, 176-190.

Suratiyah, K. (2015). Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM


PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN. (2006). Retrieved
from http://cybex.pertanian.go.id/files/UU%20No%2016%202006%20SP3K.pdf

Produksi Tanaman Pangan. 2014. Diakse pada tanggal 22 Februari 2017 dari :
https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Produksi-Tanaman-Pangan-2014_rev.pdf

Moehar, D., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara.

Murdiantoro, B., 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Desa Pulorejo
Kecamatan Winong Kabupaten Pati. Semarang: Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.

Rahim, A., Retno, D. & Hastuti, D., 2007. Ekonomika Pertanian (pengantar, teori dan kasus).
Jakarta: Penebar Swadaya.

Soekartawi, 1991. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai