Anda di halaman 1dari 28

Proposal Hari : Senin

MK. TPPP Tanggal : 24 Februari 2020

FERMENTASI
(PENGARUH DOSIS PEMBERIAN RAGI TERHADAP HASIL
FERMENTASI TAPE TALAS)

Disusun Oleh :

1. Annisa Anastasia : P031813411004


2. Claudia Nasya Jodi : P031813411007
3. Dysa Masyuni : P031813411019
4. Melinda Rahmasari Firdaus : P031813411017
5. Melyani Rizky Ayundra Putri : P031813411018
6. Putri Karlina : P031813411025
7. Rahmani Zilda : P031813411028
8. Sonia Gustina : P031813411031
9. Taufiq Hidayat : P031813411035
10. Vinna Riztiwana : P031813411038

Kelompok 1, D-III GIZI Tk 2 A

Dosen Pengampu :

Esthy Rahman Asih, S.TP, M.Sc

Sri Mulyani, S.TP, M.Si

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
PROGRAM STUDI D-III GIZI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
kegiatan praktikum dan penulisan proposal terkait fermentasi

Dengan selesainya proposal terkait Fermentasi Hewani atau Nabati


praktikan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen, asisten
pembimbing, dan semua pihak atas segala bimbingan,petunjuk,saran-saran yang
sangat berharga kepada praktikan sejak pelaksanaan praktikum sampai dengan
penulisan laporan lengkap ini.

Dalam penulisan dan penyusun proposal ini mungkin masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan dan
kemampuan praktikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas segala budi baik dan jasa
bapak, ibu, para asisten serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
laporan lengkap ini.

Pekanbaru, 14 Febuari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB I .......................................................................................................................1

PENDAHULUAN ..................................................................................................1

1.1. Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah .....................................................................................2

1.3. Tujuan........................................................................................................3

BAB II .....................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................4

2.1. Fermentasi .................................................................................................4

2.1.1 Pengertian Fermentasi .....................................................................4

2.1.2 Manfaat Fermentasi .........................................................................8

2.1.3 Perubahan sselama Proses Fermentasi .............................................9

2.1.4 Pentingnya starter pada penbuatan makanan Fermentasi ..............12

2.2 Talas ..........................................................................................................12

2.2.1 Definisi Talas .................................................................................12

2.2.2 Klasifikasi Talas .............................................................................13

2.2.3 Kandungan Gizi Talas ....................................................................14

2.3. Tape Talas ...............................................................................................15

2.3.1 Difinisi Tape Talas .........................................................................15

BAB III ..................................................................................................................18

METODOLOGI ...................................................................................................18

3.1. Waktu dan tempat....................................................................................18

3.2. Bahan dan alat .........................................................................................18

2
3.3. Prosedur ...................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman fauna yang


melimpah. Kemelimpahan tersebut bagi sebagian besar masyarakat Indonesia
digunakan sebagai sumber bahan baku utama pengganti beras, salah satunya
adalah talas.

Tanaman pangan sumber karbohidrat memiliki peranan penting dalam


menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Salah satu contohnya yaitu tanaman talas
sebagai sumber karbohidrat yang terdiri dari beberapa varietas. Pada umumnya,
bagian dari tanaman talas yang dapat dipanen adalah umbinya. Salah satu umbi
dari varietas talas yang memiliki kandungan karbohidrat cukup tinggi adalah umbi
talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Menurut Tabel Komposisi Pangan
Indonesia (2009), kandungan karbohidrat yang terdapat dalam umbi talas kimpul
adalah sebesar 34,2 gr/100gr

Pada umumnya talas dikonsumsi dalam bentuk digoreng untuk berbagai


magam snack dan kripik. Sebenarnya tanaman talas bisa dibuat berbagai macam
makanan yang bernilai gizi tinggi melalui proses fermentasi salah satu contohnya
adalah pembuatan tape talas. Dalam proses fermentasi, berlangsung beberapa
aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang. Sedangkan tape
merupakan makanan selingan yang digemari oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. (Annisa, 2017).

Tape adalah makanan tradisional yang mudah dalam pengolahan dan tidak
membutuhkan biaya yang mahal. Tape merupakan makanan khas olahandari
aneka bahan pangan yang mengandung karbohidrat. Proses pembuatan tape
melalui proses fermentasi diperlukan ragi tape yang akan mengubah karbohidrat
dalam bahan pangan menjadi gula dan alkohol (Rukmana dan Yuniarsih, 2001).

Pada proses pembuatan tape, kendala utama yang dihadapi dalam proses
pembuatan tape selama ini adalah hasil dari proses fermentasi menghasilkan rasa
asam ataupun pahit. Ini disebabkan karena dosis ragi yang diberikan tidak

4
memiliki takaran pasti. Masyarakat memberikan ragi secara kira-kira dan sulit
diketahui secara pasti dosis ragi yang benar. Ini yang menjadi faktor utama
gagalnya proses pembuatan tape.

Menurut Apriyani, dkk (2017), penggunaan jumlah ragi menjadi faktor


utama yang harus diperhatikan karena jika jumlah ragi yang digunakan terlalu
sedikit maka proses menjadi tape akan berjalan lama, akan tetapi jika jumlah
ragi digunakan terlalu banyak akan menghambat mikroorganisme yang berperan
dalam proses fermentasi dan mikroorganisme pembusuk akan tumbuh sehingga
tape menjadi busuk. Semakin tinggi jumlah tape yang digunakan maka semakin
banyak khamir (Saccharomyces cerevisae) yang terbentuk.

Kemudian Abdillah, dkk (2017), semakin tinggi pemberian dosis ragi


maka cenderung menurunkan kandungan gula reduksi yang dihasilkan baik pada
perlakuan tanpa gula atau dengan ditambah gula. Jumlah mikroba perombak yang
terdapat di dalam tape lebih banyak, terutama enzim intervase yang dihasilkan
semakin banya, sehingga semakin banyak glukosa yang dirombak menjadi etanol
dan akibatnya kandungan gula reduksi menurun.

Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk melakukan penelitian


yang berjudul “Pengaruh Dosis Pemberian Ragi Terhadap Hasil Fermentasi Tape
Talas (Colocasia esculenta)”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh dosis ragi terhadap hasil fermentasi tape talas


(Colocasia esculenta) ?

2. Bagaimana tingkat kesukaan terhadap masing-masing dosis ragi yang


dihasilkan dari proses fermentasi.

5
1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh dosis ragi terhadap hasil fermentasi tape talas


(Colocasia esculenta).

2. Mengetahui tingkat kesukaan terhadap masing-masing dosis ragi yang


dihasilkan dari proses fermentasi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fermentasi
2.1.1 Pengertian Fermentasi

Fermentasi berasal dari kata fervere (Latin) yang berarti mendidih,


menggambarkan aksi ragi pada ekstrak buah selama pembuatan minuman
beralkohol. Pengertian fermentasi agak berbeda antara ahli mikrobiologi dan ahli
biokimia. Pengertian fermentasi dikembangkan oleh ahli Biokimia yaitu proses
yang menghasilkan energi dengan perombakan senyawa organik. Ahli
mikrobiologi industri memperluas pengertian fermentasi menjadi segala proses
untuk menghasilkan suatu produk dari kuktur mikroorganisme (Sulistyaningrum,
2008).

Fermentasi juga dapat diartikan sebagai suatu disimilasi senyawa-senyawa


organik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Disimilasi merupakan
reaksi kimia yang membebaskan energi melalui perombakan nutrient. Pada proses
disimilasi, senyawa substrat yang merupakan sumber energi diubah menjadi
senyawa yang lebih sederhana atau tingkat energinya lebih rendah. Reaksi
disimilasi merupakan aktivitas katabolik sel. Proses fermentasi mendayagunakan
aktivitas mikroba tertentu atau campuran beberapa spesies mikroba. Mikroba yang
banyak digunakan dalam proses fermentasi antara lain khamir, kapang dan
bakteri. Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi telah memungkinkan
manusia untuk memproduksi berbagai produk yang tidak dapat atau sulit
diproduksi melalui proses kimia. Teknologi fermentasi merupakan salah satu
upaya manusia dalam memanfaatkan bahan-bahan yang berharga relatif murah
bahkan kurang berharga menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi dan
berguna bagi kesejahteraan hidup manusia (Kasmiran, 2011).

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi


senyawa yang lebih sederhana dengan melibatkan mikroorganisme. Menurut
Ganjar (2012), fermentasi adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa-
senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein, dan bahan organik lain) baik dalam
keadaan aerob maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh

7
mikroba. Fermentasi bahan pakan mampu mengurai senyawa kompleks menjadi
sederhana sehingga siap digunakan larva. Selain itu, sejumlah mikroorganisme
diketahui mampu mensintesis vitamin dan asamasam amino tertentu yang
dibutuhkan oleh larva hewan akuatik.

Pada proses fermentasi diperlukan substrat sebagai media tumbuh mikroba


yang mengandung zat-zat nutrisi yang dibutuhkan selama proses fermentasi
berlangsung (Fardiaz, 2008). Lebih lanjut dinyatakan bahwa substrat dapat berupa
substrat sumber karbon dan substrat sumber nitrogen. Selulosa sebagai salah satu
sumber karbon dalam proses fermentasi telah banyak digunakan karena mudah
didapat. Fardiaz (2008) juga menyatakan bahwa penggunaan selulosa sebagai
sumber karbon tidak dapat digunakan secara langsung tetapi harus mengalami
proses hidrolisis terlebih dahulu secara kimia atau enzimatik.

Produk terfermentasi umumnya mudah diurai secara biologis dan


mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari bahan asalnya (Winarno et al.,
1980). Hal tersebut selain disebabkan oleh sifat mikroba yang katabolik atau
memecah komponen-komponen yang komplek menjadi lebih sederhana sehingga
lebih mudah dicerna, tetapi juga dapat mensintesis beberapa vitamin yang
komplek.

2.1.2 Manfaat Fermentasi

Manfaat fermentasi antara lain dapat mengubah bahan organik kompleks


seperti protein, karbohidrat, dan lemak menjadi molekul-molekul yang lebih
sederhana dan mudah dicerna, mengubah rasa dan aroma yang tidak disukai
menjadi disukai dan mensintesis protein. Manfaat lain dari fermentasi adalah
bahan makanan lebih tahan disimpan dan dapat mengurangi senyawa racun yang
dikandungnya, sehingga nilai ekonomis bahan dasarnya menjadi jauh lebih baik.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa fermentasi juga berfungsi sebagai salah


satu cara pengolahan dalam rangka pengawetan bahan dan cara untuk mengurangi
bahkan menghilangkan zat racun yang dikandung suatu bahan serta adanya
berbagai jenis mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk

8
mengkonversikan pati menjadi protein dengan penambahan nitrogen anorganik
melalui fermentasi.

2.1.3 Perubahan selama proses fermentasi

Selama fermentasi pada bahan makanan akan terjadi perubahan-perubahan


pada komponen-komponen dalam bahan tersebut seperti disebutkan di atas yaitu
antara lain perubahan (pemecahan) protein, lemak, karbohidrat (hidrat arang).

a. Protein
Protein dari bahan selama fermentasi akan dipecah oleh aksi enzim
dari mikroba menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu peptida-
peptida, pepton dan asam amino. Oleh karena bahan makanan yang
kita makan juga akan dipecah dalam perut menjadi asam-asam amino
sebelum diserap oleh usus kita, maka jika kita makan akan
terfermentasi, protein akan lebih mudah dicerna dan diserap usus
karena sudah ada dalam bentuk senyawa-senyawa yang sederhana.
Oleh karena itu makanan terfermentasi dari kedele (terutama tempe)
sekarang ini banyak diteliti dan dikembangkan untuk makanan anak-
anak pra-sekolah dinegara-negara yang sedang berkembang.
b. Lemak
Lemak selama fermentasi juga akan dipecah yaitu menjadi asam-asam
lemak dan gliserin. Enzim pemecah lemak berbeda dengan enzim
pemecah protein. Enzim pemecah lemak adalah lipase sedangkan
pemecah protein adalah proteinase.
c. Karbohidrat
Karbohidrat seperti halnya protein dan lemak, juga akan dipecah oleh
enzim pemecah karbohidrat yang dikeluarkan oleh mikroba. Pati akan
dipecah menjadi dekstrin, maltosa atau glukosa.
d. Lain-lain
Selama fermentasi bahan makanan akan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam kandungan vitamin. Vitamin-vitamin ada yang
meningkat dan ada pula yang turun dalam bahan makanan tersebut.

9
Pada proses fermentasi, mikroba yang berperan ada tiga macam yaitu
khamir (yeast), kapang (mold), dan bakteri.
a. Khamir (yeast)
Khamir (yeast) disebut juga roti karena khamir ini digunakan
untuk membuat roti. Disamping itu digunakan pula untuk
pembuatan wine terutama jenis Saccharomyces sp.
Perkembang biakan dapat dilakukan dengan perkawinan
seksual dan aseksual. Perkembangan dapat dilakukan dengan
perkawinan dua hipe atau dengan melakukan pertunanasan/
penonjolan hipe atau dengan spora.
b. Kapang
Kapang adalah mikroba yang banyak dipakai untuk membuat
makanan terfermentasi. Makanan fermentasi yang bahan
bakunya dari kedele atau kacang tanah hampir seluruhnya
dibuat dengan menggunakan kapang, baik pada pembuatan
tempe, kecap, tauco, taoji ataupun oncom. Makanan
terfermentasi dari kedele atau kacang tanah yang tidak
menggunakan kapang pada pembuatannya ialah “yoghurt”
kedele, “keju” kedele dan “keju” kacang tanah Kapang waktu
tumbuh pada bahan akan membentuk “benang-benang”
(mycelium) dan menembus ke dalam sel-sel bahan makanan
tersebut. Kapang juga akan membentuk spora-spora yang
merupakan “alat” untuk berkembang biak. Jika spora-spora ini
terbawa angin dan jatuh pada bahan makanan yang cocok
untuk pertumbuhan kapang tersebut, maka kapang akan
tumbuh pada bahan makanan tersebut. Jenis kapang kadang-
kadang dapat dibedakan dari warna sporanya, misalnya kapang
oncom merah (Neurospora sitophila) warna sporanya jingga,
kapang tempe (Rhizopus sp) hitam.

10
c. Bakteri
Bakteri berperan pada pembuatan kecap yaitu pada waktu
perendaman kedele yang telah dijamurkan (ditumbuhi kapang)
dalam larutan garam. Bakteri disini berperan dalam
meningkatkan bau kecap dan tauco dan membentuk asam-
asam. Demikian pula pada ikan peda, keju dan yoghurt

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jalannya proses fermentasi


yaitu diantaranya air, udara (oksigen), suhu dan asam.

a. Air
Air merupakan bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba.
Mikroba tidak akan tumbuh jika kadar air bahan kecil sekali. Air
penting sekali untuk pertumbuhan mikroba oleh karena diperlukan
untuk mengangkut zat-zat makanan ke dalam selnya.
b. Udara
Udara diperlukan oleh mikroba pada proses fermentasi seperti tempe,
kecap, tauco dan oncom sedangkan pada pembuatan anggur
sebaliknya. Tanpa ada udara, mikrobanya (terutama jamur) akan
tumbuh kurang baik dan pertumbuhannya akan dikalahkan oleh
mikroba lain (terutama bakteri) sehingga bahan akan busuk.
c. Suhu
Suhu juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses
fermentasi. Suhu untuk pertumbuhan mikroba yang satu dan yang
lainnya umumnya berbeda titik optimumnya.
d. Asam
Asam dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk oleh karena
asam dapat menurunkan pH dari bahan makanan. Pada fermentasi
dengan menggunakan kapang sebaiknya pH bahan makanan rendah
oleh karena kapang lebih mampu tumbuh dibandingkan dengan
bakteri.

11
2.1.4 Pentingnya starter pada pembuatan makanan terfermentasi

Starter atau bibit merupakan bahan yang penting pada pembuatan


makanan terfermentasi. Starter merupakan sumber mikroba yang diperlukan untuk
fermentasi. Tanpa menggunakan starter pada pembuatan makanan terfermentasi
tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan, bahkan menyebabkan kegagalan-
kegagalan. Selain itu starter juga dapat merupakan “alat” untuk mempertahankan
mutu makanan terfermentasi. Mutu starter atau kemurnian starter juga dapat
mempengaruhi hasil. Jika starternya tidak murni (mengandung mikroba yang
tidak diinginkan), maka mutu makanan terfermentasi akan terpengaruh (Beuchat,
2001)

2.2 Talas

2.2.1 Definisi Talas

Talas adalah nama untuk berbagai macam tumbuhan yang lazim ditanam
untuk dimanfaatkan umbi atau daunnya. Talas tersebar dalam tiga genus
tumbuhan yaitu Colocasia, Xanthosoma, dan Alocasia, dari famili Araceae.
Keladi, dasheen, taro, sato imo dan eddo merupakan Colocasia, sedangkan
kimpul, yautia, tannia dan malanga termasuk Xanthosoma, dan sente serta birah
adalah Alocasia. Semua tanaman tersebut dinamakan talas (Nur, 2006).

Talas mempunyai beberapa nama umum yaitu Taro, Old cocoyam,


‘Dash(e)en’ dan ‘Eddo (e)’. Di beberapa negara dikenal dengan nama lain,
seperti: Abalong (Philipina), Taioba (Brazil), Arvi (India), Keladi (Malaysia),
Satoimo (Japan), Tayoba (Spanyol) dan Yu-tao (China). Talas diklasifikasikan
dalam tumbuhan berbiji (Spermatophyta) dengan biji tertutup (Angiospermae)

12
berkeping satu (Monocotyledonae). Talas merupakan tumbuhan asli daerah tropis
yang bersifat perennial herbaceous, yaitu tanaman yang dapat tumbuh bertahun-
tahun dan banyak mengandung air (Rukmana, 2008).

Tanaman talas memiliki tinggi sekitar 40-200 cm, sementara menurut


Oschse et al. (2006) bentuk dan ukuran tanaman talas bervariasi, umumnya
memiliki tinggi sekitar 50–150 cm. Tanaman talas umumnya memiliki jumlah
bunga 2-5 buah yang muncul secara bersama–sama, dan tumbuh di antara sudut
daun (leaf axil ) dengan panjang 15 – 30 cm. Bunga jantan biasanya memiliki
benang sari sebanyak 2–3 buah, sedangkan bunga betina jarang terdapat pada
tanaman. Talas merupakan tanaman umbi–umbian yang dapat mengeluarkan
getah berwarna putih seperti susu. Tanaman ini memiliki daun berbentuk perisai
dan warna daun yang sangat bervariasi tergantung varietasnya. Pada setiap
permukaan daun dan pelepah tanaman ini dilapisi oleh lapisan lilin untuk
melindungi diri. Bentuk umbi talas (colocasia escluenta ) adalah lonjong sampai
agak membulat dan berdiameter sekitar 10 cm. kulitnya berwarna kemerah –
merahan dan dagingnya berwarna putih keruh (Muchtadi dan Sugiyono, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Talas


Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott))

Klasifikasi Tanaman Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)

Divisi : Tracheophyta
Sub divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Familia : Araceae
Marga : Colocasia
Spesies : Colocasia esculenta (L) Schott.

13
Morfologi Tanaman Talas Tanaman talas (Colocasia esculenta (L) Schott)
pada umumnya dapat tumbuh secara liar dan dibudidayakan dengan baik
sampai ketinggian 2000 m dpL, mempunyai bentuk batang yang silindris
dengan bagian di dalam tanah membentuk umbi, lunak, cokelat muda,
berdaun tunggal dan lebar. Tanaman talas juga diketahui bertangkai yang
berbentuk silindris dengan panjang 50-70 cm yang berwarna hijau sampai
keunguan, yang keluar dari pangkal 4-5 helaian daun berbentuk seperti
jantung memanjang, tepi rata dengan ujung meruncing dan pangkal berlekuk
dengan pertulangan daun menyirip, tebal dengan permukaan bagian atas daun
tahan air (waterproof) yang berwarna hijau tua. Bunga tunggal yang tumbuh
keluar dari ketiak daun dengan warna putih. Bagian yang sering dikonsumsi
sebagai olahan pangan dengan cara dikukus terlebih dahulu adalah umbinya
(Nasution, 2015).

2.2.4 Kandungan Gizi


Tabel 1. Daftar kandungan gizi talas

Kandungan gizi Talas


Air (g%) 73
Energi (kal) 98
Protein (g%) 1,9
Lemak (g%) 0,2
Karbohidrat (g%) 23,7
Ca (mg%) 28

14
P (mg%) 61
Fe (mg%) 1,0
Vit.A (Sl/100g) 20
Vit.B (mg%) 0,13
Vit. C (ng%) 4

2.3 Tape Talas

Talas merupakan tanaman pangan alternatif Indonesia yang sudah lama


dibudidayakan masyarakat Indonesia. Talas dari mulai daun dan umbinya
mempunyai kandungan gizi yang cukup baik. Talas mengandung unsur mineral
dan vitamin, sehingga dapat dijadikan obat-obatan, umbi talas juga berpotensi
sebagai sumber karbohidrat dan protein yang cukup tinggi. Umbi talas juga
mengandung lemak, vitamin A, B1 dan sedikit vitamin C (Richana:2012).
Tape adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari
proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan. Tape
bisa dibuat dari singkong atau ubi kayu dan talas dan hasilnya dinamakan tape
singkong atau tape talas.
Tape hasil fermentasi dengan ragi yang didominasi S. cerevisiae umumnya
berbentuk semi-cair, lunak, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan
memiliki tekstur lengket. Produksi tape biasanya dilakukan oleh industri kecil dan
menengah sebagai kudapan atau hidangan pencuci mulut (Richana:2012).

A. Cara Kerja Pembuatan Tape Talas


Menurut Sujarwanta (2015) cara kerja pembuatan tape talas yaitu sebagai
berikut :
1. Memilih Talas yang baik sebanyak 2500 gram kemudian mengupas
kulitnya dan mencuci hingga bersih lalu memotongnya menjadi beberapa
bagian kecil dengan ukuran 2x2 cm bagian yang sama.
2. Merendam talas dengan air hangat ±3 jam.
3. Mengukus potongan talas selama 20 menit dalam dandang.

15
4. Mendinginkan talas hingga mencapai suhu kamar. Setelah talas menjadi
dingin menaburkan ragi tape yang telah dihaluskan sebelumnya dengan
jumlah takaran ragi yang sama yaitu 0,5 gram,untuk 100 gram talas kukus.
5. Membungkus potongan talas yang telah ditaburi ragi dalam daun pisang
kemudian memfermentasikan talas selama 48, 54, 60 dan 66 jam dalam
tempat tertutup .
6. Panen tape talas kemudian melihat kandungan proteinnya

Talas mentah memiliki kandungan protein 1,5%, setelah talas diolah


menjadi tape dan diberikan perlakuan dengan lama fermentasi tape terdapat
perubahan kandungan protein. Protein yang terkandung dalam tape talas semakin
lama fermentasi maka akan menurun kandungan protein didalamnya. Menurunya
kandungan protein pada tape talas terjadi karena proses hidrolisis protein dalam
talas semakin besar. Oleh karena itu, semakin lama proses fermentasi pada tape
talas, maka semakin rendah pula kadar protein yang dimilikinya. Akan tetapi pada
lama waktu fermentasi tertentu protein yang dimiliki tape talas meningkat. Hal ini
terjadi karena dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang
akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks menjadi sederhana dan mikroba
juga akan mensintesis protein yang merupakan proses Protein enrichement yaitu
pengkayaan bahan protein.

B. Kandungan Protein Tape Talas


Talas mentah memiliki kandungan protein 1,5%, setelah talas diolah
menjadi tape dan diberikan perlakuan dengan lama fermentasi tape terdapat
perubahan kandungan protein. Protein yang terkandung dalam tape talas semakin
lama fermentasi maka akan menurun kandungan protein didalamnya. Menurunya
kandungan protein pada tape talas terjadi karena proses hidrolisis protein dalam
talas semakin besar. Oleh karena itu, semakin lama proses fermentasi pada tape
talas, maka semakin rendah pula kadar protein yang dimilikinya. Akan tetapi pada
lama waktu fermentasi tertentu protein yang dimiliki tape talas meningkat. Hal ini
terjadi karena dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang
akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks menjadi sederhana dan mikroba

16
juga akan mensintesis protein yang merupakan proses Protein enrichement yaitu
pengkayaan bahan protein.

Pada waktu lama fermentasi 48 sampai dengan 60 jam merupakan masa


pertumbuhan mikroba, dan mencapai titik puncak pada waktu 60 jam, karena pada
waktu 60 jam ini mikroba berada pada tahap logarithmic phase yang merupakan
massa pertumbuhan mikroba yang akan meningkatkan kandungan protein.
Kandungan protein yang dihasilkan merupakan refleksi dari jumlah massa sel.
Mikroba akan mensintesis protein yang merupakan proses protein enrichment
yaitu proses peningkatan protein. Sedangkan pada waktu fermentasi 66 jam
mikroba mengalami death phase yang merupakan fase kematian, sehingga
kandungan protein yang dimiliki tape talas mulai menurun, dan lebih kecil dari
perlakuan 54 dan 60 jam. Didalam tape talas jenis mikrobanya adalah kapang
Aspergilius yang mengubah karbohidrat menjadi glukosa dan khamir
Saccharommyces, yang mengubah glukosa menjadi alkohol.

C. Uji Organoleptik Tape Talas


a. Warna Tape Talas
Winarno (2004) menjelaskan bahwa warna merupakan salah satu
komponen atribut penting dalam organoleptik. Warna menjadi salah satu faktor
yang menentukan mutu secara kasat mata atau secara visual. Warna dominan
putih abu-abu ini merupakan karakteristik dari talas bentul. Dapat disimpulkan
untuk organoleptik warna putih abu-abu merupakan warna terbaik tape talas.

b. Aroma Tape Talas


Aroma terkait dengan indra pembau pada manusia Sujarwanta (2015)
memaparkan bahwa “siklus aroma dan keinginan untuk mengkonsumsi makanan,
tidak terjadi pada saat kita mengunyah makanan.

c. Rasa Tape Talas


Berdasarkan hasil uji organoleptik rasa tape talas di ketahui bahwa dari 4
perlakuan yang di ujikan dalam uji ini perlakuan fermentasi 60 jam yang paling di
suka oleh panelis, yaitu berkisar 50% menyatakan sangat enak, sedangkan pada

17
fermentasi 48 jam hanya 5 %, fermentasi 54 jam 25% dan fermentasi 66 jam 0%.
Tape yang melalui fermentasi anaerob akan memiliki rasa manis dibandingkan
denan tape hasil fermentasi aerob, hal ini disebabkan karena mikroba yang
terkandung dalam ragi ini tidak dapat melakukan kativitasnya dengan sempurna
bila dengan fermentasi aerob (Sujarwanta : 2015). Tape memiliki rasa manis
keasaman, dan mengandung alkohol.

d. Tekstur Tape Talas


Tape umumnya mempunyai tekstur yang lunak,berair, bertekstur lengket
dan lembut (Sujarwanta : 2015), hal ini disebabkan karena dalam proses
fermentasi terjadi penguraian gula sederhana menjadi alkohol yang disertai
dengan pelepasan kandungan air, sehingga air dalam bahan makanan semakin
meningkat dan menyebabkan tekstur dari tape tersebut menjadi sangat lunak.
Selain itu juga faktor pengukusan juga mempengaruhi tekstur dari tape talas.
Semakin lama proses pengukusan maka tekstur tape talas akan lebih lunak, hal ini
dikarenakan saat selama proses pengukusan dapat meningkatkan kandungan air
pada talas

2.4 Ragi Tape

Menurut (Siebenhandl, Lestario, Trimmel, & Berghofer, 2011) Ragi tape


atau yang sering disebut sebagai “ragi” adalah starter untuk membuat tape ketan
atau tape singkong. Ragi mengandung mikroorganisme yang dapat mengubah
karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi
menjadi alkohol. Selain itu, ragi tape juga menghasilkan enzim Fitase. Kandungan
pada ragi dalam 100 gram yaitu protein sebanyak 43 gram, karbohidrat sebanyak
3 gram, kalsium sebanyak 140 gram, air sebanyak 10 gram dan kalori sebanyak
136 kkal. tape, makanan Indonesia, diproduksi dengan menumbuhkan jamur dan
ragi pada ketan atau ketela (ubi). Makanan ini dibuat dengan terlebih dahulu
mengukus ketan atau merebus singkong, menuangkan ragi atau bubuk ragi untuk
membantu proses fermentasi, dan menyimpannya selama beberapa hari untuk
memungkinkan proses fermentasi berlangsung. Hasilnya adalah tape ketan yang
manis, lezat, dan aromatic.

18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 ALAT DAN BAHAN

Alat :

 Baskom
 Timbangan digital
 Timbangan biasa
 Talenan
 Mangkok
 Dandang
 Spatula
 Jepit
 Saringan

Bahan :

 Talas 250 gr
 Ragi
 Daun pisang

3.2 WAKTU DAN TEMPAT

a. Hari / Tanggal : Selasa, 18 Februari 2020

b. Waktu : 07.30 - selesai

c. Tempat : Laboratorium Pangan Poltekkes Kemenkes Riau

19
3.3 PROSEDUR

3.3.Tape Talas
Talas

Bersihkan talas, kemudian dicuci bersih


dan dipotong-potong

Lalu di rebus selama 30 menit, kemudia


dinginkan dnegan suhu ruangan

Setelah dingin, tambahin ragi dengan


konsentrasi ragi sesuai perlakuan
0,50%, 0,75%, 1,00% dari berat umbi
talas

Kemudia umbi dibungkus


menggunakan daun pisang dan
disimpan dengan suhu ruangan selama
2 hari

Jadilah tape talas

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

5 Series3

4 Series2

3 Series1

0
Perlakuan Rasa Manis Rasa Asam Tekstur Kesukaan
4.2
Pembahasan

Tape adalah makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan


pangan berkarbohidrat, seperti singkong, oleh ragi. Makanan tradisional
dari Indonesia ini populer di Jawa dan dikenal di seluruh tempat, mulai
dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Di Jawa Barat, tape singkong dikenal
dengan nama peuyeum (bahasa Sunda).

Tape singkong adalah tape yang terbuat dari bahan dasar singkong.
Pembuatan tape singkong melibatkan umbi singkong tersebut sebagai
substrat dan ragi tape (Chlamydomucor, Saccharomyces cerevisiae, dll)
yang dibalurkan pada umbi singkong yang telah dikupas kulitnya.
Pembuatan tape singkong biasanya memerlukan waktu antara 2 hingga 3
hari untuk proses fermentasinya.

Pada pratikum kali ini kami mencoba membuat produk tapai


dengan mengganti bahan dasar singkong menjadi talas dengan tambahan
ragi, dengan konsentrasi yang berbeda-beda yakni ragi 0,50%, ragi 0,75%

21
dan ragi 1,00%. Bahan-bahan setiap bahan ditimbang dengan jumlah yang
sama.

Untuk pembuatan tape, pertama-tama talas dikupas terlebih dahulu,


kulit talas kemudian dicuci dan dikerik hingga bersih dari lendirnya,
setelah kulit talas dikupas dan dicuci kemudian direbus, perebusan
dilakukan sampai talas menjadi empuk dan masak. Setelah itu talas
didiamkan sampai dingin kemudian ditaburkan ragi secara merata,
penaburan ragi dilakukan dengan menggunakan saringan teh tujuannya
yaitu agar ragi yang ditaburkan tersebar rata pada talas . Setelah itu,
disimpan talas yang telah ditaburi ragi kedalam wadah tertutup yang telah
di lapisi oleh daun pisang. Setelah itu tape yang ada didalam wadah
tertutup disimpan selama ± 2 hari agar terjadinya proses fermentasi.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada kadar gula yang
terkandung dalam keladi (zat pati dalam keladi) yang digunakan dan
produk yang dihasilkan. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam
sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Gula adalah bahan yang
umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol,
asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga
dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk
menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.

Pembuatan tape melibatkan banyak mikroorganisme,


mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah kapang
Amylomyces rouxii, Mucor sp., dan Rhizopus sp.; khamir
Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii,
Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis; serta bakteri Pediococcus
sp. dan Bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja
sama dalam menghasilkan tape. Mikroorganisme dari kelompok kapang
akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecahkan
amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih sederhana
(disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan
sakarifikasi (saccharification), yang akan merubah sebagian gula-gula

22
sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma
alkohol pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin kuat
alkoholnya. Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang
dilakukan oleh jamur Saccharomyces cerivisiae. Jamur ini memiliki
kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi
alkohol dan karbondioksida. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam
proses pembuatan tape ini terlibat pula mikrorganisme lainnya, yaitu
Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua
mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula
sederhana (glukosa). Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel
dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). (Fardiaz, 1992)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui organoleptik rasa manis, tekstur


dan kesukaan menunjukan hasil tidak signifikan berarti terdapat pengaruh
tidak nyata (p>0,05) sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Namun, pada
organoleptik rasa asam diperoleh hasil signifikan yang berarti terdapat
pengaruh nyata (p,<0,05). Tabel 2 menunjukan bahwa organoleptik rasa
manis, tekstur dan kesukaan pada tape umbi talas kimpul dengan berbagai
konsentrasi ragi T1 (0,50%), T3 (0,75%) dan T3 (1,00%) dapat diketahui
tidak adanya perbedaan akibat perlakuan. Hasil organoleptik rasa asam
pada tape hasil fermentasi umbi talas kimpul dengan berbagai konsentrasi
ragi T1 (0,50%), T3 (0,75%) dan T3 (1,00%) diperoleh masing – masing
sebesar 2,7 skor agak asam; 3,1 skor asam dan 2,6 skor agak asam.
Semakin besar konsentrasi ragi tape umbi talas kimpul yang digunakan,
maka semakin besar nilai organoleptik rasa asam yang dihasilkan. Rasa
asam yang dihasilkan disebabkan dari hasil metabolit penguraian pati
menjadi alkohol, asam dan CO2. Hal ini sesuai dengan pendapat Owens
(2015) bahwa selain dari produksi glukosa, asam laktat dan etanol yang
memberikan rasa tape yang manis – asam sedikit aroma alkohol, terdapat
mikroba yang digunakan dalam fermentasi juga menghasilkan produk
metabolit lain yang berperan dalam rasa dan aroma tape, seperti etil asetat
yang dihasilkan pada tape memberikan aroma khas yang kuat. Perbedaan
rasa asam yang dihasilkan oleh panelis pada perlakuan tape umbi talas

23
kimpul dengan berbagai konsentrasi ragi dikarenakan ketajaman
pengecapan yang dimiliki masing – masing orang berbeda. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hutapea (2006) bahwa perbedaan ketajaman pengecapan
diakibatkan perbedaan dari segi faktor keturunan, ada yang
memilikiputing pengecap (taste buds) rasa asam yang lebih peka
dibandingkan puting pengecap rasa lainnya sehingga terasa dominan rasa
asam. Selain itu, air liur masing – masing orang memiliki cita rasa yang
berbeda dan akan mempengaruhi cita rasa makanan yang dicicipinya.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian pada tapai talas yang telah dilakukan oleh kelompok kami
didapatkan hasil yaitu:

Semakin besar konsentrasi ragi yang digunakan maka semakin menurun


total padatan terlarut, semakin tinggi kadar alkohol, dan semakin rendah nilai
pH. Organoleptik rasa asam terendah konsentrasi ragi 0,50% dengan skor agak
asam dan tertinggi konsentrasi ragi 1,00% dengan skor asam. Pada pembuatan
tape umbi talas, sebaiknya konsentrasi ragi yang digunakan adalah kurang dari
0,50% karena kadar alkohol yang dihasilkan sampai konsentrasi ragi 0,50%
paling rendah.

Saran

Sebaiknya dalam melakukan penelitian atau percobaan berikutnya yang


menggunakan uji organoleptik dapat dilakukan didalam ruangan yang
memiliki pencahayaan yang lebih terang agar warna produk yang telah dibuat
tampak lebih jelas kejernihan warnanya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, FA., Bintoro P., Nurwantoro. 2017. Mutu Kimia dan Organoleptik Tape

Hasil Fermentasi Umbi Talas Kimpul (Xanthosoma sagittifolium)

dengan Berbagai Konsentrasi Ragi. Jurnal Teknologi Pangan . 6(1) : 43

Apriyani, dkk. 2017. Pengaruh variasi dosis ragi terhadap kadar glukosa pada

tape pisang kepok. Seminar Nasional Pendidikan. 2(6) : 6.

Asnawi, dkk. 2013. Karateristik tape ubi kayu (Manihot utilissima) melalui

proses pematangan dengan penggunaan pengontrol suhu. Jurnal

Bioproses Komoditas Tropis. 1(2) : 57.

Beuchat L.R. 2001.Traditional Fermented Foods. In Food Microbiology,


Fundamentals and Frontiers., Doyle, M.P, L.R., Beuchat and T.J
Montville. ASM press. Washington, D.C.
Budiarto, M.O., dkk. 2017. ‘Potensi Nilai Ekonomi Talas Beneng (Xanthosoma
Undipes K.Koch) Berdasarkan Kandungan Gizinya’ Jurnal
Kebijakan Pembangunan Daerah, 1(1), pp: 1-12
Fardiaz, S. 1998. Fisiologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas Lembaga
Sumberdaya Informasi IPB.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka
Utama; Jakarta.
Gandjar, I. 1983. Perkembangan mikrobiologi dan bioteknologi di Indonesia.
Mikrobiologi di Indonesia. PRHIMI, hlm. 422-424.
Hutapea, A.M. 2006. Keajaiban – Keajaiban dalam Tubuh Manusia. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Kasmiran, A. 2011. “Pengaruh Lama Fermentasi Jerami Padi Dengan
Mikroorganisme Lokal Terhadap Kandungan Bahan Kering, Bahan
Organik, Dan Abu”. Lentera : Vol.11, No.1
Nasution, S.B. 2015. Pengaruh Lama Perendaman terhadap Kandungan Sianida
pada Ubi

26
Kayu Beracun Tahun 2015. Jurnal Ilmiah PANNMED, Vol. 10, No. 2
Desember
2015
Protein Pada Tape Talas (Colocasia esculenta) Sebagai Sumber Belajar Biologi

SMA Kelas XII Pada Materi Bioteknologi Pengolahan Bahan

Pangan.BIOEDUKASI, 6(1).

Richana, Nur. 2012. Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Bandung: Nuansa Cendikiawa.

Rukmana, R., Yuniarsih, Y. 2001. Aneka Olahan Ubi kayu. Yogyakarta


:Kanisius.

Sujarwanta, E. B. P. A. (2015). Pengaruh Variasi Lama Fermentasi Terhadap

Kandungan

Sulistyaningrum, L.S. “Optimasi Fermentasi”. Skripsi. Universi- tas Indonesia : F


MIPA
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

27

Anda mungkin juga menyukai