Sonya Hakim R
NIM 21030114120075
ii
RINGKASAN
Tempe merupakan makanan tradisional dari Indonesia yang selama ini sudah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat. Tempe merupakan makanan yang berbahan dasar dari
kedelai serta mudah untuk membuatnya, sehingga tempe dapat dijadikan lahan industri
rumahan. Tujuan praktikum ini adalah membuat tempe dari variabel bahan yang telah
ditentukan mengetahui pengaruh bahan dasar, media pembungkus, banyaknya ragi terhadap
kualitas tempe dan mengevaluasi pengaruh kondisi proses terhadap kualitas tempe.
Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Besarnya
kadar air, abu dan protein pada tempe menurut SNI secara berturut-turut yaitu maksimal 65%
(b/b), maksimal 1,5% (b/b), dan minimal 16% (b/b). Pembuatan tempe dilakukan secara
fermentasi yang merupakan segala proses untuk menghasilkan suatu produk dari kultur
mikroorganisme. Dalam praktikum ini digunakan mikro organisme Rhyzopus orizae. Jamur
Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan
asam amino.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kedelai, ragi dan beras merah. Serta
bahan pembantu berupa daun pisang dan karton. Garis besar dari praktikum ini adalah
pembersihan bahan baku dengan cara dicuci kemudian dikupas kulitnya, dikukus, dikeringkan
dan sebar dengan ketebalan 1-2 cm. Setelah kering bahan diinokulasikan, selanjutnya bahan
dicampur dengan ragi dan dibungkus. Amati perubahan berat, warna, aroma, tekstur miselium
pada tempe.
iii
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat, kenikmatan dan hidayah-Nya sehingga Laporan Praktikum Bioproses dengan materi
Asam Sitrat dapat terselesaikan.
Dalam laporan ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa doa, bantuan dan dukungan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini ingin disampaikan rasa terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr.Ing. Silviana ,S.T.,M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium Mikrobiologi
Industri Universitas Diponegoro.
2. Ibu Jufriyah, ST selaku laboran Laboratorium Mikrobiologi Industri Universitas
Diponegoro.
3. Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Universitas Diponegoro.
4. Sonya Hakim R selaku asisten pengampu materi tempe Laboratorium Mikrobiologi Industri
Universitas Diponegoro.
Dalam penulisan laporan ini tentunya masih banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan.Diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang berkaitan
dengan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat
berguna sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Syarat dan mutu tempe menurut SNI 01-3144-2009 ............................................ 4
Tabel 2.2 Berbagai Jenis Tempe di Indonesia ..................................................................... 5
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Tingginya kebutuhan kedelai secara nasional tidak sebanding dengan jumlah produksi
kedelai dari dalam negeri yang menyebabkan pemerintah harus mengimpor kedelai untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan
banyak produk, salah satunya adalah tempe. Oleh karena itu, modifikasi bahan baku kedelai
ini diharapkan dapat mengurangi jumlah impor kedelai tanpa menghilangkan manfaat dari
sifat tempe tersebut. Tujuan dari praktikum kami adalah untuk membuat tempe dari variabel
bahan yang telah ditentukan, yaitu campuran kedelai dan kedelai hitam dan juga untuk
mengetahui pengaruh bahan dasar berupa kedelai dan kedelai hitam, media pembungkus
berupa daun piang dan platik, serta jumlah ragi yang ditambahkan sebanyak 0,75% dan
1,5% terhadap tempe yang dihasilkan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya
seperti kacang merah,kacang hijau. Pembuatan tempe biasanya dengan menggunakan kapang
Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus arrhizus. Tempe
mengandung vitamin B12 yang biasanya terdapat dalam daging dan juga merupakan sumber
protein nabati selain sebagai sumber kalori, vitamin dan mineral (Suprapti, 2003). Tempe
mempunyai ciri-ciri warna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan
adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai dan tekstur kompak juga
disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai
tersebut.Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan
terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Rahayu, K. dan Sudarmaji, S.,).Tempe segar
tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang
tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya
tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005).
Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri
tersebut adalah sebagai berikut :
A. Warna Putih
Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.
B. Tekstur Tempe Kompak
Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium sehingga terlihat
berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya (Lestari, 2005).
C. Aroma dan rasa khas tempe
Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen
komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.
Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada
permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak serta berasa berbau dan
beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang
3
basah struktur tidak kompak adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alkohol
serta beracun (Astawan 2004).
Syarat mutu tempe yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di
Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3144-2009), seperti tercantum
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Syarat mutu tempe menurut SNI 01-3144-20
4
meningkatkan penyerapan mineral seperti zinc, besi, dan kalsium.Proses fermentasi juga
mengurangi oligosakarida yang membuat kacang kedelai susah dicerna
2. Mengandung antibiotika alami
Jamur Rhizopus memproduksi zat antibiotika alami untuk melawan sejumlah organisme
merugikan. Zat antibiotika alami dalam tempe ini bisa jadi obat untuk disentri bila dikonsumsi
setiap hari.
3. Bagus untuk diabetes
Protein dalam tempe bagus unfuk pasien diabetes yang sering bermasalah dlngan
sumber protein hewani. protein dan serat dalam tempe juga dapat mencegah kenaikan
gula darah dan menjaga kadai gula darah tetap terkontrol.
2.3 Jenis-Jenis Tempe
Jenis tempe bermacam-macam, tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan.
Beberapa jenis tempe yang ada dan cukup banyak dibuat di Indonesia dapat dilihat dalam
tabel 2.2
Sumber : Bandan Standardisasi Nasional (2009)
Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa persyaratan untuk bau, warna, dan rasa
adalah normal. Besarnya kadar air, abu dan protein secara berturut-turut yaitu maksimal 65%
(b/b), maksimal 1,5% (b/b), dan minimal 16% (b/b). Sedangkan untuk cemaran mikroba
E.coli maksimal 10.
2.2 Manfaat Tempe
Sebagai salah satu bahan makanan, tempe mengandung banyak manfaat, antara lain:
1. Mudah dicerna
Tempe adalah pilihan makan yang baik unfuk orang yang punya kesulitan mencerna
makanan berprotein tinggi yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan. Proses
fermentasi tempe membuat kacang kedelai dalam tempe menjadi lebih lembut karena enzim
yang diproduksi ragi sebelumnyasudah mencerna nutrisi yang ada di biji kedelai. Jamur
Rhizopus dalam tempe memproduksi enzim phgtase yang mencerna phytates, sehingga
meningkatkan penyerapan mineral seperti zinc, besi, dan kalsium.Proses fermentasi juga
mengurangi oligosakarida yang membuat kacang kedelai susah dicerna
2. Mengandung antibiotika alami
5
Jamur Rhizopus memproduksi zat antibiotika alami untuk melawan sejumlah organisme
merugikan. Zat antibiotika alami dalam tempe ini bisa jadi obat untuk disentri bila dikonsumsi
setiap hari.
3. Bagus untuk diabetes
Protein dalam tempe bagus unfuk pasien diabetes yang sering bermasalah dlngan
sumber protein hewani. protein dan serat dalam tempe juga dapat mencegah kenaikan
gula darah dan menjaga kadai gula darah tetap terkontrol.
6
4 Ampas kelapa Tempe bongkrek
7
dalam memanfaatkan bahan-bahan yang berharga relatif murah bahkan kurang berharga
menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi dan berguna bagi kesejahteraan hidup manusia.
Secara umum ada empat kelompok fermentasi yang penting secara ekonomi :
1. Fermentasi yang memproduksi sel mikroba (biomass)
Produk komersial dan biomass dapat dibedakan menjadi produksi yeast untuk industri
roti dan produksi sel mikroba untuk digunkan sebagai makanan manusia dan hewan.
2. Fermentasi yang menghasilkan enzim dari mikroba
Secara komersil, enzim dapat diproduksi oleh tanaman, hewan dan mikroba, namun
enzim yang diproduksi oleh mikroba memiliki beberapa keunggulan yaitu, mampu
dihasilkan dalam jumlah besar dan mudah untuk meningkatkan produktivitas bila
dibandingkan dengan tanaman atau hewan
3. Fermentasi yang menghasilkan metabolit mikroba
Metabolit mikroba dapat dibedakan menjadi metabolit primer dan metabolit sekunder.
Produk metabolisme primer yang dianggap penting contohnya etanol, asam sitrat,
polisakarida, aseton, butanol dan vitamin. Sedangkan metabolit sekunder yang dihasilkan
mikroba contohnya antibiotik, pemacu pertumbuhan, inhibitor enzim dan lain-;lain.
4. Proses transformasi
Sel mikroba dapat digunakan untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang
masih memiliki kemiripan struktur namun memiliki nilai komersial yang lebih tinggi.
Proses transformasi dengan menggunkan mikroba ini lebih baik bila dibandingkan
dengan proses kimia, berkaitan dengan reagen kimia yang lebih sedikit. Selain itu proses
dapat berlangsung pada suhu rendah tanpa membuthkan katalis logam berat.
2.5 Hal-Hal yang Mempengaruhi Hasil Fermentasi
1. Bibit tempe yang digunakan harus masih aktif (bila diremas tidak menggumpal ).
2. Kondisi lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30C, pH awal 6.8, kelembaban
nisbi 70-80%.
3. Proses pengelupasan kulit dimaksudkan untuk mempercepat proses fermentasi agar
berjalan dengan baik karena adanya kulit kedelai yang dapat menghambat proses penetrasi
miselium Rhizopus.
8
4. Fermentasi akan berjalan baik pada kisaran suhu hangat ruangan karena proses insersi lag
phase membutuhkan suhu yang cukup. Jika suhu dibawah 25oC dapat mempercepat
Aspergillus flavus dan Mycotoxin yang beracun.
5. Warna kuning khas tempe merupakan hasil biosintesis -carotene dan Rhizopus
oligosporus yang menandakan proses fermentasi berjalan cukup baik.
Setelah melakukan praktikum, untuk meninjau hasil ada beberapa kriteria untuk
mengindikasikan bahwa tempe yang dibuat mempunyai kualitas yang baik. Kriteria tersebut
antara lain :
A. Tekstur: lembut dan antar kacang-kacangan terikat erat menjadi satu dalam miselium
putih
B. Aroma : tidak menghasilkan ammonia berlebihan, aroma khas tempe
C. Warna : kuning yang merupakan biosintesis -carotene
D. Rasa : tidak menghasilkan rasa manis berlebihan, khas tempe
9
sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain
pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan,
juga dibutuhkan oleh jamur.
2.7 Fermentasi pada tempe
Mekanisme fermentasi yang terjadi pada pembuatan tempe adalah sebagai berikut :
1. Fase Pertumbuhan Cepat (0-30 jam fermentasi)
Pada fase ini terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan
jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin
lama semakin lebat sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.
2. Fase Transisi (30-50 jam fermentasi)
Fase ini merupakan fase optimal fermentasi tempe dimana tempe siap dipasarkan. Pada
fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan
jamur yang tetap, flavor spesifik tempe optimal dan tekstur lebih kompak
3. Fase Pembusukan atau Fermentasi Lanjutan (50-90 jam fermentasi)
Pada fase ini terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan
jamur menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi
perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk ammonia.
2.8 Fungsi Reagen
1. Kacang-kacangan : sebagai medium fermentasi sekaligus bahan dasar tempe
2. Ragi : mengandung spora Rhizopus oligosporus sebagai inokulum
dalam proses fermentasi
3. Air : mencuci, merendam dan mengukus kedelai
10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Menimbang
Mencuci bahan baku Mengamati
bahan baku lalu
kemudian rendam perubahan : berat,
menambahkan
selama 8-10 jam, lalu warna, aroma, tekstur
ragi sesuai
tiriskan miselium pada tempe
variabel
setiap harinya
11
3.Suhu ; Suhu ruangan & Lemari pendingin
Variabel Kontrol : 1.Berat Tempe
Alat
1. Panci
2. Kain
3. Kompor
4. Timbangan
5. Batang Pengaduk
6. Sendok
3.3 Gambar Alat
a. Gambar Alat
12
3.4 Prosedur Praktikum
1. Bersihkan semua bahan baku dari batu kerikil dan kotoran lainnya.
2. Cuci bahan baku kemudian rendam selama 8-10 jam, lalu tiriskan.
3. Kupas kulit bahan baku sampai bersih, lalu cuci kembali agar kulit arinya hilang semua
4. Kukus bahan baku atau rebus selama 30 menit menggunakan air secukupnya
5. Keringkan bahan baku, kemudian sebar dengan ketebalan (1-2 cm ) agar mempercepat
pengeringan.
6. Bahan baku akan mendingin jika tampak kering ( tidak basah lagi ) maka sudah bisa
diinokulasi.
7. Timbang bahan baku lalu tambahkan ragi sesuai variabel.
8. Campur bahan baku dan ragi sesuai variabel hingga rata.
9. Bungkus dengan pembungkus sesuai variabel, kemudian inkubasi selama 3 hari.
10. Amati perubahan setiap harinya : berat, warna, aroma, tekstur miselium pada tempe
11. Melakukan skoring atau penilaian
Hasil Percobaan :
Untuk parameter warna, aroma, dan tekstur miselium menggunakan skala 1-5.
Skala 1 = sangat buruk atau hasil pengamatan mendekati bahan baku
Skala 2 = buruk
Skala 3 = cukup
Skala 4 = baik
Skala 5 = sangat baik atau hasil pengamatan mendekati tempe yang telah jadi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai. Solo.
-------,2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori)Dalam Industri Pangan.
Ebookpangan.com
BPS, B.P.S., 2014. Produksi Tanaman Pangan 2014, Jakarta.
BSN, B.S.N., 2009. SNI 3144:2009 - Tempe Kedelai, Indonesia.
Direktorat Jenderal Industri Kecil. 2007. Kemasan Flexible. Jakarta:DepartemenPerindustrian
Dwinaningsih, Erna Ayu. 2010. Karakteristik Kimia Dan Sensori Tempe Dengan Variasi
Bahan Baku Kedelai/Beras Dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi.
Surakarta : Universitas Sebelas Maret (hlm 40-45)
Erna Ayu Dwinaningsih. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe Dengan Variasi
Bahan Baku Kedelai/Beras Dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi.
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret.
Harun Alrasyid. 2007. Peranan I.soflavon Tempe Kedelai, Fokus pada Obesitas dan
Komorbid. Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran USU Medan
Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. http://ptp2007.files.wordpress.com/2008/03/fermentasi-
tempe.pdf
Kasmidjo. 1990. Mikrobiologi Pangan dan Pemanfatannya. Angkasa: Bandung.
Kuswanto, R. K., Sudarmadji, Slamet. 1989. Mikrobiologi Pangan. UGM. Yogyakarta.
Lestari, E. 2004. Pengaruh Penambahan Bekatul Sebagai Bahan Pengisi Tempe Terhadap
Kadar Protein Tempe Kedelai. [Skripsi]. UMS.
Rahayu, K. dan Sudarmaji, S., (1989). Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: PAU
Pangan dan Gizi UGM.
Suprapti, M. L. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius, Yogyakarta diakses dari
http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/viewFile/272/672
Supriyono, SP. 2003. Memproduksi Tempe. Proyek Pengembangan Sistem dan Standar
Pengelolaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
14
15