Anda di halaman 1dari 7

HALIMAH AS-SA’DIYYAH

(Manusia Paling Suci, tumbuh dari Air Susunya yang Penuh Berkah)

Kisah ini menceritakan tentang kelembutan dan kasih sayang. Sesungguhnya ini
adalah lembaran yang murni, kita bisa merasakan ketentraman melalui ibu susuan
Rasulullah SAW. Dialah Halimah As Sa’diyyah r.a, seorang wanita yang mulia,
manusia yang paling diberkahi dan paling suci di seluruh alam semesta tumbuh dari
air susu-nya, dialah Muhammad SAW Nabi tercinta.

Sosok perempuan yang tabah dan teguh, juga memiliki pengaruh di kalangan
kaum muslimin. Yang dicintai oleh setiap orang yang beriman. Dari payudaranya yang
suci inilah, dia menyusui seorang anak kecil yang membawa kebahagiaan, Muhammad
bin Abdullah, semoga shalawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada beliau. Di
atas dadanya yang hangat dengan cintalah beliau merasakan kenyamanan.

Dan di kamarnya yang penuh kasih sayanglah, beliau dapat berjalan, dan dari
kefasihan bahasannya dan bahasa kaumnya, Bani Sa’ad, beliau pertama kali belajar
berbicara.

Lahirnya Nabi Muhammad SAW

Pada hari senin malam, di hari kedua bulan Rabiul Awwal, ada yang
menyebutnya di hari ke delapan, hari kesepuluh, kedua belas, atau lebih dari itu,
bertepatan dengan Tahun Gajah, muncul kabar gembira dengan kelahiran Nabi
Muhammad SAW.

Tempat kelahirannya di kediaman Abu Thalib dari kalangan Bani Hasyim. Dan
tempat itu nantinya akan diberi nama kediaman Muhammad bin Yusuf, saudaranya
Al-Hajjaj bin Yusuf, saudaranya Al-Hajjaj bin Yusuf. Dan perawat beliau ketika itu
adalah Ummu Aiman, wanita Habsyi, seorang budak perempuan ayah beliau, dan
perempuan yang pertama kali menyusuinya adalah Tsuwaibah, budak perempuan
milik paman beliai Abu lahab.

Dari Hasan bin Tsabit dia berkata, “Saat itu usiaku tujuh atau delapan tahun,
Namun aku sudah mampu memahami apa yang aku dengar. Aku mendengar seorang
Yahudi berteriak dengan suara keras dari atas bangunan, “Wahai sekalian kaum
Yahudi!” Setelah orang-orang Yahudi berkumpul, ia ditanya, Apa yang membuatmu
berteriak bintang Ahmad, yang menandakan ia telah dilahirkan.

Ibnu Ishaq berkata, “Tatkala Ibunda Nabi SAW telah melahirkan beliau, dia
mengutus seseorang kepada kakeknya, Abdul Muthalib dan menyampaikan kabar,
“Cucu ayah telah lahir, maka jenguklah.”

Abdul Muthalib segera mendatangi cucunya dan melihat kondisinya. Aminah


lalu menceritakan padanya peristiwa yang dia lihat tatkala proses persalinannya.

Abdul Muthalib mengendong cucunya dan membawanya masuk ke dalam


Ka’bah. Dia berdoa kepada Allah dan bersyukur terhadap hal yang Dia berikan
kepadanya. Kemudian keluar lagi untuk menyerahkan kepada Ibu beliau, untuk
disusuinya.

Ibnu Ishaq berkata, “Lalu seorang perempuan dari Bani Sa’ad bin Bakr
menawarkan diri untuk menyusui beliau. Dia bernama, Halimah binti Abu Dzuaib.
Saudara sepersusuan beliau, adalah Abdullah bin Al-Harits, Anisah binti Al-Harits,
Hudzafah binti al-Harits, dia adalah Asy- Syaima, Nama ini lebih dikenal dari nama
aslinya, dia antara kaumnya tida ada yang tahu kecuali hanya dia. Semuanya disusui
oleh Halimah binti Abu Dzuaib, Ibu (susuan) nya Rasulullah SAW.

Mereka menyebutkan bahwa Asy-Syaima merawat beliau bersama ibunya ketika


berada bersama ibunya seketika berada bersama mereka.

Halimah juga menjadi ibu asuh Abu Sufyan bin Al-Harist bin Abdul Muthalib, dia
adalah anak pamannya. Nabi SAW. Demikian juga pamannya Hamzah bin Abdul
Muthalib ikut juga disusui di Kabilah Bani Saad bin Bakr. Lalu ibunya menyusui
Rasulullah SAW pada suatu hari dan beliau sedang bersama Halimah. Karena hal itu,
Hamzah adalah saudara sepersusuan Rasulullah SAW dari dua pihak, dari pihak
Tsuwaibah bekas budak Abu Lahab dan dari pihak Halimah As-Sa;diyyah.

Kisah Penyusuan Al-Habib

Halimah As-Sa’diyah, suaminya dan seorang bayinya yang masih menyusu, bersama
sejumlah wanita dari Bani Sa’ad berangkat mencari anak susuan. Saat itu adalah musim
kemarau panjang, dan daerah nya dilanda paceklik. Halimah menceritakan kisahnya
saat menysui Rasulullah ketika masih bayi.

“Waktu malam kami sulit tidur, karena bayi kami sering menangis lantaran
kelaparan. Kami tidak mempunyai makanan, sehingga ASI yang keluar pun sangat
sedikit. Kami berharap segera turun hujan, dan ada jalan keluar atas kepayahan ini.
Kami berangkat menggunakan keledai, dan seekor unta yang sudah tua. Selain itu,
makan makanan hewan yang kami mliki tidak tercukupi, sehingga jalanna amata
lamban.

Setibanya di kota Mekkah, kaki kamu berpencr mencri bayi susuan yang akan
kami susui. Tidak ada seorangpun di antara kami (wanita bani Sa’ad) tatkala
disodorkan padanya Rasulullah SAW kecuali ia akan menolaknya. Sambil berkata, “Dia
itu seorang anak yatim, “Demikian pula dengan diriku. Kami di sini hanya berharap
kebaikan dari ayahnya anak itu. Kami katakan,”Anak yatim. Tidak ada yang bisa
diharapkan dari apa yang dilakukan oleh ibu dan kakeknya”, Dan kami benci akan hal
itu.

Semua wanit yang ikut perjalanan denganku semuanya telah mendapatkan anak
susuan, kecuali diriku ini. Keyika kami telah sepata untuk pulang, aku berkata kepada
suaminu, :Demi Allah! Aku benar-benar tidak suka sekiranya aku pulang sedangkan
aku belum membawa anak susuan. Sungguh aku akan pergi mengambil anak yatim
itu.”

Suaminya menjawab, “Tidak ada dosa bagimu dengan hal itu. Mudah-mudahan
Allah menjadikan keberkahan kepada kita dengannya.” Halimah melanjutkan, “Lalu
aku pergi untuk mengambilnya. Tidak ada yang mendorongku untuk mengambilnya
kecuali karena aku tidak mendapatkan yang lain.”

Setelah aku mengambilnya, aku kembali menuju kendaraanku. Ketika aku


meletakkannya di pangkuanlu, ia langsung menghadap ke susuku dan meminumnya
hingga kenyang, dan saudara sepersusuannya pun menyusu hingga kenyang, lalu
keduanya tertidur pulas. Kemudian suamiku pergi menemui unta betima milik kami,
tiba tiba tetek untanya pun berisi penuh. Maka ia memerah susunya dan meminumnya
sepuasnya, dan akupun ikut menikmatinya sehingga kami merasa kenyang pada
malam yang penuh kebaikan itu.”
Halimah melanjutkan, “Di pagi harinya, suamiku berkata kepadaku :Ketahuilah
wahai Halimah, demi Allah! Sungguh engkau telah mendapati anak yang penuh
berkah. Aku katakan, Demi Allah, aku pun mengharapkan hal itu. Kemudian kami
keluar dan aku menaiki keledai betinaku sedangkan aku membawa anak yatim itu
bersamaku. Demi Allah, Keledaiku berjalan begitu cepat sehingga tidak bisa diikuti
oleh keledai-keledai liainnya yang ditunggangi teman-temanku. Hal itu membuat para
sahabatku berkata kepadaku, “Wahai putri Dzuaib, celakalah kamu! Tunggulah kami
beberapa saat. Bukankah ini keledai betinamu yang kau tunggangi di saat dahulu itu?
Aku menjawab, Ya tentu saja. Demi Allah! Ini adalah keledai betina itu, lalu mereka
mengatakan, Sungguh keledainya sekarang menjadi kuat. Dia berkata,”Kemudian kami
pergi ke tempat tinggal kami yang berada di perkampungan Bani Sa’ad.Tidakkah aku
mengetahui salah satu bumi Allah yang paling tandus selain tempat tersebut. Aku
begitu terkejut saat kembingku kembali ke hadapan kami dalam keadaan penuh berisi
air susu. Lalu kami mengambilnya dan meminumnya. Padahal kambing-kambing yang
lainnnya tidak menghasilkan air susu.

Mengetahui kondisi kambingku yang teteknya penuh dengan susu para pemilik
kambing menghardik tukang gembala yang mereka sewa dan berkata. “Celakalah
kalian! Ambillah rumput gembalaan putri Abu Dzuaib. Kambing-kambing mereka pun
pulang tetap dalam kondisi kelaparan dan tidak bisa menghasilkan susu. Sedangkan
kambing milikku pulang dalam keadaan penuh berisi air susunya. Kondisi ini tidaklah
berubah, kami mengetahui semua keberkahan dan kebaikan ini datangnya dari Allah.
Setelah berlalu masa dua tahun, tibalah waktunya untuk berpisah dengannya. Anak ini
perawakannya sempurna, tidak seperti anak kecil lainnya. Belum genap dua tahun saja
anak ini sudah kuat dalam makan dan tidak menginginkan ASI lagi.”Dia berkata,
“Laluk kami menyerahkan dia kepada ibunya, padahal kami masih menginginkan
untuk tinggal bersama kami setelah melihat keberkahan yang kami dapati darinya.”

Lalu kami berdialog dengan ibunya, aku berkata kepadanya,’Sekiranya kamu mau
menitipkan anak ini pagi pada kami sampai dia bisa berbicara, karena aku takut kalau
sekiranya di tertimpa penyait yang tengah mewabah di Mekkah.

Dia melanjutrkan, “Dia tetap bersama ibunya hingga ibunya menyerahkan kepada
kami.”
Di berkata, “Lalu kami kembali bersamanya. Demi Allah, Setelah kami kembali, dan
berlalu satu bulan, ia selalu bermain dengan bahma (anak kambing, sapi, kerbau dan
yang lainnya baik jantan maupun bbetina sama saja) bersama saudaranya, yang kami
meiliki di belakang rumah. Tiba-Tiba saudaaranya berlalri ketakutan dan berkta
kepadaku dan ayahnya. “Saudaraku dari Quraisy telah diambil oleh dua orang yang
menggunakan pakaian serba putih lalu keduanya membaringkannya kemudian
membelah perutnya lalu mengaduk isi perutnya.”

Halimah berkata, ‘Aku keluar bersama ayahnya ke arah Muhammad kecil berada, lalu
kami mendapatinya sedang berdiri dan wajahnya berubah pucat.

Aku bertanya, ‘Wahai anakku apa yang terjadi padamu? Beliau menjawab “Dua
orang yang mengenakan pakaian serba putih mendatangiku. Lalu keduanya
membaringkan tubuhku dan membedah perutku, lalu mengambil sesuatu yang aku
tidak tahu apakah itu. “Halimah berkta, “Lalu kami semua pulang ke tenda kami.”

Halimah berkata, “Suamiku berkata padaku, “Wahai Halimah! Sungguh aku


takut ala sekiranya anak ini tertimpa sesuatu. Maka kembalikannya dia kepada
keluarganya sebelum tanda-tandanya semakin terlihat. Halimah berkata lagi, “Lalu
kami membawanya kembali kepada ibunya. Ibunya berkata, “Apa yang menyebabkan
engkau menyerahkannya kembali wahai zhir, padahal sebelumnya engkau sangat
menginginkannya serta ikut tinggal bersamamu?” Halimah berkata, “Maka aku
katakan, “Allah telah menjadikannya remaja dan aku telah melaksanakan tugas yang
diwajibkan kepadaku. Aku takut akan terjadi banyak hal padanya dan aku telah
melakukan sesuatu sebagaimana yang kamu inginkan.”

Ibunya lalu berkata, “Apa yang menjadi coba-ceritakan kepadaku, berita yang
sebenarnya, “Halimah berkata, “Ia terus menanyakan hal itu sehingga aku
memberitahukan kejadian sebenarnya. “ Ibunya berkata, “Apakah kamu takut kalau
han itu adalah setan?”Dia berkata “Aku katakan Ya!” Ibunya berkata lagi, “Sekali-kali
tidak! Demi Allah setan tidak akan mampu melakukan sesuatu padanya.
Sesungguhnya anakku ini akan menempati kedudukan yang mulia. Maukah kamu aku
beritahu kabar mengenai dirinnya? Halimah menjawab, Tentu saja.” Ibunya berkata,
“Tatkala mengandungnya aku melihat cahaya keluar dari diriku, sehingga aku melihat
cahaya itu menginari istana di negeri Syam. Demi Allah aku belum pernah melihat
proses kehamilan yang paling ringan dan paling mudah selain yang menimpaku ini.
Dan kejadian nyatanya, tatkala aku melahirkan sungguh kedua tangannya dia letakkan
ke bumi sedangkan kepalanya dia angkat ke langit. Jadi bawalah kembali dan didiklah
sampai dewasa”

Perpisahan yang Menyedihkan

Halimah akhirnya pergi, sedangkan dalam hatinya dipenuhi dengan kesedihan dan
duka untuk berpisah dnegan kesedihan dan duka untuk berpisah dnegan Al-Habib
SAW. Dan Air matanya mengalir di pipinya.

“Dan tidakkah di pelupuk matanya menglir air mata, Tetapi ruh yang mengalir lalu
menetes.

Walaupun begitu, dia memantapkan hatinya bahwa Allah SWT akan mempertemukan
dia dengan Al-Habib SAW dan bahwasannya dia akan melihat beliau untuk sekian
kalinya.

Kedudukan dan derajatnya d Mata Rasulullah SAW

Tatkala Al-Habib SAW tumbuh besar dan bertambah usia. Hari-hari telah berlalu
dengan cepatnya, dan beliau SAW menikah dengan Khadijah, r.a. Tiba-tiba Halimah
As-Sa’diyah datang kepada pasangan yang penuh berkah ini, setelah lama tidak
bertemu.Dengan niat untuk mengadu kepada beliau mengenai kondisi di negerinya
yang gersang, ladang yang gagal panen dan kondisinya yang tidak punya kendaraan.
Lalu Nabi SAW memberitahu perihal Halimah ini kepada istrinya Khadijah. Maka
diberinyalah Halimah ini 40 kambing dan unta untuk dijadikan kendaraan, sehingga ia
kembali kepada keluarganya.”

Inilah bentuk Balas Budi

Halimah As-Sa’diyah di kala hidupnya masih sempat melihat Al-Habib SAW menjadi
seorang utusan untuk segenap manusia di penjuru dunia dan menjadi seorang
pendidik bagi sekalian alam. Sehingga membuat hati Halimah dipenuhi dengan
berbagai macam kebahagiaan.

Suatu hari ketika dia mengunjungi Al-Habib SAW dengan terburu-buru. Dan ketika
beliau melihatnya, beliau segera melepas kain selendangnya dan menghamparkan nya
untuk halimah, serta memuliakan penyembutannya dengan sangat mulia sekali. Hal ini
membuat sebagian sahabat yang belum mengetahui sosok Halimah menjadi kaget,
Salah seorang dari mereka bertanya kepada sahabat lainnya, Siapakah perempuan ini?”
Lalu mereka menjawab, Ibu susuan beliau SAW.

Demikianlah bentuk balas budi Al-Habib SAW kepada ibu susuannya. Demikian pula
bentuk kecintaan beliau kepadanya, dan demikian pula kedudukan yang diraih bagi
seorsng ibu yang penuh kasih sayang dan kelembuta.

Telah tiba waktu Untuk berpisah

Setelah melalui proses kehidupan yang panjang, Halimah As-Sa’diyah akhirnya


tertidur di atas ranjang peristirahatan yang abadi. Dai meninggal di Madinah Al
Munawaraoh dan dikuburkn di pekuburan Al-Baqi.

Semoga Allah SWT meridhoinya membuatnya lega dan menjadikan Surga Firdaus
sebagai tempat tinggalnya.

(Diambil dari Buku Sahabiyat Haula Ar-Rasul “Biografi 35 Shahabiyah Nabi SAW”.
Hal 343-350, Karya: Syaikh Mahmud Al-Misri, Penerbit Insan Kamil)

Anda mungkin juga menyukai