Anda di halaman 1dari 14

HALIMAH AS-SA’DIYAH, SANG

PENGASUH MANUSIA TERBAIK

Ditulis oleh :
Al-Ustadz Idral Harits Thalib Abrar

Dikutip dari :
Majalah Qudwah Edisi 07

Channel Telegram Ebook Salaf


https://t.me/ebooksalaf

-1-
Kebiasaan bangsawan Arab ketika itu ialah
menyerahkan bayi-bayi mereka kepada keluarga
badui (Arab) di pedalaman. Tujuannya untuk
disusukan dan diasuh oleh mereka selama
beberapa waktu. Alasannya ialah agar anak-anak
mereka terdidik menjadi orang yang berani, lugas,
dan sehat. Karena udara dan lingkungan di
pedalaman yang masih bersih.

Seakan-akan sudah sepakat, wanita-wanita dusun


di Thaif berduyun-duyun ke kota Makkah mencari
bayi-bayi bangsawan Quraisy yang ingin disusukan.

Tak ketinggalan, Halimah berangkat bersama


suaminya dan salah seorang anaknya yang masih
menyusui. Mereka ikut serta dalam rombongan
wanita Bani Sa'ad bin Bakar yang turun ke Makkah
untuk mencari bayi-bayi yang akan disusukan.
Kejadian itu, di musim kemarau, tidak ada sesuatu
yang tersisa pada keluarga Halimah.

-2-
Halimah dan suaminya bertolak dengan
menunggangi seekor keledai betina yang kurus
dan membawa seekor kambing. Demi Allah, tidak
ada setetes pun susu yang keluar. Dan mereka
tidak pula dapat tertidur karena tangis anak
mereka yang sedang kelaparan. Air susu Halimah
sudah kering dan tidak mengenyangkannya. Pada
kambing itu juga tidak ada sesuatu yang dapat
diberikan kepada anaknya. Akan tetapi, semuanya
mengharapkan pertolongan dan kelapangan.

Halimah menuturkan, ”Kami pun berangkat


menunggangi keledai betina itu, meskipun dengan
susah payah karena dia sangat lemah.

Akhirnya, kami tiba di Makkah, dan mulai mencari


bayi yang akan disusukan. Tidak seorang pun
wanita rombongannya, kecuali telah ditawarkan
untuk membawa Rasulullah . Ketika dikatakan
kepada mereka bahwa beliau adalah anak yatim,
mereka semua mengatakan bahwa kedatangan

-3-
mereka adalah untuk mendapatkan kebaikan
(upah) dari ayah bayi yang mereka susukan. Kalau
anak tersebut dalam keadaan yatim, apa yang
akan diperbuat oleh ibu dan kakeknya? Sebab
itulah kami tidak mau membawa beliau.

Akhirnya, tidak seorang pun wanita yang


serombongan denganku, kecuali telah membawa
seorang bayi, selain aku. Setelah kami sepakat
untuk pulang ke kampung, aku berkata kepada
suami, ’Demi Allah, aku tidak mau pulang bersama
teman-teman dalam keadaan tidak membawa
seorang bayi yang akan aku susui. Demi Allah, aku
akan mendatangi anak yatim itu dan
membawanya.’

’Tidak apa-apa, kalau engkau melakukannya,’ kata


suamiku. ’Mudah-mudahan Allah menjadikannya
membawa berkah bagi kita.’

-4-
Aku pun menemui keluarga anak yatim itu
(Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam) dan
membawanya. Tidak ada yang mendorongku
membawanya selain karena tidak ada Iagi anak
yang Iain.

Setelah aku membawanya, aku kembali ke


kendaraanku. Begitu aku letakkan Muhammad
shalallah ‘alaihi wasallam dalam dekapanku, dia
segera menyusu dengan lahapnya sampai puas.
Demikian pula saudaranya, anak yang aku bawa.
Kemudian keduanya tidur dalam keadaan kenyang.
Kami pun tertidur, padahal sebelum itu kami tidak
dapat tidur.

Kemudian suamiku mendekati kambing kami.


Ternyata kambing kami susunya penuh. Dia pun
memerahnya dan meminumnya. Aku juga
meminum susu kambing sampai kenyang dan
puas. Malam itu kami lalui dengan tenang.

-5-
Esok paginya, suamiku berkata, ’Ketahuilah, hai
Halimah, demi Allah. Engkau sudah mengambil
satu jiwa yang diberkahi.’

’Demi Allah, sungguh, aku juga berharap


demikian,’ jawabku.

Kemudian aku mendekati keledai betina itu sambil


menggendong Muhammad shalallah ‘alaihi
wasallam. Demi Allah, keledai itu menjadi tangkas
dan berjalan dengan cepat.

Teman-teman serombongan berseru heran, ’Hai


Bintu Abi Dzuaib, kasihani kami, jangan buru-buru.
Bukankah ini keledai betinamu yang kurus itu ?’

Aku berkata, 'Betul. Demi Allah, memang dia.’

’Demi Allah, dia jadi berubah,’ kata mereka.

-6-
Akhirnya, kami tiba di rumah kami, di
perkampungan Bani Sa'ad. Aku tidak tahu apakah
ada tanah yang lebih tandus dan gersang daripada
tanah kami ini. Tiba-tiba, kambing-kambing kami
mendatangi kami dalam keadaan kenyang dan
penuh susu.

Kami pun memerah dan meminum susunya.


Adapun kambing milik para tetangga dalam
keadaan kurus dan tidak ada susunya. Kami selalu
meyakini bahwa ini adalah tambahan kebaikan
dari AIIah. Demikianlah sampai berjalan dua tahun,
lalu aku menyapih Muhammad shalallah ‘alaihi
wasallam.

Setelah disapih, Muhammad shalallah ‘alaihi


wasallam tumbuh sehat dan kuat, tidak seperti
anak kebanyakan. Belum lagi dua tahun usianya,
dia sudah demikian cerdiknya.

-7-
Sudah tiba waktunya, kami mengembalikannya
kepada ibunya. Padahal, kami berharap dia masih
tinggal bersama kami. Karena melihat berkah
yang dilimpahkan Allah kepadanya.

Setelah kami tiba di Makkah, kami membujuk


ibunya agar mengizinkannya tinggal lagi bersama
kami. 'Kalau boleh kami ingin membawanya lagi
bersama kami. Kami khawatir wabah Makkah
menyerangnya.”

Akhirnya, ibu beliau mengizinkan.

DADA RASULULLAH DIBELAH

Setelah Rasulullah kembali dalam asuhan Halimah


dan suaminya, terjadi peristiwa besar.
Diriwayatkan oleh Al Imam Muslim, bahwa Jibril
mendatangi Rasulullah yang sedang bermain-
main dengan anak-anak lainnya. Jibril segera
menangkap beliau dan membaringkan beliau. Lalu
Jibril membelah dada beliau dan mengeluarkan
-8-
qalbu beliau, sambil berkata, "lni bagian syaithan
dari dirimu." Kemudian dia membasuhnya di
dalam sebaskom air Zamzam. Setelah itu, Jibril
memasukkan qalbu itu kembali ke tempatnya
semula."

Anas bin Malik radhiyallahu anhu menceritakan


bahwa dia pernah melihat bekas jahitan itu di
dada Rasulullah.

Anakku lari pulang dalam keadaan pucat pasi.


Dengan nafas terengah-engah dia menceritakan,
"Temanku Quraisy itu, ditangkap dua orang
berpakaian putih-putih, lalu membaringkannya,
dan membelah dadanya."

Akhirnya, Halimah dan suaminya segera menuju


tempat itu. Mereka melihat Muhammad shalallah
‘alaihi wasallam dalam keadaan pucat pasi.

-9-
Halimah dan suaminya segera memeluk
Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam dengan
penuh kasih sayang, sambil bertanya, ”Ada apa?"

Kata Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam. Tadi


ada dua orang berpakaian putih-putih
mendatangiku. Lalu membaringkanku dan
membelah perutku. Mereka mengeluarkan
sesuatu dari perutku. Aku tidak tahu apa yang
mereka keluarkan.”

Suami Halimah berkata, "Aku khawatir anak ini


terkena sesuatu (jin atau sejenisnya). Bawalah dia
pulang kepada keluarganya."

Setelah tiba di Makkah, Aminah, ibunda


Rasulullah merasa heran. Mengapa Halimah
membawa putranya pulang, padahal mereka
begitu antusias mengasuh Muhammad shalallah
‘alaihi wasallam.

- 10 -
Halimah mengelak, "Aku khawatir dia ditimpa
sesuatu, maka aku kembalikan dia kepada Anda,
sebagaimana yang Anda inginkan."

Kata Aminah, "Jujur saja, ada apa?”

Setelah mendengar cerita Halimah, Aminah


berkata, "Apakah engkau mengkhawatirkan anak
ini diganggu syaithan? Demi Allah, tidak ada jalan
bagi syaithan untuk mengganggunya. Anakku ini
mempunyai urusan yang hebat. Apakah kau mau
aku ceritakan sesuatu tentang dia?“

Kata Halimah, "Tentu."

"Ketika aku mengandung anak ini, aku melihat


cahaya keluar dari rahimku menembus istana di
Syam. Dan aku, demi Allah, selama kehamilan,
merasakan keadaan yang sangat mudah. Sampai
saat melahirkan. Ketika aku melahirkan anak ini,
dia keluar dalam keadaan kepalanya menengadah

- 11 -
menatap langit dan meIetakkan kedua tangannya
di tanah. Pergilah, bawalah dia dengan aman."

Akhimya, Halimah kembali membawa


Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam . Namun
beberapa waktu kemudian, mereka
mengembalikannya kepada Aminah.

YATlM PIATU

Dengan berat hati, Halimah menyerahkan


Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam kecil
kepada Aminah. Adapun sebabnya -menurut lbnu
Hisyam, seorang ahli tarikh yang terkenal- ialah
adanya serombongan orang Nashrani Habasyah
melihat Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam
bersama Halimah.

Mereka mendekati Halimah dan menanyakan


tentang beliau, sambil membolak-balikkan tubuh
beliau. Setelah itu, mereka mengatakan ingin
membawa Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam
- 12 -
kepada raja mereka, karena mereka mengetahui
keadaan anak ini. Akan tetapi, Halimah menolak
dan segera membawa Muhammad shalallah
‘alaihi wasallam ke Makkah.

Ketika itu, Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam


berusia enam tahun.

Setelah tinggal kembali bersama ibunya,


Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam diajak
ibunya Aminah, bersama Ummu Aiman, budak
hitam yang diwariskan oleh ayahnya, menziarahi
keluarga ayahnya di Madinah, yang ketika itu
masih bernama Yatsrib.

Setelah beberapa waktu di lingkungan Bani Adi


bin An Najjar, mereka pun kembali ke Makkah.

Setibanya di Abwa‘ (antara Makkah dan Madinah),


Aminah jatuh sakit, lalu meninggal dunia dan
dikuburkan di sana.

- 13 -
Akhirnya, Muhammad shalallah ‘alaihi wasallam
tinggal sebatang kara. Hanya bersama Ummu
Aiman, inang pengasuh yang setia.

Sumber : https://t.me/Majalah_Qudwah/1126

- 14 -

Anda mungkin juga menyukai