Anda di halaman 1dari 8

1.

Peristiwa irhasi Sekitar Kelahiran Nabi Muhammad


Mengutip dari buku pelajaran Pendidikan Agama Islam : Akidah Akhlak Untuk Madrasah
Tsanawiyah Kelas VIII oleh Drs. H. Masan AF, M.Pd., irhas adalah kejadian istimewa yang
terjadi pada seorang calon nabi dan rasul saat masih kecil. Dengan kata lain irhas adalah
kejadian luar biasa yang Allah berikan kepada calon Nabi dan Rasul. Macam-macam
peristiwa irhas yang dialami Nabi Muhammad SAW yaitu:
Pertama, hancurnya pasukan Abrahah yang hendak menyerang Ka'bah oleh sekawanan
burung Ababil. Peristiwa ini terjadi pada tahun 571 M, tepat tahun kelahiran Nabi SAW.
Serangan Abrahah sendiri dipicu oleh kecemburuannya saat melihat bangunan Ka'bah yang
selalu dikunjungi banyak orang Arab dari berbagai sudut. Meski telah membangun gereja
yang super monumental, masyarakat Arab tetap memilih untuk mengunjungi karya kuno
yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Inilah sebabnya mengapa Abrahah
meninggalkan Yaman dengan pasukan gajah untuk menghancurkan rumah Tuhan. Namun,
Allah berkehendak menyelamatkan rumah-Nya. Gajah-gajah Abrahah berhenti di tempat
yang dikehendaki-Nya. Saat itulah Rabbul Ka‘bah menurunkan kawanan burung Ababil dari
berbagai penjuru dengan membawa batu-batu dari tanah yang membakar. Batu-batu tersebut
kemudian ditimpakan dari atas ke kepala bala tentara Abrahah. Kedahsyatan peristiwa ini pun
diabadikan Al-Quran dalam surah al-Fil (5) ayat 1-5. Bahkan, hewan gajah sendiri menjadi
nama surat yang mengisahkan peristiwa tersebut.

Kedua, seperti yang diungkapkan oleh Makhzum bin Hani Al-Makhzumi, pada malam
kelahiran Nabi, istana Kisra berguncang hingga 14 ruangnya runtuh, api di Persia yang selalu
dipuja oleh para Taois, mati seketika. Bahkan, selama ribuan tahun, api masih menyala.
Bersamaan dengan kejadian tersebut, air telaga Sawah surut, lembah Samawah tergenang,
beberapa aliran sungai mengering, membuat Kisra dan rakyatnya sangat bingung dan
khawatir. Dikatakan juga bahwa seorang pengikut dari Kisra bernama al-Mubidzan
memimpikan unta-unta yang bermuatan berat memimpin kuda-kuda yang bagus. Unta-unta
itu menyeberangi sungai Tigris dan Efrat kemudian menyebar ke beberapa negara. Menurut
interpretasi, peristiwa besar di seluruh Arabia akan terjadi. Peristiwa yang disebutkan tidak
lain terjadi saat kelahiran Nabi SAW.
Ketiga, setelah Nabi SAW lahir, jin tidak bisa lagi mengikuti berita dari surga. Hal ini diakui
oleh jin sendiri, yang, sebagaimana Al-Qur'an menceritakan, "Dan sesungguhnya kami
mencoba untuk mengetahui (rahasia) surga, sehingga kami menemukan itu penuh dengan
wali yang perkasa dan wali yang perkasa. panah api, dan fakta bahwa kami pernah
menduduki tempat-tempat tertentu di langit, itu adalah untuk mendengarkan (berita). Tapi
sekarang, siapa pun (mencoba) mendengarkan (seperti ini) pasti akan menemukan panah-
panah menyala mengintai (untuk menyalakannya)" (Surah Al-Jin ayat 8- 9). Padahal di masa
lalu, mereka dengan mudah menerima berita dan perintah dari surga untuk
mendistribusikannya kembali ke tukang sikat dan penyihir. Tapi setelah kelahiran Nabi
(SAW), Allah meminta langit untuk dicegah dari kejahatan dan diisi dengan malaikat
pelindung, panah api sehingga mereka tidak bisa lagi mendengarnya. Dikatakan bahwa ketika
mereka tidak dapat mengakses informasi dari surga, para jin berkumpul dan melaporkan
kejadian tersebut kepada setan. Dengan cepat, Setan memerintahkan umatnya untuk
menyebar ke seluruh bumi, barat ke timur, dan pada saat yang sama memverifikasi apa yang
sebenarnya terjadi. Ternyata, dari pengamatan mereka, ditemukan bahwa di kota Mekah ada
seorang anak yang dikelilingi oleh malaikat. Bayi itu memancarkan cahaya dan bersinar di
langit. Para malaikat sibuk menyampaikan salam mereka kepada arketipe alami yang baru
saja lahir. Ketika insiden itu dilaporkan, Iblis sangat menyesalinya. Karena pola alam telah
datang. Artinya, rahmat bagi umat manusia akan diberikan. Oleh karena itu, menurutnya,
penting untuk mencegah jin dan setan masuk surga dan mencuri informasi.

Keempat, beberapa keajaiban yang menimpa Halimah As-Sa‘diyah, ibu persusuan Nabi
SAW. Saat itu sekelompok wanita dari Bani Sa‘id datang guna mencari bayi yang akan
disusuinya demi mendapatkan upah dan bayarannya.  Termasuk Halimah yang diantar oleh
suami beserta anaknya yang masih kecil. Namun, dua hari di Makkah, Halimah belum juga
mendapatkan bayi.   Yang tersisa hanyalah bayi bernama Muhammad bin ‘Abdullah.
Rupanya bayi yang satu ini tak menjadi pilihan para wanita bani Sa‘id lainnya karena
statusnya yang yatim, harapan mereka mendapat upah dari bekerja menyusuinya tak akan
terpenuhi. Tetapi, karena tak mau pulang dengan tangan kosong, akhirnya Halimah sepakat
dengan sang suami untuk mengambil bayi yatim bernama Muhammad itu.   Tak diduga,
begitu sang bayi diterima, dan dibuka kain bungkusnya, Halimah melihatnya penuh takjub.
Wajah sang bayi yang bercahaya membuat dirinya begitu kagum karena baru itu ia
mendapatkan bayi yang luar biasa.   Tak sampai di situ, begitu si bayi disusui, air susu dari
Halimah mengalir deras. Bahkan, unta yang ditumpangi mereka yang semula kurus seketika
menjadi gemuk dan kuat menempuh perjalanan. Sejak itu keberkahan pun berlimpah, tidak
hanya kepada keluarga Halimah, tetapi juga kepada kabilahnya.

Kelima, Api Majusi yang Menyala Seribu Tahun Lebih Tiba-tiba Padam. Peristiwa lainnya
menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah padamnya Api Majusi, sebuah api suci
yang terdapat di kuil pemujaan persia. Api tersebut diyakini telah menyala selama seribu
tahun lebih dan tak pernah padam sekalipun. Kala itu, masyarakat Majusi berusaha untuk
menghidupkan kembali api tersebut, namun upaya mereka gagal.
Keenam, Keluar cahaya saat kelahiran Nabi Muhammad. Cahaya itu keluar dan menerangi ke
arah istana-istana di Syam. Jika peristiwa gajah diabadikan Allah dalam Surat Al Fil,
keluarnya cahaya ini diriwayatkan Ibnu Sa’ad dan Imam Ahmad. Ibnu Sa’ad meriwayatkan
bahwa Aminah ibunda Rasulullah berkata, “Setelah bayiku lahir, aku melihat ada cahaya
yang keluar dari jalan lahirnya, menyinari istana-istana di Syam.” Imam Ahmad juga
meriwayatkan dari Al Irbadh bin Sariyah dengan riwayat yang hampir sama. Peristiwa ini
memberikan isyarat bahwa kelak agama Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam akan sampai ke Syam yang saat itu masih di bawah kekuasaan Romawi. Dan kita
kemudian bisa melihat sejarah, Syam menjadi negeri muslim. Baitul Maqdis dibebaskan pada
masa khalifah Umar bin Khattab. Bahkan Damaskus menjadi ibu kota khilafah Bani
Umayyah. Dan hingga saat ini Suriah, Lebanon dan Palestina menjadi negeri-negeri muslim.

Ketujuh, Lahir dalam Keadaan Sujud Jika bayi pada umumnya lahir dalam keadaan menangis
dan belum bisa apa-apa, lain lagi dengan Nabi Muhammad yang lahir dalam keadaan sujud.
Imam Jalaluddin as-Suyuti dalam Khasaishul Kubra melaporkan bahwa begitu keluar dari
rahim Siti Aminah, Nabi Muhammad sujud lalu mengangkat kedua tangannya seperti orang
berdoa.

Kedelapan, Lahir dalam Keadaan Sudah Dikhitan Salah satu kewajiban bagi setiap laki-laki
adalah melakukan khitan setelah mencapai usia baligh, meskipun sebaiknya dilakukan lebih
dini pada usia kurang lebih tujuh tahun. Salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh Nabi
Muhammad adalah sudah dalam keadaan dikhitan saat lahir.

2. Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad


Masa kecil Nabi Muhammad SAW terlahir menjadi seorang anak yatim piatu. Semenjak
Rasulullah ditinggal wafat oleh sang ayah dan ibu, Rasulullah diasuh oleh kakeknya yaitu
Abdul Muthalib. Kasih sayang sang kakek sangat besar kepada Rasulullah. Pasalnya, sang
kakek dapat memprediksi serta berkeyakinan bahwa kelak cucunya itu akan menjadi orang
besar dan mulia. Namun, sang kakek hanya mengasuh Rasulullah selama dua tahun, karena
meninggal dunia di usia delapan puluh tahun. Nabi Muhammad kecil tidak kuasa menahan
tetesan air mata kesedihan saat mengiringi pemakaman jenazah sang kakek. Sungguh berat
ujian dan cobaan yang menimpa masa kecil Rasulullah. Selanjutnya, jasad sang kakek
disemayamkan di pemakaman Hujun yang terletak di semenanjung Arab Makkah. Rasulullah
selanjutnya diasuh oleh pamannya yaitu Abu Thalib. Ke manapun pergi, Abu thalib selalu
menjaga dan membawa Nabi Muhammad SAW. 
Sudah menjadi tradisi bangsawan Arab pada waktu itu adalah menyerahkan bayi-bayi mereka
kepada perempuan dari pedalaman untuk disusui. Tujuannya agar bayi-bayi itu terhindar dari
penyakit yang biasa menyebar di perkotaan dan agar fisiknya bisa tumbuh sehat di tengah-
tengah hawa pedalaman yang segar. Juga agar bayi-bayi mereka terlatih berbahasa Arab yang
fasih sejak kecil. Abdul Muththalib pun mencari perempuan pedalaman yang mau menyusui
cucunya. Perempuan-perempuan dari pedalaman itu tentu mengharapkan upah yang memadai
untuk jasa menyusui selama dua tahun. Oleh sebab itu biasanya mereka menghindari bayi
dengan status yatim seperti Muhammad. Salah satu dari perempuan-perrempuan yang
menawarkan jasanya itu adalah Halimah binti Abu Du’aib dari Bani Saad. Karena dari Bani
Sa’ad dia lebih dikenal dengan sebutan Halimah as-Sa’diyah. Sebenarnya Halimah tidak
berminat membawa bayi Muhammad, tetapi karena dia tidak mendapat bayi yang lain, maka
dia tetap membawa bayi tersebut.
Ternyata memang bayi Muhammad membawa berkah kepada keluarga Halimah. Ternak
kambingnya gemuk-gemuk dan susunya pun bertambah. Selama dua tahun Muhammad
tinggal di Thaif, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh puterinya yang bernama Syaima.
Sesudah dua tahun Muhammad disapih dan dibawa kembali kepada ibunya di Makkah.
Setelah itu Muhammad dibawa kembali oleh Halimah ke pedalaman atas permintaan Aminah
menurut satu keterangan dan atas permintaan Halimah menurut keterangan yang lain untuk
menghindari wabah penyakit yang dikhawatirkan berkembang di Makkah waktu itu.
Muhammad kembali tinggal di pedalaman menikmati udara pegunungan yang jernih dan
segar.
Tatkala Muhammad sudah berumur empat tahun terjadilah peristiwa luar biasa yang
membuat Halimah khawatir akan keselamatan Muhammad. Diriwayatkan oleh Muslim dari
Anas, suatu hari Muhammad kecil didatangi oleh Malaikat Jibril. Saat itu dia sedang asyik
bermain dengan teman-teman sebayanya. Malaikat Jibril membawanya, merebahkannya, lalu
membelah dadanya. Segumpal hati yang masih berlumuran daarah dikeluarkannya sertaya
berkata: “Ini adalah bagian setan yang ada padanya.” Jibril lalu mencuci hati itu dengan air
zamzam yang ditaruh dalam sebuah bejana emas, kemudian mengembalikannya ketempat
semula, dikatupkan lagi satu dengan lainnnya. Setelah itu, Muhammad dikembalikan
ketempat teman-temannya. Mereka lari behamburan menemui ibu asuhnya Halimah.
“Muhammad telah dibunuh” ujar mereka. Semuanya bergegas menghampiri Muhammad
yang pucat pasi ketakutan. Anas menuturkan aku pernah melihat bekas belahan itu di dada
beliau. ( ar-Rahiq al-Makhtum hal. 68 )
Peristiwa tersebut diisyaratkan dalam Surat Asy-Syarhu atau Alam Nasyrah. Allah   SWT
berfirman:
َ َ‫َألَمۡ ن َۡش َر ۡح لَك‬   
َ‫ص ۡد َرك‬
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (Q.S.Asy-Syarhu 94: 1)
Setelah peristiwa tersebut, Aminah benar-benar khawatir dengan keselamatan Muhammad
yang diasuhnya, lalu dia bergegas memulangkan Muhammad kepada ibunya di Makkah.
Muhammad kecil kembali kepangkuan ibundanya.
Tatkala Muhammad berumur enam tahun, ibunya membawanya berziarah ke makam
ayahandanya Abdullah di Madinah (Yatsrib). Aminah membawa serta Ummu Aiman
mendampinginya. Aminah tinggal di sana selama satu bulan, kemudian kembali ke Makkah.
Tetapi dalam perjalanan pulang itu Aminah jatuh sakit, kemudian meninggal dan dikuburkan
di Abwa’ yang berada antara Makkah dan Madinah. Tentu saja Muhammad kecil sangat
berduka ditingggal ibunya. Sekarang anak kecil itu menjadi seorang yatim piatu. Sepeninggal
Aminah, Muhammad sepenuhnya diasuh oleh kakeknya Abdul Muththallib yang sangat
menyayanginya melebihi sayangnya kepada anak-anaknya. Diceritakan oleh Ibnu Hisyam
bahwa ada satu tempat istirahat khusus untuk Abdul Muththalib di bawah naungan Ka’bah.
Anak-anaknya biasa duduk mengelilingi tempat itu menungu kedatangan ayah mereka. Pada
suatu hari Muhammad datang dan langsung duduk di tempat istirahat khusus untuk Abdul
Muththalib tersebut. Spontan anak-anaknya menarik Muhammad agar mundur tapi tempat
tersebut. Ketika hal itu diketahui oleh Abdul Muththalib beliau menegur anak-anaknya.
“Biarkan cucuku ini, sungguh dia begitu istimewa,” katanya.

3. Memimpin kafilah dagang


KHADIJAH adalah seorang saudagar wanita yang kaya-raya di kota Mekah. Dia hendak
mengirim kafilah dagangnya ke negeri Syam sehingga dia membutuhkan seseorang yang
dapat dipercaya untuk membimbing dan mengawasi rombongan dagang tersebut. Tersiarlah
kabar bahwa di Mekah ada seorang pemuda yang terkenal akan kejujurannya. Keluhuran budi
pekerti dan kepribadiannya terpelihara dengan baik, padahal kebanyakan pemuda saat itu
senang berfoya-foya. Setelah Muhammad datang, Khadijah berusaha untuk menggali lebih
jauh pemahaman dagang pemuda jujur tersebut. Khadijah melontarkan beberapa pertanyaan
kepada Muhammad dalam perbincangan yang serius. Muhammad begitu tenang dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sang saudagar. Ia tampak sangat cerdas,
wawasan ilmunya luas, dan memiliki wibawa. Dalam berbicara, Muhammad mendengarkan
lawan bicaranya dengan saksama meskipun pandangannya tertunduk.
Tibalah saatnya rombongan kafilah dagang berangkat menuju Syam. Bersama Maysarah –
salah seorang utusan Khadijah untuk membantu Muhammad – mereka bertolak ke negeri
Syam. Sudah menjadi tradisi penduduk Mekah untuk beramai-ramai mengantar rombongan
dagang hingga ke perbatasan kota, termasuk sang paman, Abu Thalib. Setibanya di Syam,
bersama pedagang lain, Muhammad menawarkan dagangannya dengan gesit kepada para
calon pembeli. Ia tidak menutupi cacat pada barang dagangannya. Jika barang tersebut bagus,
akan ia katakan bagus, sebaliknya jika barang tersebut jelek atau cacat, ia pun tidak
menutupinya dari pembeli. Dalam menetapkan harga, Muhammad menggunakan standar
harga yang berlaku di masyarakat. Tidak pernah ia menambah-nambahkan harga. Tawar-
menawar ia lakukan suka sama suka dengan pembeli. Kejujurannya tidak pernah
mengecewakan. Hal ini menarik banyak pembeli untuk membeli dagangannya karena
pedagang lain terbiasa meninggikan harga barang dagangannya demi mencapai keuntungan
sebesar-besarnya. Urusan perdagangan di Syam berjalan sangat lancar. Muhammad
memperoleh keuntungan dagang yang besar. Seluruh barang dagangan habis terjual. Sebelum
pulang, kafilah dagang ini membeli barang-barang lain untuk dijual kembali di Mekah.
Kepulangan mereka disambut antusias penduduk Mekah. Barang yang mereka bawa dari
Syam pun berhasil dijual hingga habis di Mekah. Keuntungan makin berlipat ganda. Tentu
saja hal ini membuat gembira Khadijah yang memilih Muhammad karena reputasi
kejujurannya.

4. Menikah dengan Khadijah


Mulanya perkenalan Muhammad SAW dengan Khadijah melalui dunia perniagaan. Khadijah
memang dikenal sebagai saudagar yang sukses dan kaya raya. Setelah tiba saatnya, Khadijah
pun melamar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hal ini, perempuan itu
mengutus seorang sahabatnya, Nafisah binti Ummayyah, yang juga masih berkerabat dengan
Muhammad SAW. Muhammad SAW pun menerima tawaran Nafisah untuk menikahi
Khadijah. Rencana pernikahan pun dimatangkan. Muhammad SAW kemudian
menyampaikan kabar gembira ini kepada paman-pamannya. Hamzah bin Abdul Muthalib,
salah seorang paman beliau, lantas mendatangi rumah Khuwailid bin Asad bersama
Muhammad SAW untuk melamar Khadijah.
Maka menikahlah Muhammad SAW dengan Khadijah. Pasangan berbahagia ini dikaruniai
dua orang putra dan empat orang putri. Mereka adalah Abdullah, Al-Qasim, Zainab,
Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah. Jumlah anak yang sebanyak itu menjadi salah
satu argumen beberapa sejarawan dalam menaksir usia Khadijah saat menikah. Bila benar
usia perempuan mulia itu 40 tahun saat menikah dengan Rasulullah SAW, maka sangat
mungkin ia sudah memasuki masa menopause. Maka dari itu, mereka berpendapat, usia
Khadijah saat menikah dengan Nabi SAW adalah 28 tahun. Allah Maha berkehendak.
Abdullah dan Al-Qasim meninggal dunia saat usianya masih kecil. Adapun keempat putri
beliau tumbuh dewasa. Mereka termasuk yang paling awal memeluk Islam begitu wahyu
Allah turun kepada Muhammad SAW.

5. Memperoleh gelar al amin


Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan kualitasnya sebagai manusia berakhlak mulia
jauh sebelum menjadi Rasul. Hal ini telah diakui olah para penduduk Mekkah yang
menyematkan gelar Al Amin atau orang yang dapat dipercaya kepada beliau. Pemberian
gelar ini bukan tanpa alasan. Sebagai pedagang, Nabi Muhammad tidak pernah berkata dusta
demi keuntungan. Mengutip jurnal Analisis Etika Bisnis dan Marketing Nabi Muhammad
SAW tulisan Ubbadul Adzkiya’, Nabi Muhammad digambarkan sebagai pribadi yang sangat
baik dan jujur. Beliau selalu mengatakan dengan jujur tentang barang yang dijualnya,
termasuk tentang kerusakan atau kejelekan barang tersebut. Dalam buku Manajemen Bisnis
Syariah tulisan Ali Hasan, RasullahSAW diceritakan selalu menepati janji dan mengantarkan
barang dagangan sesuai dengan kualitas yang diminta pelanggan.
Riwayat lain mengatakan bahwa Nabi Muhammad mendapat julukan Al Amin ketika
masyarakat Mekkah merenovasi Ka’bah. Mulanya terjadi banjir besar di Mekkah ketika Nabi
Muhammad berusia 35 tahun. Kaum Quraisy pun bermaksud membangun kembali Ka’bah
yang hancur setelah diterjang banjir. Ketika pembangunan Ka’bah telah rampung, terjadi
perselisihan sengit mengenai siapa yang berhak untuk meletakkan Hajar Aswad pada
tempatnya. Semua kabilah bertekad untuk bisa meletakkan Hajar Aswad. Kemudian Abu
Umayyah bin Mughiroh sebagai orang tertua di antara semua kabilah menawarkan jalan
keluar. “Barang siapa yang pertama kali masuk melalui pintu as-Shofa maka ialah yang
berhak untuk mengambil kebijakan tentang peletakkan Hajar Aswad tersebut,” katanya.
Ternyata Allah SWT menakdirkan bahwa orang yang pertama kali memasuki pintu masjid
adalah Nabi Muhammad SAW. Ketika melihat sang Nabi, mereka berkata: “Ini adalah al-
Amin dan kami ridho terhadap keputusannya”. Mereka pun menjelaskan apa yang terjadi
kepada Nabi Muhammad. Beliau kemudian meminta kain lalu mengangkat Hajar Aswad ke
atas kain tersebut dengan tanggannya. Beliau meminta setiap pemimpin kabilah untuk
memegang ujung kain tersebut dan kemudian bersama-sama mengangkatnya menuju tempat
Hajar Aswad. Nabi Muhammad mengangkat Hajar Aswad dari kain lalu meletakkannya di
tempat semula.
6. Akhlak beliau sebelum diangkat menjadi nabi
Nabi Muhammad merupakan sosok yang unggul dalam pemikiran, pandangan yang lurus,
mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, dan ketepatan dalam
mengambil keputusan. Nabi lebih suka diam lama-lama untuk mengamati, memusatkan
pikiran dan menggali kebenaran. Dengan akalnya nabi mengamati keadaan negerinya.
Dengan fitrahnya yang suci dia mengamati lembaran-lembaran kehidupan, keadaan manusia
dan berbagai golongan. Bahkan dia merasa risih terhadap khurafat dan menghindarinya.
Ketika berhubungan dengan manusia nabi selalu mempertimbangkan keadaan dirinya dan
keadaan mereka. Selagi mendapatkan yang baik, maka dia mau bersekutu di dalamnya. Jika
tidak, maka nabi lebih suka dengan kesendiriannya.
Beliau tidak mau meminum khamr, tidak mau makan daging hewan yang disembelih untuk
dipersembahkan kepada berhala, tidak mau menghadiri upacara atau pertemuan untuk
menyembah patung-patung. Bahkan semenjak kecil beliau senantiasa menghindari
penyembahan yang batil ini, sehingga tidak ada sesuatu yang lebih beliau benci selain
daripada penyembahan kepada patung-patung ini, dan hampir-hampir beliau tidak sanggup
menahan kesabaran tatkala mendengar sumpah yang disampaikan kepada Latta dan Uzza.
Ibnul Atsir meriwayatkan, bahwa Rasulullah pemah bersabda, "Tidak pernah terlintas dalam
benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan orang-orang.Jahiliah
kecuali hanya dua kali. Namun kemudian Allah menjadi penghalang antara diriku dan
keinginan itu. Setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikit pun hingga Allah memuliakan
aku dengan risalah- Nya. Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang
sedang menggembala kambing hersamaku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak
mengobrol di sana seperti dilakukan para pemuda lain. "Aku akan melaksanakannya," kata
pemuda rekanku. Maka aku beranjak pergi. Di samping rumah pertama yang kulewati di
Makkah, aku mendengar suara tabuhan rebana. "Ada apa ini?"Aku bertanya. Orang-orang
menjawab. “Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah." Aku ikut duduk-duduk dan
mendengarkan.
Namun Allah menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangun karena
sengatan matahari esok harinya. Aku kembali menemui rekanku dan dia langsung
menanyakan keadaanku. Maka aku mengabarkan apa yang terjadi. Pada malam lainnya aku
berkata seperti itu pula dan berbuat hal yang sama. Namun lagi-lagi aku mengalami kejadian
yang sama seperti malam sebelumnya. Maka setelah itu aku tidak lagi ingin berbuat hal yang
buruk.
Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya di tengah kaumnya, paling bagus
akhlaknya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut,
paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik
amainya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya, hingga mereka menjulukinya
Al-Amin, karena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai
orang lain. Keadaan beliau juga digambarkan Ummul Mukminin Khadijah , "Beliau
membawa bebannya sendiri, memberi orang miskin, menjamu tamu dan menolong siapa pun
yang hendak menegakkan kebenaran."
DAFPUS
Causo, Firnando. (2017). NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI
MUHAMMAD SAW. Google Scholar.
Rahim, Maryani. (2017). MEDIA PEMBELAJARAN KISAH NABI MUHAMMAD SAW
DALAM BENTUK ANIMASI MENGGUNAKAN ADOBE FLASH. Google Scholar.
Nurlena, Agustina. (2022) NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI
MUHAMMAD SAW PADA KITAB NURUL YAQIN KARYA ASY-SYEIKH
MUHAMMAD AL-KHUDHARI. Google Scholar.
4 Peristiwa Istimewa Iringi Kelahiran Nabi Muhammad. 21 November 2018. 9.15 WIB.
https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/empat-peristiwa-istimewa-iringi-kelahiran-nabi-
muhammad-5AFt7

Anda mungkin juga menyukai