Di undi terpilih Abdullah (Abdul Mutholib + Fatimah) dihadang penduduk quraisy menemui wanita
(meminta pendapat) 10x10 unta = 100 unta.
Usia 3 – 7 hari Halimatus Sa’adiyah Berkah (keledai berjalan cepat, keledai menjadi gemuk,
dul Muthalib pernah bernazar jika iya memiliki 10 anak maka dia akan mengkurbankan salah 1 nya. maka
nazar itu harus di lakukan karena ia benar2 di karuniai 10 orang anak. dan abdhul muthalib pun
menjelaskan kepada anak2nya dan anak2nya pun akan memenuhi nazar tersebut. akhirnya ia menulis
nama2 anaknya tersebutpada anak panah untuk di undi siapa salah satu anaknya yang akan di
kurbankan. akhirnya nama yang keluar adalah abdullah (Ayah rasulullah) anak yang paling tampan
namun mau tidak mau abdul muthalib harus memenuhi nazarnya tersebut. namun pada saat nazar tsb
akan di laksanakan penduduk quraisy menghadang nazar tsb dan menyarankan abdhul muthalib untuk
bertemu seorang wanita dan meminta pendapatnya.
akhirnya abdul muthalib menemui wanita tsb dan wanita itu menyarankannya sebagai pengganti nazar
tsb untuk membuat anak panah undian bernama Abdullah dan 10 ekor unta.jika yang keluar nama
Abdullah maka abdul muthalib harus menambah 10 ekor unta lagi, begitu seterusnya. jika keluar nama
undian unta , maka dia harus menyembeli unta sebanyak jumlah yang tertera dlm panah undian itu.
akhirnya abdul muthalib melakukan seperti saran wanita itu dan sampai akhirnya abdul muthalib akhirnya
menyembelih 100 ekor unta. abdullah pun tidak jadi disembelih dan digantikan dengan 100 ekor unta.
Ibunda abdullah bernama fathimah memilihkan untuk abdullah seorang gadis yang bernama aminah.
aminah adalah gadis terhormat dikalangan quraisy.
Abdullah dikirim ayahnya ke yatsrib untuk mengurusi kurma. setelah tiba di yatsrib abdullah jatuh sakit
dan meninggal pada usia sangat muda yaitu 25 tahun. ia di kuburkan di dar an nabighah al jadi. dan
abdullah meninggalkan aminah saat masih mengandung.
Halimah as-Sa’diyah adalah salah satu wujud nyata ‘bidadari’ yang ada di bumi.
Ia berasal dari Thaif, kabilah bani Sa’ad yang bertempat di desa (kampung).
Suatu hari, saat Rasulullah SAW berusia tiga hari, Halimah as-Sa’diyah bersama
sekitar 70 orang wanita dari perkampungan pergi ke Mekah untuk menawarkan
susuan demi mencari penghidupan, karena pada saat itu, di Thaif sedang dalam
masa paceklik.
Mereka mengendarai keledai yang kurus, juga membawa unta-unta yang tak
memiliki air susu setetes pun. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah di sore hari,
mereka pun mendirikan tenda. Saat itu, anak Halimah yang masih bayi menangis
tiada henti karena kelaparan.
Setiap ia bertanya kepada penduduk di sana tentang siapa yang memiliki bayi,
semua akan menjawab Aminah. Sementara ia tahu bahwa Aminah tidak lagi
bersuami. Padahal, upah dari ayah sang bayilah yang diharapkan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Semua teman-teman Halimah tak ada yang mau untuk mengambil bayi Nabi
Muhammad Saw. Halimah juga enggan untuk menemui Aminah. Namun karena
tak ada lagi bayi, akhirnya Halimah pergi ke rumah Aminah. Tapi tetap saja,
karena Aminah tak memiliki apa-apa sebagai upah menyusui, Halimah kembali
ke tenda tanpa membawa apa-apa,
Setelah ia melihat wajah bayi itu, ia berucap, “Aduhai, tak pernah sebelumnya
kulihat ada anak seindah ini.” Halimah pun mendekap bayi itu sambil menangis
haru bahagia. Halimah bersama suaminya kemudian membawa bayi Rasulullah
SAW pulang ke Thaif, setelah sebelumnya membuat perjanjian dengan Halimah
lamanya masa menyusui.
Tak hanya Halimah yang terkejut dengan bayi Muhammad, Aminah, yang
merupakan ibunya sendiri pun mengalami hal yang sama, ia berkata “Sungguh,
anakku ini memang anak yang membawa berkah. Aku tak pernah merasa dan tak
pernah tau bahwa aku sedang mengandung (karena tidak merasakan berat di
perutnya, juga kesusahan lainnya yang biasanya dirasakan ibu-ibu hamil),
kecuali dari mimpi-mimpiku setiap bulan. Dalam setiap mimpi itu, Asiah,
Maryam, dan bidadari-bidadari lainnya memberi tahu padaku ‘wahai Aminah,
kamu sedang mengandung sayyid-nya bani Adam, berilah ia nama dengan nama
Muhammad, karena kelak ia akan selalu dipuji.’”
Sesampai di Thaif, keberkahan dari Rasulullah SAW pun terbukti. Saat malam
hari, mereka ditimpa kelaparan, suami Halimah pun memerah susu unta. Unta
yang sebelumnya memiliki air susu yang sangat sedikit, tiba-tiba menjadi banyak
setelah Nabi Muhammad SAW hadir di rumah itu. Mereka pun tidur dalam
keadaan perut kenyang pada malam itu.
Hal ini berbeda dengan kambing-kambing orang lain yang kembali dengan
keadaan sebagaimana ketika pergi. Begitulah kehidupan Halimah selama dua
tahun yang senantiasa diberkahi.
Selain banyak membawa keberkahan, Rasulullah SAW juga merupakan sosok
yang berakhlak indah, bahkan semenjak bayi. Ketika menyusu kepada Halimah,
ia selalu menyusu di sebelah kanan, dan menyisakan yang sebelah kiri untuk
saudara sepersusuannya—anak Halimah—.
Halimah pun menuju Mekah untuk membawa nabi ke pangkuan ibunya, Siti
Aminah. Saat itu, Halimah masih sangat ingin untuk merawatnya. Halimah lalu
memohon kepada Aminah untuk memberi tambahan waktu. Aminah lalu
menyetujuinya.
Hari berlalu, hingga Allah mengangkat Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang
Rasul. Halimah beserta suaminya masuk Islam. Suatu hari, ketika Halimah
bersama rombongannya menuju Mekah untuk berhijrah, Nabi Muhammad SAW.
menyambutnya dengan begitu lembut, penuh kasih sayang dan penghormatan.
Betapa tidak, dialah ibu yang membesarkannya dengan rasa cinta yang besar.
Nabi Muhammad SAW memanggil-manggil ibunya, “ibuku… ibuku…”, padahal
saat itu, Halimah sudah berusia tua, namun nabi masih mengenal ibu
susuannnya itu. Nabi Muhammad SAW kemudian membentangkan sorbannya
sebagai bentuk penghormatan dan bakti kepada ibunya, seraya berkata, “Semoga
Allah membalas segala kebaikanmu, ibu.”
Begitulah Halimah, sosok yang begitu berarti dalam kehidupan nabi Muhammad
SAW, seseorang yang tulus dan ikhlas.
Setidaknya ada tiga hal yang dapat dipetik dari sosok Halimah dalam kisah ini:
Pertama, benahi niat. Lakukan semuanya karena Allah, karena mencari ridha
dan berkah. Sebagaimana Halimah yang menyusui Nabi Muhammad SAW bukan
karena mengharap harta. Tapi karena mengharap keberkahan.
Kedua, keberkahan lebih penting dari apapun. Dalam hal apapun baik itu harta
ataupun ilmu, yang terpenting adalah berkahnya.
Ketiga, adab. Dari Halimah kita juga belajar bagaimana beradab kepada suami
dengan baik. Halimah dengan patuhnya menuruti perkataan suaminya, meski
pada awalnya ia engggan untuk menyusi nabi Muhammad Saw. karena ia yatim.
Namun, karena kepatuhan dan adabnya kepada suami, serta niat yang sudah
dibenahi itulah, kemudian membawa Halimah kepada kehidupan yang penuh
dengan keberkahan.
Semoga kita bisa meneladani sosok Halimah, wujud nyata ‘bidadari’ yang ada di
bumi, tidak hanya memiliki paras indah, tapi juga berakhlak mulia.
Wallahu A’lam.
Mereka mengirimkan anak-anak mereka pada sebuah suku yang masih berbahasa Arab asli. Yang paling
terkenal adalah suku dari Banu Sa’d ibn Bukr. Suku ini lah yang merawat Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana tradisi suku Quraisy dan kabilah arab pada umumnya, pada hari kedelapan selepas
dilahirkan oleh Siti Aminah, Muhammad kecil harus diungsikan ke pedalaman dan baru akan
dikembalikan ke ibunya ketika kelak berusia delapan atau sepuluh tahun. Tentu hal ini membuat
Siti Aminah gundah. Tapi, tradisi tetaplah tradisi, mau nggak mau harus tetap dilaksanakan.
Aminah pun sadar, ini penting untuk ia lakukan. Ia pun mengikhlaskan putranya untuk dikirim
ke pedalaman. Lagipula ia tahu bawah tujuan dikirimkannya supaya kemampuan berbahasa sang
anak bagus—di pedalaman bahasa yang digunakan adalah bahasa arab asli, belum campuran dan
bukan bahasa pasar (fusya)—dan bisa mencecap udara pedalaman yang bersih, tidak seperti di
kota yang dianggap telah tercemar.
Di pedalaman itu, Muhammad kecil diasuh oleh Halimah bint sa’diyah selama tiga tahun.
Muhammad pun tumbuh menjadi anak yang cepat tanggap, telaten dan jujur. Ia juga kerap
membantu temannya yang kesusahan dan selalu bersikap bersahaja walaupun ia terkenal
memiliki kecerdasan yang luar biasa dibandingkan anak seumurannya, apalagi ia adalah
keturunan salah satu suku terpandang di kabilah arab. Hal itu membuatnya disukai banyak
orang. Tak terkecuali teman sebayanya.
Suatu ketika, saat ia bermain bersama anak-anak lain, ia didatangi oleh dua orang berbaju putih. Ia pun
sempat bertanya, tapi tidak dijawab. Dua orang itu berkata dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh
Muhammad kecil.
Sontak, hal ini pun membuatnya ketakutan. Tak terkecuali teman-temannya. Mereka pun berlari
mendatangi rumah Halimatus Sa’diyah dan melaporkan peristiwa yang terjadi.
“Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki telah diambil oleh dua orang laki-
laki,” ujar salah seorang dari mereka, agak berteriak.
Halimah pun agak terkaget. Tapi, ia berusaha tetap tenang.
Seketika itu pula wajah Halimah pucat. Ia pun berlari menuju tempat yang diceritakan itu. Tak butuh
waktu lama, ia pun sampai di tempat yang diceritakan itu.
Muhammad melihat wajah Halimah. Kemudian merangkulnya. Lalu, dengan agak terbata-bata ia
menjawab,”Dua orang itu berbaju putih. Ia berusaha mengambil sesuatu dari tubuhku.”
“Apakah itu?”
Halimah pun merangkulnya sekali lagi. Ia pun sebenarnya ketakutan dan takut jika anak ini sedang
kesurupan atau ada keanehan lain yang tidak mengerti. Untuk itu, ia bersepakat dengan keluarganya
untuk mengembalikan Muhammad kecil ke Makkah.
Kelak, selepas Muhammad kecil tumbuh dewasa dan diangkat menjadi Rasul, baru ia mengerti bahwa
dua orang berbaju putih itu adalah malaikat yang diutus oleh Allah Swt. untuk mencari dan mengangkat
keburukan dalam dirinya.
SEBELUM kelahirannya, dunia di ambang kehancuran. Allah Subhanahu wata’ala sendiri –sebagaimana hadits riwayat Muslim-
sampai memurkai mayoritas penduduk bumi kala itu. Hanya segelintir kecil orang yang membawa cahaya. Namun, laksana kunang-
kunang di tengah pekatnya malam. Mereka ada, tapi tidak bisa menjadi lokomotif perubahan.
Saat kegelapan berada pada titik puncaknya, lahirlah bayi yang dipilih Allah Subhahanu wata’ala menjadi agen perubahan bagi
seantero alam. Kehadirannya menurut pemaparan al-Qur`an, sejak jauh hari sudah diprediksi oleh Injil, dengan nama Ahmad (QS.
As-Shaf [61]: 6). Bahkan, uniknya para nabi pun disumpah agar beriman ketika menjumpainya (QS. Ali Imrân[3]: 81).
Kelahirannya diabadikan sejarah dengan momentum kegagalan Abrahah Ashram dalam ekspedisi penghancuran ka`bah. Surah Al-
Fil [105], ayat 1-5 menggambarkan secara jelas bagaimana Allah SWT menunjukkan kesudahan orang yang mau meniadakan
cahaya. Betapa pun dahsyatnya kegelapan, pada akhirnya akan lenyap dengan hadirnya cahaya (QS. Al-Isrâ [17]: 81). Cahaya itu,
bernama Muhammad ﷺ.
Dari jenak-jenak sirahnya di masa kecil (1-10 tahun), ada beberapa hikmah berserakan yang bisa dihimpun sebagai pintu untuk
mengetahui sirah beliau dimasa kecil. Pertama, beliau lahir dari keluarga baik-baik dan dari pernikahan syar`i. Beliau memiliki
nasab yang bagus. Merupakan suatu pembelajaran berharga bagi orang tua. Jika ingin mendapat keturunan yang baik, maka harus
selektif dalam memilih pasangan.
Kelima, menggembala kambing. Bukhari meriwayatkan bahwa setiap nabi pasti berprofesi sebagai penggembala kambing semasa
kecil. Rasul sendiri menggembalakan kambing penduduk Mekah dengan menerima upah. Kebiasaan ini, tentu saja memberikan
pengelaman berharga bagi Nabi Muhammad di masa kecil yaitu: kemandirian, kepemimpinan, kepekaan, kesabaran, kelembutan,
keuletan, dan ketelatenan yang sangat berguna ketika pada saatnya menjadi nabi.
Masa kecil nabi yang terlahir dari keluarga baik-baik, yatim, tumbuh di perkampungan Bani Sa`ad, pembelahan dada, dan
penggembalaan kambing adalah di antara sekian kecil mutiara yang efeknya sangat dahsyat bagi pendidikan anak. Tidak berlebihan
jika al-Qur`an (Al-Ahzab [33]: 21) menandaskan bahwa dalam “sirah” beliau benar-benar menyimpan keteladanan yang berhaga.
Tentunya bagi orang yang mengharap (ridha) Allah dan berorientasi akhirat. Bagaimana dengan kita?*/