Anda di halaman 1dari 3

Khutbah I

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah dalam kesempatan mengawali bulan Syawal 1440 H/2019 M ini, kita bersama-sama meningkatkan
takwa kita kepada Allah ‫ ﷻ‬dengan senantiasa melaksanakan segala perintahnya dan berusaha secara maksimal
meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan bekal takwa inilah, semoga kelak kita menjadi penghuni surga, amin ya
rabbal ‘alamin.
Rasa sedih pagi ini kita sangat terasa dengan perginya bulan Ramadhan. Begitu pula rasa bahagia itu hadir karena Allah
masih memberikan kita umur panjang sehingga mampu menyelesaikan ibadah selama Ramadhan hingga menjumpai
malam lailatul qadr. Hadirnya bulan Syawal kali ini tentunya menjadi sebuah renungan bagi kita agar semangat ibadah
Ramadhan tidak hilang.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,

Suasana kebatinan setiap kali Syawal hadir adalah kegembiraan, kebersamaan, kekeluargaan dan kepedulian.
Empat hal itu menyatu menjadi pelajaran kehidupan sosial yang secara otomatis hadir saat Ramadhan meninggalkan kita
semua. Sebab Idul Fitri ini menjadi identitas kemenangan umat Islam setelah berhasil lulus dari ujian pengekangan hawa
nafsu.
Maka wajar sekali jika umat Islam merasa bergembira. Setelah itu, umat Islam menjalin kebersamaan dalam suasana
kefitrian atau kesucian diri dan kemudian berkumpul bersama keluarga. Di situlah lahir suasana kekeluargaan yang
sangat akrab. Berdasar pada pola semangat beridul fitri juga lahir jiwa kepedulian karena sebelumnya umat Islam
diwajibkan menunaikan zakat fitrah—sebagai amalan kepedulian sosial.

Allah ‫ ﷻ‬telah memberikan peringatan yang cukup tegas dalam Surat al-Hujurat ayat 10, sebagaimana berikut:

Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” (QS Al Hujurat: 10)

Dalam Tafsir Fathul Qadir, Imam Asy Syaukani menjelaskan bahwa ayat ini menjadi penegasan pentingnya hidup
damai yang dititik beratkan pada asal usul keimanan. Jika pun ada perselisihan, maka harus dicari solusi terbaik
mendamaikan keduanya. Jangan sampai ada darah yang mengalir atau pembunuhan, sebab orang Islam membunuh
orang Islam itu dihukumi kafir.
Imam Fahruddin Ar Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib juga memberikan penjelasan bahwa ayat di atas sebagai
penyempurna atas petunjuk kehidupan damai. Yang paling utama dalam hidup adalah persaudaraan, bukan dengan
saling membunuh dan perang. Sebab awal mula dari perang adalah fitnah dan tidak saling memahami perbedaan. Maka
kehidupan damai itu menjadi sebuah jalan hidup yang paling baik.
Untuk dapat meraih persaudaraan dan perdamaian, dibutuhkan jiwa takwa. Melatih takwa selama bulan
Ramadhan kemarin seakan sangat mudah. Dan hari ini tugas kita ditinggal Ramadhan adalah dengan tetap
mempertahankan pola hidup penuh takwa itu.
Dalam kitab Taisirul Khallaq fi Ilmil Akhlaq disebutkan ada empat hal yang dapat menjadikan landasan hidup takwa:
menjadi hamba Allah yang tidak sombong, menetapkan ihsan dalam kehidupan, mengingat kematian dan selalu beramal
baik. Maka bagi orang yang bertakwa sangat mudah baginya berbagi kasih sayang dan menebar rasa persaudaraan.
Buah dari takwa, di dunia akan menjadi hamba Allah yang menerima ketetapan Allah, selalu mengingat Allah, berjiwa
baik dan berusaha memanusiakan manusia dengan kasih sayang. Sebab takwa yang dimilikinya akan mudah mendorong
memuliakan anak kecil dan menghormati orang dewasa. Bekal takwa juga ikut mengetahui posisinya sebagai orang yang
berakal (‘aqil) yang harus mengedepankan kebaikan dan kebijaksanaan.
Sedangkan buah dari takwa di akhirat kelak akan selamat dari siksa api neraka dan bahagia hidup di surga dengan penuh
kemuliaan, sebagaimana firman Allah ‫ ﷻ‬Surat An Nahl ayat 128:

Artinya: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS an-Nahl:
128)

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,

Hikmah dari hari raya Idul Fitri ini tentunya dapat dijadikan sebuah ‘ibrah bersama tentang pentingnya
persaudaraan. Saat takbir berkumandang, manusia sadar betul bahwa dirinya tidak berdaya. Manusia mengakui bahwa
dirinya maha kecil dan hanya Allah yang Maha Besar. Takbir dapat menghapus kesombongan dan keangkuhan manusia.
Ketika kesombongan dan keangkuhan itu hilang, maka sangat mudah untuk saling bermaaf-maafan yang ditujukan untuk
menguatkan rasa cinta dan saling bersaudara. Semua saling ikhlas berjabat tangan dan memaafkan. Kalau itu dapat
dipertahankan, maka kesucian Ramadhan itu akan tetap terjaga dengan baik.
Di antara amalan-amalan yang perlu dipertahankan setelah Ramadhan adalah menjaga persaudaraan yang oleh
masyarakat Indonesia disebut dengan silaturahim.
Pentingnya silaturahim ini diabadikan oleh Rasulullah saw dalah haditsnya:

Dari hadits itu dapat diambil pelajaran bahwa untuk menjadi hamba Allah yang beriman membutuhkan tiga komitmen
hidup: menghormati keluarga, menyambung tali silaturrahim dan selalu berbicara baik (atau lebih baik diam).

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,

Dalam rangka menguatkan hidup saling bersaudara, Islam mengingatkan sebuah metode kehidupan sosial
dengan menghormati lingkar masyarakat terdekat, yaitu tetangga. Jika bulan Syawal seperti ini, sudah tentu meminta
maaf dan saling memberi maaf terpenting adalah kepada tetangga. Kemudian dilanjutkan dengan menyambung
persaudaraan kepada semua lapisan masyarakat. Dan indahnya, pesan Rasulullah ‫ ﷻ‬ditambahkan dengan perlunya
menjaga lisan agar selalu bertutur kata yang baik, agar tidak membuat orang lain sakit hati. Ini senada dengan sebuah
pesan akhlaq:

Artinya: “Keselamatan seseorang itu ada pada lisannya”

Maka doa Nabi Ibrahim meminta pada Allah agar terjaga dari tutur kata yang baik—agar membuat orang semakin hidup
sempurna, sebagai berikut:

Artinya: “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. Asy Syu’ara’: 84)
Begitu pentingnya lisan manusia sebagai modal penguatan persaudaraan. Dan hari ini lisan tidak hanya dimaknai
mulut manusia saja, tetapi bisa luas menjadi informasi media sosial. Jangan sampai membuat/ menyebarkan berita
hoaks karena itu juga bagian dari kejahatan lisan. Dan jangan sampai umat Islam menjadi agen pemutus tali
persaudaraan yang secara tegas dilarang oleh Rasulullah saw.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,

Di akhir khutbah ini, perlu kita renungkan dua ayat yang menjadi penanda penyambutan ‘idul fitri, yakni:

Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia sembahyang (hari raya)” (QS. Al A’la: 14 – 15)

Allah ‫ ﷻ‬memberikan dorongan kepada umat Islam agar selalu mengingat kebesaran Allah dengan bertakbir khusus
menyambut ‘idul fitri dan ‘idul adha. Berbekal intisari dari kalimat takbir dan amal baik inilah, penguatan hidup dengan
saling bersaudara akan mudah terwujud. Indonesia hari ini butuh persaudaraan sejati yang dimulai dari lingkup tetangga
hingga bernegara. Dunia juga butuh persaudaraan dan perdamaian. Umat Islam perlu menjadi duta-duta damai setelah
sukses dari ujian Ramadhan. Bulan Syawal juga menjadi waktu yang tepat untuk mengawali perbaikan diri kita agar
semakin bertakwa dan baik terhadap sesama manusia. Amin.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah singkat ini kami sampaikan. Dengan semangat ‘idul fitri, mari kita tetap teguhkan bahwa hari-hari kita
tetap terasa keramadhanannya. Dan mari kita isi, 11 bulan ke depan dengan empat hal: rajin bershadaqah, rajib
berpuasa sunnah, selalu berbuat baik dan cinta bangsa dengan kerukunan dan persatuan.

Khutbah II

DSDSD

Anda mungkin juga menyukai