Anda di halaman 1dari 2

1.

Sejarah Tebango
Tebango merupakan nama Dusun di Desa Pemenang Timur Kecamatan Pemenang
Kabupaten Lombok Utara. Tebango Terdiri dua wilayah Pemukiman yaitu Tebango dan
Tebango Bolot. Kini Tebango Bolot mekar dan berganti nama baru menjadi Duusn Jeliman
Ireng.

Sulit untuk mengetahui asal usul masyarakat Dusun Tebango. Kurangnya catatan
sehingga generasi muda sekarang sulit menemukan asal-usul masyarakat Dusun Tebango.
Hanya ada beberapa catatan dari terjemahan lontar yang ada di Dusun Tebango dan Dusun
Menggala serta lontar di Bali. Sehingga Sejarah masa lalu tentang Tebango sedikit terang.

Pada masa Majapahit, Mahapatih Gajah Mada berkunjung ke Tebango. Dalam rangka
ekspansi politiknya Mahapatih Gajah Mada dari Jawa tiba di Pulau Lombok. Bersama dengan
Aji Demen dan Lumedung Sari dan pasukannya lalu berkunjung ke sebuah bukit yang
banyak pohon delimanya. Pohon delima ini buahnya berwarna hitam sehingga daerah
tersebut dinamakan Dukuh Deliman Ireng yang berati kampung (Dukuh) buah delima yang
berwarna hitam (Ireng). Kampung Deliman Ireng ini sekarang dikenal sebagai Tebango Bolot
dan mengalami pemekaran menjadi Dusun sendiri bernama Dusun Jeliman Ireng. Mahapatih
Gajah Mada lalu meninggalkan Deliman Ireng. Sang Aji Demen dan Ni Mas Lumedung Sari
dan beberapa pasukannya tetap tinggal di Dukuh Deliman Ireng yang kelak menjadi leluhur
biologis masyarakat Tebango. Cerita terpotong, entah bagaimana masyarakat Deliman Ireng
bisa tinggal dan bermukim di bawah bukit yang dikenal sekarang seabgai Dusun Tebango.

Menurut buku Dharmayatra Mpu Dwijendra yang ditulis oleh Ida Bagus Rai Putra,
dijelaskan bahwa seorang Rsi dari Majapahit bernama Mpu Dwijendra yang merupakan
penasehat Raja Majapahit melakukan perjalanan spiritual pasca runtuhnya Majapahit ke
Pulau Lombok. Dalam perjalanannya tibalah Beliau di sebuah Desa yang penduduk sedang
mengalami penderitaan. Hasil pertanian juga menurun karena gagal panen yang
menyebabkan banyak penduduk kekurangan pangan. Penduduk Desa ini juga tidak memiliki
agama, itulah yang mereka ungkapkan kepada Mpu Dwijendra. Kedatangan Mpu Dwijendra
tersiar ke seluruh Desa, maka berduyun-duyunlah penduduk Desa datang menghadap
memohon keselamatan lahir batin. Mpu Dwijendra mengajarkan ajaran Gama Buddha Paksa.
Kemudian Mpu Dwijendra menyuruh mereka bersama-sama di satu tempat membuat
pemujaan yang disebut Pemaksan. Pemaksan yangdibangun itu ada di tengah desa Tebango
yang sekarang menjadi Candi Suradipati.

Kata Tebango berasal dari kata Tebeng yang artinya bayank orang dan ngo yang artinya
memohon. Kata Tebango maksudnya Mpu Dwijendra mengajarkan Gama Buddha Paksa di
Desa yang dihuni banyak orang dan mereka serempak memohon belas kasihan kepada beliau.
Setelah mereka kompak memeluk agama Buddha Paksa maka Mpu Dwijendra mengajari
penduduk Tebango tata upacara dan masalah pertanian. Beliau memberi mereka petunjuk
becocok tanam agar hasl panen meningkat dan terselamtkanlah Desa Tebango dari Musibah.
Mpu Dwinjendra memberikan lontar tetulak yang berisi ajaran Gama Buddha Paksa dan
Piagam tembaga yang berisi sejarah nenek moyang masyarakat Tebango.

1. Tokoh sejarah
Tokoh sejarah yang menjadi leluhur biologis masyarakat Tebango adalah Sang Aji
Demen dan Ni Lumedung Sari. Mpu Dwijendra datang belakangan ke Tebango dan
mengajarkan Ajaran Buddha Paksa.

2. Nama Tebango
Kata Tebango berasal dari kata Tebeng yang artinya bayank orang dan ngo yang artinya
memohon. Kata Tebango maksudnya Mpu Dwijendra mengajarkan Gama Buddha Paksa di
Desa yang dihuni banyak orang dan mereka serempak memohon belas kasihan kepada beliau

3. Peninggalan Leluhur
Peninggalan yang masih kita saksikan hingga sekarang adalah Pemaksan tempat
pemujaan, Bengaran/Sanggah terletak di sudut-sudut kampung sebagai tempat menaruh
sesaji kepada para Dewa. Sanggar Agung sebagai tempat menyimpan pusaka, lontar tetulak
yang berisi ajaran Gama Buddha Paksa dan Piagam tembaga yang berisi sejarah nenek
moyang masyarakat Tebango.

Peninggalan leluhur

Anda mungkin juga menyukai