Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FIQIH

“SHALAT DAN SHALAT BERJAMAAH”

OLEH:

JULIANA (12130220529)

FARID FANSURI GEA (12130212623)

IKA MUBDI MULKI HRP (12130223365)

DOSEN PENGAMPU:

Ust.Sulaiman S,Ag,M,sy

JURUSAN ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM II

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehinggga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “SHALAT DAN SHALAT BERJAMAAH” Dalam pembuatan makalah ini
kami sadar masih banyak kekurangan baik itu dari segi penulisan ,isi,dan lain
sebagainya,maka kami sangat mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk
pembuatan makalah dihari kedepan nantinya.
Demikianlah sebagai kata pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini
kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga,semoga segala bantuan dari
segala pihak mudah-mudahan mendapatkan amal baik yang diberikan oleh Allah
SWT.

PEKANBARU, September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 6
2.1 Shalat ........................................................................................ 6
2.2 Shalat Berjamaah .................................................................. 12
2.3 Hukum Shalat Berjamaah .................................................... 15
BAB III PENUTUP ........................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ............................................................................ 20
3.2 Saran ..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Shalat merupakan ibadah yang sangat penting dalam Agama Islam. Karena
shalat itu sendiri menjadi salah satu pondasi Agama, dan ajaran yang paling mendasar
setelah syahadat. artinya tidak mungkin Islam ini akan kokoh apa bila salah satu di
antara pondasi-pondasinya ada yang tidak kuat atau bisa dibilang roboh. Tetapi
sebaliknya, apabila semua pondasinya itu kuat maka bangunanya sudah bisa
dipastikan kokoh,shalat juga merupakan sebuah alat media untuk mendekatkan diri
kepada Allah Karena di dalam shalat kita sedang menghadapkan diri kita kepada
Allah baik Dhohir maupun Batin.Oleh sebab itu shalat merupakan amalan yang
gampang-gampang susah. Meskipun setiap orang bisa melakukanya, namun tidak
setiap orang akan bisa melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Maka untuk
melaksanakanya di butuhkan konsetrasi yang kuat agar suapaya hatinya itu bisa selalu
hadir dan ingat kepada Allah. Sebagaimana Allah berfirman :

ْ ‫ص ٰلوة َ ِل ِذ ْك ِر‬
‫ي‬ ْٓ َّ ‫َل ا ِٰلهَ ا‬
َّ ‫َِل اَن َ۠ا فَا ْعبُدْ ِن ْۙ ْي َوا َ ِق ِم ال‬ ْٓ َ ُ‫ّٰللا‬
‫اِنَّ ِن ْْٓي اَنَا ه‬

“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thoha : 14 )1

Imam Al-Ghazali menjeskan bahwa Dhohir ayat ini menunjukan wajib,


sedangkan lalai itu kebalikan dari ingat. Maksudnya bagaimana seseorang itu bisa
dikatakan sedang mendirikan shalat sedangkan ia tidak mengingat Allah di dalam
shalatnya.

Shalat merupakan ibadah spiritual yang paling tinggi, hal ini karena didalam
shalat terdapat perpaduan antara aktivitas jasmani dan roahani yang mencangkup doa,
zikir, ucapan, perbuatan dan lain sebagainya. Kalau kita perhatikan dari segi bentuk
1
QS.Thoha:14

4
lahiriyahnya maka shalat adalah aktivitas ibadah seluruh anggota badan, sedangkn
secara batiniyahnya adalah aktivitas ibadah hati. Dari sini kita bisa Tarik kesimpulan
bahwa yang namanya shalat itu tidak hanya pergerakan anggota tubuh saja tapi juga
hati. Selain itu mempelajari shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena
shalat adalah bentuk pengabdian manusia kepada Allah SWT yang wajib
dilaksanakan agar didalam setiap kegiatannya selalu diberikan keberkahan, kebaikan,
kemudahan, dan jalan keluar dari kesulitan yang menimpa.

Peran seluruh umat Islam sangat diperlukan dalam hal saling mendidik dan
membina generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, salah satunya
pendidikan shalat kepada anak-anak, agar mereka memperoleh kebahagian hidup di
dunia dan diakhirat. Shalat lima waktu merupakan salah satu rukun Islam yang kedua
yang wajib dilaksanakan setiap umat Islam di dalam agama, shalat mempunyai
kedudukan yang penting, diantaranya shalat merupakan tiang agama, amal pertama
kali dihisab oleh Allah pada hari kiamat dan wasiat terakhir Rasulullah Saw untuk
ummatnya agar ummat Islam menjaga shalatnya2.

Tujuan dari mengajarkan shalat fardhu (wajib) 5 waktu sejak dini yaitu agar
anak menjadi simpatik dan terbiasa melakukan shalat sejak usia dini, sehingga mudah
baginya kelak dalam melaksanakan shalat di usia dewasa

1.2 RUMUSAN MASALAH


 Apakah definisi tentang shalat ?
 Apakah definisi tentang shalat berjamaah?
 Apakah hukum melaksanakan shalat berjamaah?

2
TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1951), hal. 81.

5
1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan dibuatnya makalah ini agar secara Agama bisa memahami definisi sholat
beserta hukumnya dan memahami shalat berjamaah menurut hukum dan ketentuan
nya karna sholat adalah tiang agama yang tidak akan tegak sebuah bangunan agama
kecuali dengan menegakkannya,apabila runtuh tiang tersebut maka akan runtuhlah
bangunannya.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SHALAT

Pengertian salat dari bahasa Arab as-sholah,sholat menurut bahasa etimologi


berarti doa dan secara terminologi atau istilah para ahli fikih mengartikan secara lahir
dan hakiki. Secara lahiriyah salat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada
Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.

Adapun secara hakiki nya ialah berhadapan hati jiwa kepada Allah secara yang
mendatangkan takut kepadanya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya
atau mendohirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan
perkataan dan pekerjaan atau kedua-duanya.3

Shalat adalah pendakian orang-orang beriman serta doa orang-orang shaleh. Shalat
memungkinkan akal terhubung secara langsung dengan sang Pencipta,
menghindarkan seluruh kepentingan personal dengan material. Hal itu
menyelamatkan diri dengan menghancurkan depresi serta menghapus kegelisahan.3
Shalat adalah media terbesar untuk menghubungkan seorang hamba dengan
Tuhannya. Shalat juga menjadi wasilah (perantara) yang sangat penting untuk
membentuk tameng agama bagi seorang anak4.

Shalat menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan shalat


.merupakan menifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah SWT.Dari

3
H.sulaiman Rasjid,fiqih islam (sinar Baru Algensindo),hlm.53
4
Jamal Abdul Hadi, dkk, Menuntun Buah Hati Menuju Surga, Penerjemah, Abdul Hadid,
Cet.1, (Surakarta: Era Intermedia, 2005), hal. 95 .

7
sini maka, shalat dapat menjadi media permohonan, pertolongan dalam
menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan
hidupnya.5

Di samping shalat wajib yang harus dikerjakan, baik dalam keadaan dan kondidi
apapun, diwaktu sehat maupun sakit, hal itu tidak boleh ditinggalkan, meskipun
dengan kesanggupan yang ada dalam menunaikannya, maka disyariatkan pula
menunaikan shalat sunah sebagai nilai tambah dari shalat wajib. Shalat adalah tiang
agama yang tidak akan tegak sebuah bangunan agama kecuali dengan
menegakkannya,apabila runtuh tiang tersebut maka akan runtuhlah bangunan itu

Shalat adalah kewâjiban pertama yang diwajibkan Allah dalam peribadahan dan
merupakan kewajiban badaniyah yang paling utama yang tidak menujukkan
keutamaan ini adalah bahwa Allah mewajibkan shalat di muka bumi melalui
perantaraJibril seperti secara ibadah-ibadah lainnya, akan tetapi Dia wajibkan perkara
ini langsung kepadaNabi-Nya di malam Isra' & Mi'raj di atas langit ketujuh.Perkara
ini sangat agung dan mulia di hadapanAllah, karena Dia telah mewajibkannya
sebanyak lima puluh waktu, kemudian diringankan menjadi lima waktu dalam sehari
semalam dan Allah hitung dalam timbangan-Nya sebanyak lima puluh Sholat.Shalat
wajib hukumnya atas setiap muslim yang berakal dan sudah mencapa iakhir baligh,
baikitu laki-laki maupun perempuan,kaya ataumiskin, orangyangberdomisili atau
dalam keadaan mu safir, dalam keadaan sehat atausakit,dan kewajiban
shalatyanglima waktu sehari semalam tidak akan jatuh dari seorang pun walaupun dia
dalam keadaan sakit selama akalnya masih sehat sampai kematian datang padanya.

Islam juga mengajarkanshalat-shalat lain yan gsifatnya sunnah atau mustahab


secara hukum, seperti Shalat sunnah rawatib, tarawih, duaraka'atdhuha,tahajjud
(qiyamullail), dua raka'at shalattahiyyatul masjid (penghormatan kepada masjid),
dilakukan ketika seseorang baru masuk masjid, shalat dua raka'at setelah wudhu, dua
5
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta:
Amzah, 2009), h. 14

8
raka'at shalat taubat, shalat istisqoo(minta hujan), shalat jenazah, shalat istikharah,
shalat kusuf(gerhana matahari), shalat khusuf(gerhana bulan), dua raka’at setelah
shalat jum’at, dll dari shalat-shalat sunnah.

Shalat mempunyai syarat-syarat syah yang wajib dipenuhi oleh setiap orang yang
akan mendirikannya,apabila dia meninggalkan salah satu dari persyaratan berikut
maka batallah

sholatnya:

 Islam:Tidak sah shalatnya orang kafir.


 Berakal:Orang yang hilang akal tidak diwajibkan shalat.
 Baligh:Anak kecil tidak mendapat kewajiban shalat sampai dia bermimpi
 Taharah(suci)darihadats besar dan kecil: Hadats keciladalah segala sesuatu
yang mewajibkan kita untuk berwudhu, dan hadats besar adalah segala
sesuatuyang mewajibkankita untuk mandi janabah.
 Taharah badan,baju, dan tempat yang akan kita gunakan untuk shalat.
 Masuknya waktu shalat: Tidak diwajibkan shalat kecuali setelah masuk
waktunya, dan tidak dianggap sah sebuah shalata apabil adilakukan
sebelumwaktunya.
 Menutup aurat dengan baju yang suci.
 Berniat:Niat tempatnya didalam hati,dan lebih afdhol apabila diIakukan
bersamaan dengan takbiratulihram.
 Menghadap ke kiblat

Shalat adalah merupakan tali penghubung antara Allah dan hambanya,di mana
seseorang berdiri di hadapan Allah sallallahu alaihi Wasallam menyampaikan segala
isi hatinya dan Dia mendengarakan yang diadukan, kemudian dia berdo'adan Allah
mendengar apa yang di minta.Sudah menjadi kewajiban seseorang melaksanakan

9
ibadah ini dalam keadaan suci, karena dia akan berhadapan dengan Allah setiap hari
dan berusaha untuk menunaikannya dengan secara khusyu', tunduk, bersyukur atas
segala kenikmatan yang telah Allah berikan, memohon keutamaannya, meminta
ampun atas segala dosa-dosanya.

Shalat kuncinya adalah kesucian badan,baju dan tempat dari hadats besar dan kecil,
pembukanyaadalah takbir dan penutupnya adalah salam, kekhusyu'an dan konsentresi
adalah merupakan Kewajiban dalam pelaksanaannya. Allah berfirman:

َ‫ص ٰلوةِ ْال ُوس ْٰطى َوقُ ْو ُم ْوا ِ هّلِلِ ٰقنِ ِتيْن‬ ِ ‫صلَ ٰو‬
َّ ‫ت َوال‬ ُ ِ‫َحاف‬
َّ ‫ظ ْوا َعلَى ال‬

"Peliharalah segala shalat(mu). Dan (peliharalah) shalat wusthaa.Berdirilah karena


Allah (dalam shalatmu)dengan khusyu. " (Al-Baqarah:238).6

Nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda:

‫ما من امري مسلم تحضره صالة مكتو بة فيحسن و ضوءهاوخشوعهاوركوعها اَل كانت كفارة لماقبلهامن‬
‫الذنوب ما لم تؤت كبيرة وذالك الدهركله‬

"Tidaklah datang kepadaseorûng muslim waktu shalat yang waiib, kemudian dia
berwudhu dengan sebaik-baik wudhu, dan melakukannyadengan khusyu', kemudian
beruku' dengan sebaik-baik ruku', mûka shalat itu skanjadi pelebur bagi dosa-dosanya
yang telah lalu, dengan syarat dia tidak pernah melakukandosabesar,dan peleburan
dosa itu untuk zaman seterusnya. " (HR. Muslim)7.

1. Rukun Sholat

Rukun salat biasa juga disebut fardhu perbedaan antara syarat dan rukun salat
adalah bahwa syarat merupakan sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal
ibadah itu dikerjakan Sedangkan pengertian rukun atau fardhu adalah sesuatu yang
harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah pada waktu pelaksanaan suatu pekerjaan
atau amal ibadah tersebut .

6
QS.Al-Baqarah:238.
7
HR.Muslim

10
Rukun shalat ada 13 yaitu:

 Niat yaitu menyengaja untuk mengerjakan salat karena Allah subhanahu wa


ta'ala
 Berdiri bagi yang mampu
 Takbiratul ihram
 Membaca surah alfatihah
 Rukuk dan tuma'ninah
 I'tidal dengan tuma'ninah
 Sujud dua kali dengan tuma'ninah
 Duduk diantara dua sujud dengan tuma'ninah
 Duduk yang terakhir
 Membaca tasyahud pada waktu duduk di akhir
 Membaca shalawat atas nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada
tasyahud akhir setelah membaca tasyahud
 Mengucapkan salam
 Tertib maksudnya ialah melaksanakan ibadah salat harus berurutan dari rukun
yang pertama sampai yang terakhir

13 rukun shalat ini berlaku untuk semua shalat, baik itu shalat wajib maupun shalat
sunnah. Dalam shalat yang kita amalkan kita perlu memerhatikan tiap-tiap rukun
shalat agar amalan kita dapat diterima oleh Allah SWT. Shalat dapat dikerjakan
dengan cara berjamaah maupun sendiri-sendiri, bergantung pada shalat apa yang
sedang dilaksanakan.

Beberapa shalat yang dapat dilakukan secara berjamaah maupun sendiri adalah shalat
fardhu atau shalat wajib dan salat tarawih. Selain shalat-shalat tersebut, ada pula
shalat yang harus dilakukan berjamaah, shalat tersebut antara lain shalat Jumat, salat
Hari Raya (Ied) dan shalat Istisqa' atau shalat minta hujan.

11
2. Hal-hal yang membatalkan sholat

 Meninggalkan salah satu rukun salat atau memutuskan rukun sebelum


sempurna dilakukan
 Tidak memenuhi salah satu dari syarat salat seperti berhadas terbuka aurat
 Berbicara dengan sengaja.
 Banyak bergerak dengan sengaja
 Makan dan minum
 Menambahkan rukun fi'li seperti sujud tiga kali
 Tertawa adapun batu beresin tidaklah membatalkan salat
 Mendahului imam sebanyak 2 kali khusus bagi ma'mum\

3. Cara Mengerjakan Shalat

 Menghadap Ka'bah/kiblat
 Berdiri
 Kewajiban menghadap sutrah
 Niat
 Takbiratul ihram
 Mengangkat kedua tangan
 Bersedekap
 Memandang tempat sujud
 Membaca doa iftitah
 Membaca al-fatihah
 Membaca amiin
 Bacaan surah setelah al-fatihah
 Ruku'
 I'tidal dari Ruku'

12
 Sujud
 Bangun dari sujud
 Duduk diantara dua sujud
 Duduk tasyahud tasyahud awal dan tasyahud akhir
 Salam

4. Macam-Macam Shalat Fardhu

 Shalat Dzuhur
 halat Ashar
 Shalat maghrib
 Shalat Isya'
 Shalat Shubuh

2.2 Shalat Berjamaah

Secara umum shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih, dimana salah satunya menjadi imam dan yang lain menjadi makmum dengan
memenuhi semua ketentuan shalat berjamaah.Jauh sebelum disyariatkan shalat 5
waktu saat mi'raj Nabi SAW, umat Islam sudah melakukan shalat jamaah, namun
siang hari setelah malamnya beliau mi'raj, datanglah malaikat Jibril ‘alaihissalam
mengajarkan teknis pengerjaan shalat dengan berjamaah. Saat itu memang belum ada
syariat adzan ataupun iqamah, yang ada baru panggilan untuk berkumpul dalam
rangka shalat. Yang dikumandangkan adalah seruan 'ash-shalatu jamiah', lalu Jibril
alaihissalamshalat menjadi imam buat Nabi SAW, kemudian Nabi SAW shalat
menjadi imam buat para shahabat lainnya.

13
Namun syariat untuk shalat berjamaah memang belum lagi dijalankan secara
sempurna dan tiap waktu shalat, kecuali setelah beliau SAW tiba di Madinah dan
membangun masjid.

Setelah di Madinah barulah shalat berjamaah dilakukan tiap waktu shalat di


Masjid Nabawi dengan ditandai dengan dikumandangkannya adzan. Nabi SAW
meminta Bilal radhiyallahuanhu untuk melantunkan adzan dan iqamah dengan sabda
beliau SAW :” Wahai Bilal, bangunlah dan lihatlah apa yang diperintahkan Abdullah
bin Zaid dan lakukan sesuai perintahnya”. (HR. Bukhari)

 Anjuran untuk Shalat Berjamaah

Ada begitu banyak dalil tentang anjuran shalat berjamaah, di antaranya adalah hadits
berikut ini :

َ ِ‫صالَة الفَ ِذِّ ب‬


‫سبْعٍ و ِع ْش ِرينَ دَ َر َجة‬ ُ ‫صالَة ُ ال َج َما َع ِة ت َ ْف‬
َ ‫ض ُل‬ َ

“Shalat berjamaah lebih afdhal daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh
derajat”. (HR Muslim)

Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fathul Bari, pada kitab Adzan telah menyebutkan
secara rinci apa saja yang membedakan keutamaan seseorang shalat berjamaah
dengan yang shalat sendirian8.

Diantaranya adalah ketika seseorang menjawab Adzan, bersegera shalat di


awal waktu, berjalannya menuju masjid dengan sakinah, masuknya ke masjid dengan
berdoa, menunggu jamaah, shalawat malaikat atas orang yang shalat, serta
permohonan ampun dari mereka, kecewanya syetan karena berkumpulnya orang-
orang untuk beribadah, adanya pelatihan untuk membaca Al-Quran dengan
benar,pengajaran rukun-rukun shalat, keselamatan dari kemunafikan dan seterusnya.

8
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathulbari, jilid 2 hal. 1

14
Semua itu tidak didapat oleh orang yang melakukan shalat dengan cara
sendirian di rumahnya. Dalam hadits lainnya disebutkan juga keterangan yang cukup
tentang mengapa shalat berjamaah itu jauh lebih berharga dibandingkan dengan
shalat sendirian.

Rasulullah SAW bersabda :

“Dari Abi Darda' radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tidaklah 3


orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat
jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab
srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya". (HR Abu Daud dan
Nasai)9.

Namun secara khusus ketika kita menemukan perintah atau anjuran untuk
melakukan shalat berjamaah, sebenarnya tidak sekedar berjamaah secara minimalis
terdiri dari dua orang begitu saja, melainkan ada beberapa kriteria yang bersumber
dari contoh aplikatif di masa Nabi SAW:

 Di Masjid

Shalat berjamaah yang ditegakkan Rasulullah SAW dan para shahabat tidak lain
adalah shalat yang dilakukan di Masjid Nabawi di Madinah. Selain itu juga ada
beberapa masjid perkampungan yang lokasinya masih di dalam area Kota Madinah
yang menyelenggarakan shalat berjamaah. Para shahabat tidak melaksanakan shalat
berjamaah kecuali di dalam masjid. Walaupun bukan berarti hal itu tidak boleh,
namun secara idealnya memang demikian.

 Bersama Imam Rawatib

Tidaklah disebut sebagai shalat berjamaah kecuali bila dilaksanakan bersama dengan
Rasulullah SAW sebagai imam. Para shahabat tidak akan melakukan shalat
9
Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan

15
berjamaah di masjid kalau bukan Beliau SAW yang mengimami. Sehingga bila
Beliau masuk masjid lebih lambat, shalat berjamaah pun jadi mundur.

“Dari Abi Bazrah Al-Aslami berkata,”Dan Rasulullah suka menunda shalat Isya’,
tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya”. (HR. Bukhari
Muslim)

“Dan waktu Isya’ kadang-kadang, bila beliau SAW melihat mereka (para shahabat)
telah berkumpul, maka dipercepat. Namun bila beliau melihat mereka berlambat-
lambat, maka beliau undurkan.” (HR. Bukhari Muslim).

Apa yang Beliau SAW lakukan kemudian juga dijalankan oleh para khulafaurrasyidin
yang juga berposisi sebagai imam masjid, yaitu oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali ridwanullahi alaihim ajmain. Maka tidaknya disebut shalat berjamaah kecuali
shalat itu dilakukan bersama imam masjid rawatib.

 Diawali Dengan Adzan

Yang dimaksud dengan shalat berjamaah selain adalah shalat yang dilakukan di
masjid bersama imam rawatib, juga shalat yang diawali dengan adzan.Sedangkan
shalat berjamaah di gelombang kedua, ketiga dan seterusnya meski diawali dengan
iqamah, yang pasti tidak pernah diawali dengan adzan. Karena tidak ada cerita ada
adzan dua kali di satu masjid yang sama.

2.3 Hukum Shalat Berjamaah

Hukum mengerjakan shalat berjama'ah adalah sunnah muakkad artinya sunnah


yang sangat dianjurkanDi mana menurut Jumhur ulama, shalat berjamaah hukumnya
sunnah muakad, sedangkan menurut Imam Ahmad Bin Hanbal, shalat berjamaah
mempunyai hukum wajib. Selain itu dalam hadist riwayat Imam Ahmad, Rasulullah

16
juga bersabda : “Tidak sempurna sholat seseorang yang bertetangga dengan masjid
kecuali dengan berjama'ah”

Tidak semua shalat disyariatkan untuk dilakukan dengan berjamaah, sebagian shalat
ada yang justru lebih utama untuk dikerjakan sendirian. Maka para ulama membagi
shalat berjamaah itu menjadi beberapa hukum, antara lain ada yang hukumnya wajib
dan menjadi syarat sah shalat, ada yang hukumnya sunnah dan ada yang tidak
disunnahkan.

1. Syarat Sah Shalat

Diantara shalat yang syaratnya harus dikerjakan dengan berjamaah adalah shalat
Jumat, shalat Idul Fithri dan Idul Adha.

 Shalat Jumat

Jumhur ulama menyebutkan bahwa shalat Jumat itu minimal dilakukan oleh 40 orang
mukallaf, yaitu mereka yang beragama Islam, aqil, baligh, muqim, sehat, laki-laki dan
merdeka.Mazhab Al-Hanafiyah membolehkan shalat Jumat bila dikerjakan hanya
oleh tiga orang, tetapi tetap tidak sah bila hanya dikerjakan sendirian. Mazhab Al-
Malikiyah menyebutkan minimal shalat Jumat dikerjakan oleh 12 orang, tetapi kalau
dikerjakan hanya oleh satu orang saja, jelas shalat itutidak sah.

 Dua Shalat Ied

Dalam mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah, berjamaah menjadi syarat sah Shalat
Idul Fithri dan Shalat Idul Adha. Artinya, keduanya tidak sah apabila dikerjakan
tanpa berjamaah atau hanya oleh seorang saja10.Namun dalam pandangan mazhab
Asy-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah, mengerjakan shalat kedua shalat ini dengan
berjamaah hukumnya sunnah, dan bukan syarat sah shalat.11

10
Hasyiyatu Ibnu Abdin, jilid 1 hal. 275
11
Mughni Al-Muhtaj, jilid 1 hal. 225

17
2. Disunnahkan Berjamaah

Sedangkan shalat yang disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah adalah


shalat tarawih, shalat khusuf dan kusuf, shalat istisqa'.

 Shalat Tarawih dan Witir

Para ulama umumnya berpendapat bahwa meski pun shalat tarawih dan witir sah
untuk dilakukan secara sendirian, namun melakukannya dengan berjamaah hukumnya
sunnah atau mustahab.Mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah menggunakan
istilah sunnah, sedangkan mazhab Al-Maliliyah dan Al-Hanabilah menggunakan
istilah mustahab.12

 Shalat Khusuf dan Kusuf

Kusuf (‫ )كسوف‬adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau
total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan
matahari.

Khusuf (‫) خسوف‬adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian
atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan
yang berada di balik bumi dan matahari.

Kedua shalat ini tidak pernah dilakukan di masa Nabi SAW kecuali dengan
berjamaah juga. Dalilnya adalah hadits berikut :

“Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang


dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).

 Shalat Istisqa'

Shalat Istisqa tidak pernah dilaksanakan di masa Rasulullah SAW kecuali dilakukan
dengan berjamaah. Namun para ulama menyebutkan bahwa hukumnya sunnah untuk

12
Bada'i Ash-Shana'i, jilid 1 hal. 288

18
dilaksanakan dengan berjamaah.Mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-
Hanabilah menyebutkan bahwa disunnahkan shalat istisqa' untuk dilaksanakan
dengan berjamaah. Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah memang tidak mensyariatkan
shalat istisqa' ini dalam pandangannya.13

3. Yang Diperintahkan Untuk Shalat Berjamaah

Ketika para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat berjamaah menjadi
empat jenis hukum, semua sepakat bahwa hukum-hukum di atas hanya berlaku bagi
yang memenuhi syarat, yaitu mukallaf, laki-laki, merdeka, sehat dan muqim.

 Mukallaf

Yang terkena hukum shalat berjamaah hanya mereka yang mukallaf, yaitu muslim,
aqil dan baligh. Sedangkan mereka yang beragama di luar Islam, orang gila dan anak-
anak yang belum baligh tentu tidak termasuk di dalamnya.

 Laki-laki

Yang termasuk di dalam hukum-hukum di atas sebagaimana disebutkan oleh para


ulama, terbatas terbatas pada para laki-laki, sedangkan hukum shalat berjamaah buat
wanita berbeda lagi.

 Merdeka

Hukum shalat berjamaah hanya berlaku untuk orang yang merdeka, sedangkan budak
tidak termasuk di dalam hukum shalat berjamaah.

 Sehat

Yang dimaksud dengan sehat adalah orang yang tidak punya udzur syar'i sakit
sehingga tidak mampu berjalan ke masjid untuk berjamaah. Tentu tidak semua sakit

13
Kasysyaf Al-Qinna', jilid 1 hal. 114

19
merupakan udzur, ada jenis penyakit tertentu yang membuat penderitanya tidak
terkena kewajiban shalat berjamaah.

 Muqim

Dalam keadaan seorang berstatus sebagai musafir, maka dia tidak termasuk yang
terkena kewajiban shalat berjamaah. Dan muqim itu adalah orang tidak dalam status
perjalanan.

4. Hukum Shalat Berjamaah Untuk Shalat Lima Waktu

Di kalangan ulama berkembang banyak pendapat tentang hukum shalat


berjamaah. Ada yang mengatakan fardhu 'ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat
berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada
shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang
mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang
mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.

 Fardhu Kifayah

Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi'i dan Abu Hanifah14.Demikian
juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun
yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari
kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah.

Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang
menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya.
Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah
semua orang yang ada disitu. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar
agama Islam.

14
Ibnu Habirah, Al-Ifshah jilid 1 hal. 142

20
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,'Shalat
berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR. Muslim)

Al-Khatthabi berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi'i mengatakan bahwa shalat


berjamaah itu berdasarkan hadits ini15.

 Fardhu 'Ain

Yang berpendapat demikian adalah Atha' bin Abi Rabah, Al-Auza'i, Abu Tsaur, Ibnu
Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah.
Atho' berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu
ketika seseorang mendengar Adzan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat16.

Dalilnya adalah hadits berikut :

Dari Aisyah radhiyallahuanhu berkata,'Siapa yang mendengar adzan tapi tidak


menjawabnya (dengan shalat), maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan
tidak menginginkannya17.

Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa udzur, dia
berdoa namun shalatnya tetap sah.

 Sunnah Muakkadah

Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana


disebutkan oleh imam As-Syaukani18. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling
tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu 'ain, fardhu kifayah
atau syarat sahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.

15
Ma'alimus-Sunan jilid 1 hal. 160
16
Mukhtashar Al-Fatawa Al-MAshriyah hal. 50
17
Al-Muqni' 1/193
18
Nailul Authar jilid 3 hal. 146

21
Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya
sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur.
Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah
sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan
wajib19

 Syarat Sahnya Sholat

Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu
berjamaah adalah syarat sahnya shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak
sah kalau tidak dikerjakan dengan berjamaah. Yang berpendapat seperti ini antara
lain adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya.

Setiap orang bebas untuk memilih pendapat manakah yang akan dipilihnya. Dan bila
kami harus memilih, kami cenderung untuk memilih pendapat menyebutkan bahwa
shalat berjamaah itu hukumnya sunnah muakkadah, karena jauh lebih mudah bagi
kebanyakan umat Islam serta didukung juga dengan dalil yang kuat. Meskipun
demikian, kami tetap menganjurkan umat Islam untuk selalu memelihara shalat
berjamaah, karena keutamaannya yang disepakati semua ulama.

19
Bada'ius-Shanai' karya Al-Kisani jilid 1 hal. 76

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Salat merupakan inti ( kunci) dari segala ibadah juga merupakan tiang agama
dengannya agama bisa tegak dengannya pula agama bisa runtuh. Salat mempunyai
dua unsur yaitu zhahiriyah dan batiniah unsur zahiriyah adalah yang menyangkut
perilaku berdasar pada gerakan salat itu sendiri sedangkan unsur yang bersifat
batiniah adalah sifatnya tersembunyi dalam hati karena hanya allah-lah yang dapat
menilainya salat banyak macamnya ada salat Sunnah ada juga salat fardhu yang telah
ditentukan waktunya. khilafiyah kaum muslimin tentang salat adalah suatu hal yang
biasa karena rujukan dan pengkajiannya semuanya bersumber dari Alquran dan hadis
hendaknya perbedaan tersebut menjadi hikmah keberagaman umat Islam.

3.2 SARAN

Dalam pengumpulan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak mengalami


kekurangan dan kesalahan oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan
tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami sebelum dan sesudahnya kami
ucapkan banyak terimakasih.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Salim Basyarahil, Shalat Hikmah, Falsafah dan Urgensinya, Cet.1,

Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Penerjemah; Abdul

Rosyad Shiddiq, Cet. 1, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, Sekolah dan Masyarakat,

Penerjemah, Shihabuddin, Cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Jamal Abdul Hadi, dkk, Menuntun Buah Hati Menuju Surga, Penerjemah, Abdul

Hadid, Cet.1, (Surakarta: Era Intermedia, 2005), hal. 95.

Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juzu‟ I, Beirut, Dar Al-Fikr, 2003 M.

Islamologi , Sazili. Azza Media, Jakarta, 2014

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, juzu‟ I, Beirut: Darul Al Kitab Illmiyyah,1992.

24

Anda mungkin juga menyukai