Anda di halaman 1dari 9

TRADISI FIDAAN: RESPON MASYARAKAT DAN PERPEKTIF AL-QURAN

Muhammad Roihan Zuhri Abdul Aziz


rehanzuhry@gmail.com

ABSTRAK

Tradisi Fida'an merupakan bagian penting dari warisan budaya suatu masyarakat. Respon
masyarakat terhadap tradisi ini dapat mencerminkan kompleksitas nilai, kepercayaan, dan
norma-norma yang ada dalam lingkungan sosial mereka. Perspektif Al-Quran juga dapat
memberikan pandangan yang mendalam terkait bagaimana tradisi ini dapat diinterpretasikan
dalam konteks nilai-nilai agama. Secara umum, respon masyarakat terhadap Tradisi Fida'an
mencakup berbagai sudut pandang. Beberapa anggota masyarakat mungkin memandang tradisi
ini sebagai perayaan budaya yang harus dijaga dan dipertahankan, sementara yang lain mungkin
menilainya dengan kritis atau bahkan menolaknya karena pertentangan dengan keyakinan atau
nilai-nilai tertentu. Dari perspektif Al-Quran, evaluasi terhadap Tradisi Fida'an dapat dilakukan
dengan Merujuk pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Al-Quran mengajarkan nilai-nilai seperti
keadilan, kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam konteks ini, Tradisi Fida'an
dapat dieval.

Kata Kunci: Fidaan, Respon Masyarakat, al-Quran

PENDAHULUAN
Kata zikir sering disebut dalam al-Qur’an dengan bentuk dan maksud. Oleh karena itu al-
Qur’an merupakan kitab yang berfungsi memberikan petunjuk dan pedoman hidup umat manusia
serta memberikan solusi untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat
manusia. Solusi tersebut adalah dengan berzikir kepada Allah swt.
Zikir merupakan kehidupan hati yang hakiki, jika aktivitas zikir telah hilang dari diri
seorang hamba maka dia bagaikan tubuh yang tidak mendapatkan makanan. Oleh karena itu,
tidak ada kehidupan yang hakiki dalam hati kecuali dengan zikir. Zikir pada hakikatnya
merupakan kesadaran akan hubungan dengan Allah swt. Secara sederhana zikir bisa dipahami
sebagai pekerjaan yang selalu menyebut nama Allah swt. Bukan hanya sekadar mulut belaka,
akan tetapi lebih kepada aktivitas mental dan spiritual sehingga mampu menghasilkan kesejukan
dan ketenangan batin.1
Zikir merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal waktu. Bahkan Allah swt
memberikan sifat kepada ulil albab, adalah mereka yang senantiasa menyebut Rabbnya, baik
dalam keadaan berdiri, duduk bahkan juga berbaring. Oleh karenanya zikir bukan hanya ibadah
yang bersifat lisaniyah namun juga qolbiyah. Imam Nawawi menyatakan bahwa yang afdhal
adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Jika harus salah satunya, maka zikir hatilah
yang lebih utama. Meskipun demikian, menghadirkannya maknanya dalam hati memahaminya
merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalam zikir.2
Zikir kepada Allah swt secara berjamaah sudah menjadi kebiasaan bagi umat islam
khususnya di Indonesia, dan bagi salah satu ormas besar di Indonesia yaitu warga NU (Nahdlatul
Ulama’) yang menganut paham ahlu sunnah wal jamaah, sangat rajin melaksanakan kegiatan
berzikir dan berdoa secara berjamaah pada setiap setelah salat atau pada waktu-waktu tertentu,
termasuk zikir penebusan (Fida), yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat guna menebus
dosa-dosa orang yang sudah meninggal untuk memohonkan ampunan kepada Allah swt atas
segala dosanya.
Berbicara mengenai tradisi fida ini terdapat sedikit konsep yang menarik khususnya di
lingkup masyarakat Jungke, yang mana pada hakikatnya tradisi fida merupakan kegiatan yang
dilaksanakan oleh masyarakat khususnya warga Nahdhatul Ulama’ dan kegiatan ini berisi
pembacaan surat al-ikhlas sebanyak seribu kali atau membaca tahlil 70.000/71.000 kali yang
ditujukan kepada orang yang meninggal dengan tujuan agar terhindar dari siksa api neraka serta
mendapatkan pahala.3 Namun, konsep yang sedikit menarik dari tradisi ini yang dilaksanakan di
desa Jungke adalah kegiatan ini tidak hanya dilaksanakan oleh warga Nahdhatul Ulama’ saja,
melainkan dilaksanakan oleh beragam warga dari berbagai organisasi yang berbeda. Titik konsep
yang menarik dan sedikit berbeda yaitu ketika pelaksanaan dari tradisi ini itu berisi tahlilan,
yasinan, dan khataman serentak. Tradisi ini juga menjadi salah satu cara untuk bisa menempuh
kata moderat di Masyarakat dan antar organisasi.
1
Abd al-Razzaq Al-Shadr, Fiqhu Ad’Iyah wa Azkar, terj. Misbah “Berzikir Cara Nabi, Merengkuh Puncak Zikir,
Tahmid, Tasbih, Tahlil dan Hauqalah” (Cet. I; Jakarta: Hikmah PT. Mizan Publika, 2007), hlm. 16.
2
Ismail Nawawi, Risalah Pembersih Jiwa: Terapi Prilaku Lahir & Batin Dalam Perspektif Tasawuf (Surabaya:
Karya Agung Surabaya, 2008), hlm. 244.

3
Nasihah, A. D. Tradisi Pembacaan Surah Al-ikhlas Dalam Zikir Fida (Bachelor's thesis).
Oleh karena latar belakang diatas itulah tim peneliti ingin menelusuri seperti apakah
dasar dilaksanakannya Zikir Fida ini, dalam keilmuan kajian prespektif al-Quran terhadapnya.
Metode penelitian makalah yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif yang
memadukan analisis antropologi dan dengan fokus pada konsep agama dalam simbol - simbol
yang terdapat dalam ritual dan tradisi tersebut.
Fenomena agama yang dapat dikaji ada lima kategori meliputi: scripture (sumber ajaran
dan simbol agama), para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, ritus (lembaga dan
ibadat), alat-alat dan sarana, organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan
berperan.4 Kelima fenomena (obyek) diatas dapat
dikaji dengan pendekatan antropologis, karena kelima fenomena (obyek)
tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia.
Di dalam al-Quran telah disebutkan bahwa berdzikir hukumnya sunnah 5. Hukum sunnah
ini juga disebutkan dalam hadist, yaitu:
– ‫ا ِم ْن َقْو ٍم اْج َتَم ُعْو ا َيْذ ُك ُرْو َن َهللا اَل ُيِرْيُد ْو َن ِبَذ اِلَك إاَّل َو ْج َهُه َتَع اَلى إاَّل َناَد اُهْم ُم َناٍد ِم َن الَّسَم اِء َأْن ُقْو ُم ْو أ َم ْغ ُفْو ًرا َلُك ْم‬
‫أخرجه الطبراني‬

Artinya: “Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir dan tidak mengharap kecuali ridla
Allah kecuali malaikat akan menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan terampuni
dosa-dosa kalian”
Hukum sunnah dari berdzikir juga dipertimbangkan dalam melakukan fidaan, pasalnya
dalam tata bacaan dalam fidaan merupakan dizikir kepada allah. Dengan berdzikir mengharap
ridho allah serta pahala terhadapnya.

METODE PENELITIAN
Pengumpulan data menggunakan pustaka yang bersumber langsung hasil riset observasi
penelitian objek juga bersumber dari sejumlah literatur (bacaan) yang meliputi buku-buku,
artikel media masa, website sebagai penunjang topik pembahasan. Sebagai sumber primer dari
artikel ini mengambil dari berbagai ayat quran dan juga hadist. Dan sebagai sumber sekundernya
4
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, Dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar,1998), hlm. 13-14
5
“Hukum dan Dalil Dzikir dengan Suara Keras,” NU Online, diakses 24 November 2023,
https://jabar.nu.or.id/syariah/hukum-dan-dalil-dzikir-dengan-suara-keras-K5ynU.
dengan mengutip beberap artikel, jurnal, buku bacaan, serta website yang membahas tentang
fidaan tersebut.
HASIL PEMBAHASAN
A. SEJARAH FIDA’AN DI INDONESIA
Fida' atau dengan kata lain "Ataqah" adalah ungkapan umum membaca Surat Al-
Ikhlash yang disertai dengan kalimat tuyibah seperti tasbih dan tahlil dengan angka
tertentu dengan harapan siapa pun yang membacanya dan siapa yang membunuhnya akan
diampuni oleh Allah dan dibebaskan dari siksa api neraka.
Mirip dengan tradisi tahlilan, dalam pelaksanaannya juga mengirimkan doa dan
surat Al-Fatihah melalui pembacaan kalimah tayyibah. Namun yang membedakannya,
dalam dzikir fida' ini terdapat beberapa bacaan, yakni kalimat tasbih sebanyak 1000 kali
dan kalimat tahlil dibaca hingga 70.000 kali. Teknis pelaksanaannya sama dengan
tahlilan, yaitu berkumpulnya masyarakat setempat dengan tujuan untuk melantunkan dan
melantunkan kalimat Thayyibah untuk almarhum.
Saat ini amalan fida' ini masih kita jumpai di wilayah Jawa, khususnya di daerah
Jawa Tengah dan Jawa Timur Barat yang masih memegang teguh tradisi nenek moyang
dan sangat kental dengan amalan tarekat Nama. Masyarakat biasanya mempertimbangkan
untuk melaksanakannya pada malam ketujuh atau keseribu ketika mendekati kematian,
dan rutinitas mingguan dilakukan setelah shalat Maghrib pada malam Jumat di masjid-
masjid setempat.6
Amalan fida ini juga menjadi terkenal di kalangan Sadat dan Sufi. Sayyid Abu
Bakar bin Ahmad bin Abdillah, seorang sadat yang hidup pada awal abad ke-13 H di
Tarim Yaman dan dikenal sangat teguh mengikuti ajaran Rasulullah dan Salafussalih,
biasa mengamalkan dzikir ini fida' dengan mengumpulkan orang-orang untuk membaca
tasbih sebanyak 1.000 kali dan tahlil sebanyak 70.000 kali diberikan kepada almarhum.
Masyarakat Tarim juga sering mengeluarkan sejumlah barang untuk melaksanakan adat
ini, sebagai tanda bahwa mereka sangat peduli dalam menjaga tradisi fida'an ini. 7

6
“Ataqoh Shughro dan Kubro,” NU Online, diakses 24 November 2023, https://kepri.nu.or.id/keislaman/ataqoh-
shughro-dan-kubro-NitDl.
7
“FIDA’AN: TRADISI TAHLILAN KAUM SUFI DAN PARA SADAT | Hamparan Pasir Semeru,” diakses 24 November
2023, https://hamparanpasirsemeru.blogspot.com/2015/04/fidaan-tradisi-tahlilan-kaum-sufi-dan.html.
Nabi saw bersabda ketika turun ayat “wa andir ‘asyiraatakal aqrabiin” (dan
peringatkanlah kerabat dekatmu): “Hai orang-orang Quraisy !, belilah dirimu sendiri
dari Allah swt, aku tidak bisa memenuhi sedikitpun (untuk menjauhkan) pada kalian dari
(azab) Allah. Hai Bani Abdul Muthalib, aku tidak bisa memenuhi sedikitpun (untuk
menjauhkan) pada kalian dari (azab) Allah. Hai‘Abbas din Abdul Muthalib, aku tidak
bisa memenuhi sedikitpun (untuk menjauhkan) padamu dari (azab) Allah. Hai Shofiyah
bibi Rasulullah, aku tidak bisa memenuhi sedikitpun (untuk menjauhkan) padamu dari
(azab) Allah. Hai Fatimah putri Rasulullah aku tidak bisa memenuhi sedikitpun (untuk
menjauhkan) padamu dari (azab) Allah.”
Maksud dari hadis di atas adalah untuk menjelaskan nasehat Nabi kepada para
sahabatnya agar bisa membeli diri dari Allah swt, karena Nabi sendiri tidak mampu
menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak dikehendaki Allah swt. Cara memerdekakan diri
adalah dengan memperbanyak keimanan dan memaknai segala sesuatu yang
diperintahkan Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi segala sesuatu yang diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya.
Sejarah masuknya fidaan ke negara Indonesia merupakan suatu peninggalan dari
lelehur kita dan Sebagian Masyarakat menganggap fidaan sebagai budaya yang harus
dijaga dan dilestarikan.
Tata cara melakukan dzikir fida' sama dengan melakukan tahlil pada umumnya.
Bacaan yang dibacakannya tak jauh berbeda dengan tradisi Tahlilan, khususnya
pembacaan Surah Al-Fatihah sebagai hadiah untuk orang yang sudah meninggal, Surah
Al-Ikhlash, Surah Mu'awwizatain, bagian terakhir Surah Al-Baqarah, ayat singgasana.
dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada jumlah bacaan pada setiap kata tayyibah dan
diakhiri dengan shalat wahbah (karena shalat wahbah dapat diminta oleh setiap imam
fida' atau oleh ulama tarekat yang lebih mengetahui amalan fida ini. Jika Fida' Sughra
membaca tasbih 1. 000 kali dan tahlil 70.000 kali. Sedangkan Fida' Kubra membacakan
Surat al-Ikhlash hingga 100.000 kali.8

B. RESPON MASYARAKAT

8
“Ataqoh Shughro dan Kubro.”
Sama seperti setiap warisan budaya, Tradisi Fida'an menghadapi respon yang
beragam dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat mungkin melihatnya sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari identitas budaya mereka, sebuah warisan yang harus
dijaga dan diwariskan ke generasi mendatang. Ada yang memandang Tradisi Fida'an
sebagai wujud kebersamaan dan solidaritas sosial.
Namun, tidak dapat diabaikan bahwa ada pula segmen masyarakat yang bereaksi
dengan skeptis atau bahkan menolak Tradisi Fida'an. Mereka mungkin melihatnya
sebagai suatu praktik yang sudah usang, tidak relevan, atau bahkan bertentangan dengan
norma-norma modern yang dijunjung tinggi. Untuk sebab itu disebutkan sebagai
akulturasi budaya jawa dan modern.
Pandangan atau respon Masyarakat terhadap akulturasi budaya jawa tersebut
sangat variatif. Akulturasi merupakan fenomena modern, meski secara umum tidak dapat
dipungkiri. Walisongo. Mereka mengajak umat Hindu, Buddha, animisme, dan Islam
Jawa supaya masuk islam. Mereka berdakwah di seluruh pelosok pulau Jawa dan di
pelosok-pelosok untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Jawa. Para wali ini
melakukan berbagai pendekatan dalam berdakwah dengan berbagai cara, salah satunya
adalah seni berupa lagu, musik dan lain-lain. Mereka juga melakukan sosialisasi kepada
masyarakat melalui adat istiadat dan tradisi yang berlaku di daerah tempat mereka
tinggal.
Salah satu amalan tersebut adalah acara keagamaan adat kematian tahlilan yang
dijadikan simbol suatu sekte dalam Islam. Pada akhirnya, acara keagamaan ini tetap
menjadi persoalan, apakah upacara tersebut bersifat agama (ajaran Islam) atau bersifat
budaya. Acara keagamaan dan tradisi memperingati hari kematian seseorang di zaman
modern ini masih relevan di masyarakat Indonesia.9
Tentu saja termasuk tradisi fidaan. Budaya jawa yang masih melekat dalam tradisi
ini membuat respon Masyarakat sedikit ragu akan melakukannya. Tetapi dalam tata
caranya termasuk membca dzikir dan sholawat kepada nabi serta allah swt menjadikan
tradisi ini mendapatkan respon yang positif dari Masyarakat awam. Menurut sebagian
Masyarakat mendukung tradisi ini supaya terus dilestarikan dan dibudayakan seterusnya.

9
Ali Mahfuz Munawar, “ZIKIR FIDA DALAM PANDANGAN MASYARAKAT DESA SUMOROTO KECAMATAN KAUMAN
KABUPATEN PONOROGO (KAJIAN LIVING HADIS),” t.t.
C. PERSPEKTIF AL-QURAN
Ketika mengevaluasi tradisi Fida'an, penting untuk melihatnya melalui kacamata
ajaran Islam, khususnya Al-Qur'an. Al-Qur'an menekankan nilai-nilai seperti keadilan,
kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam konteks ini, Tradisi Fida'an dapat
diukur sejauh mana mencerminkan nilai-nilai tersebut. Misalnya, berbagai konsep dalam
tradisi Fida'an dapat dikaitkan dengan ajaran Al-Qur'an tentang bersedekah kepada yang
membutuhkan.
Namun penafsiran tradisi Fida'an dalam konteks Al-Qur'an juga bisa berbeda-
beda. Beberapa orang mungkin mengabaikan ajaran Islam, sementara yang lain mungkin
merasa perlu mendengar dukungan lebih lanjut terhadap praktik-praktik tertentu.
Dalam surah Ar-Rad’u ayat 28 kita diperintah untuk berdzikir atau mengingat
allah supaya tebtram. Hal ini menjelaskan bahwa berdzikir itu perlu di lakukan oleh
Masyarakat untuk mencari ketentraman, selain untuk mencari ketentraman berdzikir juga
termasuk amalan yang disunnahkan oleh allah dan kitabnya.
Hal ini menjelaskan bahwa tradisi fidaan merupakan suatu kesunnahan, karena isi
dari fidaan merupakan kalimat dzikir kepada allah swt. Dalam hadist juga dijelaskan
pentingnya mendoakan orang yang sudah meninggal serta keutamaan berdzikir.

‫َع ْن َعاِئَشَة َرِض َى ُهللا َع ْنَها َقاَلْت قَاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم ْن قَاَل َالِإلَه ِاَّالُهللا َاَح َد َو َس ْبِع ْيَن َاْلًفا ِاْش َتَر ى‬
)1884 ‫(خزينة االسرا‬.‫ِبِه ِم َن ِهللا َع َّز َو َج َّل َو َك َذ ا َفَع َلُه ِلَغْيرِه‬
Diriwayatkan dari Aisyah ra. Ia berkata; Rasulullah bersabda: barang siapa yang
membaca laa ilaaha illah sebanyak tujuh puluh satu ribu maka berarti ia menebus
(siksaan) dengan bacaan tersebut dari Allah ‘Azza Wajalla dan begitu juga hal ini bisa
dilakukan untuk orang lain. (Khazinah al-Asrar, hal.188) 10
Didalam hadist tersebut fidaan dijelaskan sebagai penebus siksaan bagi orang
mati dengan bacaan dzikir mohon ampun kepada allh swt. Meskipun banyak organisasi
atau Masyarakat yang memandang fidaan sebagai tradisi sesat, tetapi beberap orang
meyakini bahwa fida merupakan dzikir yang di tujukan untuk leluhur kita yang sudah

10
“Empat Ayat Alquran dan Hadits Jelaskan Keutamaan Dzikir | Republika Online Mobile,” diakses 24 November
2023, https://iqra.republika.co.id/berita/rk3700366/empat-ayat-alquran-dan-hadits-jelaskan-keutamaan-dzikir.
meninggal dan sebagai penolong dia di alam kubur sebagai tebusan siksaan dengan
bacaan dzikir.11

KESIMPULAN DAN SARAN


Tradisi Fida'an mencerminkan kompleksitas kehidupan budaya dan sosial. Respon
masyarakat terhadap tradisi ini mencerminkan nilai dan keyakinan suatu
masyarakat.Membawa perspektif Al-Quran ke dalam analisis mendalam terhadap tradisi
Fida'an memungkinkan kita memahami bagaimana sebuah tradisi dijiwai nilai-nilai
agama dan bagaimana masyarakat menyikapinya. Oleh karena itu, penting bagi kita
untuk memahami dan menghormati keberagaman respon masyarakat terhadap tradisi
fida'an, dengan tetap menjaga keseimbangan dengan nilai-nilai agama yang kita anut.
Dan adapun saran penulis untuk pembaca adalah Yakini apa yang anda Yakini dan
jangan menjudge apa yang dilakukan orang lain. Fidaan merupakan hal yang baik dan itu
adalah dzikir kepada allah dan bertujuan baik. Selain berdzikir, tali silaturahmi sesama
Masyarakat juga terjalin dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

“Empat Ayat Alquran dan Hadits Jelaskan Keutamaan Dzikir | Republika Online Mobile.”
Diakses 24 November 2023. https://iqra.republika.co.id/berita/rk3700366/empat-ayat-
alquran-dan-hadits-jelaskan-keutamaan-dzikir.
“FIDA’AN: TRADISI TAHLILAN KAUM SUFI DAN PARA SADAT | Hamparan Pasir
Semeru.” Diakses 24 November 2023.
https://hamparanpasirsemeru.blogspot.com/2015/04/fidaan-tradisi-tahlilan-kaum-sufi-
dan.html.
Munawar, Ali Mahfuz. “ZIKIR FIDA DALAM PANDANGAN MASYARAKAT DESA
SUMOROTO KECAMATAN KAUMAN KABUPATEN PONOROGO (KAJIAN
LIVING HADIS),” t.t.
NU Online. “Ataqoh Shughro dan Kubro.” Diakses 24 November 2023.
https://kepri.nu.or.id/keislaman/ataqoh-shughro-dan-kubro-NitDl.
NU Online. “Hukum dan Dalil Dzikir dengan Suara Keras.” Diakses 24 November 2023.
https://jabar.nu.or.id/syariah/hukum-dan-dalil-dzikir-dengan-suara-keras-K5ynU.
Yudhistira, Irfan. “FIDA’AN: TRADISI TAHLILAN KAUM SUFI DAN PARA SADAT.”
irfanyudhistira (blog), 1 Juni 2012.

11
Irfan Yudhistira, “FIDA’AN: TRADISI TAHLILAN KAUM SUFI DAN PARA SADAT,” irfanyudhistira (blog), 1 Juni 2012,
https://irfanyudhistira.wordpress.com/2012/06/01/fidaan-tradisi-tahlilan-kaum-sufi-dan-para-sadat/.
https://irfanyudhistira.wordpress.com/2012/06/01/fidaan-tradisi-tahlilan-kaum-sufi-dan-
para-sadat/.

Anda mungkin juga menyukai