Anda di halaman 1dari 13

TRADISI AMALAN ILMU AKAR KEKUATAN KEJAYAAN DI JAMAAH

DZIKIRAN KALIOMBO REMBANG

PROPOSAL TESIS
Disusun Untuk Persyaratan Seminar Proposal
Dalam Penulisan Tesis

Oleh

MUHAMAD ABDUL ROZAQ

NIM : 1804028008

PROGRAM MAGISTER ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2019

1
A. LATAR BELAKANG
Spirit mengamalkan Al-Qur’an mulai beragam dan berkembang di kalangan
masyarakat muslim di Indonesia. Tidak berhenti sebagai kitab yang dibaca saja,
sebagai mana arti asli dari kata al-qur’an itu sendiri, namun unit-unit ayat di dalamnya
dipercaya dapat mendatangkan ketenagan dalam hati, kesembuhan untuk penyakit
fisik dan non fisik, memperlancar urusan dunia dan akhirat, dan lain sebagainya.
Keagungan dan keutamaan al-Qur’an tentu tidak bisa dibandingkan dibandingkan
dengan buku-buku karangan manusia biasa.
adalah panduan hidup umat Islam yang mengandung berbagai doa dan bacaan
untuk berdzikir. Amalan dzikir dipercaya dapat mendatangkan beragam manfaat
untuk umat muslim. Tidak hanya bertujuan untuk mengingat Allah SWT semata,
dzikir juga dipercaya dapat menyelesaikan berbagai masalah hidup. Tidak heran
apabila banyak terdapat majlis-majlis dzikir di kota-kota besar maupun di pelosok
desa yang didatangi oleh berbagai macam kalangan masyarakat.

Kata dzikir secara bahasa adalah bentuk mashdar dari dzakara-yadzkuru yang
berarti ingat. Sedangkan pengertian dzikir menurut istilah syariat adalah aktifitas
mengingat dzat Allah SWT yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepadaNya.
Dengan berdzikir kepada Allah, seorang muslim selalu ingat akan kekuasaanNya.
Alhasil, hati seorang muslim menjadi bersih dan terhindar dari penyakit sombong.1
Ahsin Sakho menjelaskan Al-Qur’an dapat dijadikan dzikir untuk seorang muslim
kepada Allah SWT disebabkan oleh banyak anjuran dan gambaran baik yang dimuat
di dalamnya. Sifat-sifat yang menyejukan hati, tidak ada kekerasan, cerdas secara
mental, social, spiritual dan moral.2
Allah berfirman dalam al Baqarah ayat 152 yang berarti : “Karena itu,
ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
Dalam nash di atas tidak dijelaska secar ekspilisit dengan cara apa kita
mengingat Allah SWT. Beberapa ulama pun memiliki pandangan yang beragam
tentang cara mengingat allah. Paling tidak, beberapa cara berdzikir yang bisa
dilakukan seorang muslim adalah sebagai berikut:

1
M. Amin, Aziz, Tirmidzi Abdul Majid, 2004, Analisa Zikir dan Doa, (Jakarta: Pinbuk Press), hal.1
2
Ahsin Sakho Muhammad, 2017, Oase Al-Qur’an, (Jakarta:Qaf), hal.23.

2
1. Dzikir dengan hati, dzikir ini menghimpun aktifitas untuk bertafakur atau
memikirkan ciptaan Allah. Berfikir bahwa semua yang ada di alam semesta ini
pastilah ada yang menciptakan. Tidak ada yang memiliki kehendak dan upaya selain
atas kehendak-Nya. Dzikir seperti ini dapat menambah keimanan seseorang kepada
Allah SWT.

2. Dzikir dengan lisan, tata caranya adalah melafadzkan bacaan yang


mengandung asma Allah sesuai dengan sunnah nabi Muhammad SAW kepada
ummatnya. Contoh sederhananya adalah: tahmid, takbir, tasbih, tahlil, sholawat, ayat
dalam Al-Qur’an dan lain sebagainya.
3. Dzikir dengan perbuatan, dzikir ini mengajak umat muslim untuk
melakukan ibadah yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua larangan-larangan-
Nya. Penting untuk diingat bahwa semua amalan baik harus disertai dengan niat. Niat
menjalankan amalan-amalan tersebut adalah hanya untuk mendapatkan keridhoan
Allah SWT semata. Oleh karena itu, perbuatan seorang muslim yang baik seperti
menuntut ilmu, bersilaturahmi, mencari nafkah, dan amal sholih lain yang
diperintahkan agama terhimpun dalam ruang lingkup dzikir dengan perbuatan.3
Sejarah Islam mencatat bahwa praktik al-Qur’an dalam berbagai kebutuhan
manusia bermula dari masa Nabi Muhammad. Pada waktu itu, beliau dihadapkan pada
keadaan umatnya yang sakit. Beliau pun memohon kesembuhan sahabatnya dengan
membacakannnya surat al-fatihah. Sudah barang tentu, apa yang rasulullah lakukan
ini berasal dari bimbingan dan wahyu Allah. Bukan dorongan hawa nafsu dan coba-
coba semata.4
Jamaah Dzikiran adalah salah satu jamaah dzikir yang jumlahnya belum
terlalu banyak di Indonesia. Pusatnya berada di kota Depok dan di Jawa Tengah baru
ada tiga tempat yang terdapat jamaah ini. Dua tempat di Rembang tepatnya di Kali
Ombo dan Sulang. Satu tempat terakhir di kota Sragen yang dijadikan tempat kumpul
setiap sebulan sekali. Komposisi Jamaah ini beragam. Ada dari kalangan kiai, santri,
mantan preman, polisi, dan lain sebagianya. Setiap malam mereka rutin mengamalkan
Amalan Ilmu Akar Kekuatan Kejayaan.
3
In’ammuzahiddin Masyhudi, Nurul Wahyu A, 2006, Berdzikir dan Sehat ala Ustad Haryono,
(Semarang:  Syifa Press). Hal 155.
4
Ubai bin Ka’ab berkata aku berada diisisi nabi datang seorang arab badui berkata Nabiyuullah saya
mempunyai seorang saudara laki-laki yang sedang saki.” Nabi bertanya apa sakitnya” ? dia menjawab’ dia
terkena penyakit gila.” Nabi bersabda:Bawa dia kemari’’kemudian dia dihadapkan kepada Nabi dan nabi
memohon perlindungan untuknya dengan membaca fatihatul kitab (surah alFatihah)…, HR. Ahmad.

3
Amalan ini dilakukan pada tengah malam dan di tempat-tempat tertentu.
Biasanya ada salah satu koordinator yang menentukan satu tempat kemudian dia
menghimpun para jamaah. Mulai dari masjid, kuburan, bahkan tempat-tempat angker
yang masyarakat merasa terganggu dengan jin yang ada di dalamnya. Menurut para
jamaah, semakin sepi tempat yang mereka gunakan maka akan semakin khusyuk
mereka melaksanakan ibadah ini.
Jamaah ini terbuka untuk diikuti oleh siapa saja asalkan mereka patuh dengan
aturan yang sudah ada. Diantaranya adalah harus duduk dengan tegak dan bersuara
keras, menggunakan tasbih berukuran besar, dan nada harus seragam. Apabila ada
diantara jamaah yang melanggar, sang imam ini akan menegurnya. Jamaah akan
diberikan segelas air putih untuk dapat diminum ketika haus atau mulai mengantuk.
Setelah semua mengetahui peraturan ini, imam mengajak jamaah untuk
membaca rangkaian bacaan yang sudah diijazahi. Pertama didahului niat dengan
bunyi “Niat saya mengamalkan jurus ilmu akar kekuatan kejayaan semoga alloh
memasukan ke dalam jiwa raga saya.” Kedua basmalah dan tahlil sebanyak 100 kali.
Ketiga, basmalah dan syahadat sebanyak 100 kali. Keempat, basmalah dan lafadz
Innallaha qawiyyun ‘aziz sebanyak 100 kali. Kelima, basmalah dan lafafdz waidz
qala rabbuka lil malaikati inni kholiqun basyaran min sholsholin min hamaain masnun
sebanyak 100 kali. Keenam, basmalah dan lafadz faidza sawwaituhu wa nafahtu fihi
min ruhi faqa’u lahu sajidin sebanyak 100 kali. Terakhir ditutup dengan doa oleh sang
imam.
Setelah mengamalkan ini mereka percaya banyak kebaikan yang akan mereka
dapatkan. Contohnya adalah ada sepuluh malaikat yang akan menemani mereka
ketika pulang ke rumah masing-masing, membakar jin dan sifat jelek dalam tubuh,
mengusir makhluk halus di tempat-tempat angker, menangkal hasud dan hal-hal
buruk dari orang yang sedang membenci mereka, menguatkan badan sehingga mudah
melakukan banyak aktifitas dan lain-lain.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada dua rumusan masalah yang dapat
diteliti oleh penulis:
1. Bagaimanakah pemaknaan dan perwujudan jamaah tentang amalan Ilmu
Akar Kekuatan Kejayaan di Jamaah Dzikiran Kaliombo Rembang?

4
2. Bagaimanakah implikasi tradisi amalan Ilmu Akar Kekuatan Kejayaan di
Jamaah Dzikiran Kaliombo Rembang ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT


1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Untuk menganalisis respon masyarakat muslim tentang amalan Ilmu Akar
Kekuatan Kejayaan di Jamaah Dzikiran Kaliombo Rembang
b. Untuk mengalanisa alasan dan motivasi masyarakat muslim membaca
ayat-ayat al-Qur’an sebagai amalan dzikir.

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih kajian teoritis kritis
dalam living al-Qur’an. Sehingga studi al-Qur’an dan tafsir terus berkembang
menjawab fenomena-fenomena yang beragam di masyarakat muslim
Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menguraikan pemahaman yang
tepat dan komperhensif tentang khazanah wawasan Islam, perilaku sosiologis
masyarakat muslim dan antropologis agama..

D. KAJIAN PUSTAKA
Penelitian ini bersinggungan dengan kajian living qur’an dengan social
scientific approaches, pendekatan antropologi. Akan tetapi belum ada yang
memebahas amalan Ilmu Akar Kekuatan Kejayaan di Jamaah Dzikiran Kaliombo
Rembang. Adapun pembahasan-pembahasan sebelum ini, penulis mendapatkan
penelitian yang dapat dijadikan rujukan dan rekomendasi diantaranya:
1. Pertama, Yadi Mulyadi (2017), dengan Thesis yang berjudul Al-Qur’an
dan Jimat (Studi Living Qur’an pada masyarakat adat wewengkon

5
kasepuhan Lebak Banten) konsentrasi Tafsir Program Magister Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini membahas adat masyarakat Wewengkon Kasepuhan Lebak
Banten yang menggunakan al-Qur’an sebagai jimat. Jimat yang mereka
yakini adalah dapat untuk menyelamatkan diri, karismatik yang tinggi
untuk mempertahankan eksistensi kekuasaan, penglaris dalam
perdagangan, dan penyembuhan dari penyakit yang tidak kunjung sembuh.
Ketika menggunakannya, jimat diletakan pada bagian ambang pintu dan
lemari, sabuk, dompet, dan mencampurkannya dalam parfum.
2. Kedua, Muhamad Azizan Fitriana dan Agustina Choirunnisa (2018),
Jurnal Misykat Volume 3 nomer 2 dengan judul Studi Living Qur’an di
Kalangan Narapidana: Studi Kasus Pesantren At-Taubah Lembaga
Pemasyarakatan Kab. Cianjur-Jawa Barat. Sebagai pesantren salafi atau
tradisonal pondok ini memiliki kurikulum tersendiri sesuai dengan
karkater penghuni lapas. Penelitian membahas interaksi para santri pondok
pesantren tersebut dengan al-Qur’an dalam bentuk riyadhah. Dengan
mengamalkan ayat-ayat tertentu sebgai doa.
Kegiatan riyadhah ini dilaksanakan setiap kamis malam setelah shalat
maghrib berjama’ah di masjid pesantren. Kegiatan ini diitegrasikan dengan
peraturan Ketua Lapas bahwa semua santri tidak diperkenanakan berada di
luar kamar terhitung mulai pukul 17.00 WIB sampai dengan pukul 06.00
WIB. Dari jumlah keseluruhan santri yang kurang lebih berjumlah 745
santri, terhitung hanya 75 santri yang terpilih mengikuti riyadhah di
masjid. Selebihnya, santri dapat melakukan riyadhah di kamar masing-
masing dengan pengawasan langsung dari ketua kamar. Santri yang
melakukan riyadhah di masjid adalah santri yang sudah dipilih oleh
pengurus pesantren dengan melewati berbagai prosedur yang telah
ditentukan.

E. KERANGKA TEORI

Menilik pada objek pembahasan di atas, maka peneliti menggunakan


pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan perkembangan pemikiran, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan dinamika sosial. Pemahaman masyarakat

6
terhadap agama saat yang sudah mulai pergeseran mengalami dari sebuah idealitas ke
historisitas, dari doktrin teks ke praktik sosiologis dan dari sebuah esensi ke
eksistensi. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan pendekatan antropologis dan
sosiologis;

1. Pendekatan Antropologis
Antropologi berasal dari dua kata; Pertama, anthropos yang berarti manusia,
dan Kedua, logos yang berarti ilmu. Istilah antropologi dijabarkan sebagai the social
science that studies the origins and social relationships of human beings atau the
science of the structure and functions of the human body. Yang berarti ilmu sosial
yang mempelajari asal-usul dan hubungan sosial manusia atau Ilmu tentang struktur
dan fungsi tubuh manusia. Sederhananya, antropologi dapat diartikan pula
sebagai sebuah ilmu tentang manusia, yang cangkupannya adalah tentang asal-usul
manusia, warna bentuk fisik yang beragam, aneka adat istiadat, dan berbagai
kepercayaan di masa lampau.
Menurut William A. Haviland, antropolog yang berasal dari Amerika
mengemukakan bahwa Antropologi adalah sebuah ilmu pengetahuan yang membahas
tentang keanekaragaman manusia dan kebudayaan yang ada di dalamnya. Sedangkan
menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia
yang menganalisa berbagai macam warna, bentuk fisik masyarakat dan kebudayaan
yang mereka hasilkan.5
Pendekatan antropologis yang penulis bahas pada penelitian ini adalah
antropologi agama yang membahas kondisi masyarakat dalam memahami agama
dengan mengamati wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat.6 Pendekatan ini akan menunjukkan gambaran agama yang
akrab dan dekat dengan berbagai problem yang dialami oleh masyarakat setempat dan
upayanya untuk menjelaskan dan mengatasi masalah mereka.
Pendekatan ini menitikberatkan kebenaran melalui kenyataan yang berlaku di
masyarakat, hubungan pikiran sikap dan perilaku masyarakat dalam hubungan mereka
dengan yang hal-hal ghaib. Beberapa metode dalam Antropologi Agama, yaitu dengan

5
Tedi Sutardi, 2007, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, (Bandung: PT. Setia Putra
Inves,), hal. 4
6
Iqbal Suma, Muhammad dan Syafi'i, Muhammad, 2014, Dinamika Wacana Islam, (Jakarta: Penerbit
Eurabia Timur), hal. 8

7
mempelajari dari sudut sejarah, ajarannya yang bersifat normatif, atau dengan cara
deskriptif atau dan dengan cara yang bersifat empiris.7
2. Pendekatan sosiologis

Sosiologi secara umum didefinisikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang


mempelajari masyarakat secara empiris. Sosiologi juga diartikan sebagai perilaku
sosial yang dikaji secara sistematis dengan melihat kecenderungan individu terhadap
simbol-simbol. Sehingga sosiologi sebenarnya juga bagian ilmu yang masih satu atap
dengan perilaku sosial, hanya saja kajian sosiologi cuman sampai pada hal-hal
empiris.

Selanjutnya, ketika sosiologi digabungkan dengan istilah agama, maka


memunculkan pengertian yang berbeda. Sosiologi agama adalah cabang ilmu yang
mengkaji hubungan antara masyarakat dengan segala sistem agama. Apabila
membicarakan tentang masyarakat, maka cakupannya adalah segala hal yang menjadi
strukturnya, seperti perilakunya, struktur sosialnya, nilai yang dianutnya, aneka
keragamannya, dan lain sebagainya. Ini semua kemudian dihubungkan dengan sistem
agama yang di dalamnya juga telah ada berbagai struktur, seperti keyakinan, norma,
tingkatan status agama, ajaran agama, kewajiban-kewajiban dalam agama, ritual-ritual
serta konsekuensi-konsekuensi yang terimplementasi oleh peraturan agama.8 Intinya
bahwa sosiologi agama berarti kajian tentang manusia yang memiliki dua peran, yakni
sebagai masyarakat itu sendiri dan sebagai penganut agamanya.

Pengertian lain menyebutkan bahwa, sosiologi agama merupakan studi


terhadap fenomena sosial. Studi ini menganggap atau mempunyai pandangan dasar
bahwa agama sebagai salah satu fenomena sosial. Dengan begitu, maka kajiannya
adalah untuk menemukan dan mengungkapkan prinsip-prinsip dari individu maupun
dari kelompok masyarakat yang mendasari perilaku keagamaannya.9

Dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan antropologi dapat


memberikan kesimpulan akhir bahwa agama islam dapat dipahami, diresapi dan
diamalkan oleh semua pemeluknya. Penelitian ini tidak menyimpulkan akan benar
7
Hilman Hadikusuma, 1993, Antropologi agama: pendekatan budaya terhadap Aliran Kepercayaan,
Agama Hindu, Budha, Kong Hu Cu, di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), hal. 12
8
Sindung Haryanto, 2015, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Post Modern, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media), hal. 29-30
9
M. Ridwan Lubis, 2017, Sosiologi Agama Memahami Perkembangan Agama Dalam Interaksi Sosial,
(Jakarta: Kencana), hal. 52

8
atau salah suatu doktrin atau ajaran Islam. Masyarakat muslim yang mampu
memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan baik, akhirnya dapat
menciptakan sebuah kesejahteraan untuknya dan masyarakat luas baik islam maupun
non islam.

Acuan pendekatan antropologi dan sosiologi yang penulis gunakan di dalam


thesis ini, penulis menggunakan teori Habitus yang dicetuskan oleh Pierre Bourduie.
Habitus berarti struktur mental atau kognitif seseorang yang berhubungan dengan
dunia sosial10. Setiap hubungan dengan dunia sosial, seseorang pasti terikat langsung
dengan interaksi dan ruang sosial. Selain pengertian di atas, Habitus dapat
didefenisikan sebagai sebuah struktur mental atau kognitif yang menjadi aktor untuk
menjalani kehidupan sosial. Sebagai gambarannya, Habitus diumpamakan seperti
sebuah struktur sosial yang diinternalisasikan dan diwujudkan. Sebagai contoh,
kebiasaan menggunakan tangan kanan untuk makan. Sejak kecil orang tua dan orang-
orang yang ada disekitar menasehati kita untuk makan dengan meggunakan tangan
kanan, alhasil sampai kita sudah beranjak dewasa, kita akan secara terus-menerus dan
sadar makan mnggunakan tangan kanan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang
sudah terinternalisasikan dalam diri kita. Contoh sederhana lainnya adalah kebiasaan
seseorang berjalan atau mengemudi kendaraan di lajur kiri jalan raya. Tradisi ini
sudah ditegaskan oleh peraturan lalu-lintas. Dimanapun dan kapanpun peraturan ini
merupakan aturan dan kontrak sosial yang harus ditaati.
Sehingga dapat dikatakan bahwa habitus adalah struktur sosial yang
diinternalisasi sehingga menjadi suatu kebiasaan yang terus diwujudkan. Habitus yang
ada pada waktu tertentu merupakan hasil ciptaan kehidupan kolektif yang berlangsung
selama periode historis yang relatif panjang. Habitus menghasilkan, dan dihasilkan
oleh kehidupan sosial. Dan tindakanlah yang mengantarai habitus dan kehidupan
sosial. Menurut Bourdieu, habitus sematamata “mengusulkan” apa yang sebaiknya
dipikirkan orang dan apa yang sebaiknya mereka pilih untuk sebaiknya dilakukan.11

10
Richard Harker, 2009, Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed), (Habitus x modal) + Ranah = Praktik,
(Yogyakarta: Jalasutra), hal. 13.

11
Ritzer & Goodman, 2012, Teori Sosiologi Klasik – Post Modern, (Yogyakarta: Kreasi Wacana), hal
405.

9
Seperti halnya makan, minum, berbicara, dan lain sebagainya. Bourdieu
menolak model kelas sosial seperti Marx, hanya terdiri dari dua kelas; bourjois dan
proletar ditentukan dengan pemilikan produksi. Bourdieu menolak kelas sosial
direduksi hanya sebagai masalah ekonomi atau hubungan produksi, melainkan
didefinisikan oleh habitus12. Bourdieu menganggap realitas sosial sebagai tipologi
ruang, dengan berbagai macam arena di dalamnya; politik, seni, hiburan, akademik,
agama, filsafat.

Pierre Bourdieu mendefinisikan habitus sebagai pengkondisian yang dikaitkan


dengan syarat-syarat keberadaan suatu kelas. Menurutnya sistem-sistem disposisi
tahan waktu dan dapat diwariskan, struktur-struktur yang dibentuk, yang kemudian
akan berfungsi juga sebagai struktur-struktur yang membentuk adalah merupakan
hasil dari suatu habitus. Dengan demikian, habitus adalah merupakan hasil
ketrampilan yang menjadi tindakan praktis (tidak selalu disadari) yang kemudian
diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang
dalam lingkungan sosial tertentu.

Habitus menghasilkan perbedaan gaya hidup dan praktik-praktik kehidupan


yang diperoleh dari pengalaman individu dalam berinteraksi. Berdasarkan uraian di
atas, maka definisi habitus yang dikemukakan Bourdieu dapat diformulasikan menjadi
sumber penggerak tindakan, pemikiran, dan representasi. Hal ini mencakup beberapa
prinsip, diantaranya: pertama, habitus mencakup dimensi kognitif dan afektif yang
terejewantahkan dalam sistem disposisi.13

Kedua, habitus merupakan proses dialektika dari “struktur-struktur yang


dibentuk (structured structure) dan “struktur-struktur yang membentuk” (structuring
structure). Karena itu, disatu sisi habitus berperan membentuk kehidupan sosial,
namun disisi lain habitus juga dibentuk oleh kehidupan sosial. Dalam konteks seperti
ini, Ritzer mengungkapkan bahwa habitus dapat bermakna sebuah proses “dialektika
internalisasi eksternalitas dan eksternalisasi internalitas.

Prinsip ketiga, habitus dilihat sebagai produk sejarah. Bourdieu


mengemukakan “the habitus, the product ofhistory, produces individual and
collective practices, and hence history, in accordance whit the schemes engendered

12
Ritzer & Goodman, 2012, Teori,…, hal 581.
13
Ritzer & Goodman, 2012, Teori,…, hal. 583

10
by history.” Dengan demikian, habitus merupakan hasil pembelajaran dan sosialisasi
individu maupun kelompok, terkadang pengaruh masa lalu.

Prinsip keempat, habitus bekerja di bawah aras kesadaran dan bahasa,


melampaui jangkauan pengamatan instrospektif atau kontrol oleh keinginan actor
Kebanyakan masyarakat yang masih kuat mempertahankan nilai-nilai adat (termasuk
masyarakat Kei) akan selalu menerima suatu tradisi sebagai pesan-pesan leluhur
sebagai yang selalu benar dan tidak perlu diperdebatkan.

F. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yang
dituangkan dalam penyajian data deskripsif. Hasil penelitian kualitatif dipaparkan
dalam bentuk deskripsi menurut bahasa subjek penelitian. 14 Dalam penelitian ini,
tugas penulis yaitu mengungkap berbagai kemungkinan di balik sebuah peristiwa
atau fenomena. Jadi tidak dibenarkan untuk memberikan komentar dan dalil
maupun menjadi analisator-normatif.
Penelitian ini menghimpun data-data dari lapangan menggunakan metode
etnografi. Dalam tataran analisis, metode ini membahas praktik yang dik=lakukan
Jamaah dzikiran desa Kaliombo, Rembang dalam menggunakan beberpa ayat al-
Qur’an sebagai wiridan. Proses penellitiannya dimulai dari mengkonstruksi
realitas social hingga mengeksporasi praktik jamaah wiridan ektika
mengaktualisasi amalan ini dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat yang menjadi objek penelitian ini adalah wilayah Kecamatan Kali
Ombo, Kota Rembang, Jawa Tengah. Untuk memaksimalkan karya tulis ini,
penulis akan melakukan penelitian dengan mengikuti wiridan secara langsung.
Waktu penelitiannya di lakukan saat tengah malam, sebab saat pagi hari jamaah
wiridan melakukan aktifitasnya masing-masing.

3. Sumber Data
Penelitian kualitatif memiliki dua jenis sumber data, yaitu sumber data primer
(sumber data utama atau pokok) dan sumber data sekunder (pelengkap atau

14
Abdul Mustaqim, 2015, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press), hal. 110

11
penguat).15 Adapun sumber data primer diambil dari jamaah dzikiran di daerah
kaliombo. Adapun sumber data sekundernya adalah tafsir dan penjelasan tentang
ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan wirid oleh jamaah.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang valid, maka penulis menggunakan
beberapa teknik dalam pengumpulan data ini dengan menggunakan macam cara:
a. Pengamatan (Observation)
b. Wawancara (Interview)
5. Teknik Analisis Data
Adapun teknik yang digunakan penulis untuk menggarap karya ilmiah
ini adalah mengumpulkan data-data, menyortir data dengan membuat agar
data yang tersimpun memiliki berbagai kategori supaya memiliki makna,
mencari dan mendapatkan sebuah pola dan membuat temuan-temuan umum.
Setelah data terkumpul, penulis melakukan catatan dari hasil wawancara pada
masyrakat wiridan di Kalimbo Rembang.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. Amin, Tirmidzi Abdul Majid, 2004, Analisa Zikir dan Doa, (Jakarta: Pinbuk
Press)
Hadikusuma, Hilman, 1993, Antropologi agama: pendekatan budaya terhadap Aliran
Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Kong Hu Cu, di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti)
Harker, Richard, 2009, Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed), (Habitus x modal) +
Ranah = Praktik, (Yogyakarta: Jalasutra)
Haryanto, Sindung, 2015, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Post Modern,
(Yogyakarta; Ar-Ruzz Media)
Lubis, M. Ridwan, 2017, Sosiologi Agama Memahami Perkembangan Agama Dalam
Interaksi Sosial, (Jakarta; Kencana)
M. Mansyur, dkk, 2007, Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadis,
(Yogyakarta; Teras)
Masyhudi, In’ammuzahiddin, Nurul Wahyu A, 2006, Berdzikir dan Sehat ala Ustad
Haryono, (Semarang:  Syifa Press)
Muhammad, Ahsin Sakho, 2017, Oase Al-Qur’an, (Jakarta:Qaf)
15
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta), hal.
224

12
Mustaqim, Abdul, 2015, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir, (Yogyakarta: idea
press)
Ritzer & Goodman, 2012, Teori Sosiologi Klasik – Post Modern, (Yogyakarta: Kreasi
Wacana).

Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan R&D, (Bandung; CV


Alfabeta)
Suma, Iqbal, Muhammad dan Syafi'i, Muhammad, 2014, Dinamika Wacana Islam,
(Jakarta: Penerbit Eurabia Timur)
Sutardi, Tedi, 2007, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, (Bandung: PT.
Setia Putra Inves)

13

Anda mungkin juga menyukai