Anda di halaman 1dari 4

Pandangan Islam Terhadap Tahlilan Menurut

Pembahasan mengenai tahlilan selalu menjadi topik menarik diberbagai kalangan umat islam dan
banyak para ulama yang memiliki pendapat berbeda. Tahlilan merupakan kegiatan membaca
serangkaian ayat Al-Qur’an dan kalimat thayyibah (tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir), di mana
pahala bacaan tersebut dihadiahkan untuk para arwah (mayit) yang disebutkan oleh pembaca
atau oleh pemilik hajat (Munafidah, 2019). Tradisi tahlilan pasti berbeda-beda sesuai dengan
tradisi dan daerah masing-masing, bahkan ada di negara Malaysia. Namun, negara Arab seperti
Mekkah dan Madinah tidak melaksanakan tahlilan karena masih menerapkan ajaran ajaran Islam
murni dan tahlilan bukan ajaran dari Islam. Namun, kaum Nahdiyyin melakukan tradisi tahlilan
ini yang identik dengan berkumpul sambil berdoa dan membacakan ayat Al Quran, zikir, tasbih,
tahmid, tahlil, selawat, dan bacaan lain, yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah
meninggal dunia. Di samping itu, makna sebenarnya dari tahlil adalah bacaan Laailaaha illallaah,
penyebutan tahlil dalam sastra Arab justru dikenal sebagai Itlakul juz’i wa iradhatil qulli, yang
artinya “menyebutkan sebagian tapi yang dimaksudkan seluruhnya”. Pandangan menurut
mazhab empat, sebagai berikut:

1. Mazhab Hanafi
Syekh Az-Zaila’i menjelaskan bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala
amalnya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa
shalat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an, zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis
amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin
Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 5, h. 131). Para ulama dari
mazhab ini menjelaskan bahwa menghadiahkan bacaan Al-Qur’an dan kalimah thayyibah
kepada mayit sangat diperbolehkan karena selain mengirimkan doa kepada mayit dan
sebagai sedekah untuk mayit, hal tersebut akan menjadi amal kebaikan untuk diri sendiri
(Haq, 2019).
2. Mazhab Maliki
Sebagian dari mazhab maliki menegaskan bahwa menghadiahkan bacaan Al-Quran dan
kalimat thayyibah kepada mayit, tidak akan sampai kepada mayit, maka dari itu tidak
diperbolehkan. Syekh Ad-Dasuqi menulis bahwa penulis kitab At-Taudhih berkata dalam
kitab tersebut yang mana pahala bacaan tidak sampai kepada mayit dan pendapat ini
diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya dan Syekh Inu Abi Jamrah.
Namun, mazhab ini sependapat dengan mazhab syafi’i yang menjelaskan bahwa
sebaiknya para tamu dan tetangga datang untuk memberikan makanan untuk
meringankan urusan keluarga mayit.
3. Mazhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i yang mu’tamad (yang menjadi patokan) adalah dimakruhkan
berta’ziah ke keluarga mayit setelah tiga hari kematian mayit. Tentunya hal ini jelas
bertentangan dengan acara tahlilan yang dilakukan berulang-ulang pada hari ke-7, ke-40,
ke-100, dan bahkan ke-1000. Setalah itu al-Imam An-Nawawi menyebutkan pendapat
lain dalam madzhab syafi’i yaitu pendapat Imam Al-Haromain yang membolehkan
ta’ziah setelah lewat tiga hari dengan tujuan mendoakan mayat. Akan tetapi pendapat ini
diingkari oleh para fuqohaa madzhab syafi’i. Mazhab ini juga menyatakan bahwa kalau
berkumpul duduk-duduk di rumah keluarga mayit hanya akan memperbarui kesedihan
dan membebani pembiayaan, apalagi sampai harus keluarga mayit menyediakan
makanan. Hal tersebut merupakan bi’dah yang buruk, seharusnya kami para tamu hanya
datang sebentar dan memberikan bantuan makanan kepada keluarga mayit dan para
ulama telah ijmak bahwasanya mendoakan mayat yang telah meninggal bermanfaat bagi
sang mayat. Demikian pula para ulama telah berijmak bahwa sedekah atas nama sang
mayat akan sampai pahalanya bagi sang mayat (Aladzkar, 2018).
4. Mazhab Hanbaliyah
Mazhab ini memiliki kesamaan dengan mazhab syafi’i apapun ibadah yang dia kerjakan,
serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya..
Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat
adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya). Namun, tetap tidak dianjurkan
menyelenggarakan tahlilan jikalau menyulitkan harus sampai berhutang dan
menghabiskan banyak biaya, karena mendoakan mayit bisa dimana saja dan kapan saja.

Teori Akulturasi terhadap Tahlilan

Banyak ragam teori yang menjelaskan asal usul tradisi tahlilan ini, ada yang menyebutkan bahwa
tahlilan merupakan tradisi dari zaman dahulu sebelum masuknya Islam ke Indonesia, ada yang
menyebutkan pula tradisi tahlilan sudah ada sejak penyebaran masa Islam di Nusantara yang
dibawa oleh para pendakwah, salah satunya ialah Sunan Kalijaga yang berperan penting dalam
menyebarkan ajaran Islam melalui proses kultural. Di samping itu, adapun perspektif dari ilmu
sosiologi untuk melihat relasi antara manusia satu dengan manusia lainnya dalam tradisi tahlilan.
Tradisi tahlilan sebagai bentuk akulturasi antara budaya dan agama yang mengalami perubahan
dalam dinamikanya. Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi
ketika kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu terkena budaya asing yang berbeda. Jadi
dapat dikatakan bahwa tradisi tahlilan ini terbentuk dari pertemuan antara Islam dan budaya
lokal sehingga melebur menjadi satu menciptakan sebuah bentuk tradisi bernafaskan Islam yang
telah disepakati bersama (Abdulsalam, 2021). Tradisi tahlilan sekarang juga dilaksanakan
sebagai kegiatan agama dan sosial yang mana dilaksanakan pada setiap minggunya, dalam
pelaksanaannya terdapat nilai sosial-keagamaan sebagai sarana penyejahteraan masyarakat. Jika
melihat dari perspektif sosiologi, tahlilan ini menciptakan interaksi dan komunikasi tanpa
melihat perbedaan antar kelas sosial dan menguatkan rasa empati-simpati masyarakat. Menurut
Max Weber, dalam tradisi tahlilan dapat diklasifikan sebagai berikut:

1. Tindakan Tradisional, menurut teori ini tahlilan tujuan nya adalah melestarikan apa yang
telah dilakukan ulama pada zaman dahulu. Menjaga tradisi dari apa yang telah ulama dan
para wali pada zaman dahulu lakukan.
2. Tindakan Afektif, menurut teori ini tahlilan  adalah tindakan masyarkat dengan kondisi
dimana mereka butuh dengan itu. Sudah tertanam didalam trasidisinya jika tidak
melakukan tahlilan  maka akan terjadi hal yang tidak di inginkan. Serta orientasi mereka
kepada berkah yang diwujudkan dengan memberikan sebuah makanan pada
akhir tahlilan  ketika mau menjelang pulang.
3. Rasionalitas Instrumental, tahlilan adalah sesuatu yang sangat mudah sekali dilakukan
dimasyarakat. Bahkan jamuan yang ada melebihi jamuan yang mereka buat pada waktu-
waktu yang lain. Bahkan tadi sudah dikatakan, pertama kali masyarakat datang akan
diberi snack kecil dan minuman, kedua setelah tahlilan selesai dibacakan ia akan diberi
makan, ketiga ketika akan pulang, masih diberi lagi berkat yang berisi makanan dan
snack bahkan biasanya berisi juga di dalamnya amplop yang berisi uang dengan nominal
tertentu
4.   Rasionalitas Nilai, tahlilan akan memberikan dampak nilai yang sangat banyak, disana
tempat berkumpulnya orang-orang dari semua golongan. Silaturahmi akan terjadi disana,
hubungan kekeluragaan antara individu akan tercapai disana. Penguatan nilai-nilai
ibadah, yang dirumah tidak membaca dzikir, maka dengan tahlilan ia lantas berdzikir
bersama-sama dengan kekhusyu’an masing-masing. Nilai persamaan derajat, semua yang
hadir dalam acara tersebut akan bernilai sama kodratnya sebagai manusia (Zubaidi,
2022).

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam, A. (2021, April 20). Menilik Tradisi Tahlilan dari Perspektif Sosiologis. Retrieved
from https://www.ayobandung.com/netizen/pr-79720476/menilik-tradisi-tahlilan-dari-
perspektif-sosiologis?page=2

Aladzkar. (2018). Mazhab Syafi'i. Pandangan Islam Terhadap Tahlilan, 19.

Haq, H. (2019, Desember 30). Hukum Tahlilan Menurut Mazhab Empat. Retrieved from
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/hukum-tahlilan-menurut-mazhab-empat-
bpZVe#:~:text=Dengan%20demikian%20dapat%20disimpulkan%20bahwa,Qur'an
%20dan%20kalimat%20thayyibah.

Munafidah, H. (2019). Pengertian Tahlilan. Hukum Fiqih Tahlilan, 9.

Zubaidi, A. (2022, Juni 22). Kajian Tahlilan di Masyarakat Melalui Pendekatan Sosiologis Max
Weber. Retrieved from https://islamic-education.uii.ac.id/kajian-tahlilan-di-masyarakat-
melalui-pendekatan-sosiologis-max-weber/

Anda mungkin juga menyukai