Di dalam Islam, ada kewajiban zakat. Tetapi bagi orang yang tidak
berharta maka tidak terkena kewajiban zakat itu, bahkan menjadi orang
yang berhak menerima zakat (Mustahiq). Oleh karena itu, seandainya
tahlilan memperingati orang mati itu termasuk ajaran Islam pun (dan
sebenarnya tidak) pasti tidak perlu utang-utang apalagi sampai mencuri.
Untuk memberi gambaran duduk soal masalah tahlilan, berikut ini kami
kutipkan dari buku Hartono Ahmad Jaiz, Tarekat, Tasawuf, Tahlilan, dan
Maulidan, Pustaka WIP, Solo, dalam bab lanjutan, setelah membahas
masalah rancunya tarekat dan tasawuf.
Ilmu Fiqh
Biasanya pihak yang duka itu justru menjamu makanan, minuman, plus
rokok (yang hukumnya dalam Islam rokok itu ada yang memakruhkan
dan ada yang mengharamkan), dan kebanyakan masih pula pihak duka
membekali makanan untuk dibawa pulang oleh para hadirin. Makanan
yang dibawa pulang itu disebut berkat, yang diambil dari lafal
Arab barokah, dalam Islam, lafal barokah itu artinya adalah banyak
kebaikannya.
صنَ ُع ْوا ِآل ِل َج ْعفَ َر طَ َعا ًما فَقَ ْد َأتَا ُه ْم َما يُش ِْغلُ ُه ْم
ْ ِا
ِ اَلنَّاِئ َحةُ ِإ َذا لَ ْم تَت ُْب قَ ْب َل َم ْوتِ َها تُقَا ُم يَ ْو َم القِيَا َم ِة َو َعلَ ْي َها
س ْربا َ ٌل ِمنْ قَ ِط َرا ٍن
ضى فِي ِه ِم ْن اَأْلثَ ِر َ ِ َوِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ْم بُ َكا ٌء فَِإ َّن َذل, ُ َو ِه َي ْال َج َما َعة, َوَأ ْك َرهُ ْال َمْأتَ َم
َ َويُ َكلِّفُ ْال ُمْؤ نَةَ َم َع َما َم, َك يُ َج ِّد ُد ْالح ُْزن
Perbandingan
4. Teks fiqh dan fatwa para ulama dari empat madzhab dan ulama
masa kini, semuanya menilai bahwa acara kumpul-kumpul dan
makan-makan berkaitan dengan kematian adalah bid’ah
munkaroh yang harus dijauhi.
Kesimpulan
Catatan
Apabila persoalan itu baru, maka diperlukan adanya ijtihad oleh ulama
yang ahlinya. Sedang peneliti hanya bisa sampai pada kesimpulan bahwa
persoalan itu belum ada di kitab-kitab fiqh dalam madzhab manapun.
Meskipun demikian, kalau peneliti itu memiliki keahlian dan memenuhi
syarat-syarat untuk berijtihad, maka dia berhak berijtihad. Namun hal
yang dilakukannya bukan lagi sekadar sebagai peneliti kasus dengan alat
ilmu fiqh, karena dia sudah melangkah ke tingkat yang hanya dijamah
oleh mujtahid, yang kaitannya adalah menggali persoalan sedalam-
dalamnya dengan mencari dalil-dalilnya untuk menentukan hukum.
َو ُه َو ااِل جْ ِت َم ا ُع, َأِل َّن ُه إ َعا َن ٌة َعلَى َم ْك رُو ٍه, ) ُ ( َفي ُْك َره, ت
ِ َأهْ ِل ْال َم ِّي: ْ َأي, ) الط َع ا ُم ( لِ َمنْ َيجْ َت ِم ُع عِ ْن َد ُه ْم َّ ُص َن ُع ْ َو ( اَل ) ي
ً َوَأ ْن َك َرهُ َشد, ال ْال َجا ِهلِ َّي ِة
ِيدا ِ إ َّن ُه مِنْ َأ ْف َع: َقا َل َأحْ َم ُد, عِ ْن َد ُه ْم
[2] Abu Bakar Al-Bakri Asy-Syafi’i 146-2/145 إ عانة ا لطا لبين
[4] Al-Muhadzdzab 1/39
[5] Fiqhussunnah 1/476
Yaumiyyah 217.
[8] Zaadul Ma’ad 1/442.
(Penelitian teks-teks hadits dan fiqh ini atas bantuan ketekunan Ustadz A A
Sulaiman, seorang ustadz alumni Syari’ah LIPIA Jakarta yang hafal Al-Qur’an).