Danang diska A 1506026071 Ulul azmi 1506026069 Latar belakang Tradisi selamatan merupakan salah satu hasil akulturasi antara nilai- nilai masyarakat setempat dengan nilai-nilai Islam, di mana tradisi ini tumbuh subur di kalangan Nahdliyyin. Sementara ormas-ormas lainnya cenderung memusuhi bahkan berusaha mengikisnya habis- habisan. Seakan-akan tradisi selamatan kematian menjelma sebagai tanda pembeda apakah dia warga NU, Muhammadiyah, Persis, atau yang lainnya. Terjadinya polemik tentang tahlil tersebut, tentu bisa berdampak pada rusaknya ikatan kekeluargaan antar muslim, seperti saling menuduh dan menyesatkan kelompok lainnya, timbulnya rasa curiga yang berlebihan.Tradisi selamatan pada masyarakat merupakan salah satu sistem ritualiatas yang masih dipertahankan secara eksklusif hingga kini. Dari uraian tersebut akan menjelaskan mengenai kandungan unsur-unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi slametan khususnya slametan kematian Rumusan masalah 1. Bagaimanakah proses akulturasi islam dan budaya jawa ? 2.Bagaimanakah analisis terhadap tradisi pelaksanaan slametan kematian ? PEMBAHASAN Melalui pendekatan yang pertama atau islamisasi jawa, budaya Jawa diupayakan agar tampak bercorak Islam, baik secara formal maupun substansial. Hal ini ditandai dengan penggunaan istilah-istilah Islam, nama-nama Islam, pengambilan peran tokoh Islam pada berbagai cerita lama, sampai pada penerapan hukum-hukum, norma-norma Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagai contoh yaitu upacara dugderan yang diadakan masyarakat semarang. Upacara ini merupakan upacara bernuansa Islami yang diadakan setiap satu hari menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Kata “dugder” diambil dari perpaduan bunyi bedug “dug” dan bunyi meriam “der”. Acara ini berlangsung disekitar masjid kauman. Ciri khas dalam upacara ini yaitu ditampilkannya warak ngendok, sejenis binatang rekaan bertubuh kambing dan berkepala naga, berkulit seperti bersisik dan dibuat dari kertas warna-warni. Tradisi pelaksanaan slametan kematian a. Asal usul melaksabakan selametan kematian Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh para wali yang berupa amalan-amalan seperti: membaca ayat suci Al-Qur’an, tahlil,do’a bersama- sama, yang kesemuanya itu adalah amalan yang dilakukan oleh orang Islam yang merupakan hasil pengembangan budaya muslim syi’ah. Sebagian masyarakat berpandangan bahwa upacara selamatan kematian berasal dari budaya Islam dan budaya lokal (Jawa/Madura), mereka mengacu pada sejarah masuknya Islam di Jawa yang tidak terlepas dari peran para wali, yang terkenal dengan sebutan wali songo (wali sembilan).elaksabakan selametan kematian b. Tujuan mengadakan selamatan kematian Berkaitan dengan hubungan manusia hidup dengan yang mati ini Syekh Islam Ibnu Taimiyah berpendapat dalam kutipan badruddin Hsubky berdasarkan hadis Nabi SAW : “Apabila anak Adam mati, maka putuslah segala amalnya, kecuali tiga perkara, sodakoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya” Menurut Ibnu Taimiyah, tidak terdapat keterangan dalam Al- Qur’an dan As-Sunnah yang menjelaskan bahwa sesungguhnya do’a yang hidup tidak bermanfaat bagi si mati. Bahkan menurut beliqau, sebenarnya bukan hanya do’a yang bisa sampai kepada orang mati. Semua perbuatan manusia hidup bisa berpengaruh terhadap orang mati. Para ulama telah sepakat mengenai manfaat do’a bagi orang yang sudah mati ini, karena dalil-dalilnya sudah sangat jelas, baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Dan barang siapa yang berbeda pandangan mengenai ini, berarti ia ahli bid’ah. Amalan pembacaan tahlilan (selamatan kematian) atau Al-Qur’an yang dijadikan hadiah bagi mereka yang telah meninggal, pada hakekatnya merupakan suatu do’a atau istigfar sebagaimana dapat diketahui dalam acara tahlilan. Dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 10.