Anda di halaman 1dari 11

Pembidangan Ilmu Fiqh

Sebagaimana diketahui, fiqh merupakan kumpulan aturan yang meliputi berbagai hal
perbuatan manusia. Tidak hanya berupa aturan mengenai semua hubungan manusia dalam
urusan pribadinya sendiri, tetapi juga semua hubungan manusia dengan manusia lain, bahkan
dalam hubungannya sebagai umat dengan umat yang lain.

Dalam fiqh, diatur segenap perbuatan manusia dalam dimensi hubungan vertikal
(hubungan antara manusia dengan Allah) dan dimensi hubungan horizontal (hubungan
manusia dengan sesamanya dan makhluk-makhluk lainnya). Dalam kepustakaan fiqh, selain
dikenal fiqh ibadah, juga dikenal fiqh mu'amalah. Bahkan, dalam perkembangan fiqh dewasa
ini, dikenal pula fiqh al- bi'ah. Lebih spesifik, sebagian dari fiqh yang disebut terakhir, terdapat
sejumlah literatur mengenai fiqh al-'ma (atuaran-aturan tentang air). Pembidangan tentang fiqh
akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan manusia itu sendiri.

Pemahaman mengenai perkembangan fiqh ini dapat dilakukan dengan menelusuri


bibilografi tentang ilmu fiqh. Sesuai dengan konteks historis yang dialaminya. para ulama
masa dahulu telah mencoba mengadakan pembidangan ilmu fiqh ini. Ada yang membaginya
menjadi tiga bidang yaitu 'Ibadah (Ritual), Muamalah (Perdata Islam) dan 'Uqubah (Pidana
Islam), ada pula yang membaginya menjadi empat bidang yaitu 'Ibadah, Muamalah,
Munakahah dan 'Uqubah.

Walaupun demikian, "dua bidang pokok hukum Islam sudah disepakati oleh semua
Fuqaha yaitu bidang Ibadah dan bidang Muamalah. Berbeda dengan bidang Ibadah, bidang
Muamalah ini kadang-kadang disebut bidang adat (al-idah). Isinya berupa aturan- aturan yang
dimaksudkan untuk mengatur interaksi manusia, baik dalam pengertian hubungan antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.
untuk mencapai sebuah tatanan hidup yang maslahah Dengan perkataan lain, aturan-aturan
untuk mewujudkan kepentingan- kepentingan duniawi".

Apabila pembidangan itu hanya dua yaitu bidang Ibadah dan Muamalah, maka pengertian
Muamalah di sini adalah Muamalah dalam arti yang luas, di dalamnya termasuk bidang-bidang
hukum keluarga, pidana, perdata, acara, hukum internasional dan lain sebagainya. Sebab ada
pula pengertian bidang Muamalah dalam arti yang sempit, yaitu hanya meliputi hukum perdata
saja.

Dalam uraian ini penulis membagi pembidangan ilmu figh menjadi dua bagian besar
yaitu: Bidang Fiqh 'Ibadah mahdhah, yaitu aturan yang mengatur hubungan muslim dengan
Allah SWT. dan Bidang Fiqh Mumalah dalam arti yang luas. Bidang Fiqh Muamalah dalam
arti yang luas ini dibagi lagi menjadi:

1. Bidang Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah atau hukum keluarga.

2. Bidang Fiqh Muamalah (dalam arti yang sempit), al-ahkâm al-madaniyah.

3. Bidang Fiqh Jinayah atau Al-Ahkâm al-Jinayah.

4. Bidang Fiqh Qadh'a atau Al-Ahkâm Al-Murâ fa'ah. 5. Bidang Fiqh Siyasah, yang
meliputi:

a) Siyasah Dustûriyah atau hubungan rakyat dan pemerintah.

b) Siyasah Dawliyah atau hukum Internasional.

c) Siyasah Maliyah, yaitu Hukum Ekonomi atau Al-Ahkâm Al-Iqtishadiyah.

Menurut penelitian 'Abd al-Wahab Khallaf, ayat-ayat Al- Qur'an tentang Al-Ahwal Al-
Syakhshiyyah sekitar 70 ayat, untuk Al-Ahkam Al-Madaniyah sekitar 70 ayat, untuk Al-
Ahkam Al-Jină yah sekitar 30 ayat, untuk Al-Ahkâm Al-Murâfa'ah 13 ayat, untuk Siyasah
Dustkriyah sekitar 10 ayat, untuk Siyasah Dawliyah sekitar 25 ayat dan untuk Al-Ahkam Al-
Iqtishadiyah sekitar 10 ayat.

Dilihat dari sisi lain: Hukum keluarga, Hukum Perdata, Hukum Acara Perdata, dan
Hukum Perdata Internasional termasuk ke dalam ruang lingkup Hukum Privat atau Al-Qanun
Al-Khas. Sedangkan hukum Pidana, hukum Acara Pidana dan Fiqh Siyasah termasuk ke
dalam Hukum Publik atau Al-Qanun Al-'am.

A. BIDANG FIQH IBADAH


Al-Qur'an surat Al-Dzariyat [51] ayat 56 menyatakan:

‫َو َم ا َخ َلَقُت اْلِج َّن َو اِإْل ْنَس ِإال ِلَيْعُبُد ْو ِن‬

Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali semata-mata untuk beribadah kepada-Ku".

Berangkat dari ayat di atas, jelas sekali bahwa manusia dalam hidupnya mengemban amanah
ibadah, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun alam, dan
lingkungannya.

Pengaturan hubungan manusia dengan Allah telah diatur dengan secukupnya, terutama
sekali dalam Sunnah Nabi, sehingga tidak mungkin berubah sepanjang masa. Hubungan
manusiadengan Allah merupakan ibadah yang langsung dan sering disebut dengan Ibadah
Mahdhah. Penggunaan istilah bidang 'Ibadah Mahdhah dan bidang Ibadah Ghair Mahdhah
atau bidang 'Ibadah dan bidang Mumalah, tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan kedua
bidang tersebut, tetapi hanya membedakan yang diperlukan dalam sistematika pembahasan
ilmu. Baik Ibadah Mahdhah maupun Muamalah dalam arti luas, kedua-duanya dilaksanakan
dalam rangka mencari mardhatillah.

Bidang Fiqh Ibadah ini meliputi:

1. Pembahasan Taharah, baik Taharah dari najis maupun Taharah dari hadas, yaitu wudhu',
mandi, dan tayamum. Shalat: dengan segala macam rukun dan tata cara shalat serta hal-
hal yang berhubungan dengan shalat, termasuk didalamnya shalat jenazah.

2. Pembahasan sekitar Zakat. Tentang wajib zakat, harta-harta yang wajib dizakati, nisab,
haul, dan mustahik zakat serta zakat fitrah.

3. Pembahasan sekitar Shiyam, puasa wajib dan sunnah, rukunnya dan hal-hal lain sekitar
Shiyam.
4. Pembahasan tentang iktikaf, cara, dan adab susila ber-i'ktikaf.

5. Pembahasan tentang Ibadah Haji. Dibicarakan tentang hukum dan syarat-syarat haji,
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dan yang ditinggalkan pada waktu melakukan
Ibadah haji dan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah haji.

6. Pembahasan sekitar jihad, dibicarakan tentang hukumnya, cara-caranya, syarat-syaratnya,


tentang perdamaian, tentang harta ghanimah, fay', dan jizyah.

7. Pembahasan tentang sumpah, macam-macam sumpah, kafarah sumpah dan lain-lain


sekitar sumpah.

8. Pembahasan tentang nazar, macam-macam nazar, dan akibat hukum nazar.

9. Pembahasan tentang Kurban, hukumnya, macamnya binatang untuk kurban, umur


binatang yang dikurbankan, dan jumlahnya serta hukum tentang daging kurban.

10. Pembahasan tentang sembelihan, yang meliputi; binatang yang disembelih, cara-cara
menyembelih binatang, dan syarat-syaratnya.

11. Pembahasan tentang berburu; hukum berburu dan hal-hal yang berkenaan dengan
binatang yang diburu.

12. Pembahasan tentang aqiqah; hukumnya, umur binatangnya. aqiqah untuk siapa, waktu
aqiqah dan hukum dagingnya.

13. Pembahasan tentang makanan dan minuman, dibicarakan tentang yang halal dimakan dan
yang haram dimakan.

Sistematika di atas adalah sistematika dari Ibn Rusyd di dalam kitabnya Bidayah al-
Mujtahid wa nihay'ah al-Muqtasid. Tidak semua kitab sama persis sistimatikanya,
adakalanya pembahasan tentang Jihad masuk dalam bidang Jinayah. Ketidaksamaan
penyusunan sistematika antara lain disebabkan perbedaan tinjauan dan penekanan terhadap
masalah tertentu. Namun ada kecenderungan umum para ulama memasukkan ke dalam
bidang Fiqh 'Ibadah, masalah-masalah taharah, shalat, shiyam, hajji, iktikaf. nazar, kurban,
sembelihan, 'aqiqah, berburu, dan makanan.
B. Bidang Muamalah dalam Arti Luas

1. Bidang al-Ahwal âl-Syakhsiyah

Bidang al-Ahwal al-Syakhsiyah, yaitu hukum keluarga, yaitu yang mengatur hubungan
antara suami-istri, anak, dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi: a) Fiqh Munakahat, b)
Fiqh Mawaris, c) Washiyat, dan d) Wakaf. Tentang wakaf ini ada kemungkinan masuk
bidang ibadah apabila dilihat dari maksud orang mewakafkan, ada kemungkinan masuk al-
Ahwal al-Syakhsiyah apabila wakaf itu- wakaf dzuri yaitu wakaf untuk keluarga.

1) Pernikahan adalah: Akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan serta menetapkan hak-hak dan kewajiban diantara keduanya"!
Pembahasan Fiqh Munahakat, meliputi topik-topik hukum nikah, meminang, akad nikah,
wali nikah, saksi nikah, mahar (maskawin), wanita-wanita yang haram dinikahi baik
haram karena nasab, mushaharah (persemandaan) dan radha'ah (persesusuan) dan
hadanah. Soal-soal yang berkaitan dengan putusnya pernikahan, dengan idah, ruju,
hakamain, ila, dzihar, lian, nafkah dan ihdad yaitu berkabung dan masa berkabung.

Di Indonesia masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah pernikahan ini telah diatur
di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 serta peraturan lainnya, seperti Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun
1952 dan No. 4 Tahun 1952, kedua-duanya tentang wali Hakim.

2) Mawaris mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban ahli waris terhadap harta
warisan, menentukan siapa saja yang berhak terhadap warisan, bagaimana cara
pembagiannya masing-masing. Fiqh Mawaris disebut juga ilmu Faraidh, karena berbicara
tentang bagian-bagian tertentu yang menjadi hak ahli waris.

Pembahasan Fiqh Mawaris, meliputi masalah-masalah tazhij yaitu pengurusan mayat,


pembayaran utang dan wasiat, kemudian tentang pembagian harta. Dibahas pula tentang
halangan-halangan mendapat warisan. Kemudian di- bicarakan tentang orang-orang yang
mendapat bagian-bagian tertentu dari harta waris yang disebut Ashhabul Furudh tentang
ashabah, hijab pewarisan dzawil arkam, hak anak di dalam kandungan, masalah
mafqud/orang yang hilang, anak hasil zina dan lian, serta masalah-masalah khusus,
seperti aul, masalah musyawarah, tsulusul Baqi, dan lain sebaginya.

Di Mesir pengaturan tentang warisan telah dituangkan didalam Undang-undang No. 77


tahun 1943, yang terdiri dari delapan bab, berisi 48 pasal.

3) Wasiat adalah pesan seseorang terhadap sebagian hartanya yang diberikan kepada orang
lain atau lembaga tertentu, sedangkan pelaksanaannya ditangguhkan setelah ia meninggal
dunia.

Dalam wasiat dibicarakan tentang orang yang berwasiat serta syarat-syaratnya, tentang
orang yang diberi wasiat dan syarat- syaratnya dan bagaimana hukumnya apabila yang
diberi wasiat itu membunuh pemberi wasiat. Dibicarakan pula tentang harta yang
diwasiatkan dan bagaimana apabila yang diwasiatkan itu berupa manfaat, serta hubungan
antara wasiat dan harta waris. Tentang lafal wasiat yang disyaratkan dengan kalimat yang
dapat dipahamkan untuk wasiat. Tentang penarikan wasiat dan lain sebagainya.

Di Mesir tentang wasiat ini telah dituangkan pula dalam Undang-undang No. 71 Tahun
1946 yang terdiri dari 82 Pasal termasuk di dalamnya wasiat wajibah.

4) Wakaf adalah penyisihan sebagian harta benda yang kekal zatnya dan mungkin diambil
manfaatnya untuk maksud kebaikan.

Dalam kitab-kitab fiqh dikenal adanya wakaf dzuri (keluarga) dan wakaf khairi yaitu
wakaf untuk kepentingan umum, dibahas pula tentang orang yang mewakafkan serta
syarat- syaratnya, barang yang diwakafkan dan syarat-syaratnya, orang yang menerima
wakaf dan syarat-syaratnya, shigat atau ucapan yang mewakafkan dan syarat-syaratnya.
Kemudian dibicarakan tentang macam-macam wakaf dan siapa yang mengatur barang
wakaf, serta kewajiban, dan hak-haknya. Selanjutnya dibicarakan tentang penggunaan
harta wakaf dan lain sebagainya.

Di Indonesia khusus tentang wakaf tanah milik telah diatur dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.28 Tahun 1977. Dalam peraturan pemerintah tersebut ditegaskan
tentang fungsi wakaf tanah, tata cara mewakafkan dan pendaftarannya, perubahan,
penyelesaian perselisihan dan pengawasan perwakafan tanah milik, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Di Indonesia hukum nasioanal, munahakat, waris, wasiat, hibah, wakaf khairi telah diatur
dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 yang dikenal dengan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) dan sedang diusahakan menjadi undang-undang.

2. Bidang Fiqh Mu'amalah (dalam Arti Sempit) AI- Ahkam Al-Madaniyah

Bidang ini membahas tentang jual beli (bayi), membeli barang yang belum jadi, dengan
disebutkan sifat-sifatnya dan jenisnya (sallam) gadai (ar-Rahn), kapailitan (taflis),
pengampunan (hajn), perdamaian (al-sulh), pemindahan utang (al-hiwalah), jaminan utang
(ad-dhaman al-kafalah), perseroan dagang (syarikah), perwakilan (wikalah), titipan (al-
wadi'ah), pinjam-meminjam (al- ariyah) merampas atau merusak harta orang lain (al-ghash),
hak membeli paksa (syuf'ah), memberi modal dengan bagi untung (qiradh), penggarapan
tanah (al-muzaro'ah musaqoh), sewa- menyewa (al-ijaaroh), mengupah orang untuk
menemukan barang yang hilang (al-ji'alah), membuka tanah baru (ihya al-mawat) dan
barang temuan (luqathah).

Apabila kita lihat sistematika pembahasan Hukum Perdata yang terdiri dari: Hukum
orang pribadi dan Hukum keluarga, Hukum benda dan Hukum waris, Hukum perikatan,
Bukti dan kedaluwarsa, maka materi-materi tersebut, dalam Hukum Islam, rerdapat dalam
al-ahwal al-syakhsiyah, Mu'amalah dan qadha. Oleh karena itu, tidak tepat mempersamakan
bidang Fiqh Mu'amalah dengan hukum perdata. Bahkan ada sebagian materi hukum perdata
oleh para ulama dibahas dalam kitab Ushul Fiqh, seperti subjek hukum atau orang mukallaf.
Sistematika hukum perdata seperti juga halnya sistematika figh, bukanlah suatu hal yang
mutlak yang tidak bisa diubah lagi. Sebab sistematika itu dibuat oleh para ahli sesuai dengan
perkembangan ilmu itu sendiri.

3. Bidang Fiqh Jinayah atau Al-Ahkam Al-Jinayah

Fiqh Jinayah adalah Fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak Allah.
Hak masyarakat dan hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut
hukum.
Sistematika pembahasan yang baik tentang Fiqh Jinayah telah dibuat oleh Abdul Kadir
Audah dalam bukunya al-Tasyiri Al-Jina'i Al-Islami muqaranan bi al-qanun al-wadh'i. Buku
ini terdiri dari dua jilid. Dalam jilid pertama (778 halaman) dibahas tentang asas-asas
Hukum Pidana Islam dan dalam jilid kedua (730 halaman) tentang materinya.

Dalam asas-asas Hukum Islam dibicarakan tentang pengertian tindakan pidana (jarimah),
macam jarimah, unsur-unsur jarimah yang meliputi aturan pidana, perbuatan pidana, dan
pelaku pidana. Kemudian dibahas tentang sumber-sumber aturan pidana Islam, kaidah-
kaidah dalam penafsiran hukum, asas legalitas, Masa berlakunya aturan pidana dan
lingkungan berlakunya aturan pidana. Percobaan melakukan tindak pidana, turut berbuat
dalam tindak pidana, pertanggungjawaban pidana hukuman, dan sebab- sebab hapusnya
hukuman.

Adapun materi Fiqh Jinayah meliputi pembunuhan sengaja, semi sengaja, dan kesalahan
disertai dengan rukun dan syaratnya. Sanksi pembunuhan, kemudian dibahas tentang
penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja, pembuktiannya, sanksinya,
perzinahan, unsurnya, sanksinya, pembuktiannya, pelaksanaan hukuman, hapusnya
hukuman zina.

Menuduh zina (qadzaf), unsur-unsurnya, gugatannya, pembuktiannya, sanksinya, dan


hapusnya hukuman qadzaf Minuman keras: unsur-unsurnya, hukumannya dan cara
melaksanakan hukumannya, bukti-buktinya dan halangan- halangan pelaksanaan hukuman.
Pencurian, unsur-unsurnya, pembuktiannya, hukumannya, percobaan pencurian, pelaksanaan
hukuman, dan hapusnya hukuman.

Pembegalan (al-hirabah), pengertiannya, bukti-buktinya, sanksinya, cara pelaksanaan


hukuman, hapusnya hukuman, tanggung jawab pidana, dan tanggung jawab perdata si
perampok. Pemberontakan (Al-Bagleyu), pengertiannya, unsur-unsurnya,
pertanggungjawaban pemberontak. Murtad, pengertiannya, unsur- unsurnya, sanksinya,
hukuman pokok, pengganti dan tambahan, kesempatan untuk bertobat.

Ada satu hal lagi yang belum dibahas secara mendalam oleh Dr. Abdul Kadir Audah
yaitu tentang jarimah takzir. Jarimah takzir ini telah dibahas oleh Dr. Abdul Aziz Amir
secara luas dalam bukunya al-Taizir fi al-Syari'ah al-Islamiyah yang meliputi: Ta'zir
terhadap jarimah qishash, diyat dan atau jarimah hudud yang tidak memenuhi persyaratan
untuk dijatuhi hukuman qishash,diyat atau had. Takzir terhadap saksi palsu, spionase, uang
suap, penghinaan, tidak melaksanakan amanah, dan lain sebagainya.

Hukuman Takzir yang berupa hukuman badan, penjara, dibuang, denda, perampasan
harta, peringatan, teguran, pemecatan. Penerapan hukuman ta'zir dan hapusnya hukuman
ta'zit.Pengertian ta'zir adalah sanksi yang dibuat oleh Ulil Amri yang memiliki daya
preventif dan represif (al-radd wa al-jazm) yang diancamkan kepada kejahatan-kejahatan
hudud, qishash, dan diyat yang tidak memenuhi syarat, kejahatan yang ditentukan di dalam
al-Qur'an dan Hadits yang ditentukan di dalam al-Qur'an dan atau Hadits yang tidak
disebutkan sanksinya, seperti penghinaan, udak melaksanakan amanah, dan kejahatan-
kejahatan yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umum, seperti aturan lalu
lintas.

4. Bidang Qadha atau Al-Ahkam Al-Murafaat

Fiqh Qadha ini membahas tentang proses penyelesaian perkara di pengadilan. Oleh
karena itu, unsur pokok yang dibahas adalah: tentang hakim, putusan yang dijatuhkan, hak
yang dilanggar, Penggugat dalam kasus perdata atau penguasa dalam kasus pidana dan
Tergugat dalam kasus perdata atau tersangka dalam kasus pidana.

Pembahasan selanjutnya antara lain: Syarat-syarat seorang hakim dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan hakim; Tentang pembuktian, seperti pengakuan, keterangan dan saksi,
sumpah, qarinah, keputusan hakim yang mujtahid, keputusan hakim mutabi, keputusan hakim
dengan mengikuti mazhab tertentu, keputusan haruslah adil; Gugatan terhadap hak yang
dilanggar haruslah jelas. Kedudukan yang sama antara Penggugat dan Tergugat, kedua-
duanya harus didengar keterangannya.

Di dalam Fiqh Islam selain qadha' ada juga lembaga yang disebut tahkim atau hakam atau
pengadilan juri (juri arbriter). Di dalam tahkim atau arbritase, hakam boleh ditunjuk oleh
masing- masing Penggugat dan Tergugat. Keputusan mereka harus diambil dengan
kesepakatan (suara bulat) dan keputusan mereka sah serta dapat dilaksanakan secara hukum
bagi para pihak yang telah mengangkatnya dan hanya untuk perkara yang telah diminta untuk
diselesaikan. Dasar hukum arbritase dalam Al-Qur'ân adalah surat al-Hujurat ayat 9 dan surat
al-Nisa ayat 35.

Lembaga tahkim atau arbritase ini semakin terasa penting terutama setelah
berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi syari'ah yang menghedaki penyelesaian yang lebih
cepat, sederhana, dan lebih baik daripada melalui pengadilan biasa. Undang-undang tentang
arbritase yang sudah ada di Indonesia, yaitu UU No. 30 Tahun 1999, sedangkan arbritase
syari'ah masih sedang diusahakan.

5. Bidang Fiqh Siyâsah

Fiqh Siyasah membahas tentang hubungan antara seseorang pemimpin dengan yang
dipimpinnya atau antara lembaga-lembaga kekuasaan di dalam masyarakat dengan rakyatnya.
Oleh karena itu, pembahasan Fiqh Siyasah ini luas sekali, yang meliputi antara lain soal: Hak
dan kewajiban Imam, bai'ah, wuzarah ahl al-halli wal-aqdi, hak dan kewajiban rakyat,
kekuasaan peradilan, pengaturan orang-orang yang pergi haji, kekuasaan yang berhubungan
dengan pengaturan ekonomi, fai, ghanimah, jizyah, kharaj, baitulmal, hubungan muslim dan
nonmuslim dalam akad, hubungan muslim dan nonmuslim dalam kasus-kasus pidana,
hubungan Internasional dalam keadaan perang dan damai, perjanjian Internasional, penyerahan
penjahat, perwakilan- perwakilan asing serta tamu-tamu asing.

Kumpulan materi di atas disistematikakan menjadi: a) Siyâsah Dusturiyah yang membahas


tentang hubungan rakyat dengan pemerintahnya. b) Siyasah Maliyah yang membahas tentang
perekonomian dalam masyarakat. dan c) Siyâsah Dauliyah yang membahas tentang hubungan-
hubungan Internasional baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai.

Fiqh Siyasah ini tampaknya mulai mendapat perhatian kembali setelah dunia Islam lepas
dari penjajahan dan dibahas baik oleh ulama-ulama di Mesir seperti: Diauddin al-Rays. Abu
Zahrah, Yusuf Musa, Abdul Kadir Audah, atau di Pakistan seperti: Muhammad Iqbal, Abdul
'Ala al-Maududi, atau juga di Indonesia seperti: Z. A. Ahmad dan Hasbi Ash-Shiddieqy.

Ulama-ulama dahulu yang membahas tentang Fiqh Siyasah ini antara lain: Al-Mawardi
dalam kitabnya Al-Ahkam al-Suthaniyah wa al-Wilayah al-Diniyah, Ibnu Taimiyah dalam
kitabnya al-Siyasah ql-Syar'iyah fi Ishlahi Al-Ra'i wa Ra'iyah, Ibnu Qutaibah dalam kitabnya
Al-Imamah wa Siyasah, Abu Yusuf dalam kitabnya Al- Kharaj, Muhammad bin Hasan Al-
Syaibani dalam kitabnya al-Siyar al-Kabir, Abu Ubaid dalam kitabnya Al-Amwal dan Ibnu
Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah. Secara garis besar pembidangan Figh dapat
digambarkan sebagai berikut:

Sesuai dengan gambar tersebut, maka fiqh mencakup figh Ibadah dan fiqh mu'amalah.
Dalam fiqh mu'amalah, dibedakan ke dalam beberapa bidang, yaitu: ahwal al-syakhsiyah,
mu'amalah (dalam arti sempit), jinayah, aqdhiyah, dan siyâsah.

Ahwal al-syakhsiyah mencakup fiqh munakahah, waratsah, washiyah, dan wakaf.


Adapun siyâsah mencakup siyâsah dusturiyah, siyasah dawliyah, dan siyasah Maliyah.

Transformasi bidang-bidang fiqh ke dalam bentuk peraturan- perundangan terus


dilakukan. Sejalan dengan tuntutan masyarakat dan dukungan politik, sebagian bidang fiqh
telah menjadi peraturan perundangan (qanun), yang akan dibahas dalam bab tersendiri.

Anda mungkin juga menyukai