Anda di halaman 1dari 11

PEMBIDANGAN ILMU FIKIH

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ilmu Fikih
Dosen Pengampu: Drs. Agus Sholeh, M.Ag.

Disusun Oleh:
Nur Laila Awalinah (1608076030)
Ahmad Najib (1508046026)
Nava Devita (Di isi euy )

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, fikih merupakan kumpulan aturan yang meliputi
berbagai hal perbuatan manusia. Tidak hanya berupa aturan mengenai semua
hubungan manusia dalam urusan pribadinya sendiri, tetapi juga semua
hubungan manusia dengan umat yang lain.
Dalam fikih, diatur segenap perbuatan manusia dalam dimensi hubungan
vertikal (hubungan manusia dengan Allah) dan dimensi hubungan horizontal
(hubungan manusia dengan sesamanya dan makhluk-makhluk lainnya). Dalam
kepustakaan fikih, selain dikenal fikih ibadah, juga dikenal fikih mu’amalah.
Bahkan, dalam perkembangan fikih dewasa ini, dikenal pula fikih dalam bidang
yang lain yang memang dipengaruhi oleh kebutuhan manusia itu sendiri.
Sesuai dengan konteks historis yang dialaminya, para ulama masa dahulu
telah mencoba mengadakan pembidangan ilmu fikih ini. Adapun penjelasan
tentang pembagian tersebut pemaparan lengkapnya akan coba kami sampaikan
melalui makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembidangan fikih dalam masalah ibadah?
2. Bagaimana pembidangan fikih dalam masalah muamalah (dalam arti luas)?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fikih dalam Bidang Ibadah


Al-Quran surat Al-Dzariyat ayat 56 menyatakan:

Berangkat dari ayat di atas, jelas sekali bahwa manusia dalam hidupnya
mengemban amanah ibadah, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama
manusia, maupun alam, dan lingkungannya.
Pengaturan hubungan manusia dengan Allah telah diatur dengan
secukupnya, terutama sekali dalam Sunnah Nabi, sehingga tidak mungkin
berubah sepanjang masa. Hubungan manusia dengan Allah merupakan ibadah
yang langsung dan sering disebut dengan ‘ibadah mahdhah. Penggunaan istilah
bidang ‘ibadah mahdhah dan bidang ‘ibadah ghoiru mahdhah atau bidang
ibadah dan bidang muamalah, tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan kedua
bidang tersebut, tetapi hanya membedakan yang diperlukan dalam sistematika
pembahasan ilmu. Baik ‘ibadah mahdhah maupun muamalah dalam arti luas,
keduanya dilaksanakan dalam rangka mencari mardhatillah.1
1. Bentuk Ibadah
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa
khouf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah
diri), raghbah (senang), rahbah (cemas) adalah ibadah qalbiyah (yang
berkaitan dengan hati), sedangkan tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan syukur
dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, jihad, puasa adalah ibadah badaniyah

1
Djazuli, Ilmu Fiqih, kencana, Jakarta, 2010, Hal. 45-46
qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi ibadah yang berkaitan
dengan hati, lisan, dan badan.2
Bidang fikih ibadah ini meliputi:
a. Pembahasan Taharah, baik Taharah dari najis maupun taharah dari
hadas, yaitu wudhu’, mandi, dan tayamum. Shalat: dengan segala
macam rukun dan tata cara shalat serta hal-hal yang berhubungan
dengan shalat, termasuk didalamnya shalat jenazah.
b. Pembahasan seputar zakat. Tentang wajib zakat, harta-harta yang
wajib dizakati, nisab, haul, dan mustahik zakat serta zakat fitrah.
c. Pembahasan seputar puasa, puasa wajib dan sunnah, rukunnya dan hal-
hal lain seputar puasa.
d. Pembahasan tentang I’tikaf, cara, dan adab susila ber-i’tikaf.
e. Pembahasan tentang ibadah haji, dibicarakan tentang hokum dan
syarat-syarat haji, perbuatan-perbuatan yang dilakukan dan yang
ditinggalkan pada waktu melakukan ibadah haji dan hal-hal yang
berhubungan dengan ibadah haji.
f. Pembahasan sekitar jihad, dibicarakan tentang hukumnya, cara-
caranya, syarat-syaratnya, tentang perdamaian, tentang harta
ghanimah, fay’, dan jizyah.
g. Pembahasan tentang sumpah, macam-macam sumpah, kafarah sumpah
dan lain-lain sekitar sumpah.
h. Pembahasan tentang nazar, macam-macam nazar, dan akibat hukum
nazar.
i. Pembahasan tentang kurban, hukumnya, macamnya binatang untuk
kurban, umur binatang yang dikurbankan, dan jumlahnya serta hukum
tentang daging kurban.

2
Syahrul Anwar, Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, Hal 62.
j. Pembahasan tentang sembelihan, yang meliputi; binatang yang
disembelih, cara-cara menyembelih binatang, dan syarat-syaratnya.
k. Pembahasan tentang berburu; hukum berburu danhal-hal yang
berkenaan dengan binatang yang diburu.
l. Pembahasan tentang makanan dan minuman, dibicarakan tentang yang
halal dimakan dan yang haram dimakan.
Sistematika di atas adalah sistematika dari ibn Rusyd di dalm kitabnya
Bidayah al-mujtahid wa nihayah al-muqtasid. Tidak semua kitab sama
persis sistematikanya, adakalanya pembahasan tentang jihad masuk dalam
bidang jinayah. Ketidaksamaan penyusunan sistematika antara lain
disebabkan perbedaan tinjauan dan penekanan terhadap masalah tertentu.
Namun ada kecenderungan umum para ulama memasukkan ke dalam
bidang fikih ibadah, masalah-masalah taharah, shalat, shiyam, haji, I’tikaf,
nazar, kurban, sembelihan, ‘aqiqah, berburu, dan makanan.3

B. Fikih dalam Bidang Muamalah (dalam Arti Luas)


1. Bidang al-Ahwal al-Syakhsiyah
Bidang al-Ahwal al-Syakhsiyah yaitu hukum keluarga, berupa aturan
hubungan antara suami-istri, anak, dan keluarganya. Pokok kajiannya
meliputi
a) Fikih Munakahat
Pernikahan berasal dari kata “nikah” yang menurut bahasa artinya
mengumpulkan, saling memasukkan. Menurut syara’, pernikahan
(perkawinan) adalah akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan
bersenang-senang antara laki-laki dan perempuan dan menghalalkan
bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.4 Pembahasan fikih
munakahat meliputi topik-topik hukum nikah, akad nikah, wali nikah,

3
Djazuli, Ilmu Fiqih, kencana, Jakarta, 2010, Hal. 46-47.
4
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Kencana, Jakarta, 2015, Hal. 8
saksi nikah, mahar (mas kawin), wanita-wanita yang haram dinikahi
baik haram karena nasab, mushoharoh (persemandaan) dan radha,ah
(persesusuan). Soal-soal yang berkaitan dengan pernikahan juga
menjadi bahasan dari fikih munakahat seperti, iddah (masa
menunggunya perempuan), ruju’ (balikan), ila’ (sumpah suami untuk
tidak menggauli istrinya), dzihar (ucapan suami yang menyamakan
pungung istrinya seperti punggung ibunya), li’an (Sumpah seorang
suami yang menuduh istrinya melakukan zina).
b) Fikih Mawaris
Mawaris mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban ahli
waris terhadap harta warisan, menentukan siapa saja yang berhak
terhadap warisan, bagaimana cara pembagiannya masing-masing.
Pembahasan fikih mawaris meliputi pula masalah-masalah tazhij yaitu
pengurusan mayat, pembayaran utang dan wasiyat, kemudian tentang
pembagian harta. Dibahas pul tentang halangan-halangan mendapat
warisan. Kemudian dibicarakan tentang orang-orang yang
mendapatkan bagian-bagian tertentu dari harta waris yang disebut
Ashabul Furudh, juga tentang ashabah.
c) Wasiyat
Wasiyat adalah pesan seseorang terhadap sebagian hartanya yang
diberikan kepada orang lain atau lembaga tertentu, sementara
pelaksanaannya ditangguhkan setelah ia meninggal dunia.
Dalam wasiyat dibicarakan tentang orang yang berwasiyat dan
orang yang diberi wasiyat beserta syarat-syarat bagi keduanya,
bagaimana hukumnya apabila yang diberi wasiyat membunuh yang
memberi wasiyat. Dibicarakan pula tentang harta yang diwasiyatkan
dan bagaimana apabila yang diwasiyatkan itu berupa manfa’at, serta
hubungan antara wasiyat dan harta waris. Tentang lafal wasiyat yang
disyaratkan dengan kalimat yang dapat dipahamkan untuk wasiyat.
Tentang penarikan wasiyat dan lain sebagainnya.
d) Wakaf
Wakaf adalah penyisihan sebagian harta benda yang kekal zatnya
dan mungkin diambil manfa’atnya untuk maksud kebaikan.
Dalam kitab-kitab fikih dikenal adanya waqaf dzuri (keluarga) dan
waqaf khairi yaitu wakaf untuk kepentingan umum, dibahas pula orang
yang mewakafkan serta syarat-syaratnya, barang yang diwakafkan
serta syarat-syaratnya, orang yang menerima wakaf serta syarat-
syaratnya.
Di Indonesia khusus tentang wakaf tanah milik telah diatur dengan
Peraturan Pemerintah republik Indonesia No.28 Tahun 1997. Dalam
peraturan tersebut ditegaskan tentang fungsi wakaf tanah, tata cara
mewakafkan dan pendaftarannya, perubahan, penyelesaian perselisihan dan
pengawasan perwakafan tanah miik, ketentuan pidana, ketentuan peralihan,
dan ketentuan penutup.
Di Indonesia hukum nasional, munakahat, waris, wasiyat, hibah, wakaf
khoiri telah diatur dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 yang
dikenal dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan sedang diusahakan
menjadi undang-undang.5
2. Bidang Muamalah Dalam Arti Sempit
bidang ini membahas tentang jual beli (bae), membeli barang yang
belum jadi dengan disebutkan sifat-sifatnya dan jenisnya (salam) yaitu :
gadai (ar-rahn), kepailitan (taflis), pengampunan ( hajru), perdamaian (al-
sulhu), pemindahan hutang (hiwalah), jaminan utang ( ad-dhaman al-
kafalah), perserikatan dagang (syarikah), perwakilan (wakalah), titipan (al-
wadi’ah), pinjam-meminjam ( al-ariyah), merampas atau merusak harta

5
Djazuli, Ilmu Fiqih, kencana, Jakarta, 2010, Hal. 47-50.
orang lain ( al-ghasab), hak membeli paksa (suf’ah), memberi modal
dengan bagi untung ( qiradh), penggarapan tanah (muzaro’ah), sewa-
menyewa ( al-ijarah), mengupah orang untuk menemukan barang yang
hilang ( al-ji’alah), membuka tanah baru ( ihya al-mawat ), dan barang
temuan ( luqatah ).
3. Bidang Fiqih Jinayah atau al-Ahkam Jinayah
Fiqih jinayaha dalah fiqih, fiqih yang mengatur cara-cara menjaga dan
melindungi hak Allah, hak masyarakat, dan hak individu dari tindakan
yang tidak dibenarkan menurut hukum. upaya untuk menjaga dan
melindungi kemaslahatan hukum-hukum tersebut, islam menetapkan
sejumlah aturan main, baik berupa perintah maupun larangan. Setiap
penetapan aturan itu, selalu disertai dengan ancaman hukum duniawi,
maupun hukum bagi yang melanggarnya. Perangkat aturan ini disebut
hukum pidana islam (fiqh ul-Finayah Tasyri).
Hukum pidana dalam syariat islam disebut dengan jinayah, yang
mencakup pada perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut syara. Tetapi
kemudian jinayah mengalami perluasan dan terbagi menjai dua jenis, yaitu
: pertama, merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara dan
dapat mengakibatkan hukumanhad dan tajir. Kedua, perbuatn-perbuatan
yang dilarang oleh syara dan dapat diancam dengan dengan hukuman had
saja. Jenis-jenis hukuman dalam hukum pidana islam, adalah: 1) qishash
dan diyat, 2) hudud, dan 3) tazir. Penegakan hukuman ini akan bisa
dilaksanakan kalau dilaksanakan dalam sistem pemerintahan, karena
hukum pidana termasuk hukum publik yang penegakannya dilakukan oleh
pemerintah.
4. Bidang Qadha atau Ahkam Murafaat
Fiqih qadha membahas tentang proses penyelesaian perkara di
pengadilan, karena unsur pokok yang dibahas adalah tentang hakim,
putusan yang dijatuhkan, hak yang dilanggar, penggugat dalam kasus
peradata, atau penguasa dalam kasus pidana, dan hal-hal yang berkaitan
dengan hakim.
5. Bidang Fiqh Siyasah
Fiqh siyasah membahas tentang hubungan antara seorang pemimpin
dengan yang dipimpin, atau antara lembaga-lembaga kekuasaan didalam
masyarakat dengan rakyatnya. Oleh karena itu, pembahasan fiqh siyasah
meliputi hak dan kewajiban rakyat, kekuasaan peradilan, pengaturan orang-
orang yang pergi haji, kekuasaan yang berhubungan dengan pengaturan
ekonomi, hubungan muslim dan nonmuslim dalam kasus pidana, hubungan
internasional dalam keadaan perang dan damai, perjanjian internasional,
dan penyerahan penjahat perwakilan-perwakilan asing seeta tamu-tamu
asing.6

6
Djazuli, Ilmu Fiqih, kencana, Jakarta, 2010, Hal. 69-71.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fikih yang merupakan sebuah aturan tentang berbagai hal tentang
kehidupan manusia dibagi menjadi dua bidang pembahasan. Yang petama
adalah fikih dalam bidang ibadah, dalam bidang ibadah fikih mengatur tentang
tata cara beribadah mulai dari thaharah (bersuci), zakat, puasa, I’tikaf
(beribadah dengan berdiam diri dalam masjid), ibadah haji, jihad, pembahasan
tentang sumpah. Pembahasan tentang nazar, pembahasan tentang kurban,
pembahasan tentang berburu, pembahasan tentang aqiqahi, serta pembahasan
tentang makanan dan minuman.
Adapun pembidangan fikih yang kedua adalah dalam bidang muamalah,
yang menghimpun bidang al-ahwal al-syakhsiyah, bidang fikih muamalah
dalam arti sempit (al-ahkam al-madaniyah) yang di dalamnya meliputi bai’
(jual beli), ar-rahn (gadai), taflis (kebangkrutan), dan lain-lain, bidang fikih
jinayah (cara menjaga dan melindungi hak Allah SWT, hak masyarakat dan
hak individu dari tindakan yang tidak dibenarkan menurut hukum), bidang
qadha atau al-ahkam al-murafa’at, yang terakhir adalah bidang fikih
isyakhsiyah.
B. Kritik dan saran
Demikianlah pemaparan kami mengenai pembidangan fikih dalam
kehidupan sehari-hari. Kami selaku pemakalah menyadari akan banyaknya
cacat di dalam kepenulisan ini. Maka dari itu, sudilah kiranya para pembaca
untuk memberikan masukan yang membangun kepada kami sehingga di
kepenulisan yang akan datang kami dapat lebih baik lagi.
Akhir kata, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala
kekurangan kami, dan semoga apa yang kami tulis dapat bermanfa’at bagi
kami pribadi dan bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Syahrul. 2010. Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Djazuli. 2010. Ilmu Fiqih. Jakarta: KENCANA.
Ghozali, Rahman Abdul. 2015. Fiqih Munakahat. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.

Anda mungkin juga menyukai