Lalu, apakah kalian termasuk dalam aliran Tuban ? ataukah kalian menganut aliran Giri ?
Membongkar kebohongan
Banyak sumber yang pro dengan asal-usul tahlilan seperti yang telah saya jelaskan diatas
tadi. Namun juga tidak sedikit yang beranggapan bahwa asal-usul itu adalah sebuah
kebohongan. Kisah tersebut sangat nampak didramatisir bahkan mirip perdebatan antara
Ahlus Sun nah Wal Jamaah dan Wahhabi pada masa sekarang ini, pendapat salah seorang
yang beranggapan bahwa kisah itu sebuah kebohongan. Ada lagi pendapat-pendapat yang
kontra, seperti Antar personil Wali Sanga masa hidupnya banyak yang tidak dalam kurun
waktu yang bersamaan, karena hubungan mereka antara generasi kakek, puta, dan cucu,
sehingga tidak mungkin secara masif dikelompokkan menjadi dua kubu, Kubu Putihan dan
Kubu Abangandan juga Selametan atau Tahlilan tidak bisa dianggap sebagai warisan
Hindu, karena dari akar istilah saja, selametan atau tahlilan berasal dari bahasa Arab,
nukan bahasa Sansekerta atau Jawa kuno. (Fuadi, 2016)
Pendapat-pendapat diatas sangat jelas menentang dengan asal-usul tahlilan diatas tadi.
Namun, apabila tahlilan memang berasal dari bahasa Arab, saya pernah menemui suatau
anggapan bahwa tahlilan hanya ada di Jawa saja, diluar Jawa tidak ada tradisi seperti itu,
apalagi diluar negeri, seperti Arab, Mesir, dan lainnya. (Wahyu, 2016)
Ini menjadi masalah yang serius dalam masyarakat, apalagi jika orang-orang hanya
menganggap bahwa pendapat atau pandangan mereka adalah yang paling benar, masalah
tersebut dapat membuat kesenjangan di dalam kehidupan masyarakat.
Tercipta Anjuran dan Larangan
Apakah ada landasan yang menganjurkan tahlilan? jawabnya ada, seperti Dalil Naqli dan
Dalil Aqli.
Dalil Naqli adalah dalil yang diambil dari kitab Hasyiyah ala maraqy al-Falah karangan
Ahmad ibn Ismail at-Thahawy, yaitu (yang artinya):
Dimakruhkannya hukum penghidangan makanan kepada keluarga mayit bertentangan
dengan keterangan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Ashim bin Kulaib dari
ayahnya dari laki-laki Anshar, ia berkata, Kami Bersama Rasulullah keluar menuju
pemakaman jenazah sewaktu hendak pulang muncullah istrinya mayit mengundang untuk
singgah, kemudian menghidangkan makanan, rasulullah pun mengambil makanan tersebut,
kemudian para sahabat pun turut mengambilnya pula dan mencicipinya, pada mulut
Rasulullah terdapat sekerat daging.
Dalil Aqli adalah argumen al-Istihsn (menganggap sesuatu itu baik berdasarkan dari
logika), antara lain bacaan ayat-ayat al-Quran, dzikir, dan doa yang mempunyai nilai-nilai
ibadah; kemudian nilai-nilai shadaqah saat melakukan pembagian makanan; dan juga
silaturahmi antar sesama warga masyarakat.
Namun, tidak sedikit sanggahan atau bantahan dari dalil-dalil tersebut, seperti bantahan dalil
Aqli yang menggunakan penalaran atau logika saja, dikecam tidak mempunyai dasar hukum
atau sumber yang jelas, seperti Al-Quran atau Al-Hadist.
Apabila ada pro pasti ada kontra, apabila ada anjuran pasti ada larangan. Larangan dari
tahlilan juga sering bermunculan. Alasan pertama yang sering disebutkan adalah tahlilan
termasuk bentuk dari niyhah (ratapan kepada si mayit) dan merupakan perbuatan orang
jahiliyyah. Diterima dari Thalhah kemudian dikeluarkan dari Ibnu Abi Syaibah bahwasanya
(yang artinya) : Sahabat jarir mendatangi Sahabat Umar. Umar berkata: apakah kamu
sekalian suka meratapi mayit? Jarir menjawab: Tidak. Umar berkata: apakahdiantara
wanita-wanita semua kalian suka berkumpul dirumah keluarga mayit dan memakan
hidangannya? Jarir menjawab: Ya. Umar berkata: hal itu sama dengan niyhah (meratap).
Tahlilan juga sebagai bidah dalam agama. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah dengan para
sahabatnya tidak pernah melakukan tradisi tahlilan. Sehingga tahlilan menjadi bidah dalam
agama yang tertolak. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW (yang artinya): Barangsiapa
mengerjakan sesuatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan tersebut
tertolak. (Wahyu, 2016)
Lalu, bagaimana pendapat kalian dengan tanggapan-tanggapan diatas? Apakah kalian tidak
merasa bingung? Jujur saja, saya memang bingung. Setiap argumen yang dikemukakan orang
belum tentu salah, pasti tetap ada sebuah nilai kebenarannya. Sehingga kita jangan
memandang dari satu titik sudut pandang saja, karena masih ada 359 titik sudut pandang yang
lain.
Sumber
Amrullah, A. A. (2008). Pro Kontra Hukum Islam Pada Masyarakat Dusun
Cancangan Wurbasari Cangkringan. Yogyakarta: http://digilib.uinsuka.ac.id/1365/1/BAB%201,%20BAB%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf.
Fuadi, D. (2016). Membongkar Kebohongan Kisah Bahwa Wali Songo Menolak
Selamatan/Tahlilan. http://www.muslimoderat.com/2016/02/membongkarkebohongan-kisah-bahwa-wali.html.
Wahyu, A. (2016). Sejarah Tahlilan Dalil Beserta Keharaman Melakukannya.
http://www.ngekul.com/sejarah-tahlilan-dalil-beserta-keharaman-melakukannya/.