Anda di halaman 1dari 50

DASAR- DASAR TAHLIL Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk

sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asmaul husna, shalawat dan lain-lain. Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh Laa ilaaha illallah) Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ? Dan apakah hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ? Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yang Jelas dalam Shahih Muslim hadits no.1149, bahwa seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yang telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw, dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya yang telah wafat, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad (Shahih Muslim hadits no.1967). Dan hal ini (pengiriman amal untuk mayyit itu sampai kepada mayyit) merupakan Jumhur (kesepakatan) Ulama seluruh madzhab dan tak ada yang memungkirinya apalagi mengharamkannya, dan perselisihan pendapat hanya terdapat pada madzhab Imam Syafii, bila si pembaca tak mengucapkan lafadz : Kuhadiahkan, atau wahai Allah kuhadiahkan sedekah ini, atau dzikir ini, atau ayat ini.., bila hal ini tidak disebutkan maka sebagian Ulama Syafiiy mengatakan pahalanya tak sampai. Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk mayiit, tapi berikhtilaf adalah pada Lafadznya. Demikian pula Ibn Taimiyyah yang menyebutkan 21 hujjah (dua puluh satu dalil) tentang Intifa min amalilghair (mendapat manfaat dari amal selainnya). Mengenai ayat : DAN TIADALAH BAGI SESEORANG KECUALI APA YG DIPERBUATNYA, maka Ibn Abbas ra menyatakan bahwa ayat ini telah mansukh dengan ayat DAN ORANG ORANG YG BERIMAN YG DIIKUTI KETURUNAN MEREKA DENGAN KEIMANAN, Mengenai hadits yang mengatakan bahwa bila wafat keturunan adam, maka terputuslah amalnya terkecuali 3 (tiga), shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anaknya yang berdoa untuknya, maka orang orang lain yang mengirim amal, dzikir dll Untuknya ini jelas jelas bukanlah amal perbuatan si mayyit, karena Rasulullah SAW menjelaskan terputusnya amal si mayyit, bukan amal orang lain yang dihadiahkan untuk si mayyit, dan juga sebagai hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam Al Quran untuk mendoakan orang yang telah wafat : WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI SAUDARA-SAUDARA KAMI YG MENDAHULUI KAMI DALAM KEIMANAN, (QS Al Hasyr-10). Mengenai rangkuman tahlilan itu, tak satupun Ulama dan Imam Imam yang memungkirinya, siapa pula yang memungkiri muslimin berkumpul dan berdzikir?, hanya syaitan yang tak suka dengan dzikir. Didalam acara Tahlil itu terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, ayat quran, dirangkai sedemikian rupa dalam satu paket dengan tujuan agar semua orang awam bisa mengikutinya dengan mudah, ini sama saja dengan merangkum Al Quran dalam disket atau CD, lalu ditambah pula bila ingin ayat Fulani, silahkan Klik awal ayat, bila anda ingin ayat azab, klik a, ayat rahmat klik b, maka ini semua dibuat buat untuk mempermudah muslimin terutama yang awam. Atau dikumpulkannya hadits Bukhari, Muslim, dan Kutubussittah, Alquran dengan Tafsir Baghawi, Jalalain dan Ilmu Musthalah, Nahwu dll, dalam sebuah CD atau disket, atau sekumpulan kitab, bila mereka melarangnya maka mana dalilnya ?,
1

Munculkan satu dalil yang mengharamkan acara Tahlil?, (acara berkumpulnya muslimin untuk mendoakan yang wafat) tidak di Al Quran, tidak pula di Hadits, tidak pula di Qaul Sahabat, tidak pula di kalam Imamulmadzahib, hanya mereka saja yang mengada ada dari kesempitan pemahamannya. Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil yang melarangnya, itu adalah Bidah hasanah yang sudah diperbolehkan oleh Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yang melarang orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yang alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan syaitan dan pengikutnya ?, siapa yang membatasi orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan untuk melarang yang berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan atas hal ini adalah kemungkaran yang nyata. Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan computer, handphone, mikrofon, dan lainnya yang merupakan adat orang kafir, bahkan mimbar yang ada di masjid masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal itu bermanfaat dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya, sebagaimana Rasul saw meniru adat yahudi yang berpuasa pada hari 10 muharram, bahwa Rasul saw menemukan orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka tasyakkur atas selamatnya Musa as, dan Rasul saw bersabda : Kami lebih berhak dari kalian atas Musa as, lalu beliau saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula (HR Shahih Bukhari hadits no.3726, 3727). Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa Imam Masjid Quba di zaman Nabi saw, selalu membaca surat Al Ikhlas pada setiap kali membaca fatihah, maka setelah fatihah maka ia membaca AL Ikhlas, lalu surat lainnya, dan ia tak mau meninggalkan surat al ikhlas setiap rakaatnya, ia jadikan Al Ikhlas sama dengan Fatihah hingga selalu berdampingan disetiap rakaat, maka orang mengadukannya pada Rasul saw, dan ia ditanya oleh Rasul saw : Mengapa kau melakukan hal itu?, maka ia menjawab : Aku mencintai surat Al Ikhlas. Maka Rasul saw bersabda : Cintamu pada surat Al ikhlas akan membuatmu masuk sorga (Shahih Bukhari). Maka tentunya orang itu tak melakukan hal tsb dari ajaran Rasul saw, ia membuat buatnya sendiri karena cintanya pada surat Al Ikhlas, maka Rasul saw tak melarangnya bahkan memujinya. Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh (Huffadh adalah Jamak dari Al hafidh, yaitu ahli hadits yang telah hafal 100.000 hadits (seratus ribu) hadits berikut sanad dan hukum matannya) dan para Imam imam mengirim hadiah pada Rasul saw : Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : aku 60 kali melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji untuk Rasulullah saw. Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy Assiraaj : aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yang pahalanya untuk Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk Rasulullah saw, dan aku khatamkan 12.000 kali khatam Alquran untuk Rasulullah saw, dan kujadikan seluruh amalku untuk Rasulullah saw. Ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia menyimpan 70 ribu masalah yang dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada 313H Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan aku haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alquran 700 kali khatam untuk Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111). Walillahittaufiq Sumber Buku Habib Munzir Al Musawwa Kenalilah Aqidahmu 82 Responses to TAHLILAN
2

Feed for this Entry Trackback Address

1. 1 rony Jan 21st, 2009 at 12:24 am TAHLILAN DALAM TIMBANGAN ISLAM Dicopy dari http://www.darussalaf.org Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Quran dan mengutus Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam sebagai penjelas dan pembimbing untuk memahami Al Quran tersebut sehingga menjadi petunjuk bagi umat manusia. Semoga Allah subhanahu wataala mencurahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat membuka mata hati kita untuk senantiasa menerima kebenaran hakiki. Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Quran, dzikir-dzikir, dan disertai doa-doa tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah Tahlilan. Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan lebih dari sekedarnya cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya. Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: wajib) untuk dikerjakan dan sebaliknya, bidah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan. Para pembaca, pembahasan kajian kali ini bukan dimaksudkan untuk menyerang mereka yang suka tahlilan, namun sebagai nasehat untuk kita bersama agar berpikir lebih jernih dan dewasa bahwa kita (umat Islam) memiliki pedoman baku yang telah diyakini keabsahannya yaitu Al Quran dan As Sunnah. Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah subhanahu wataala telah berfirman (artinya): Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan RasulNya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya. (An Nisaa: 59)
3

Historis Upacara Tahlilan Para pembaca, kalau kita buka catatan sejarah Islam, maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, di masa para sahabatnya ? dan para Tabiin maupun Tabiut tabiin. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafii, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka. Lalu dari mana sejarah munculnya acara tahlilan? Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan (baca: selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendoakan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikirdzikir dan doa-doa ala agama lain dengan bacaan dari Al Quran, maupun dzikir-dzikir dan doa-doa ala Islam menurut mereka. Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain. Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam Acara tahlilan paling tidak terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu: Pertama: Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Quran, dzikir-dzikir dan disertai dengan doadoa tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si mayit. Kedua: Penyajian hidangan makanan. Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam, walaupun secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam. Pada dasarnya, pihak yang membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih) melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan) dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Quran, berdzikir ataupun berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan dengan niatan shadaqah. 1. Bacaan Al Quran, dzikir-dzikir, dan doa-doa yang ditujukan/ dihadiahkan kepada si mayit. Memang benar Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya menganjurkan untuk membaca Al Quran, berdzikir dan berdoa. Namun apakah pelaksanaan membaca Al Quran, dzikir-dzikir, dan doa-doa diatur sesuai kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu (yang diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa merujuk praktek dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya bisa dibenarakan? Kesempurnaan agama Islam merupakan kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wataala berfirman (artinya): Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian. (Al Maidah: 3) Juga Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya. (H.R Ath Thabrani) Ayat dan hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Suatu ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam, yang kedua menyatakan: Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka, yang terakhir menyatakan: Saya tidak akan menikah, maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menegur
4

mereka, seraya berkata: Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku. (Muttafaqun alaihi) Para pembaca, ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wataala kecuali bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Allah subhanahu wataala menyatakan dalam Al Quran (artinya): Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya. (Al Mulk: 2) Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna yang paling baik amalnya ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Atas dasar ini, beramal dengan dalih niat baik (istihsan) semata -seperti peristiwa tiga orang didalam hadits tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, maka amalan tersebut tertolak. Simaklah firman Allah subhanahu wataala (artinya): Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orangorang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. (Al Kahfi: 103-104) Lebih ditegaskan lagi dalam hadits Aisyah radhiallahu anha, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak. (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim) Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:

Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya. Maka beribadah dengan dalil istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam agama. Karena tidaklah suatu perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek. Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy SyafiI:

Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara (syariat) sendiri. Kalau kita mau mengkaji lebih dalam madzhab Al Imam Asy Syafii tentang hukum bacaan Al Quran yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Quran tidak akan sampai kepada si mayit. Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wataala (artinya): Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329). 2. Penyajian hidangan makanan. Memang secara sepintas pula, penyajian hidangan untuk para tamu merupakan perkara yang terpuji bahkan dianjurkan sekali didalam agama Islam. Namun manakala penyajian hidangan tersebut dilakukan oleh keluarga si mayit baik untuk sajian tamu undangan tahlilan ataupun yang lainnya, maka memiliki hukum tersendiri. Bukan hanya saja tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bahkan perbuatan ini telah melanggar sunnah para sahabatnya radhiallahu anhum. Jarir bin Abdillah radhiallahu anhusalah seorang sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata: Kami menganggap/ memandang kegiatan
5

berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit). (H.R Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya) Sehingga acara berkumpul di rumah keluarga mayit dan penjamuan hidangan dari keluarga mayit termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama menurut pendapat para sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para ulama salaf. Lihatlah bagaimana fatwa salah seorang ulama salaf yaitu Al Imam Asy Syafii dalam masalah ini. Kami sengaja menukilkan madzhab Al Imam Asy Syafii, karena mayoritas kaum muslimin di Indonesia mengaku bermadzhab Syafii. Al Imam Asy Syafii rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu Al Um (1/248): Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit pent) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka. (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211) Al Imam An Nawawi seorang imam besar dari madzhab Asy Syafii setelah menyebutkan perkataan Asy Syafii diatas didalam kitabnya Majmu Syarh Al Muhadzdzab 5/279 berkata: Ini adalah lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan inilah yang diikuti oleh murid-murid beliau. Adapun pengarang kitab Al Muhadzdzab (Asy Syirazi) dan lainnya berargumentasi dengan argumen lain yaitu bahwa perbuatan tersebut merupakan perkara yang diada-adakan dalam agama (bidah pent). Lalu apakah pantas acara tahlilan tersebut dinisbahkan kepada madzhab Al Imam Asy Syafii? Malah yang semestinya, disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit yang menghidangkan makanan untuk keluarga mayit, supaya meringankan beban yang mereka alami. Sebagaimana bimbingan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam hadistnya:

Hidangkanlah makanan buat keluarga Jafar, Karena telah datang perkara (kematian-pent) yang menyibukkan mereka. (H.R Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya) Mudah-mudahan pembahasan ini bisa memberikan penerangan bagi semua yang menginginkan kebenaran di tengah gelapnya permasalahan. Wallahu alam. http://assalafy.org/artikel.php?kategori=aqidah6 2. 2 amin Feb 26th, 2009 at 4:49 pm kemarin aku mendapat undangan seseorang. Dalam undangan itu aku disuruh mencuri. orang itu pula bila niat mencuri harus membaca bismillah dan jika sukses mencuri dan tidak ketahuan maka diwajibkan baca hamdalah ditambah baca al fatihah. saudara yang baik, apa yang harus aku lakukan? 3. 3 rang koto(minang) Mar 20th, 2009 at 10:31 am ass,sahabat yang telah menulis artikel diatas saya sangat setuju dan sepaham dengan sahabat sangat banyak orang yang sok ahli fatwa ini haram dan itu bidah tapi tak mengerti dengan agama secara mendalam tidak ad kata bidah untuk tahlil.kalau bisa sahabat silahkan kita saling mngenal lewat e mail saya ditunggu! 4. 4 baheya Mar 27th, 2009 at 2:15 am
6

tahlilan lagi. capek nyari dalil emang acaranya ibadah ??? ada ga yang bilang : datang tahlilan hukumnya sunnah atau wajib??? 5. 5 Hamba Apr 29th, 2009 at 5:43 pm Kenapa di jaman Rasulullah tidak ada tahlilan?????????????????????????? 6. 6 budiman May 4th, 2009 at 6:50 pm Tahlilan (Selamatan Kematian) Adalah Bidah Munkar Dengan Ijma Para Shahabat Dan Seluruh Ulama Islam Jumat, 16 Nopember 2007 02:25:02 WIB TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BIDAH MUNKAR DENGAN IJMA PARA SHAHABAT DAN SELURUH ULAMA ISLAM Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Artinya : Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap TAKHRIJ HADITS Hadits ini atau atsar di atas dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang kedua bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan Ismail bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana tersebut di atas. Saya berkata : Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jamaah para Ulama yakni para Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di atas dalam beberapa hal. Pertama : Mereka ijma atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang pun Ulama sepanjang yang diketahui penulis- wallahu alam yang mendloifkan hadits ini. Dan ini disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad hadits ini sebagaimana saya katakan dimukatsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Muslim. Kedua : Mereka ijma dalam menerima hadits atau atsar dari ijma para shahabat yang diterangkan oleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorangpun Ulama yang menolak atsar ini. Yang saya maksud dengan penerimaan (qobul) para Ulama ini ialah mereka menetapkan adanya ijma para shahabat dalam masalah ini dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang menyalahinya. Ketiga : Mereka ijma dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang telah di ijmakan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama Selamatan Kematian atau Tahlilan.
7

LUGHOTUL HADITS [1]. Kunnaa nauddu/Kunna naroo = Kami memandang/menganggap. Maknanya : Menurut madzhab kami para shahabat semuanya bahwa berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan termasuk dari bagian meratap. Ini menunjukkan telah terjadi ijma/kesepakatan para shahabat dalam masalah ini. Sedangkan ijma para shahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah Al-Quran dan Sunnah dengan kesepakatan para Ulama Islam seluruhnya. [2]. Al-ijtimaaa ila ahlil mayyiti wa shonatath-thoami = Berkumpul-kumpul di tempat atau di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan yang kemudian mereka makan bersama-sama [3]. Bada dafnihi = Sesudah mayit itu ditanam/dikubur. Lafadz ini adalah tambahan dari riwayat Imam Ahmad. Keterangan di atas tidak menunjukkan bolehnya makan-makan di rumah ahli mayit sebelum dikubur!?. Akan tetapi yang dimaksud ialah ingin menjelaskan kebiasaan yang terjadi mereka makan-makan di rumah ahli mayit sesudah mayit itu dikubur. [4]. Minan niyaahati = Termasuk dari meratapi mayit Ini menunjukkan bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit atau yang kita kenal di sini dengan nama selamatan kematian/tahlilan adalah hukumnya haram berdasarkan madzhab dan ijma para sahabat karena mereka telah memasukkan ke dalam bagian meratap sedangkan merapat adalah dosa besar. SYARAH HADITS Hadits ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada kita bahwa : Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini yang biasa terjadi) termasuk bidah munkar (haram hukumnya). Dan akan bertambah lagi bidahnya apabila di situ diadakan upacara yang biasa kita kenal di sini dengan nama selamatan kematian/tahlilan pada hari pertama dan seterusnya. Hukum diatas berdasarkan ijma para shahabat yang telah memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian meratap. Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa) bahkan dosa besar dan termasuk salah satu adat jahiliyyah. FATWA PARA ULAMA ISLAM DAN IJMA MEREKA DALAM MASALAH INI Apabil para shahabat telah ijma tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabiin dan tabiut-tabiin dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafiiy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijmanya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makanmakan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah. Oleh karena itu, agar supaya para pembaca yang terhormat mengetahui atas dasar ilmu dan hujjah yang kuat, maka di bawah ini saya turunkan sejumlah fatwa para Ulama Islam dan Ijma mereka dalam masalah selamatan kematian. [1]. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela Sunnah. AlImam Asy-Syafiiy di ktabnya Al-Um (I/318). Aku benci al matam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan[1] Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa ditawil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?
8

[2]. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) : Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka [2] dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah. Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ? Jawab Jarir, Tidak ! Umar bertanya lagi, Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, Ya ! Berkata Umar, Itulah ratapan ! [3]. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya : Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) : Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram. Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan taziyah /melayat sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini. Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk taziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafii dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya (perbuatan tersebut).. Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab : Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk taziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah Bidah. Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya atas hadits Jarir menegaskan : Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan alasan taziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bidah ini mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer supaya orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. Semuanya itu adalah HARAM menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari para shahabat dan tabiin dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari Imamimam Agama (kita). Kita memohon kepada Allah keselamatan ! [4]. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu Syarah Muhadzdzab (5/319-320) telah menjelaskan tentang bidahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun beliau tegaskan di kitab beliau Raudlotuth Tholibin (2/145). [5]. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu Syarah Muhadzdzab : Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Taziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah Bidah .
9

Dan Imam Nawawi menyetujuinya bahwa perbatan tersebut bidah. [Baca ; Al-Majmu syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306] [6]. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142) dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah Bidah Yang Jelek. Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan shahih. [7]. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Maaad (I/527-528) menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk taziyah dan membacakan Quran untuk mayit adalah Bidah yang tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam [8]. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah. [9]. Berkata penulis kitab Al-Fiqhul Islamiy (2/549) : Adapaun ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan Bidah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang jahiliyyah. [10]. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para pentaziyah. [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139] [11]. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuat makanan untuk para pentaziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain. [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93] [12]. Berkata Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafii ( I/79), Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit. KESIMPULAN. Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BIDAH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama termasuk didalamnya imam empat. Kedua : Akan bertambah bidahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para pentaziyah. Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bidahnya apabila disitu diadakan tahlilan pada hari pertama dan seterusnya. Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Shallallahu alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika Jafar bin Abi Thalib wafat. Buatlah makanan untuk keluarga Jafar ! Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian). [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafii ( I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)] Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafiiy dan lain-lain (bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas). Berkata Imam Syafiiy : Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam harinya yang sekiranya
10

dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi). [Al-Um I/317] Kemudian beliau membawakan hadits Jafar di atas. [Disalin dari buku Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Quran Untuk Mayit Bersama Imam Syafiiy, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M] __________ Foote Note [1]. Ini yang biasa terjadi dan Imam Syafii menerangkan menurut kebiasaan yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan Imam Syafii diatas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah. [2]. Perkataan ini seperti di atas yaitu menuruti kebiasaannya selamatan kematian itu menyusahkan dan menyibukkan. Tidak berarti boleh apabila tidak menyusahkan dan tidak menyibukkan ! Ambillah connoth firman Allah did alam surat An-Nur ayat 33 :Janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Apakah boleh kita menyuruh budak perempuan kita untuk melacur apabila mereka menginginkannya?! Tentu tidak! http://www.almanhaj.or.id/content/2272/slash/0 semoga tidak salah kaprah 7. 7 sandhi May 7th, 2009 at 10:51 am Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN TERLARANG, BIDAH TERCELA (BIDAH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH. Berikut apa yang tertulis pada keputusan itu : MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABIUTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 TENTANG KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH TANYA : Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang bertaziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut? JAWAB : Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu. KETERANGAN : Dalam kitab Ianatut Thalibin Kitabul Janaiz: MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk bertaziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN (YANG DILARANG).
11

Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan : Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan TENTANG YANG DILAKUKAN PADA HARI KETIGA KEMATIAN DALAM BENTUK PENYEDIAAN MAKANAN UNTUK PARA FAKIR DAN YANG LAIN, DAN DEMIKIAN HALNYA YANG DILAKUKAN PADA HARI KETUJUH, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses taziyah jenazah. Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuaan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti wajib, bagaimana hukumnya. Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BIDAH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk meratapi atau memuji secara berlebihan (rastsa). Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untuk menangkal OCEHAN ORANGORANG BODOH (yaitu orang-orang yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh, dst-penj.), agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat. Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris). SELESAI , KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABIUTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 REFERENSI : Lihat : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman 15-17), Pengantar: Rais Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Talif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007. Masalah Keagamaan Jilid 1 - Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul Ulama Kesatu/1926 s/d/ Ketigapuluh/2000, KH. A.Aziz Masyhuri, Penerbit PPRMI dan Qultum Media. 8. 8 Abu Fatah May 25th, 2009 at 7:23 pm
12

9. 9 Abu Fatah May 25th, 2009 at 7:25 pm 10. 10 Sant Rahman May 27th, 2009 at 10:20 am Dalil Tentang Tahlilan (Riwayat Thawus Al-yamani Tabiin) Hadis Riwayat Thawus Al- yamani (tabiin) Thawus al-Yamani adalah seorang tabi`in terkemuka dari kalangan ahli Yaman. Beliau bertemu dan belajar dengan 50 70 orang sahabat Junjungan Nabi s.a.w. Thawus menyatakan bahawa orang-orang mati difitnah atau diuji atau disoal dalam kubur-kubur mereka selama 7 hari, maka adalah mereka menyukai untuk diberikan makanan sebagai sedekah bagi pihak si mati sepanjang tempoh tersebut. Hadis Thawus ini dikategorikan oleh para ulama kita sebagai mursal marfu yang sahih. Ianya mursal marfu kerana hanya terhenti kepada Thawus tanpa diberitahu siapa rawinya daripada kalangan sahabi dan seterusnya kepada Junjungan Nabi s.a.w. Tetapi oleh kerana ianya melibatkan perkara barzakhiyyah yang tidak diketahui selain melalui wahyu maka dirafakanlah sanadnya kepada Junjungan Nabi s.a.w. Para ulama menyatakan bahawa hadis mursal marfu ini boleh dijadikan hujjah secara mutlak dalam 3 mazhab sunni (Hanafi, Maliki dan Hanbali, manakala dalam mazhab kita asy-Syafi`i ianya dijadikan hujjah jika mempunyai penyokong (selain daripada mursal Ibnu Mutsayyib). Dalam konteks hadis Thawus ini, ia mempunyai sekurang-kurangnya 2 penyokong, iaitu hadis Ubaid dan hadis Mujahid. Oleh itu, para ulama kita menjadikannya hujjah untuk amalan yang biasa diamalkan oleh orang kita di rantau sini, iaitu apabila ada kematian maka dibuatlah kenduri selama 7 hari di mana makanan dihidangkan dengan tujuan bersedekah bagi pihak si mati. Hadis Thawus ini dibahas oleh Imam Ibnu Hajar dalam al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah jilid 2 mukasurat 30. Imam besar kita ini, Syaikh Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami as-Sadi al-Anshari ditanya dengan satu pertanyaan berhubung sama ada pendapat ulama yang mengatakan bahawa orang mati itu difitnah/diuji atau disoal 7 hari dalam kubur mereka mempunyai asal pada syarak. Imam Ibnu Hajar menjawab bahawa pendapat tersebut mempunyai asal yang kukuh (ashlun ashilun) dalam syarak di mana sejumlah ulama telah meriwayatkan (1) daripada Thawus dengan sanad yang shahih dan (2) daripada Ubaid bin Umair, dengan sanad yang berhujjah dengannya Ibnu Abdul Bar, yang merupakan seorang yang lebih besar daripada Thawus maqamnya dari kalangan tabi`in, bahkan ada qil yang menyatakan bahawa Ubaid bin Umair ini adalah seorang sahabat kerana beliau dilahirkan dalam zaman Nabi s.a.w. dan hidup pada sebahagian zaman Sayyidina Umar di Makkah; dan (3) daripada Mujahid. Dan hukum 3 riwayat ini adalah hukum hadis mursal marfu kerana persoalan yang diperkatakan itu (yakni berhubung orang mati difitnah 7 hari) adalah perkara ghaib yang tiada boleh diketahui melalui pendapat akal. Apabila perkara sebegini datangnya daripada tabi`i ianya dihukumkan mursal marfu kepada Junjungan Nabi s.a.w. sebagaimana dijelaskan oleh para imam hadits. Hadits Mursal adalah boleh dijadikan hujjah di sisi imam yang tiga (yakni Hanafi, Maliki dan Hanbali) dan juga di sisi kita (yakni Syafi`i) apabila ianya disokong oleh riwayat lain. Dan telah disokong Mursal Thawus dengan 2 lagi mursal yang lain (iaitu Mursal Ubaid dan Mursal Mujahid), bahkan jika kita berpendapat bahawa sabit Ubaid itu seorang sahabat nescaya bersambunglah riwayatnya dengan Junjungan Nabi s.a.w. Selanjutnya Imam Ibnu Hajar menyatakan bahawa telah sah riwayat daripada Thawus bahawasanya mereka menyukai/memustahabkan untuk diberi makan bagi pihak si mati selama
13

tempoh 7 hari tersebut. Imam Ibnu Hajar menyatakan bahawa mereka di sini mempunyai 2 pengertian di sisi ahli hadis dan usul. Pengertian pertama ialah mereka adalah umat pada zaman Junjungan Nabi s.a.w. di mana mereka melakukannya dengan diketahui dan dipersetujui oleh Junjungan Nabi s.a.w.; manakala pengertian kedua pula ialah mereka bermaksud para sahabat sahaja tanpa dilanjutkan kepada Junjungan Nabi s.a.w. (yakni hanya dilakukan oleh para sahabat sahaja). Ikhwah jadi kita dimaklumkan bahawa setidak-tidaknya amalan ithaam ini dilakukan oleh para sahabat, jika tidak semuanya maka sebahagian daripada mereka. Bahkan Imam ar-Rafi`i menyatakan bahawa amalan ini masyhur di kalangan para sahabat tanpa diingkari. Amalan memberi makan atau sedekah kematian selama 7 hari mempunyai nas yang kukuh dan merupakan amalan yang dianjurkan oleh generasi awal Islam lagi, jika tidak semua sekurangkurangnya sebahagian generasi awal daripada kalangan sahabi dan tabi`in. Oleh itu, bagaimana dikatakan ianya tidak mempunyai sandaran. Imam as-Sayuthi juga telah membahaskan perkara ini dengan lebih panjang lebar lagi dalam kitabnya al-Hawi lil Fatawi juzuk 2 di bawah bab yang dinamakannya Thulu ats-Tsarayaa bi idhzhaari maa kaana khafayaa di mana antara kesimpulan yang dirumusnya pada mukasurat 194: Sesungguhnya sunnat memberi makan 7 hari. Telah sampai kepadaku (yakni Imam asSayuthi) bahawasanya amalan ini berkekalan diamalkan sehingga sekarang (yakni zaman Imam as-Sayuthi) di Makkah dan Madinah. Maka zahirnya amalan ini tidak pernah ditinggalkan sejak masa para sahabat sehingga sekarang, dan generasi yang datang kemudian telah mengambilnya daripada generasi terdahulu sehingga ke generasi awal Islam lagi (ash-shadrul awwal). Dan aku telah melihat kitab-kitab sejarah sewaktu membicarakan biografi para imam banyak menyebut: dan telah berhenti/berdiri manusia atas kuburnya selama 7 hari di mana mereka membacakan al-Quran. Dan telah dikeluarkan oleh al-Hafidz al-Kabir Abul Qasim Ibnu Asaakir dalam kitabnya yang berjodol Tabyiin Kadzibil Muftari fi ma nusiba ilal Imam Abil Hasan al-Asyariy bahawa dia telah mendengar asy-Syaikh al-Faqih Abul Fath NashrUllah bin Muhammad bin Abdul Qawi al-Mashishi berkata: Telah wafat asy-Syaikh Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi pada hari Selasa 9 Muharram 490H di Damsyik. Kami telah berdiri/berhenti/berada di kuburnya selama 7 malam, membaca kami al-Quran pada setiap malam 20 kali khatam. Ikhwah, ith`aam ini boleh mengambil apa jua bentuk. Tidak semestinya dengan berkenduri seperti yang lazim diamalkan orang kita. Jika dibuat kenduri seperti itu, tidaklah menjadi kesalahan atau bid`ah, asalkan pekerjaannya betul dengan kehendak syarak. Kenduri Arwah Lujnah Ulama Fathani Dalam bukuUlama Besar Dari Fathani susunan Ustaz Ahmad Fathi al-Fathani yang diterbitkan oleh Universiti Kebangsaan Malaysia, disebut kisah seorang ulama Fathani Darussalam, Haji Abdullah Bendang Kebun yang menulis sebuah kitab berjodol alKawaakibun-Nayyiraat fi Raddi Ahlil-Bida` wal Aadaat di mana beliau memfatwakan bahawa buat makan kematian atau kenduri arwah selepas kematian itu bid`ah makruhah dan boleh menjadi haram. Fatwanya ini lebih kurang sama dengan fatwa-fatwa tokoh-tokoh anti tahlil dan kenduri arwah zaman kita ini. Fatwa ini telah membuat keluh-kesah dan perpecahan dalam masyarakat di wilayah-wilayah Fathani yang rata-rata mengamalkan tradisi bertahlil dan berkenduri arwah ini. Menyedari hakikat ini, maka Lujnah Ulama Fathani telah mengambil inisiatif untuk mengadakan mudzakarah dan mesyuarat berhubung isu ini yang dihadiri oleh 17 orang ulama ternama Fathani termasuklah Haji Abdullah Bendang Kebun tersebut.

14

Yang Dipertua Lujnah, Tuan Guru Haji Abdur Rahman mempengerusikan mesyuarat tersebut yang berjalan dengan lancar serta membuahkan keputusan dan natijah yang memuaskan. Setelah hujjah-hujjah pihak yang menentang dan menyokong dikemukakan, mesyuarat tersebut telah mencapai keputusan dan mengeluarkan satu resolusi pada 21 Januari 1974 yang antara lain menyebut:1. Ahli si mati membuat makanan kerana kematian untuk sedekah pahala kepada mayyit dengan ketiadaan menyeru (mengundang p) oleh mereka, hukumnya sunnat dengan ittifaq Lujnah Ulama Fathani. 2. Ahli si mati membuat makanan dan memanggil mereka itu akan manusia pergi makan kerana qasad sedekah pahalanya, dan (meng) hadiah (kan) pahala jamuan itu kepada mayyit, maka hukumnya boleh (harus) kerana masuk dalam nas ith`aam yang disuruh dalam hadits Thaawus, kerana ith`aam itu melengkapi jamuan di rumah si mati atau di tempat lain. 3. Ahli si mati membuat makanan di rumahnya atau di rumah si mati pada hari mati atau pada hari yang lain kerana mengikut adat istiadat, tidak kerana qasad ibadah dan niat pahalanya kepada mayyit, maka hukumnya makruh dengan ittifaq ahli Lujnah Ulama Fathani. 4. Ahli si mati membuat makanan daripada tirkah yang bersabit dengan umpama hak anak yatim atau kerana dipaksa ahli si mati membuatnya dengan tidak sukarelanya dan ikhlas hatinya, maka hukumnya haram dengan ittifaq ahli Lujnah Ulama Fathani. Menghukum sesuatu hendaklah dibuat secara teliti dan tafsil melihat rupa bentuk sesuatu, bukan menghukum secara membabi-buta dan main pukul rata haram dan bid`ah dhalalah sahaja. Lihat dahulu keadaannya, bagaimana hendak dihukumkan haram jika ahli mayyit yang telah aqil baligh dengan rela hati tanpa terpaksa dan tidak merasa susah untuk menjemput jiranjiran dan kenalan untuk hadir ke rumah si mati untuk berdoa buat si mati dan kemudian dijemput makan yang semuanya diniatkan sebagai sedekah kepada si mati. Yang ditentang oleh ulama kita ialah mereka yang menjalankannya sehingga menyusahkan diri dan keluarga si mati atau semata-mata menjalankan adat atau lebih jahat lagi dengan niat bermuka-muka atau riak. Ini yang difatwakan oleh Sayyidi Ahmad Zaini dalam I`anathuth Tholibin yang sengaja dikelirukan oleh Ustaz Rasul yang dikasihi dengan sengaja meninggal menterjemahkan soalan yang dikemukakan kepada Sayyidi Ahmad dan jawapan beliau sepenuhnya. Menghukum haram secara total amatlah tidak wajar dan tindakan sembrono. Akhirul kalam, satu soalan, adakah ulama-ulama Fathani yang membuat resolusi di atas tidak membaca kitab Tok Syaikh Daud dan Tuan Minal ? Siapa yang baca dan faham kehendak ibarat kitab-kitab tersebut ? Mereka atau yang dikasihi Ustaz Rasul kita ? Tepuklah dada masingmasing. Allahumma hidayatan wa taufiqan ilal haqqi wash showab. Hadis Jarir Penjelasan Tuan Guru Haji Ahmad Hadis Jarir yang membawa maksud Kami mengira orang berhimpun kepada ahli keluarga si mati dan menyediakan makanan selepas pengkebumiannya adalah daripada ratapan (anniyahah). Hadis ini menjadi hujjah bagi mengharam atau memakruh membuat kenduri arwah kematian selepas matinya seseorang. Adakah ini pemahaman yang difahami oleh para ulama kita ? Tuan Guru Haji Ahmad al-Fusani (1902 1996) memberi penjelasan dalam kitabnya Khulasah al-Mardhiyyah fi Masail al-Khilafiyyah antara lain menyatakan bahawa kalimah minanniyahah dalam hadis tersebut ditanggung maknanya sebagai min asbabin niyahah iaitu setengah daripada sebab ditakutkan jadi niyahah. Maka bukanlah diri berhimpun dan buat makan itu niyahah sungguh kerana jikalau niyahah sungguh tentulah ulama kata haram kerana tiada ada niyahah yang makruh sama sekali (yakni jika semata-mata berhimpun dan berjamu itu termasuk ratapan, maka sudah tentu ulama akan terus menghukumnya haram dan bukan makruh kerana tidak ada niyahah yang hukumnya makruh. Jadi dihukumkan bid`ah makruhah
15

kerana boleh jadi sebab bagi ratapan atau boleh membawa kepada ratapan, jadi kalau ikut kaedah ushul ini yang menjadi illah bagi dihukumkan bid`ah makruhah tersebut, jika illah ini hilang maka hukumnya juga turut berubah). Soalnya, adakah kenduri arwah yang orang kita buat bersifat sedemikian ? Adakah kenduri kita menjurus kepada ratapan ? Selanjutnya Tuan Guru Haji Ahmad menyebut: Sebuah hadis yang meriwayatkan dia Imam Ahmad rahimahUllah taala dengan sanad yang sahih dan Abu Daud daripada Aashim bin Kulaib daripada bapanya daripada seorang laki-laki daripada Anshar berkata ia: Keluar kami sahabat nabi serta Rasulullah s.a.w. pada menghantarkan jenazah orang mati kepada kubur. Maka aku nampak akan Rasulullah s.a.w. menyuruh orang yang menggali kubur dengan katanya: Perluas olehmu daripada pihak dua kakinya, perluas olehmu daripada pihak kepalanya. Maka tatkala balik Nabi daripada kubur berhadap kepadanya (yakni datang kepada Nabi) seorang yang (mem)persilakan Nabi ke rumah daripada suruhan perempuan si mati itu. Maka Nabi serta sahabat pun silalah (yakni datanglah) ke rumahnya. Maka dibawa datang akan makanan, maka (meng)hantar Nabi akan tangannya, yakni menjemput Nabi akan makanan bubuh ke mulut dan (meng)hantarlah segala sahabat akan tangannya.Hadis ini menyatakan Nabi sendiri serta sahabat berhimpun makan di rumah orang mati kemudian (yakni selepas) balik tanam orang mati.Jadi berlawan hadis ini dengan hadis Jarir yang menunjuk atas tegah berhimpun makan di rumah orang mati kemudian daripada tanam mayyit.Setengah riwayat tak dak lafaz bada dafnihi (kemudian daripada tanamnya) [yakni hadis Jarir ada khilaf dalam riwayatnya kerana ada riwayat yang tidak menyebut bada dafnihi). Maka orang tua-tua kita tanggungkan bahawasanya makruh itu berhimpun makan di hadapan mayyit jua. Inilah jalanan orang tua-tua kita. Sebab itulah orang kita tidak berjamu sewaktu ada mayyit di atas rumah, dan jika darurat kepada berjamu juga seperti bahawa suntuk masa, diberjamu pada rumah yang lain daripada rumah yang ada mayyit padanya..Alhasil, hukum berhimpun di rumah ahli mayyit dan membuat ahli mayyit akan makanan, berjamu makan semata-mata dengan tidak qasad bersedekah daripada mayyit atau baca al-Quran niat pahala kepada Allah, makruh tanzih selama ada mayyit di atas rumah itu. Perkataan ulama kita yang menghukum berhimpun dan berkenduri makan selama 7 atau 40 hari sebagai bid`ah makruhah diihtimal maksudnya jika perbuatan tersebut dibuat semata-mata menjalankan adat kebiasaan yang jika tidak dilaksanakan akan menjadi cemohan masyarakat bukan dengan niat ith`aam anil mayyit dan sebagainya. Atau ianya boleh membawa kepada niyahah yang diharamkan atau kesedihan yang berlarutan. Oleh itu, larangan tersebut tidaklah bersifat mutlak tetapi mempunyai qayyid yang menjadi illah pada hukum tersebut. Dalam pada itu, Imam Ibnu Hajar dalam Fatwa Kubranya menyatakan bahawa jika seseorang berbuat kenduri tersebut semata-mata menjalankan adat untuk menolak cemohan orang-orang jahil dan menjaga kehormatan dirinya maka tidaklah ianya dianggap sebagai bid`ah madzmumah. Nanti aku postkan lain kali. Seorang saudara menghantar risalah yang dalamnya nukilan perkataan Imam asy-Syafi`i yang menyatakan Aku benci diadakan matam, iaitu himpunan walaupun tidak ada tangisan mereka, kerana sesungguhnya pada yang sedemikian itu memperbaharui kedukaan dan membebankan tanggungan. Membaca nas perkataan Imam asy-Syafi`i ini jelas menunjukkan tidak mutlaknya kebencian tersebut kerana ianya dikaitkan dengan membaharui kesedihan dan membebankan. Apa kata jika, perhimpunan dilakukan adalah dalam rangka mendoakan si mati, bersedekah buat pihak si mati, menghibur ahli keluarga si mati, dan tidak menjadi beban kepada keluarga si mati yang berkemampuan ? Adakah Imam kita asy-Syafi`i masih membencinya ? Jadi kalau ada yang berbuat kenduri seperti itu rupanya maka makruhlah kita datang hadir. Bahkan jika digunakan tirkah anak yatim atau tirkah waris yang tidak redha atau sebagainya makan haram kita hadir. Jadi hukumnya kena lihat case by case, bukan main pukul rata haram atau makruh atau harus.
16

Download kitab dan risalah ahlusunnah, kalahkan fatwa sesat wahabi (bidznillah)!! http://www.geocities.com/pndktmpn/kitab04.htm 11. 11 amin idris Jul 21st, 2009 at 10:45 am assalam alaikum. Pembaca yang budiman, saya membaca diskusi tentang tahlil di blog ini, sungguh sesuatu yang begitu positif. Argumentasi diikuti dengan dalil-dalil yang baik. Dan ini bisa menjadi tradisi bahwa setiap orang bisa bersama dalam perbedaan pandangan. Inilah yang disebut perbedaan itu mengandung rahmat. Ihwal tahlil, kesimpulan saya bahwa substansinya atau konteinnya adalah sebuah amalan yang mendekatkan diri pada khalik. Tahlil sama halnya yang dilakukan di majlis-majlis zikir, di masjid di surau dan dimana-mana, termasuk di rumah orang yang berduka karena ditinggal mati. Menemani keluarga mayit dengan bacaan-bacaan tayyibah adalah sesuatu yang tidak bisa disalahkan, bahkan ini dianjurkan. Ketika salah satu keluarga ditinggal mati, alangkah sedih mereka yang ditinggalkan. Ada rasa kehilangan dan duka yang dalam. Saat itulah sanak fasmily kerabat dan para tetangga berkumpul menemani agar keluarga tak terlalu larut dalam kesedihan dan duka. Sifat kebersamaan, gotong royong, saling berbagi duka, menjadi kebiasaan yang baik dan ini termasuk di saat orang berbagi terhadap keluarga yang ditinggal mati. Ini kebiasaan yang mulia, apalagi mereka mengisinya dengan kalimat tayyibah, dzikrullah, tahlil dan tahmid. Ihwal memberi makan. Tentu bukan yang menyulitkan keluarga yang ditinggalkan. Biasanya, orang yang datang bertaziyah membawa makanan dan minuman. Itulah yang dipakai untuk keluarga dan para tamu yang menemaninya. Tamu dan kerabat yang berkumpul melayani sendiri kebutuhan mereka dari makanan yang mereka bawa. Dengan cara ini tidak akan memberatkan keluarga yang tidak mampu. Namun bila keluarga mayitnya memang orang kaya, tentunya tak akan bisa dilarang bila mereka memberikan jamuan itu atas dasar itamut thaaam. Al hasil, femopnema tahlil di saat kematian atau mengadakan perjamuan dikala itu, bukan sesuatu yang harus membuat umat muslim terpecah belah, atau bahkan saling memusuhi sesama. Perbuatan itu harus dilihat dari filosofi pelakunya, niat dasar orang melakukannya. Karenanya, kembangkan wacana furuiyah ini dengan profesional dan biasakan kita hidup bersama dalam berbedaan, bukan berpura-pura sama sementara di dada masih terpendam perbedaan. Wallohu alam bis shawaab. 12. 12 Eko Rahmanto Aug 25th, 2009 at 6:09 am Salah satu ciri orang MUNAFIQ adalah membangkang terhadap sesuatu yang haq,keras kepala,menuruti hawa nafsu,hanya cari MENANG bukannya BENAR. Padahal di lubuk hati mereka tersirat sedikit KERAGU-RAGUAN dengan apa yang menjadi fahamnya. JANGAN MUDAH-MUDAHNYA KELUARIN DALIL TENTANG BOLEHNYA TAHLILAN DAN KIRIM HADIAH FATIHAH DSB..INGAT! HADIST YANG BUKHARI YANG SHAHIH SEKALIPUN BILA BERTENTANGAN DENGAN ALQURAN MAKA HADIST TSB WAJIB DIGUGURKAN !!! 13. 13 Rifki Sep 7th, 2009 at 4:54 pm Sebagai catatan penting!!! Beberapa hari sebelum Rasulullah SAW meninggal telah tegas Allah berfirman bahwa telah sempurnalah agama islam seperti apa yang telah dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, tak perlu ditambah ataupun dikurang. Kalau kita melihat tahlil secara bahasa itu sangat bagus, dan mestinya kita melafadzkannya. tabi jika ditinjau secara istilah di Indonesia pengetiaannya salah kaprah. pertama jelas acara bergelombang meratapi mayyit mulai
17

3,7,40,100,bahkan hingga 1000 hari itu cara yang sesat. kemudian gelombang itu merupakan ciptaan agama yang bukan diturunkan oleh Allah ( Hindu&Budha ), saya ingatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda bagi orang yang mengikuti kebiasaan suatu kaum maka dia termasuk kaum yang diikuti kebiasaannya itu. tak kalah pentingnya untuk saya ingatkan, bahwa acara yang dibuat-buat ini menjadi mendarah daging hingga jika tidak dikerjakan akan menjadi dosa bagi anggapan sebagian orang. anggapan ini jelas dan tegas dapat dikategorikan menjadi bidah dholalah, dan semua amalannya insya allah akan tertolak karena sudah menjadi sesat. dan segala kesesatan tempatnya neraka!!! mengenai shadaqoh dan doa dapat sampai pahalanya kepada mayyit itu benar,bahkan hajji dan puasa bisa diqodlokan untuk si mayyit. tapi dalam kebiasaan di negeri kita, shadaqoh niatnya tapi yang diundang orang yang kaya. bahkan bagi simiskin dia merasa jika mayyit tidak di tahlilkan hati mereka menjadi gundah dan beranggapan yang tidak-tidak seakan mayyit tidak akan diterima Allah jika tidak di tahlilkan,hingga dia rela berhutang. fenomena mengenaskan ini sering kali saya temui. nasehat saya pada akhul muslim,mari kita kembali pada ajaran Rasulullah yang kaffah,sudah cukup untuk kita meraih surga Allah dengan apa yang dibawakan oleh Nabi penutup para nabi.tidak perlu kita ikutii adat-adat agama lain atau budaya kita yang jika itu menyesatkan.semoga allah selalu melindungi dan menjaga hati dan aqidah kaum muslimin dari kesesatan dan shubhat. 14. 14 jafar Sep 8th, 2009 at 11:16 am sejak dulu tahlil menjadi pro-kontra. masing-masing pihak ingin dianggap pendapatnya paling benar (dengan disertai menyalahkan pihak lain). sebagai ilustrasi: jika orang tua kita meninggal dengan menanggung hutang-piutang, maka ahli waris (misal:anak) berkewajiban membayar hutangnya. Perbuatan sianak adalah perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh orang tuanya, dan inipun sah jika orang tua telah meninggal, kita membayar orang untuk melakukan haji atas nama orang tua, hajinya sah (diperkenankan menurut fikqih) kenapa dengan berdoa bersama . ??? sebagai solusi, bagaimana kalau tahlil dilakukan di masjid saja, biar yang hadir tambah banyak mohon tanggapan . suwun jika pembaca ingin tahu dasar yang pro tahlil, dapat 15. 15 herdi Nov 11th, 2009 at 3:07 pm buat yang gak sepakat tahlil : ya besok kalo keluarga anda ada yang ninggal gak usah didoakan baek, tapi didoakan jelek saja, karena dikatakan bahwa doa yang pake bacaan alquran pun gak nyampe katanya. (mayit yang dibacakan quran atau tahlil atau lain-lain amalan yang dibuat orang yang hidup untuk orang mati itu, tidak sampai kepada simayit) nyampe ato gak, urusan allah bukan urusan kita kita hanya melakukan dan berusaha mendoakan dengan baik.wong kita bukan allah..ok.
18

16. 16 Choirun Niza Nov 24th, 2009 at 2:40 pm Hmmmheheherame jg ya: buat Habib Munzir.sdr ronysdr budimansdr SandhiSdr Sant RahmanSdr Amin IdrisSdr Rifky dan Sang Empu BlogSdr Syafii.Terima kasih ya..atas bagi2 ilmunya Saya pun merenung, negara kita adalah negara berkembang dg penduduk mayoritas muslim di bawah garis kemiskinan. Untuk makan sehari-hari saja masih banyak yang kekurangan. Pada saat ada moment-moment pembagian sembako entah pada HR Imlek, menjelang Id Fitri..pembagian daging di ID Adha, pembagian BLT dll.mereka saling berebut, berdesakdesakan bahkan tak jarang memakan korban nyawa tapi kalau urusan yang satu itu. Dr Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda: Yang disebut orang miskin itu bukanlah org peminta-minta yg diberi org satu atau dua biji kurma, atau sesuap dua suap makanan. Tetapi org miskin sesungguhnya, ialah org yg tahu menjaga diri (dari meminta-minta). Jika kamu mau bacalah firman Allah swt:(Al Baqarah : 273) HR. Muslim. Sementara mereka berlaku lebih dari orang miskin. hmmm.dan sepertinya mereka akan sungkan sama tetangga jika tidak melakukannya(kenduri) krn takut dianggap nyegele(lain dpd yg lain), mampu nggak mampu seringnya dibela-belain ngutang (arisan). Padahal Ajaran Islam tentu tidak ingin memberatkan umatnya. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi hari H sering mengalahkan biaya pendidikan(terutama spp) anak. Dan untuk keperluan itu mereka pun mengeluh ditambah utk kenduri. Dari Hakim bin Hizam r.a., Rasulullah bersabda:Sedekah yang paling utama atau yang baik, ialah sedekah ketika mampu. Dan tangan yang di atas lebih bak daripada tangan yang dibawah. Dan dahulukan pemberian itu kpd org yg menjadi tanggungan anda. HR. Muslim. Bukankah menuntut ilmu itu hukumnya justru fardhu? Dari Anas bin Malik, Nabi SAW.bersabda : Menuntut ilmu itu Fardhu bagi setiap Muslim. HR. Ibnu Majah. Rasulullah bersabda,Muliakanlah anakmu, dan didiklah ia sebaik-baiknya, karena anak itu hadiah untukmu. HR. Ibnu Majah. Jika tak mampu sedekah dengan makanan(materi) toh ada banyak alternatif sedekah dimana semua orang baik si miskin, kaya pun dapat melakukannya tanpa memberatkan(secara materi). Dari Abu Dzar r.a., katanya beberapa orang sahabat Rasulullah saw. pernah berkata kepada beliau,Kaum hartawan dapat memperoleh pahala yang lebih banyak. Mereka shalat seperti kami shalat, puasa seperti kami puasa, dan bersedekah dengan sisa harta mereka. HR. Muslim. Jawab Rasulullah saw.,Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara untuk kamu bersedekah? Setiap kalimah tasbih adalah sedekah; setiap kalimat takbir adalah sedekah; setiap kalimat tahmid adalah sedekah; setiap kalimat tahlil adalah sedekah; amar maruf dan nahyi munkar adalah sedekah; bahkan pada kemaluanmu pun terdapat pula unsur sedekah HR. Muslim. Dari Abu Syaibah r.a., Rasulullah bersabda:Setiap perbuatan baik (maruf) adalah sedekah. HR. Muslim. Dan dari banyak fenomena masyarakat yang ada, jika mereka menyelenggarakan sesuatu tanpa adanya suatu iming2mereka kebanyakan enggan dan justru menjadi bahan gunjingan.
19

Ketimpangan strata sosial pun banyak mencolok, jika si kaya menyelenggarakan secara terang2an, si miskin tidak pun berkembang menjadi kesenjangan sosial dan saling membanding-mbandingkan. Permasalahan masyarakat dari sisi religi, ekonomi, sosial dan politikbegitu kompleks Semoga kita semua mendapat petunjuk dan rahmat dari Allah SWT 17. 17 mahmoud Jan 12th, 2010 at 7:52 am hahahaha. emanknya menyediakan makan wkt tahlil it wajib y? hahaha d daerah saya, orang datang tahlilan, hnya d suguhi air putih pun dapat diterima. knp jd masalah. wong org lg doa kok d bidahkan. skalian ja bom smua psantren salafiyah yg merupakan cikal bakal Nahdliyin. hahahaha.. VIVA TAHLILAN 18. 18 sandhi Jan 27th, 2010 at 9:10 am Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN BIDAH TERCELA (BIDAH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH. Berikut apa yang tertulis pada keputusan itu : MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABIUTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 TENTANG KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH TANYA : Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang bertaziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut? JAWAB : Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu. KETERANGAN : Dalam kitab Ianatut Thalibin Kitabul Janaiz: MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk bertaziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN (YANG DILARANG). Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan : Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan TENTANG YANG DILAKUKAN PADA HARI KETIGA KEMATIAN DALAM BENTUK PENYEDIAAN MAKANAN UNTUK PARA FAKIR DAN YANG LAIN, DAN DEMIKIAN HALNYA YANG DILAKUKAN PADA HARI KETUJUH, serta yang dilakukan pada genap sebulan
20

dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses taziyah jenazah. Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuaan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti wajib, bagaimana hukumnya. Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BIDAH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk meratapi atau memuji secara berlebihan (rastsa). Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untuk menangkal OCEHAN ORANGORANG BODOH (yaitu orang-orang yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh, dst-penj.), agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat. Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris). Selesai KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO. 18. REFERENSI: Lihat : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman 15-17), Pengantar: Rais Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Talif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007. Masalah Keagamaan Jilid 1 Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul Ulama Kesatu/1926 s/d/ Ketigapuluh/2000, KH. A.Aziz Masyhuri, Penerbit PPRMI dan Qultum Media. 19. 19 sandhi Jan 27th, 2010 at 9:43 am Lebih lanjut di Kitab Ianatut Thalibin, Syarah Fathul Muin, juz 2, hal.145 - kitab rujukan warga Nahdliyyin dan Nahdlatul Ulama- disebutkan: Ya, apa yang dikerjakan orang, yaitu berkumpul-kumpul di rumah keluarga mayit dan dihidangkannya makanan untuk itu, adalah termasuk BIDAH MUNGKARAT YANG BAGI ORANG YANG MEMBERANTASNYA AKAN DIBERI PAHALA. 20. 20 sandhi Jan 27th, 2010 at 9:44 am Madzhab Syafii berpendapat bahwa bacaan atau amalan yang pahalanya dikirimkan/dihadiahkan kepada mayit adalah tidak dapat sampai kepada si mayit. Lihat: Takmilatul Majmu Syarah Muhadzab 10:426, Fatawa al-Kubro al-Fiqhiyah (al-Haitsami) 2:9,
21

Hamisy al-Umm (Imam Muzani) 7:269, al-Jamal (Imam al-Khozin) 4:236, Tafsir Jalalain 2:19, Tafsir Ibnu Katsir ttg QS. An-Najm : 39, dll. Imam An-Nawawi berkata di dalam Syarah Muslim 1: 90: Adapun bacaaan Al-Quran (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit), maka yang mashyur dalam madzhab Syafii, adalah tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi. Adapun dalil Imam Syafii dan pengikutnya adalah firman Allah QS.An-Najm : 39: Dan seseorang tidak akan memperoleh, , Apabilamelainkan pahala usahanya sendiri dan sabda Rasulullah manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal usahanya, kecuali tiga hal yaitu: sedakah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang berdoa untuknya. 21. 21 sandhi Jan 27th, 2010 at 9:45 am Lihat juga: Raudhatut Thalibin, Imam An-Nawawi 2:145, Mughnil Muhtaj 1: 268, Hasyiyatul Qalyubi 1: 353, Al-Majmu Syarah Muhadzab 5: 286, Al- Fiqhu Alal Madzahibil Arbaah 1:539, Fathul Qadir 2:142, Nailul Authar 4:148. Berkata Imam Asy-Syafii di dalam Al-Umm 1: 248: Aku membenci matam, yaitu berkumpul-kumpul (di rumah keluarga mayit), meskipun di situ tidak ada tangisan, karena hal itu malah akan menimbulkan kesedihan baru. Lebih lanjut di Kitab Ianatut Thalibin, Syarah Fathul Muin, juz 2, hal.145 disebutkan: Ya, apa yang dikerjakan orang, yaitu berkumpul-kumpul di rumah keluarga mayit dan dihidangkannya makanan untuk itu, adalah termasuk BIDAH MUNGKARAT YANG BAGI ORANG YANG MEMBERANTASNYA AKAN DIBERI PAHALA. 22. 22 muhammad safi'i Jan 28th, 2010 at 10:45 pm maksud berkumpul redaksi itu masih dalam tanda kutip,suadaraku??? 23. 23 Imam Nawawi Jan 29th, 2010 at 8:20 pm Sudah menjadi kebiasaan kaum muslimin diberbagai daerah, khususnya kaum nahdliyin melakukan tahlilan dg cara membaca serangkaian ayat2 Quran, istighfar, sholawat, tasbih, asmaul husna dan diakhiri dg doa. Hal tersebut biasanya dilakukan mereka pd malam jumat atau hari2 kematian, dan bahkan berkembang menjadi acara rutinitas mingguan atau bulanan dan lain sebagainya, sebab dinilai dari segi bacaan, termasuk salah satu amalan berdzikir yg memang dianjurkan oleh SYARIAH ISLAM. Dalam realitas sosial, ditemukan adanya tradisi masyarakat jawa, jika ada keluarga yg meninggal, mlm harinya byk sekali tamu bersilaturohim, baik tetangga dekat maupun jauh. mereka semua ikut bela sungkawa, sambil mendoakan orang yg meninggal dan keluarga yg ditinggalkan. Hal tersebut berlaku bagi kaum nahdliyin, mereka mengadakan doa bersama melalui bacaan2 thoyyibah, seperti bacaan yaaasiin, tahlil, tahmid, istighosah dan diakhiri dengan doa. sedang persoalan ada dan tidaknya makanan, bukan hal penting, tapi intinya adalah bacaan tahlil dan doa untuk menambah bekal bagi mayit. Dg adanya deskripsi tentang prosesi selamatan untuk orang yg meninggal dunia adalah disunnahkan, begitu juga hukum bersodaqoh (dalam wujud selamatannya) dan bersilaturohmi (dalam wujud berkumpul di rumah duka). Hal ini berdasarkan Hadits Nabi saw. sbb: 1. Hadits riwayat Imam Muslim: yg terjemahnya: Dari Abi Dzar, ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi saw. Ya Rosulullah orang2 kaya itu mendapat suatu pahala (padahal) mereka sholat seperti kami, mereka puasa seperti kami, mereka bersodaqoh dg kelebihan hartanya, lalu
22

Nabi saw menjawab: bukankah Allah sudah menyediakan untuk kamu sekalian sesuatu yg dpt kamu sedekahkan? seseungguhnya setiap bacaan satu tasbih (yg kamu baca) merupakan sedekah, dan setiap takbir merupakan sedekah dan setiap bacaaan tahmid juga merupakan sedekah dan setiap tahlil merupakan sedekah HR. Muslim. 2 Kitab Al-Hawiy li al-Fatawa,Jalaluddin Abdurrohan al-Suyuthi juz 2 hal. 194 yg terjemahnya: Kesunatan memberi sedekah makanan selama 7 hari merupakan perbuatan yg tetap saja berlaku sampai sekarang (yaitu masa al-Suyuthi abad ke 9H) di Makkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat. 3.Kitab al-Ruh fi al-Kalam ala arwah al-Amwat wa al- Ahya,Ibnu Qoyyim al-Jauzi hal. 142 yg terjemahnya: .Sebaik-baik amal perbuatan yg dihadiahkan kpd mayit adalah memerdekakan budak, bersedekah, istighfar, berdoa dan haji. Sedangkan membaca Al-Quran secara ikhlas dan pahalanya ditujukan kepada mayit, juga akan sampai kepada mayit tersebut, sebagaimana pahalanya puasa dan haji. 4. kitab Ianatut Tholibin juz II hal 143 disitu ada Hadits Rosulullah: dari Ahmad bin Hanbal Rosulullah bersabda jika kalian masuk makam, bacalah surat alfatihah,al ikhlas,al-falaq,an-naas,dan pahalanya kirimkan ke penghuni kubur maka akan sampai kpd mereka (HR. Ahmad Ibnu Hambal) 5. Hadits Nabi saw : Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian. (ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim) 6. Kitab Nihayah al-Zain Firsyad al-Mubtadiin karya Muhammad bin Umar bin Ali anNawawy,al-Banteny hal. 57 terjemahnya: Dan shodaqoh untuk mayit dg cara syari itu diperlukan dan tidak diabatasi dg 7 hari atau lebih atau lebih sedikit dan tidak dibatasi dg beberapa hari dari hari2 kematiannya. Sebagaimana sayyid Ahmad Dahlan befatwa : Telah menjadi kebiasaan manusia shodaqoh untuk mayit pd hari ke 3 dari kematian,hari ke 7,hari ke 20, hari ke 40, hari ke 100 dan setelah itu setiap tahun dari hari kematiannya. Sebagaimana juga didukung oleh Syekh Sunbulawainy. Semoga beberapa alasan dari hadits dan kitab ulama salaf yg q paparkan bisa menjadi pedoman tahlilan (selamatan kematian). Dan paparan ini q akhiri dg doa semoga kita semua selalu dalam ridlo dan hidayah Allah, dan semoga semua termasuk golongan yg khusnul khotimah..Aamiin 24. 24 Imam Nawawi Jan 29th, 2010 at 8:23 pm perkataan Imam Syafii di kitab Dalil Al-Falihin juz 6 hal. 103 yaitu: Disunnahkan membaca sebagian ayat al-Quran di dekat mayit,dan lebih baik lagi jika mereka (pelayat) membaca al-Quran sampai khatam Dan banyak riwayat shohih bahwa Imam Syafii pernah berziarah di makam Laits bin Saad. Beliau memujinya, dan membaca al-Quran sekali khatam di dekat makmnya. Lalu beliau berkata, Saya berharap semoga hal ini terus berlanjut dan senantiasa dilakukan (kitab AlDakhiroh Al-Tsaminah hal. 64) Berdasarkan keterangan di atas jelas bahwa Imam Syafii juga berkenan menghadiahkan pahala ke ahli kubur. Hanya saja harus dibaca di hadapan mayit/ahli kubur/makam, atau didoakan khusus pada bagian akhirnya kalau mayit/ahli kubur itu tidak ada di tempat membaca al-Quran tsb. Dg kehendak Allah SWT pahala bacaan tersebut akan sampai kepada mayit/ahli kubur (alTajrid li Nafi al-Abid juz III hal. 276) 25. 25 Imam Nawawi Jan 29th, 2010 at 8:24 pm

23

Dari Abi Huroiroh,ia mengatakan Rosulullah bersabda siapa masuk makam, lalu membaca surat al-fatihah, al-ikhlas,at-takatsur lantas berucap dlm hati saya hadiahkan pahala yg telah saya baca dari ayat ayat-Mu untuk para ahli kubur ,semua orang mukmin laki2 dan perempuan,maka Allah pasti akan menolongnya (ahli kubur) (HR Abu Qosim al Zinzany) ini sabda Nabi saw. bila menolak sabda Nabi saw. berarti bukan umat Nabi saw. ^_^ semoga kita semua tdk termasuk golongan yg menolak hadits Nabi saw. ini ^_^ 26. 26 Imam Nawawi Jan 29th, 2010 at 8:25 pm kemudian hal ini juga berdasar kitab Al-Fiqh Al-Manhaji alaa Madzhab Al-Syafii juz I hal. 267 yg isi kitab tersebut adalah: Apabila doa itu telah dikabulkan oleh Allah SWT maka tentu si mayit/ahli kubur tentu akan memperoleh manfaat dari pahala bacaan tersebut. Sebagai penguat pendapat Imam Syafii di atas, ini ana sebutkan dalil al-Quran tentang sampainya pahala kpd org yg telah meninggal dunia: 1. QS. Muhammad ayat 19: Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mumin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. 2. QS. Ibrahim ayat 40-41: Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do`aku. Ya Tuhan kami, berilah ampunan padaku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mumin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat). 3. QS. al-Hasyr ayat 10: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. QS. al-Hasyr ayat 10 menjelaskan bahwa orang mati/ahli kubur bisa mendapat manfaat dari istighfar yg dibaca oleh orang yg masih hidup. 4. QS. al-Thuur ayat 21: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. QS. al-Thuur ayat 21 menjelaskan Keislaman dan keimanan seorang anak yg masih kecil diikutkan pd salah satu dari kedua orang tuanya. lihat Tafsir al-Khozin juz VI hal. 250 atau tafsir Jami al-Bayan karya Imam al-Thabary juz 28 hal. 15 27. 27 Imam Nawawi Jan 29th, 2010 at 8:26 pm Ibnu Taimiyah mengemukakan beberapa alasan mengenai sampainya hadiah pahala kepada orang yg telah meninggal dunia. Sebagaimana yg disebutkan dlm kitab Tahqiq al-Amal, 53 56 Ibnu Taimiyah berkata: Barang siapa berkeyakinan bahwa manusia tidak dapat memperoleh manfaat kecuali dari amalnya sendiri, maka ia telah menentang ijma. Hal itu batal karena beberapa hujjah
24

a. Manusia dpt memperoleh manfaat doa orang lain, dan ini berarti memperoleh manfaat dari amal orang lain. b. Rosulullah SAW besok pd hari kiamat akan member syafaat bagi ahli mauqif di padang mahsyar untuk mempercepat hisab. Dan juga akan member syafaat bagi ahli surga agar mereka cepat memasukinya. c. Rosulullah SAW juga akan memberi syafaat bagi orang yg berdosa besar agar dapat keluar dari neraka. Ini juga berarti mengambil manfaat dari usaha orang lain. d. Para malaikat mendoakan dan memohonkan ampun bagi penduduk bumi. Hal ini juga berarti mengambil manfaat bukan dari amalnya sendiri. e. Allah SWT dapat mengeluarkan sebagian orang yg sama sekali tidak pernah berbuat baik dari dalam neraka semata-mata karena rahmat Allah SWT. hal ini juga berarti mengambil manfaat dari yg lain. f. Anak-anak dari orang2 mukmin (yg meninggal usia belum baligh) masuk ke dalam surga. Sebab amal perbuatan orang tua mereka. Hal ini juga berarti semata-mata karena usaha orang lain. g. Mayit dapat mengambil manfaat dari pahala sedekah dan memerdekakan budak berdasarkan hadits dan ijma Ulama. Hal ini menunjukkan seseorang dpt memperoleh manfaat dari orang lain. h. Orang mati yg meninggalkan hutang (contoh salah seorang sahabat) oleh Rosulullah SAW dilarang disholati sampai hutangnya dilunasi oleh Abu Qatadah. Ali bin Abi Tholib ra juga pernah melunasi hutang orang lain yg telah meninggal dunia. Dan orang (yg telah meninggal) dpt mengambil manfaat dari sholat Nabi Muhammad SAW. Hal ini lagi2 menunjukkan adanya manfaat dari orang lain. i. Melakukan sholat atas mayit dan berdoa di dalam sholat (sholat jenazah),merupakan kemanfaatan yg diambil mayit dari orang yg masih hidup. Ini berarti memperoleh manfaat dari orang lain. j. Sholat Jumat dinilai sah jika dilakukan oleh sekumpulan orang. Hal ini menunjukkan manfaat sebagian orang terhadap sebagian yg lain. k. Zakat fitrah wajib bagi anak kecil dan orang lain yg menjadi tanggungannya,maka anak kecil dan orang yg diasuh tsb mendapatkan manfaat dari orang yg mengeluarkan zakat,meskipun bukan amalnya/perbuatannya sendiri. l. Dan masih banyak lagi argumen2 lain yg dipaparkan oleh Syekh Ibnu Taimiyah dlm kitabnya tersebut,bila para pembaca ada yg merasa masih kurang, buka aja kitabnya,dan aku lanjutkan ke kesimpulan Syekh Ibnu Taimiyah Setelah berargumen dg panjang lebar,Syekh Ibnu Taimiyah menyimpulkan: Siapapun yg merenungkan secara teliti, ia akan mendapatkan banyak keterangan yg menjelaskan bahwa orang mukmin dpt memperoleh manfaat dari amal2 yg tidak dilakukannya. Sehingga bagaimana mungkin menawilkan QS. Al-Najm ayat 39 dg cara yg menyalahi nash alQuran, hadits dan ijma ulama 28. 28 Imam Nawawi Jan 29th, 2010 at 8:28 pm dan ini argumen ana tentang QS. An-Najm ayat 39 Seorang mukmin seharusnya tidak perlu ragu terhadap kasih sayang dan kekuasaan Allah SWT. kalau hanya untuk menyampaikan pahala kpd org yg telah meninggal dunia,tentu saja hal itu sangat mudah bagi Allah SWT. Nabi sendiri sudah bersabda yg artinya Bacalah surat Yasin untuk orang2 yg telah meninggal diantara kamudan ada juga hadits2 lainnya sebagaimana yg ada dlm kitab Ahkam Tamanny tsb. Bila ada pertanyaan apakah hadits tsb tidak bertentangan dg firman Allah QS. An-Najm ayat 39 yg terjemahnya: dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.

25

Persoalan ini sebenarnya sudah dijawab 600 tahun lalu oleh Ibnu Qoyyim al-Jauzi dlm kitabnya ar-Ruh hal. 13 yg isinya: pendapat yg mengatakan bhw hadits (yg menyatakan sampainya hadiah pahala kpd org mati) itu bertentangan dg firman Allah QS. An-Najm ayat 39 adl cerminan sikap yg kurang sopan di dlm ungkapannya dan salah besar dlm mengartikannya. Allah telah menjaga agar tdk terjadi kontradiksi antara Hadits dg al-Quran. Bahkan Hadits Nabi saw. Merupakan penguat alQuran. Kalau ada pendapat yg menyatakan bahwa hadits tsb. bertentangan dg al-Quran,maka itu berasal dari buruknya pemahaman. Dan hal itu adl cara yg tidak baik,yakni menolak hadits yg sudah jelas dg zhahir ayat al-Quran (yg disalahpahami) Dan bila ada yg bertanya,jadi siapa yg sesungguhnya bahwa hadiah pahala itu tdk sampai kpd org yg meninggal dunia? Jawabnya adalah ahli bidah dari kaum Mutazilah sebagaimana pendapat Ibnu Qoyyim al-Jauzi di kitabnya ar-Ruh hal. 117 yg isinya: Para ahli bidah dari kalangan ahli Kalam (Mutazilah) berpendapat bahwa menghadiahkan pahala baik berupa doa atau lainnya sama sekali tdk sampai kpd orang yg telah meninggal dunia Pertanyaanku pd semua member grup ISLAM DG SUNNAH DAN BIDAH HASANAH Apakah kalian lebih mengikuti ulama salaf Ibnu Qoyyim al-Jauzi yg mengatakan sampainya pahala pd org yg telah meninggal dunia atau mengikuti ahli bidah dlolalah dari kaum Mutazilah yg tidak mengakui sampainya pahala pd org yg telah meninggal dunia? Pilihan ada di hati anda dan bila ana, ana jawab dg yakin ana ikuti ulama salaf Ibnu Qoyyim al-Jauzi Sekarang masuk pembahasan tafsir QS. An-Najm ayat 39 Syekh Sulaiman bin Umar Al-Ajilli menjelaskan: Ibnu Abbas berkata bahwa hukum ayat tsb (QS. An-Najm:39) telah di mansukh atau diganti dlm syariat Nabi Muhammad saw. Hukumnya hanya berlaku dlm syariat Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as, kemudian utk umat Nabi Muhammad kandungan QS. An-Najm:39 tersebut dihapus (berlakunya) dan di nasakh/diganti dg firman Allah Ayat ini menyatakan bahwa seorang anak dpt masuk surga krn amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan bahwa tidak sampainya pahala (yg dihadiahkan) hanya berlaku dlm syariat Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as. Sedang utk umat Nabi Muhammad saw mereka dpt menerima pahala amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikan orang lain (Al-Futuhat Al-Ilahiyyah, juz 4 hal. 236). Jadi QS. An-Najm ayat 39 itu merupakan syariat di zaman Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as. Sedang syariat kita yaitu syariat Nabi Muhammad saw sbgmn ditunjukkan oleh ahli tafsir Syekh Sulaiman yaitu QS. Ath-Thuur ayat 21 yg artinya: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiaptiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. tafsir jalalain QS. Ath-Thuur ayat 21: (Dan orang-orang yang beriman) berkedudukan menjadi Mubtada (dan mereka diikuti) menurut suatu qiraat dibaca Wa-atbanaahum yakni, Kami ikutkan kepada mereka, Diathafkan kepada lafal Amanuu (oleh anak cucu mereka) menurut suatu qiraat dibaca Dzurriyyatahum, dalam bentuk Mufrad; artinya oleh keturunan mereka, baik yang masih kecil maupun yang sudah dewasa (dalam keimanan) maksudnya, diikuti oleh anak cucu mereka keimanannya. Dan yang menjadi Khabarnya ialah (Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka) ke dalam surga, dengan demikian maka anak cucu mereka memiliki kedudukan yang sama dengan mereka, sekalipun anak cucu mereka tidak mempunyai amalan sebagaimana mereka. Hal ini
26

dimaksudkan sebagai kehormatan buat bapak-bapak mereka, yang karenanya lalu anak cucu mereka dikumpulkan dengan mereka (dan Kami tidak mengurangi) dapat dibaca Alatnaahum atau Alitnaahum, artinya Kami tidak mengurangi (dari pahala amal mereka) huruf Min di sini adalah Zaidah (barang sedikit pun) yang ditambahkan kepada amal perbuatan anak-cucu mereka. (Tiap-tiap orang dengan apa yang dikerjakannya) yakni amal baik atau amal buruknya (terikat) yakni, ia dalam keadaan terikat, bila ia mengerjakan kejahatan diazab dan bila ia mengerjakan kebaikan diberi pahala. semoga kita selalu dlm pemahaman yg benar dan jalan yg benar yaitu jalan yg diridloi Allah SWT. Aaamiiiiin 29. 29 Dim Fais Feb 24th, 2010 at 10:49 pm Wahai Saudaraku,Masalah Tahlil dari dulu ya persoalanya seperti ini: Pro Kontra Toh ga ada yang dirugikan ya Too.. Bagaimana kalau kita tidak terbiasa saling Hujat, amin. Toh masing masing ada Iman dan Pengikutnya. Mudah - mudahan Allah mengampuni dan merahmati kita Semua,Lil Alamin. 30. 30 alfakir Mar 23rd, 2010 at 1:28 pm bener apa kata Dim Fais..masalah ini sudah lama menjadi perdebatan..dan hal ini tak akan selesai sampai kiamat sekalipun.. perbedaan ini mari kita kembalikan lagi ke AL Quran dan Al Hadist.. Toh tahlilan juga gak ada yang dirugikan..jika memang si yang punya hajat tahlilan tak mampu menyediakan makanan ato minuman itu tdk apa2 owk..org yg mengikuti tahlilan itu harus ikhlas..kebanyakan yang mereka tau tahlilan harus nyediain ini itu..padhl gak repot2 amat kok..cukup bawa AlQuran udah..kl gak buku rangkaian tahlilan.. 31. 31 Muhammad ishak Apr 16th, 2010 at 1:43 pm Yang mengada-ada itu bukan orang yang tahlilan tapi orang yang mengharamkan tahlilan. Dah pasti.., Leluhur pembenci tahlilan adalah orang pinggiran.., yang dengan keberadaan mereka citra islam jadi runyam. Walaupun mereka sering mengutip hadits rosul.., tapi mereka tidak tahu apakah itu haDITS ROSUL atau bukan. Sebenarnya mereka itu patut dikasihani.., nyebut2 nama rosul muhammad saw, tapi mereka ndak tahu siapa nabi muhammad. Ndak tahu Nabi Muhammad, bagaimana dia tahu Alloh Swt. Kalo ndak tahu Alloh SWT, ngapain juga mereka sholat.., Emang malu-maluin. Kalo sekedar hafal hadits atau quran.., para orientalis yahudi banyak yang sperti mereka.., bahkan lebih. Pecinta Rosul pasti suka tahlilan.., Yang ndak suka ama tahlilan.., itulah salah satu ciri pembenci Rosul Saw..Naudzubillah.. Segeralah kembali ke jalan yang benar wahai para pembenci tahlilan.. 32. 32 cepy buchory Apr 24th, 2010 at 3:21 pm sesungguhnya keraguraguan sebaiknya ditinggalkan 33. 33 Ibrahim Amini
27

May 4th, 2010 at 9:45 pm Mengenai tahlilan tidak ada yang perlu diragukan lagi. Sudah jelas dalilnya, baik merujuk Al Quran dan sunnah ataupun ijma dan qiyas. Mereka yang menentang tahlilan, karena kekurangpahaman dan kurang perenungan terhadap ajaran islam. 34. 34 Choirun Niza May 5th, 2010 at 9:29 am Wah, panjang juga yahmmm. Kalau aku melihat sih, inti dari tahlilan itu kan menyemarakkan kalimat ke Tauhid an. Biar manusia itu selalu ingat Allah di mana pun berada (bisa dzikir setiap saat), sehingga selalu dalam koridor : ber Amar maruf nahi mungkar. Mengenai pelaksaan rutin itu juga bagian: daripada berkegiatan yang mengarah ke hal2 maksiyat tiada faedah, sehingga perlu diingatkan Barangkali, yang diperlukan adalah evalusi pelaksanaan tahlilan. Ini sepertinya antara daerah satu dengan yang lain tidak sama. Apakah pelaksaannya itu lama2 merambat dari tujuan tahlilan atau kah tidak. Itu juga tergantung pengawasan (kontrol) dari kualitas tokoh masyarakat setempat. Sehingga tinggal di lihat, jika dalam suatu komunitas, kualitas masyarakat nya itu semakin baik, tidak terjadi kejahatan, hubungan dalam keluarga baik, hubungan antar masyarakat juga baik, semua mencerminkan nilai2 religiberarti pelaksanaan tahlilan itu cukup berkualitas sehingga berhasil. Tapi jika kualitas masyarakat itu cenderung menurun.misal dalam moralberarti perlu dievaluasi, di mana letak ketidakberesannya.kenapa tidak berefek positif. Wallahualam 35. 35 muhammad dzulhannan Jun 30th, 2010 at 7:56 am why not??? if no one forbids it!!! semua yang ada di tahlilan gada yang merugikan malah ngasih manfaat wat orang banyak. di dalam tahlian : 1. ada dzikir kepada allah(tahlil, tahmid, tasbih, dll) 2. qiroat quran 3. dakwah islam yang menambah wawasan islam kita 4. menjalin silaturahmi 5. doa untuk diri sendiri dan untuk orang yang udah nge-duluin kita 6. soal makanan? tidak ada yang memberatkan jika tidak mampu apakah ada yang mengharamkan??? melarang??? 36. 36 hidayat Jul 27th, 2010 at 10:44 am Dan pada saat ummat Islam memasuki bulan Agung atau bulan Rabiul Awwal kelahiran manusia agung nan suci kembali terbayang, terkenanglah kita akan jasa2 beliau SAW yang luar biasa. Ummat manusia menyambut gembira, dan mereka sangat amatlah patut untuk berbahagia, sebab yang diperingati adalah rahmat terbesar dari Allah Taala yang dipersembahkan kepada segenap alam semesta.
28

Inilah dampak dari perayaan/peringatan yang hanya dilakukan setahun sekali. Hanya pada bulan itu saja kita ingat kepada Rasullullah SAW. Setelah bulan itu Rasullullah SAW kita lupakan dengan sepinya kembali Masjid-2/Surau-2/Langgar-2. Padahal kalaulah kita mau selalu mengangungkan dan mengingat beliau, maka seharusnya kita memakmurkan Masjid/Surau/Langgar setiap hari dengan mengkaji dan memperdalam isi dan kandungan AlQuran/Hadist-2 yang shahih. Sehingga terciptanya generasi yang kaffah dalam menegakkan kebenaran Islam. Bukan semata-2 acara ceremonial, dengan menutup jalan, bahkan dengan arak-2an yang menyusahkan pemakai jalan lain dan menghamburkan uang yang tidak sedikit, sementara sebagian besar umat Islam Indonesia hidup berada dibawah kemiskinan. Bahkan dari hasil sebuah wawancara, Israel/Jahudi baru takut kepada umat Islam khususnya Palestina. Jikalau sudah melihat jumlah orang yang hadir di Masjid/Mushalla untuk menjalankan Shalat Subuh dan Isya berjamaah, sama jumlahnya seperti orang yang hadir pada saat shalat Jumat. Karena menurut mereka itu sebagai pertanda bahwa Islam kekuatan dan keteguhannya sama dengan Islam masa Rasullullah dan para Sahabatnya. Akan tetapi yang ada sekarang seperti apa. Makanya mereka sangat-2 menganggap remeh kita Padahal Rasullullah SAW, hanyalah berkata bahwa Aku berpuasa pada hari kelahiranku. Bukankah beliau bisa mengumpulkan orang di Masjid untuk membuat kegiatan pada tanggal 12 Rabiul Awal dimaksud. Akan tetapi hanya shaum pada tiap hari Senin. Ini menandakan bahwa kita harus selalu mengingat amalan kita setiap saat, bukannya setahun sekali dengan jor-2an dan setelah itu hanya tinggal kenangan dan pada umumnya pada acara Maulidan tersebut yang terjadi bukannya kegiatan menjadi tuntunan, akan tetapi hanya sebagai tontonan belaka. Naudzubillahi Tsumma Naudzubillahi Min Dzalik. Dan jelas acara merayakan Ulang Tahun hanya mengikuti cara-cara Nasrani. Dalam pembahasan tentang bidah, terdapat kerancuan (syubhat) yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang kurang jeli semacam kata-kata, Kalau begitu, Nabi naik onta, kamu naik onta juga saja. atau kata-kata Ini bidah, itu bidah, kalau begitu makan nasi juga bidah, soalnya gak ada perintahnya dari nabi, dan komentar-komentar senada lainnya. Para akhwan/ti perlulah dibedakan, antara sebuah ibadah dan sebuah adat. Sebuah amalan ibadah, hukum asalnya adalah haram, sampai ada dalil syari yang memerintahkan seseorang untuk mengerjakan. Sedangkan sebaliknya, hukum asal dalam perkara adat adalah boleh, sampai ada dalil yang menyatakan keharamannya Ibadah hukum asalnya adalah haram. Contohnya puasa. Hukum asalnya adalah haram. Namun, karena telah ada dalil yang mewajibkan kita wajib puasa Ramadhan, atau dianjurkan puasa sunnah senin kamis atau contoh seperti puasa Nabi Daud AS, maka ibadah puasa ini menjadi disyariatkan. Namun, coba lihat puasa mutih (puasa hanya makan nasi tanpa lauk) yang sering dilakukan orang untuk tujuan tertentu. Karena tidak ada dalil syari yang memerintahkannya, maka seseorang tidak boleh untuk melakukan puasa ini. Jika ia tetap melaksanakan, berarti ia membuat syariat baru atau dengan kata lain membuat perkara baru dalam agama (bidah). Tentang kegiatan adat kebiasaan kita sehari-hari hukum asalnya halal, sebagai contoh makan adalah halal. Kita diperbolehkan (dihalalkan) memakan berbagai jenis makanan, misalnya nasi, sayuran, hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Di sisi lain, ternyata syariat menjelaskan bahwa kita diharamkan untuk memakan bangkai, darah atau binatang yang menggunakan kukunya untuk memangsa. Jadi, meskipun misalnya Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidak makan nasi, bukan berarti orang yang makan nasi mengadakan bidah. Karena hukum asal dari makan itu sendiri boleh. Lihat saja sekarang Ceramah Agama dibarengi dengan acara nyanyian-2, walaupun katanya nyanyian itu berbau Islam. Akan tetapi dalam beberapa Hadist Rasullullah SAW menyebutkan bahwa Rasullullah SAW melarang kita bernyanyi dalam bentuk apapun. Inilah bukti bahwa pengaruh Nasrani dan Hindu sudah melekat ditubuh umat Islam. Ditambah lagi banyaknya orang Islam yang tidak suka Islam, sehingga walaupun kita di Indonesia ini mayoritas, akan tetapi bagaikan buih di Samudra atau bagaikan bebek-bebek yang mudah diatur oleh penggembalanya. Dan ketahuilah dalam Surah Al-Baqarah ayat 120 Allah SWT berfirman : Tak akan suka orang Nasrani dan Yahudi hingga kita mengikuti cara-2 dan ajaran mereka. Mereka berkata kalien boleh menjalankan kegiatan keagamaan kalien tapi cara-2nya sepertiku. Semisal boleh buat acara pengajian, tapi ditambah nyanyian dan musik. Boleh berjilbab, tapi yang ketat dan dengan model-2 yang merangsang (ala Selebriti). Boleh shalat, tapi tonton dulu Siaran langsung berita-2 terbaik yang pada umumnya disiarkan langsung dan dipandu oleh penyiar-2 yang mengaku beragama Islam dan dihadiri pula oleh para tokoh yang bukan saja
29

beragama Islam, akan tetapi sebagai tokoh di atas nama lembaga Islam (PERHATIKAN SAAT SESAAT SUDAH AZAN MAGHRIB, Diberbagai stasiun TV Full dengan siaran berita siaran langsung dan ada wawancara dengan tokoh-Islam. Bahkan sesudah dikumandangkannya azan Subuh, masih ada Siaran Langsung Ceramah Subuh diberbagai Stasiun TV (apalagi di Bulan Ramadhan dengan berbagai Siaran Langsung yang dipandu dan dihadiri oleh orang yang mengaku beragama Islam). Bahkan pada siang hari Jumat mereka buat film-2 yang disukai para penonton dengan tujuan agar kita tak berangkat ke Mesjid. Dan banyak Stasiun TV yang juga buat film/sinetron pada saat Maghrib, sehingga membuat kita lalai untuk melaksanakan Shalat. Akan tetapi semua tokoh-tokoh yang katanya berjuang atas nama Islam bungkam seribu bahasa. Agama hanya dijadikan alat mencari uang dan kekuasaan. APALAGI ADA KELOMPOK ISLAM LIBERAL YANG BENAR-2 MERUSAK IMAN DAN AQIDAH BAHKAN MERUSAK AKHLAK UMAT ISLAM DENGAN PENYIMPANGANNYA SECARA TERANG-2AN KEPADA AL-QURAN DAN HADIST RASULLULLAH SAW Inikah yang diajarkan Rasullullah SAW. Seperti seseorang diperbolehkan menabuh rebana dihadapan Rasullullah SAW, dikarenakan nazarnya. Jika bukan karena nazar, maka Rasullullah SAW melarangnya, : seperti tertera dibawah ini, Bahkan ada suatu hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Abu Daud, dan Ahmad diceritakan, bahwa tatkala Rasullullah SAAW tiba dari sebuah peperangan, seorang budak wanita berkulit hitam datang menemui beliau membawa rebana sembari berkata, Duhai Rasulullah SAW, aku telah bernazar, jika Allah Taala mengembalikan dirimu dalam keadaan selamat, aku akan menabuh rebana dan menyanyi dihadapanmu, maka Rasulullah SAW menjawab, Jika engkau telah bernazar, tunaikanlah nazarmu, Jika tidak, jangan.. Dan tentangan jiarah kubur, yang kami tahu bahwa Rasulullah SAW hanya memperbolehkan perjalanan jauh (musafir) untuk mengunjungi 3 tempat, yakni Masjidil Haram; Masjidin Nabawi dan Masjidil Aqsha. Dan juga diperbolehkan hanya semata-2 untuk kegiatan Ibadah, bukannya berziarah kekuburan-2 yang ada disana. Kami belum menemukan Hadist (baik yang dhaif apalagi yang shahih), menerangkan bahwa Rasullullah SAW pernah berjiarah dengan cara-2 yang kita lakukan di Indonesia saat ini kekuburan Orangtua beliau, dan Sanak Keluarga lainnya, juga Siti Khadijah, anak-2 Rasullullah SAW , dan para Sahabat yang lebih dahulu wafat ketika Rasullullah SAW masih hidup. Bahkan Khalifaturraasyidin juga tak ada riwayatnya berjiarah kemakam Rasullullah SAW. Misalkan Abu Bakar As-Shiddiq RA karena berada di Makkah lalu mengajak sahabat-2 lainnya untuk berjiarah ke makam Rasul SAW di Madinah. (JIKA ADA HADISTNYA DAN RIWAYATNYA MOHON KAMI DIBERITAHU). Anehnya dizaman kini berziarah itu berkali-kali, bahkan menjadi kewajiban minimal setahun sekali. Dan mendatangani kuburan-2 tertentu seperti ke Cirebon, Tuban, Banten, Gersik, Mbah Priuk dan lain-2 untuk meminta barakah dan yang aneh-2 lainnya dilestarikan dan bahkan jadi ajang bisnis para Ustadz/ah dan sekelasnya. Dan dibilang ini sebagai tradisi yang Islami. Bukankah ini bidah yang benar-2 sesat, akan tetapi kata mereka ini bidah hasanah dengan berbagai dalil yang dhaif. Rasullullah SAW saja tidak ada dalam satu hadistpun yang minta agar kuburannya kelak untuk diziarahi, akan tetapi para Ulama kita, sebelum ajal berpesan agar kuburannya untuk sering diziarahi oleh para murid-2nya dan umat Islam lainnya. Aneh bin aneh Bahkan para pelaku bidah ada yang mengadakan pengajian berhari-2 di rumah dan kuburan. Yang jelas-2 dalil Al-Quran dan Hadistnya kami belum pernah baca (JIKA ADA MOHON KAMI DIBERITAHU, MUNGKIN KAMI BELUM MENEMUKANNYA, maklum kami masih dalam taraf belajar). Dan menurut pendapat kami pengajian dikuburan dan dirumah itu hanyalah semata akal-2an para Ustadz kala itu yang malas bekerja keras dikarenakan menganggap dirinya kaum Priyayi, sehingga hadist yang berbunyi kira-2 SETELAH DITINGGAL TUJUH LANGKAH MAYYIT AKAN DIINTEROGASI OLEH PARA MALAIKAT. maka agar malaikat tak kunjung datang, mayyit harus ditunggu dan dingajiin setidaknya 40 hari 40 malam non stop, supaya dia dapat tuntunan dalam menjawab pertanyaan malaikat. Dan bisa jadi setelah 40 hari mayyit akan membusuk, sehingga malaikat Munkar waNakir enggan datang karena jijik dengan mayyit yang penuh belatung dan busuk (Naudzubillah Min Dzalik). Dan untuk itu keluarga mayyit harus mengeluarkan dana untuk biaya dimaksud, maka selamatlah para kaum Priyayi yang malas bekerja itu untuk makan dan minumnya selama 40 hari, dengan harapan hari-2 berikutnya ada yang meninggal lagi, maka
30

amanlah perut dan kantongnya. Dan pada setiap saya melihat acara tersebut, sang Ustadz selalu berkata bahwa kegiatan pengajian, tahlil dan talqin ini bukti nyata seorang anak soleh yang berbakti pada Orangtuanya dengan menyebutkan berbagai dalil yang kita tak tahu keshahihannya sebagai alat rujukan untuk menyatakan itu sudah sesuai dengan ajaran dan tuntunanNya. Padahal untuk acara tersebut, anak terpaksa menjual sebagian tanah peninggalan orangtuanya atau utang sana sini demi menjaga tradisi yang dibuat-2 oleh kaum bidah tersebut. Dan tinggallah keluarga yang ditinggal kian terpuruk, padahal sudah seharusnya kewajiban kaum muslimin/at untuk melindungi para anak yatim/yatim-piatu. Akan tetapi yang terjadi para Ustadz dan sejenisnya itu bergembira/berbahagia di atas penderitaan orang lain. Lalu ada lagi yang beralasan, bahwa Khalifaturraasyidin Umar bin Chattab RA pernah melakukan bidah, dengan melaksanakan Shalat Tarawih berjamaah. Wahai Saudaraku, setahu kita bahwa Rasullullah SAW juga sudah pernah menjadi Imam Shalat Tarawih, akan tetapi hanya 3 malam saja beliau lakukan. Dan selanjutnya di Imami oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Dengan alasan takut kalau shalat tarawih akan dianggap sebagai shalat yang diwajibkan. Ini berarti bahwa pada masa Rasullullah SAW hiduppun shalat Tarawih sudah dilaksanakan berjamaah. Dan Rasullullah SAW pun pernah bersabda : (yang kira-2 maksudnya) : Ikutilah apa-2 yang aku lakukan dan para Khalifatur Rasyidin. Jadi dimana letak bidahnya. Mungkin maksudnya Saya pernah baca dalam satu riwayat, bahwa Sayyidina Umar RA menambah jumlah rakaat shalat tarawih dan witir menjadi 39 rakaat, dikarenakan Sayyidina Umar RA berada di Madinah dan Sayyidina Abu Bakar RA meminpin shalat Tarawih di Makkah yang jumlahnya 21 rakaat, hanya setiap 2 rakaat diselingi dengan Thawaf. Sementara di Madinah tidak bisa Thawaf, sehingga Sayyidina Umar RA mengganti Thawaf dengan shalat Sunah 2 rakaat. Lalu dikatakan ini bidah hasanah. Ini namanya bukan bidah dikarenakan adanya pernyataan Rasullullah SAW ikutilah apa yang aku dan Khalifah yang empat contohkan kepada kalien. Dalam salah satu Hadist Rasullullah SAW, berpesan sbb : Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hatihatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bidah dan setiap bidah adalah sesat. (HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dhoif Sunan Abu Daud dan Shohih wa Dhoif Sunan Tirmidzi) Dalam riwayat An Nasai dikatakan, Setiap kesesatan tempatnya di neraka. (HR. An Nasai no. 1578. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani di Shohih wa Dhoif Sunan An Nasai) Lalu ada yang memberi contoh penggunaan mikrofon di masjid-masjid sebagai bidah (katagori bidah hasanah). Kita ketahui mikrofon berguna untuk memperjelas suara sehingga dapat didengar sampai jarak yang jauh. Hal ini termasuk perkara adat dimana kita boleh mempergunakannya. Hal ini semisal kacamata yang dapat memperjelas huruf-huruf yang kurang jelas bagi orang-orang tertentu. Sebagaimana perkataan Syaikh As Sadi rahimahullah kepada orang berkacamata yang mengatakan bahwa pengeras suara adalah bidah, beliau berkata, Wahai saudaraku, bukankah kamu tahu bahwa kaca mata dapat membuat sesuatu yang jauh menjadi dekat dan memperjelas pandangan. Demikian juga halnya pengeras suara, dia memperjelas suara, sehingga seorang yang jauh dapat mendengar, para wanita di rumah juga bisa mendengar dzikrullah dan majlis-majlis ilmu. Jadi mikrofon merupakan keikmatan Allah Subhanahu wa Taala kepada kita, maka hendaknya kita menggunakannya untuk menyebarkan kebenaran. (Mawaqif Ijtimaiyyah min Hayatis Syaikh Abdurrahman As-Sadi, Muhammad As Sadi dan Musaid As Sadi). Dan ketahuilah bahwa apa-2 perbuatan yang dilakukan untuk melakukan tindakan dalam perIbadatan, walaupun pada masa Nabi SAW dan KhalifaturRasyidin belum ada, seperti Mik, Radio, VCD, DVD, Kaset, TV, Internet, Media Cetak lainnya, Mobil, Pesawat Terbang dan segala alat angkut selain onta, kuda dan keledai, listrik, jam, makan nasi dan segala lauk pauk dengan sayur buahnya, shalat pakai sarung dan peci bahkan dengan celana panjang Jeans lagi,
31

Mendirikan Ormas, Orpol, Mendirikan Sekolah Formal/Non Formal, Memperbanyak buku-2 dan cetakan-2, Penerjemaahan kedalam berbagai bahasa, Pidato/Ceramah/Khutbah dengan bahasa ibu sendiri, bukan dengan bahasa yang dipakai Rasullullah SAW (bahasa Arab Qurasy) dalam menyampaikan syiar Islam. Mendirikan bangunan dengan berbagai corak dan semua kegiatan kemanusiaan, yang dijadikan dasar oleh para pelaku bidah hasanah bahwa inilah contoh bahwa bidah hasanah itu ada dan boleh, hanyalah sebagai alasan yang mengada-2. Hal ini karena semuanya berkaitan dengan kegiatan keduniaan, sebagaimana sabda Rasul SAW, masalah dunia kalien lebih tau, akan tetapi masalah keAgamaan harus tunduk kepada perintah Allah dan RasulNya. Karena semua hal di atas dapat dipergunakan/dipakai oleh semua pemeluk agama dalam menjalankan kehidupan dan kegiatan agamanya masing-2. Walaupun ada ayat AlQuran yang artinya TIDAK ADA PAKSAAN DALAM AGAMA ( maksud ayat ini adalah tidak ada paksaan dalam memilih agama yang anda anut. Akan tetapi jika anda sudah masuk Islam, maka anda harus tunduk dan patuh pada Allah dan RasulNya dengan menjalankan syariat-2 agama sesuai tuntunan Al-Quran dan Hadist yang benar/shahih dengan Iman, Islam dan Ihsan).. Akan tetapi : -bertahlil sambil menggeleng-geleng kepala dengan suara yang kencang, bahkan ada yang teramat kencang seolah-2 Allah itu pekak dan tuli juga demikian pada zikir berjamaah, shalat sunat berjamah selain Shalat Tarawih, Shalat Id, Shalat Gerhana dan Shalat Istisqa. -mengeraskan doa/dzikir sesudah sholat, dan zikir dengan cara nangis-2. -ngaji dikuburan sambil mengirim pahala (seperti halnya dilakukan orang thoriqot) -bertasawul pada orang yang meninggal yang dianggap wali/orang sholeh, bahkan berziarah kemakam-2 tertentu dengan cara diwajibkan untuk jangka tertentu. -baca burdhat dan berbagai shalawatan dan marhabanan. -baca manaqib -perayaan maulid, isramiraj, muharram, nisfu syaban, tadarusan malam ramadhan dengan pengeras suara yang pada kenyataannya bukan tadarusan. Akan tetapi balapan baca Al-Quran -tahlilan untuk orang yang meninggal, membaca Al-Quran hanya mewiridkan Surah Yasin saja -acara 3hari,7hari,40hari,100hari, 1000 hari orang meninggal -acara haul orang meninggal. Dan berbagai kegiatan yang tidak dicontohkan oleh Rasullullah SAW dan para sahabat beliau. ini semua hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang beragama Islam dan kegiatan inilah yang disebutkan oleh Nabi SAW sebagai bidah, dan tempatnya di neraka. Amalan-amalan pelaku bidah selalu mengedepankan akal dan kebaikan serta pahala yang belipat-2. Padahal tidaklah amalan ibadah dapat dipahami oleh akal. Semisal, mengapa sholat fardhu ada lima, dan mengapa jumlah rakaaatnya berbeda-beda. Atau mengapa ada dzikir yang berjumlah 33. Maka semua ibadah ini tidak dapat dipahami maksudnya oleh akal. Dan urusan pahala merupakan urusan Allah SWT, yang penting kita ikhlas melakukannya, karena setitik saja ria, maka tidak ada sedikitpun pahala diperoleh. Sebagaimana disebutkan bahwa bidah dibuat menjadikan untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah sehingga bidah justru menambah beban bagi seorang muslim. Contohnya adalah mengadakan peringatan isra miraj, maulid atau yang semacamnya sehingga menambah beban seseorang untuk mengeluarkan dana dan tenaga untuk mengadakan acara tersebut. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan untuk merayakan hal-hal tersebut. Sehingga wahai Saudara-2ku bidah hasanah itu tidak ada,yang menyatakan bidah hasanah dalam ibadah hanyalah mereka yang ingin agar perbuatan tercelanya dilindungi oleh kalimat hasanah,padahal sekali tercela tetap tercela.kalaupun ada hasanah,maka itu bukan makna sebenarnya,sebab secara haqiqat yang namanya bidah tidak ada yang hasanah sebagaimana hadits nabi: kullu bidatin dlolalatun. Setiap bidah adalah tercela. Inilah yang masih diragukan oleh sebagian orang. Ada yang mengatakan bahwa tidak semua bidah itu sesat, ada pula bidah yang baik (bidah hasanah). Dalam salah satu Hadist, ada penjelasan sebagai berikut : Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma, beliau berkata, Jika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah matanya memerah, suaranya begitu keras, dan kelihatan begitu marah, seolah-olah beliau adalah seorang panglima yang meneriaki pasukan Hati-hati dengan serangan musuh di waktu pagi dan waktu sore. Lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini. [Beliau shallallahu alaihi wa sallam berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya]. Lalu
32

beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, yang artinya Amma badu. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bidah) dan setiap bidah adalah sesat. (HR. Muslim no. 867) Hadits Jabir riwayat Muslim : Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bidah adalah sesat. Hadits Irbadh bin Sariyah : Dan hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bidah dan setiap bidah adalah kesesatan. (HR. Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`i) Hadits A`isyah radhiallahu anha: Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah) Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya berada dalam neraka kecuali satu golongan. Para shahabat bertanya : Siapa golongan yang satu itu wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab : Mereka yang berpegang dengan apa yang aku berada di atasnya pada hari ini dan juga para shahabatku. Hadits Jarir bin Abdillah Al-Bajaly radhiallahu anhu, Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang membuat sunnah dalam Islam sunnah yang baik maka baginya pahalanya dan pahala semua orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dari pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa yang membuat sunnah dalam Islam sunnah yang jelek maka atasnya dosanya dan dosa semua orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun. (HR. Muslim). Sebagai uraian dari Hadist di atas dapat disimpulkan : - Inilah Hadist yang dipakai untuk alasan adanya Bidah Hasanah, padahal Rasullullah Saw bersabda seperti ini diriwayatkan oleh peristiwa : Bahwa sekelompok orang dari Bani Mudhor datang ke Medinah dan nampak dari kondisi mereka kemiskinan dan kesusahan, lalu Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam memberikan motivasi kepada para shahabat untuk bersedekah. Maka datanglah seorang lelaki dari Al-Anshor dengan membawa makanan yang hampir-hampir tangannya tidak mampu untuk mengangkatnya, setelah itu beruntunlah para shahabat yang lain mengikutinya juga untuk memberikan sedekah lalu beliaupun mengucapkan hadits di atas. - Maka dari kisah ini jelas menunjukkan bahwa yang diinginkan dalam hadits adalah Barangsiapa yang beramal dengan amalan yang tsabit dari sunnah Nabi Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam , karena sedekah bukanlah perkara bidah akan tetapi sunnah dari sunnah beliau Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam. - Kalau hadits ini diterima dan maknanya seperti apa yang hawa nafsu para pelaku bidah inginkan, maka ini akan membuka pintu yang sangat berbahaya untuk berubahnya agama. Karena setiap pelaku bidah akan bersegera membuat bidah yang bentuknya disukai dan sesuai dengan selera manusia, dan ketika dilarang diapun berdalilkan dengan hadits di atas. - Sesungguhnya makna dari (barangsiapa yang membuat satu sunnah) adalah menetapkan suatu amalan yang sifatnya tanfidz (pelaksanaan), bukan amalan tasyri (penetapan hukum). Maka yang dimaksud dalam hadits ini adalah amalan yang ada tuntunannya dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Makna ini ditunjukkan pula oleh sebab keluarnya hadits tersebut, yaitu sedekah yang disyariatkan. - Dan tidak mungkin muncul dari Ash-Shadiqul Mashduq (Rasul yang benar dan dibenarkan) Shallallahu alaihi wa sallam suatu perkataan yang mendustakan ucapannya yang lain. Tidak mungkin pula perkataan beliau Shallallahu alaihi wa sallam saling bertentangan. Dengan alasan ini, maka tidak boleh kita mengambil satu hadits dan mempertentangkannya dengan hadits yang lain. Karena sesungguhnya ini adalah seperti perbuatan orang yang beriman kepada sebagian Al-Kitab tetapi kafir kepada sebagian yang lain. - Bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan (barangsiapa membuat sunnah) bukan mengatakan (barangsiapa yang membuat bidah). Juga mengatakan (dalam Islam).
33

Sedangkan bidah bukan dari ajaran Islam. Beliau juga mengatakan (yang baik). Dan perbuatan bidah itu bukanlah sesuatu yang hasanah (baik). - Tidak ada persamaan antara As Sunnah dan bidah, karena sunnah itu adalah jalan yang diikuti, sedangkan bidah adalah perkara baru yang diada-adakan di dalam agama. - Tidak satupun kita dapatkan keterangan yang dinukil dari salafus shalih menyatakan bahwa mereka menafsirkan Sunnah Hasanah itu sebagai bidah yang dibuat-buat sendiri oleh manusia. Ini menandakan, bahwa apa yang kita lakukan, terkecuali yang telah dilakukan oleh Rasullullah SAW dan para sahabat beliau, maka itu nyata-2 termasuk golongan neraka dikarenakan berbuat bidah Dan dalam Hadist yang lain Rasullullah SAW, bersabda : Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak. Karena itulah termasuk kaidah yang dipegangi oleh para imam termasuk Imam Ahmad Rahimahullah dan selain beliau menyatakan : Ibadah itu pada asalnya terlarang (tidak boleh dikerjakan), terkecuali ada perintah dari Allah dan RasulNya. Wahai Saudaraku, jikalah kita bilang bahwa kita sangat cinta kepada Rasullullah SAW dan kita sangat menginginkan Surganya ALLAH, sehingga yang kita anggap baik kita laksanakan tanpa mengambil dasar apakah ini bidah atau tidak yang penting ada bau-2 Al-Quran dan Hadistnya. Maka sudah barang tentu para Sahabat, Tabiin, Tabit-Tabiin, Imam yang empat serta Imam yang hidup dizaman mereka sudah barang tentu paling-paling dan sangat paling-paling cinta Allah dan RasulNya, dan sangat-2 mengharapkan keikhlasan dan keridhoan dari Allah dan RasulNya, ketimbang kita ataupun para Ulama/Ustadz dan sejenisnya yang hidup jauh setelah zaman mereka. Dan bahkan apalagi para Sahabat yang hidup dizaman Rasullullah dan Khalifaturraasyidin sudah barang tentu akan banyak melakukan Ibadah dan kegiatan yang menurut mereka amat baik, dikarenakan Rasullullah SAW akan langsung mengomentari apakah yang mereka perbuat itu sudah sesuai ketentuan Allah dan RasulNya atau tidak. Dan banyak Hadist lahir merupakan kegiatan para Sahabat yang didiamkan, dikoreksi atau tidak diperbolehkan oleh Rasullullah SAW setelah mendapat petunjuk dari Allah SWT. Akan tetapi para Ulama/Ustadz yang hidup setelah abad kelima Hijrahlah yang banyak memberi dalil dan ajaran-2 tambahan dalam bentuk bidah dengan diberi bungkus sebagai bidah hasanah. Apabila sang Ulama itu berbuat diluar yang dilakukan Rasullullah SAW dan para sahabat beliau, lalu siapa yang akan mengoreksi/membolehkan, apakah Ulama/Ustadz tersebut dapat langsung berdialog dengan Allah SWT atas benar dan salahnya terhadap apa-2 yang ia fatwa/anjur/ajarkan. Dimana pada masa itu dan saat kini kejahilan dan kemunafikan serta berbagai paham sesat sudah kian merajalela dan pemerintah serta penguasa yang menjalankan dan berpedoman pada Al-Quran dan Hadist Rasullullah SAW kian langka, dimana kekuasaan dan uang sudah menjadi kiblat dalam kehidupan dunia. Lalu timbullah berbagai pendapat untuk melaksanakan perintah agama secara instant dan gampang dengan pahala yang jumlahnya belipat-2 sehingga lahirlah berbagai fatwa ini baik dan itu baik. Padahal baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah dan RasulNya, sesuai dengan Firman Allah SWTdalam Surat Al-Kahfi ayat 103, 104 dan 105 yang intinya menyatakan ORANG MERUGI ADALAH ORANG YANG TELAH SIA-SIA BERBUAT BAIK MENURUT VERSINYA SENDIRI DAN PERBUATAN BAIK ITU TIDAK SESUAI AYAT-AYAT ALLAH SWT, SEHINGGA HAPUSLAH AMALAN MEREKA. Dan Allah Subhanallahi Wataala menegaskan bahwa Islam yang beliau turunkan melalui Rasullullah Shallallahialaihi Wassallam telah amat-2 sempurna (Al-Maidah ayat 3), dimana semua aturan dan ketentuan telah disampaikan sedetil-detilnya sampai urusan tidur dan meniduri, perut dan segala ampas-2nya. Apakah kita merasa lebih berkuasa dan memiliki kelebihan dari asma Allah dan lebih hebat dari Rasullullah SAW, sehingga segampang itu nambah-2in, seolah-2 masih ada yang terlupakan disampaikan oleh Allah dan RasulNya. Itu artinya kita sudah berbuat maksiyat dengan Allah dan RasulNya. Dan tambah-2an ini kian tumbuh dan berkembang setelah wafatnya Imam yang empat. Karena setelah Rasullullah wafat, dilanjutkan oleh Para Khalifaturrasyidin, para Sahabat, para Tabiin, Tabiit Tabiin dan Imam yang empat tidak ada yang berani nambah-2in, terkecuali kaum Munafik, Khawarij, Mu`tazilah, Jahmiyah, Qadariyah, Rafidhah, Murji`ah dan pecahan dari kelompok-kelompok ini, Syiah dan sejenisnya yang jelas-2 mengingkari Al-Quran dan Hadist. Seorang ahli tafsir terkemuka Ibnu Katsir rahimahullah- berkata tentang QS. Al Maidah [5] :
34

3 ini, Inilah nikmat Allah azza wa jalla yang tebesar bagi umat ini di mana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka pun tidak lagi membutuhkan agama lain selain agama ini, juga tidak membutuhkan nabi lain selain nabi mereka Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah menjadikan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada kalangan jin dan manusia. Maka perkara yang halal adalah yang beliau shallallahu alaihi wa sallam halalkan dan perkara yang haram adalah yang beliau shallallahu alaihi wa sallam haramkan. (Tafsir Al Quran Al Azhim, pada tafsir surat Al Maidah ayat 3) Untu diketahui bersama bahwa Rasullah SAW, bersabda : Bahwa para pembangkang (tukang mengada-ada/bidah) itu akan datang dari arah Timur (Irak dan Iran). Dan kelompok-2 ini menyatakan dalam berbagai pendapat yang kita dapat dalam buku-2 karangan mereka, bahwa mereka sangat membenci para sahabat Rasullulllah SAW. Dan bahkan ada yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib RA. lebih pantas menjadi Rasullullah ketimbang Muhammad SAW. Apakah kelompok-2 seperti ini yang akan menjadi panutan kita. Yang sekarang ini ditambah lagi dengan kelompok yang menamakan dirinya sebagai Islam Liberal Dan kita ketahui setelah 5 abad Hijrahlah baru para Ulama dan sejenisnya saat itu memulai bidah dengan lancar dengan dalil Al-Quran dan Hadist-2 palsu yang mereka bilang super shahih. Dan banyak sekarang amalan-2 yang dilakukan para pelaku bidah yang tidak ketemu Hadist dan dasarnya di Al-Quran, kecuali semata-2 hanya ITUKAN BAIK, INIKAN BAIK. Yang kita tahu, lebih gampang menyadarkan orang berbuat maksiat ketimbang orang berbuat bidah. Karena orang yang berbuat maksiat Dia begitu yakin bahwa yang dia buat adalah perbuatan salah akan tetapi dia sudah keenakan mengerjakannya. Dan orang yang berbuat BIDAH tidak menyadari perbuatannya itu salah, karena Ia hanya beralasan Inikan sudah dijalankan dari Ulama-2/Ustadz-2/Orangtua-2 kita terdahulu dan toh ini baik untuk nambahin pahala, sementara Nash Al-Quran dan Hadist tak ada yang mendukung. Jika ada perselisihan dalam masalah khilafiyah dalam umat Islam, MEREKA AHLUL BIDAH WAL AHWA ENGGAN (TIDAK MAU) KEMBALI KE AL-QURAN dan HADITS. Seolaholah hukum (tradisi) mereka lah yg dipakai sementara hukum dalam AL-Quran dan Hadits (Sunnah/Tradisi Rasulullah SAW) dikesampingkan.!! Hal ini seperti apa yg difirmankan oleh Allah dalam: 1. Q.S Al-Baqarah 170: Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?. 2. Q.S Al-Maaidah 104: Apabila dikatakan kepada mereka: Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul. Mereka menjawab: Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. 3. Q.S Al-Araaf 28: Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? 4. Q.S Lukman ayat 21: Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang diturunkan Allah. Mereka menjawab: (Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapakbapak kami mengerjakannya. Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? Mereka ahlul bidah wal ahwa lebih suka mendekatkan dirinya kepada hal-hal yg syubhat!! Mereka lebih senang berkumpul pada hal-hal yg syubhat, bahkan mereka berani menentang sabda Rasulnya sendiri yg telah bersabda: Sesungguhnya antara yg hak dan batil sudah jelas dan diantara keduanya terdapat syubhat, maka jika engkau melihat (menemukan) kesyubhatan tersebut, maka jauhilah hal syubhat tsb. Sebagai contoh hal-hal syubhat yg mereka sukai adalah Rokok dan Kemenyan!! Mereka bakar habis uang yg mereka punya hanya untuk membeli rokok, bahkan untuk menggandakan harta
35

(uang)nya mereka membakar kemenyan!! Mereka jadikan kemenyan untuk menambah hartanya. Mereka ahlul bidah wal ahwa paling suka memohon dan meminta kekuburan, bahkan mereka akan melarung sesajen untuk keselamatan mereka atau memotong kepala kerbau agar rumahnya selamat dari gangguan mahluk halus!! Hal ini persis Firman Allah: 5. Q.S Al-Baqarah 165: Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). Ada yang beralasan bahwa dengan dikumpulkannya mashaf Al-Quran, pengumpulan Hadist dan belajar ilmu Nahwu Sharaf dikategorikan sebagai bidah hasanah. Setahu saya, ini bukan bidah. Akan tetapi kegiatan dalam menjaga eksistensi Islam itu sendiri. Apakah dapat dibayangkan jika mushaf -2 tersebut tidak dikumpulkan maka Islam sudah musnah dimuka bumi ini, karena para hafidz satu persatu dipanggil Khalik, sehingga Al-Quran akan hilang dari jagat bumi ini. Dan masa itu masing-2 kelompok juga sudah mengumpulkan mushaf, akan tetapi hanya dipergunakan untuk kelompoknya sendiri-2 dengan tatacara baca dan pengertian yang hanya dipergunakan untuk kalangan mereka sendiri. Sehingga lain Ustadz, lain pengertiannya, yang menyebabkan timbul pertentangan diantara umat masa itu, dengan menyebutkan bahwa Ustadz merekalah yang benar, sementara Ustadz yang lain salah. Oleh karena itu Sayyidina Ustman RA memerintahkan beberapa orang sahabat yang hafidz AlQuran secara benar dan lengkap untuk mengumpulkan/menulis dan menjadikan dalam satu mushaf yang disebut MUSHAF USTMANI dengan penulisan dalam bahasa Kurasy (karena AlQuran diturunkan dalam bahasa ibu Rasullullah SAW), dan beliau memerintahkan untuk membakar semua mushaf-2 yang ada ditangan para sahabat. Dan para sahabat ikhlas untuk membakarnya, dan mushaf itulah yang dipakai sekarang diseluruh jagat bumi. DAN JIKA SAYYIDINA USTMAN RA TIDAK MENGAMBIL INISIATIF SEPERTI INI, APA JADINYA SEKARANG (afala takilun / afala tatafakkarun) Tetangan belajar Nahwu Sharaf, dikarenakan Islam sudah mulai berkembang ke daerah luar tanah Arab, sehingga untuk mengetahui tata cara dan kandungan Al-Quran tersebut dibutuhkan suatu ilmu agar pengertiannya tidak melenceng dari maksud/arti yang benar. Jika bagi orang Arab, yang memang ini bahasa mereka, toh mereka tidak membutuhkan, tapi bagi yang non Arab sangat-2 membutuhkan. Sementara kegiatan bidah yang selama ini dilaksanakan, seperti tahlil, shalat tahajud berjamaah, shalat tasbih berjamaah, peringatan maulid/miradj dan peringatan yang tidak dianjurkan Rasul SAW, ziarah ke makam-2 tertentu, mengaji di kuburan (padahal Rasullullah Saw bersabda : JANGAN KAU JADIKAN RUMAHMU SEPERTI KUBURAN (artinya Orang Yang rumahnya sepi dari bacaan/pengamalan Al-Quran adalah dianggap sama dengan kuburan) dan TEMPAT TERLARANG UNTUK IBADAH ADALAH KAMAR MANDI DAN KUBURAN dan HARAM BAGIMU SHALAT DIMASJID YANG ADA KUBURANNYA). Jika ini tidak dilakukan apakah berdampak kepada matinya dan musnahnya Islam. Toh tidakkan, karena masih banyak perintah dan anjuran yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya yang tidak kita laksanakan, KENAPA YANG MENGADA-ADA KITA BEGITU RAJIN MELAKSANAKANNYA (apalagi untuk ini diberi pahala yang sangat menjanjikan, katanya) Tentangan, dzikir berjamaah. Ketahuilah wahai Saudaraku, bahwa Rasullullah SAW pernah menegur seorang sahabat yang sedang berzikir sendirian yang suaranya dizaharkan, dikarenakan didekatnya ada sahabat lain yang sedang shalat Sunat, bahkan Rasullullah berkata seburuk-2 suara keledai, maka suarumu lebih buruk dari itu. Itu artinya Rasul menegor agar kalau dzikir jangan dizaharkan. Nah jika kita dzikir berjamaah dipastikan dengan dzahar/bahkan ada yang dengan mik yang kencang seolah Allah SWT itu tuli dan pekak. Padahal disebelah kita ada makmum yang masbuk/terlambat melanjutkan shalat wajib yang tertinggal, ada pula yang sedang melaksanakan shalat sunat rawatib/lainnya, bahkan ada juga yang sedang membaca Al-Quran, toh membuat mereka terganggu dan tidak khusuk, beginikah Rasul SAW menganjurkan kita dalam ber-Ibadah. Bahkan banyak firman Allah SWT yang berbunyi : AFALA TAKILUN AFALA TALAMUN - AFALA TATAFAKKARUN, yang menyuruh kita untuk menggunakan
36

akal pikiran, ilmu dan berpikir dengan benar dan sehat. Tersingkap sudah KEDUSTAAN selama ini bagi orang2 yg menganggap bahwa ada bidah hasanah, karena perkataan Imam Syafii rh, bahwa bidah terbagi menjadi dua, yaitu bidah terpuji dan bidah dholalah. Faktanya perkataan Imam Syafii rh, hanya diputus sampai disitu saja bagi orang yg fanatik sama bidah, padahal Imam Syafii rh mengatakan bahwa bidah terpuji adalah bidah yg ada landasannya dari Al-Quran, Hadits (Contoh Nabi) dan Ijma sahabat/atsar sahabat. Bahkan, dalam mukadimahnya di Kitab Um, Imam Syafii rh berkata: Barang siapa yg mengadakan bidah yang tidak ada landasannya dari Al-Quran, Hadits (Contoh Nabi) dan Ijma sahabat/atsar sahabat maka dia KAFIR. Jadi dalam hal ini sangat jelas, bahwa BIDAH YANG DIPERBOLEHKAN OLEH IMAM SYAFII HANYALAH TERBATAS PADA APA YANG SUDAH DILAKUKAN OLEH PARA SAHABAT RASULULLAH SAW, yaitu 4 Khulafaur Rasyidin dan 10 sahabat yg sudah dijanjikan syurga oleh Allah SWT. Demikian saja dulu dari Saya hamba yang dhaif, mudah-2an tanggapan ini dapat didiskusikan, sehingga kita benar-2 menjadi pengikut setia Rasullah SAW dan termasuk satu golongan (Ahlus Sunnah) yang terbebas dari kesesatan dari 72 golongan yang sesat (Hadist Shahih). Dan banyak golongan yang mengaku sebagai Ahlussunnah Waljamaah, akan tetapi maksiyat, kurafat, syirik dan bidah masih dijalankan. Apakah dapat dikatakan mereka itu sebagai AhlusSunnah. Yakinkanlah pada diri kita bahwa BIDAH HANYA TERBAGI 2, yaitu: 1. Bidah Dinniyah (agama) 2. Bidah Dunia (Muamalah/Hubungan Antar Manusia/Tradisi/IPTEK dlsb) Golongan ahlul bidah memakai penafsiran yg kurang memahami dalam hadits ini: Barangsiapa membuat Sunnah (Kebiasaan/Tradisi) yang baik, kemudian perbuatan itu diikuti, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya, tanpa sedikitpun mengurangi pahala mereka. Sayang mereka golongan ahlul bidah hanya membawakan dalil hadits ini sampai disini saja, padahal kelanjutannya adalah: Barangsiapa membuat Sunnah (Kebiasaan/Tradisi) yang buruk, kemudian perbuatan itu diikuti, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya, tanpa sedikit pun mengurangi dosa mereka. Justru dalil inilah yg mengisyaratkan adanya BIDAH DUNIA!!! Mana mungkin dalam agama ada Sunnah (Kebiasaan/Tradisi) yg buruk?? Dan tentu saja Sunnah (Kebiasaan/Tradisi) yg baik adalah yg sudah ada tuntunannya dalam Islam dan tetap berpegang pada kaidah norma Islam itu sendiri!! Sebagai catatan bahwa hadits ini adalah saat Rasulullah SAW melihat adanya banyak orang yg bersedekah dan Beliau SAW sangat senang sekali. Dan juga yg harus diperhatikan bahwa sedekah adalah lebih bersifat hubungan antar sesama manusia!!! Silahkan saja bagi sesuka hati untuk menjadikan bidah dalam dunia menjadi beberapa bagian, seperti Bidah wajib, bidah sunnah, bidah makruh, bidah haram!! Tapii jangan sekali2 membagi bidah agama menjadi bidah hasanah, dlsb karena SETIAP BIDAH YG MENYANDARKAN PERBUATANNYA PADA SYARIAT AGAMA adalah sesat!!!! Dan kami ucapkan Syukran Kastir. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
37

dan kami tunggu tanggapannya, mudah-2an bermanfaat Hidayat 37. 37 Coro_balap Jul 30th, 2010 at 12:05 am @ budiman: Klo acaranya cuman kumpl2 aja ya gak bener.. tapi klo diiringi dengan bacaan dzikir gimana hukumnya mas 38. 38 andry Aug 4th, 2010 at 9:23 am Gak ada yang salah dengan tahlilan semua balik lagi ke niat segala sesuatu hal apapun itu kembali ke Niat dari seseorang itu masing2 Sungguh Islam agama Yang Indah.. Yuk kita sama2 untuk tidak merasa kita yang paling benar Kalo ada yang gak setuju dengan Tahlilan, mauLid & Sebagainya, ya ndak pa2 kalo saya pribadi anggap itu semua merupakan syiar ISLAM Semoga Kita tetap dalam lindungan Allah SWT Amin 39. 39 hana Oct 9th, 2010 at 9:58 am asllkm mas hidayat kalo bidah hasanah itu tidak ada saya mau anda menunjukan satu perintah yang memerintahkan mengumpulkan Al-quran dalam satu mushaf? kalo tidak ada berarti pelaku bidah yang pertama adalah para sahabat tolong jawab dengan dalil? 40. 40 TheSalt Asin Oct 19th, 2010 at 10:19 pm Kepada Yth : Para ISLAM WAHABI yang berIMAN kepada : Abduh (syiah zaidiyah) Rasyid Redha (mutazilah) Afghani (syiah jafariyah) Syekh Waliallah (syiah jafariyah) Shathibi (syiah imamiyah) Saukhani (syiah imamiyah)-kalo baca SEJARAH ISLAM jangan hanya yang disusun oleh KELUARGA IBNU SUU aja - coba baca buku MAZHAB WAHABI yang disusun oleh Blogger ABU SALAFI, anda pasti puas. Alangkah bodohnya orang yang ngaku TIDAK ber MADZHAB dan TIDAK TAKLID, sementara mulutnya komat kamit, ngomel karena bingung tidak banyak teman ngobrol-EH DULkalo KELUARGA IBNU SUU itu ngaku MUSLIM, tentu hasil buminya dikelola oleh UMAT ISLAM, kalo alBANI dan bin BAZ itu orang waras, tentu UCAPAN yang KELUAR dari MULUT nya TIDAK AKAN MEMBUAT RESAH umat ISLAM lainnya, ngarti.terimakasih broer,wassalam dulu ah. 41. 41 TheSalt Asin Oct 19th, 2010 at 10:44 pm AL Quran itu diturunkan supaya manusia punya akal yang waras-yang mau saya tanyakan : kenapa ISLAM WAHABI kalo Atahiyat, jarinya NDUT NDUTAN, JIDAT nya pada
38

HANGUS, kerjanya ngintip MASJID yang JAMAAH nya sepi, kemudian DIAMBIL ALIH alias KUDETA MASJID-contoh kasus=di LARANGAN UTARA, CILEDUG masjid AL BAROKAH / di CIMANGGU PERMAI / di KAMPUNG KALIBATA bogor utara / yang sekarang jadi AL AZHAR jakarta selatan / di Jl PAMILUL RAYA al MUHAJIRIN / di WARUNG JAMBU (jambu dua)/ di CARINGIN kab bogor.dan banyak lagi ditempat lain (nulisnya pegel). TUJUANNYA MEWAHABIKAN MASYARAKAT.apa kaga malu.ah.sekarang mah WASSALAM aja ah. 42. 42 abu tazkia Oct 20th, 2010 at 1:26 pm kepada saudaraku seiman marilah kita kembali kepada Islam yg murni,jgn mencari-cari pembenaran atas apa yg kita perbuattp cari tahu apakah acara tahlilan juga dicontohkan/dilaksanakan oleh Rasulullah SAW,jika tidak maka kita pun tak boleh melaksanakannya jika ini baik pasti Rasulullah pasti akan melaksanakan dan menyuruh umatnya untuk melaksanakannya. jika tidak ada hadits yg tegas mengenai hal ini maka hentikanlah melaksanakannya. semoga kita semua mendapat petunjuk dan perlindungan dari Allah S.W.T 43. 43 abu tazkia Oct 22nd, 2010 at 11:08 am @hana: pengumpulan Al-quran dalam satu mushaf hanya sebagai penyeragaman petnjuk Allah S.W.T,agar tidak terjadi multi tafsir. dan seluruh sahabat sudah ikhlas dengan hal ini,maka tidak dapat dipertentangkan lagi. hal ini juga menurut saya tidak dianggap sebagai bidah agama tapi sebagai bidah dunia. saya kutipkan jawaban yg sudah ada di tulisan mas hidayat: Ada yang beralasan bahwa dengan dikumpulkannya mashaf Al-Quran, pengumpulan Hadist dan belajar ilmu Nahwu Sharaf dikategorikan sebagai bidah hasanah. Setahu saya, ini bukan bidah. Akan tetapi kegiatan dalam menjaga eksistensi Islam itu sendiri. Apakah dapat dibayangkan jika mushaf -2 tersebut tidak dikumpulkan maka Islam sudah musnah dimuka bumi ini, karena para hafidz satu persatu dipanggil Khalik, sehingga Al-Quran akan hilang dari jagat bumi ini. Dan masa itu masing-2 kelompok juga sudah mengumpulkan mushaf, akan tetapi hanya dipergunakan untuk kelompoknya sendiri-2 dengan tatacara baca dan pengertian yang hanya dipergunakan untuk kalangan mereka sendiri. Sehingga lain Ustadz, lain pengertiannya, yang menyebabkan timbul pertentangan diantara umat masa itu, dengan menyebutkan bahwa Ustadz merekalah yang benar, sementara Ustadz yang lain salah. Oleh karena itu Sayyidina Ustman RA memerintahkan beberapa orang sahabat yang hafidz AlQuran secara benar dan lengkap untuk mengumpulkan/menulis dan menjadikan dalam satu mushaf yang disebut MUSHAF USTMANI dengan penulisan dalam bahasa Kurasy (karena AlQuran diturunkan dalam bahasa ibu Rasullullah SAW), dan beliau memerintahkan untuk membakar semua mushaf-2 yang ada ditangan para sahabat. Dan para sahabat ikhlas untuk membakarnya, dan mushaf itulah yang dipakai sekarang diseluruh jagat bumi. DAN JIKA SAYYIDINA USTMAN RA TIDAK MENGAMBIL INISIATIF SEPERTI INI, APA JADINYA SEKARANG (afala takilun / afala tatafakkarun) Tetangan belajar Nahwu Sharaf, dikarenakan Islam sudah mulai berkembang ke daerah luar tanah Arab, sehingga untuk mengetahui tata cara dan kandungan Al-Quran tersebut dibutuhkan suatu ilmu agar pengertiannya tidak melenceng dari maksud/arti yang benar. Jika bagi orang Arab, yang memang ini bahasa mereka, toh mereka tidak membutuhkan, tapi bagi yang non Arab sangat-2 membutuhkan. Sementara kegiatan bidah yang selama ini dilaksanakan, seperti tahlil, shalat tahajud berjamaah, shalat tasbih berjamaah, peringatan maulid/miradj dan peringatan yang tidak dianjurkan Rasul SAW, ziarah ke makam-2 tertentu, mengaji di kuburan (padahal Rasullullah Saw bersabda : JANGAN KAU JADIKAN RUMAHMU SEPERTI KUBURAN (artinya Orang
39

Yang rumahnya sepi dari bacaan/pengamalan Al-Quran adalah dianggap sama dengan kuburan) dan TEMPAT TERLARANG UNTUK IBADAH ADALAH KAMAR MANDI DAN KUBURAN dan HARAM BAGIMU SHALAT DIMASJID YANG ADA KUBURANNYA). Jika ini tidak dilakukan apakah berdampak kepada matinya dan musnahnya Islam. Toh tidakkan, karena masih banyak perintah dan anjuran yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya yang tidak kita laksanakan, KENAPA YANG MENGADA-ADA KITA BEGITU RAJIN MELAKSANAKANNYA (apalagi untuk ini diberi pahala yang sangat menjanjikan, katanya) demikian mbak hana,semoga kita semua diberi petunjuk oleh Allah S.W.T. agar tetap berada di jalan-Nya yg lurus. 44. 44 dee Oct 26th, 2010 at 3:08 pm muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-1.html muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-2.html muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-3.html muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-4.html semoga bermanfaat.. 45. 45 Abu Alifa Shihab Nov 8th, 2010 at 8:11 am Pahala dan Dosa adalah dua perbuatan yang dilakukan. Pertanyaan saya : Seandainya pahala kita bisa ditransfer pada orang lain, apakah dosa bisa di transfer juga? 46. 46 Habib Muzir Nov 16th, 2010 at 10:43 am jauhi tahlilan saudaraku, sebab itu bidah, memang benar akan ada sekelompong orang yg mereka melakukan suatu amalan ymaksiat kepada Allah dan Rasulnya, tapi justru mereka menganggap baik perkara tersebut, maka bersiaplah atas HUkuman Allah di akherat kelak, jauhi bidah, kembalilan kepada Syariat Islam yg Asli murni dari Allah dan Rasulnya. Imam Malik Berkata, Jika Jaman Rasul dan sahabat hal itu adalah agama, maka jaman sekarangpun adalah agama, jikalau jaman Rasul dan Sahabat itu bukan syariat agama, maka jaman sekarangpun juga bukan syariat, mohon renungkan apakah Rasulullah melakukan tahlilan waktu meninggalnya Siti Khadijah, dan Apakah Sahabat melakukan tahlilan pada Meninggalnya RAsulullany Semuanya Jawabnya TIIIDDDAAAAK 47. 47 dodo Dec 17th, 2010 at 10:08 pm segala sesuatu itu mesti di ilmui dulu,baru di lakukan,karena kalo di lakukan dulu baru di ilmui,maka pada saat terjadi penyimpangan,ga terima deh,ibadah yang ada tuntunannya kan banyak banget,itu aja dulu yang dikerjakan.sebelum berdoa untuk orang lain,berdoalah untuk diri kita dulu. 48. 48 muslim Dec 22nd, 2010 at 10:04 pm
40

saudaraku zaman sudah akhir, anda masih memperdebatkan soal bidah dengan merujuk dari empat Imam.. apakah tidak kita pikirkan siapa Guru dari keempat Imam kita itu.. karena ke-empat Imam kita tersebut sependapat bahwa guru mereka adalah seorang alim. mari kita cari tahu..dari beliaulah kita bisa merujuk, Al Imam Jafar As-Shidieq.. Dan cintailah Rasulullah beserta keluarga suci-nya.. Allahumma shali ala Muhammad wa ali Muhammad.. 49. 49 dody Jan 17th, 2011 at 1:27 pm klo aku mati nanti aku berwasiat pada ahliku, doakan bpk yg baik2,kirim hadiah bacaan al quran ,tahlil, byar hutang2ku bl aku punya hutang. smg alloh menyampekan semua amalmu pada ku. sungguh bahagia aku jdi ortu.amin.. 50. 50 agus Jan 17th, 2011 at 1:30 pm aku setuju dg masdody 51. 51 erma Jan 17th, 2011 at 1:32 pm aku juga setuju. JADI ANAK YANG BEWRBAKTI M ORTU. TAHLILAN OKE 52. 52 TAN Jan 17th, 2011 at 1:35 pm ANAK YANG GAKSUKA TAHLILAN DURHAKA DUNK,,,,, 53. 53 DODY Jan 17th, 2011 at 1:38 pm BUKAN DURHAKA,,, TAPI GK TAU TRIMAKASIH,,,, KASARNYA ANAK ANAK TIDAK BERGUNA. 54. 54 SALAFI Jan 17th, 2011 at 1:41 pm GILAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA. 55. 55 DODY Jan 17th, 2011 at 1:43 pm SALAFY WAHABY YANG GILA. 56. 56 inilah KESIMPULAN nya
41

Jan 17th, 2011 at 3:04 pm GAMPANG KOK MAS/MBAK SAUDARAKU SE-AQIDAH GINI AJA KALO ANDA KEPINGIN BAPAK/IBU/SAUDARA/TEMEN/ANAK ANDA DAPAT PAHALA, DIAMPUNI DOSANYA, DAN MASUK SURGA AJARI MEREKA BERAMAL SHOLEH KETIKA MASIH HIDUP, DAN JANGAN BERBUAT MENYIMPANG YA NAMUN TENTUNYA DENGAN HADITS SHAHIH..JANGAN NUNGGU MATINYAGITU GINI LHO 1. MENYIMPANG DARI MAKNA ASYHADU ALLAA ILAAHA ILALLAH YAITU SYIRIK, OKE.. 2. LHA..KALO MENYIMPANG DARI SYAHADAT ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH ITU BIDAH MARI KITA TEGAKKAN DUA KALIMAT SYAHADAT INI YUK ITU YANG PALIIIIING SELAMAT 57. 57 santri Feb 4th, 2011 at 5:34 pm 1. Jika seseorang muslim mengusahakan semasa hidupnya kebaikan dan mengajak orang lain terutama keluarga,tetangga dan teman dgn mendoakan ,bershodokah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang lain ,dan berwasiat serta meninggalkan harta dan ilmu bagi yang hidup ,saya yakin jika dia mati orang yang hidup akan secara Ikhlas bershadakah pahala untuknya. 2. Seseorang yg jahat kepada orang lain terutama keluarga dan tdk meninggalkan harta dan ilmu , Jangan ia bermimpi orang lain akan bershodakah amal dan mengingatnya ketika ia sudah mati. malah mereka yg hidup akan bersyukur dgn kematiannya. 3. Seseorang yang bershodakah amal kepada orang lain akan dapat pahala dari shodakahnya itu berlipat ganda. 4. Orang mati tidak memerlukan uang dan makanan tapi pahala makanan diperlukan untuk orang yg hidup (saling bershodakah ), siapa lagi yg diharapkan mayit kalau bukan orang yg mengenalnya mau bershodakah pahala kepadanya. 5. Keluarga mayit akan bahagia bila banyak orang yang mau menerima shodakah makanan yang dihidangkan keluarga dengan ikut datang , makan dan berdoa untuk mayit. 6. kalau tidak mau mendoakan orang yang mati, apakah kamu tidak akan didoakan ketika udah mati ?,mungkinkah kamu mati akan dishalatkan dan didoakan orang ? 7. Jika pahala tdk sampai untuk orang mati,untuk apa sholat jenazah? bila doa bermanfaat untuk mayyit ,apakah keluarga mayit tidak berharap dan memohon kepada Allah swt bahwa makanan yg disuguhkan kepada tamu yang datang dan pahala yg mereka baca bermanfaat untuk mayet ? - Berfikirlah ! - dapatkan hikmah dan ilmu ! - Contohlah ulama - ulama dan para habaib yang mashur kemulian mrk! 58. 58 santri Feb 4th, 2011 at 5:34 pm 1. Jika seseorang muslim mengusahakan semasa hidupnya kebaikan dan mengajak orang lain terutama keluarga,tetangga dan teman dgn mendoakan ,bershodokah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang lain ,dan berwasiat serta meninggalkan harta dan ilmu bagi yang hidup ,saya yakin jika dia mati orang yang hidup akan secara Ikhlas bershadakah pahala untuknya. 2. Seseorang yg jahat kepada orang lain terutama keluarga dan tdk meninggalkan harta dan ilmu
42

, Jangan ia bermimpi orang lain akan bershodakah amal dan mengingatnya ketika ia sudah mati. malah mereka yg hidup akan bersyukur dgn kematiannya. 3. Seseorang yang bershodakah amal kepada orang lain akan dapat pahala dari shodakahnya itu berlipat ganda. 4. Orang mati tidak memerlukan uang dan makanan tapi pahala makanan diperlukan untuk orang yg hidup (saling bershodakah ), siapa lagi yg diharapkan mayit kalau bukan orang yg mengenalnya mau bershodakah pahala kepadanya. 5. Keluarga mayit akan bahagia bila banyak orang yang mau menerima shodakah makanan yang dihidangkan keluarga dengan ikut datang , makan dan berdoa untuk mayit. 6. kalau tidak mau mendoakan orang yang mati, apakah kamu tidak akan didoakan ketika udah mati ?,mungkinkah kamu mati akan dishalatkan dan didoakan orang ? 7. Jika pahala tdk sampai untuk orang mati,untuk apa sholat jenazah? bila doa bermanfaat untuk mayyit ,apakah keluarga mayit tidak berharap dan memohon kepada Allah swt bahwa makanan yg disuguhkan kepada tamu yang datang dan pahala yg mereka baca bermanfaat untuk mayet ? - Berfikirlah ! - dapatkan hikmah dan ilmu ! - Contohlah ulama - ulama dan para habaib yang mashur kemulian mrk! 59. 59 santri Feb 4th, 2011 at 5:34 pm 1. Jika seseorang muslim mengusahakan semasa hidupnya kebaikan dan mengajak orang lain terutama keluarga,tetangga dan teman dgn mendoakan ,bershodokah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang lain ,dan berwasiat serta meninggalkan harta dan ilmu bagi yang hidup ,saya yakin jika dia mati orang yang hidup akan secara Ikhlas bershadakah pahala untuknya. 2. Seseorang yg jahat kepada orang lain terutama keluarga dan tdk meninggalkan harta dan ilmu , Jangan ia bermimpi orang lain akan bershodakah amal dan mengingatnya ketika ia sudah mati. malah mereka yg hidup akan bersyukur dgn kematiannya. 3. Seseorang yang bershodakah amal kepada orang lain akan dapat pahala dari shodakahnya itu berlipat ganda. 4. Orang mati tidak memerlukan uang dan makanan tapi pahala makanan diperlukan untuk orang yg hidup (saling bershodakah ), siapa lagi yg diharapkan mayit kalau bukan orang yg mengenalnya mau bershodakah pahala kepadanya. 5. Keluarga mayit akan bahagia bila banyak orang yang mau menerima shodakah makanan yang dihidangkan keluarga dengan ikut datang , makan dan berdoa untuk mayit. 6. kalau tidak mau mendoakan orang yang mati, apakah kamu tidak akan didoakan ketika udah mati ?,mungkinkah kamu mati akan dishalatkan dan didoakan orang ? 7. Jika pahala tdk sampai untuk orang mati,untuk apa sholat jenazah? bila doa bermanfaat untuk mayyit ,apakah keluarga mayit tidak berharap dan memohon kepada Allah swt bahwa makanan yg disuguhkan kepada tamu yang datang dan pahala yg mereka baca bermanfaat untuk mayet ? - Berfikirlah ! - dapatkan hikmah dan ilmu ! - Contohlah ulama - ulama dan para habaib yang mashur kemulian mrk! 60. 60 santri Feb 4th, 2011 at 5:34 pm 1. Jika seseorang muslim mengusahakan semasa hidupnya kebaikan dan mengajak orang lain terutama keluarga,tetangga dan teman dgn mendoakan ,bershodokah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang lain ,dan berwasiat serta meninggalkan harta dan ilmu bagi yang hidup ,saya yakin jika dia mati orang yang hidup akan secara Ikhlas bershadakah pahala untuknya. 2. Seseorang yg jahat kepada orang lain terutama keluarga dan tdk meninggalkan harta dan ilmu , Jangan ia bermimpi orang lain akan bershodakah amal dan mengingatnya ketika ia sudah mati.
43

malah mereka yg hidup akan bersyukur dgn kematiannya. 3. Seseorang yang bershodakah amal kepada orang lain akan dapat pahala dari shodakahnya itu berlipat ganda. 4. Orang mati tidak memerlukan uang dan makanan tapi pahala makanan diperlukan untuk orang yg hidup (saling bershodakah ), siapa lagi yg diharapkan mayit kalau bukan orang yg mengenalnya mau bershodakah pahala kepadanya. 5. Keluarga mayit akan bahagia bila banyak orang yang mau menerima shodakah makanan yang dihidangkan keluarga dengan ikut datang , makan dan berdoa untuk mayit. 6. kalau tidak mau mendoakan orang yang mati, apakah kamu tidak akan didoakan ketika udah mati ?,mungkinkah kamu mati akan dishalatkan dan didoakan orang ? 7. Jika pahala tdk sampai untuk orang mati,untuk apa sholat jenazah? bila doa bermanfaat untuk mayyit ,apakah keluarga mayit tidak berharap dan memohon kepada Allah swt bahwa makanan yg disuguhkan kepada tamu yang datang dan pahala yg mereka baca bermanfaat untuk mayet ? - Berfikirlah ! - dapatkan hikmah dan ilmu ! - Contohlah ulama - ulama dan para habaib yang mashur kemulian mrk! 61. 61 santri Feb 4th, 2011 at 5:34 pm 1. Jika seseorang muslim mengusahakan semasa hidupnya kebaikan dan mengajak orang lain terutama keluarga,tetangga dan teman dgn mendoakan ,bershodokah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang lain ,dan berwasiat serta meninggalkan harta dan ilmu bagi yang hidup ,saya yakin jika dia mati orang yang hidup akan secara Ikhlas bershadakah pahala untuknya. 2. Seseorang yg jahat kepada orang lain terutama keluarga dan tdk meninggalkan harta dan ilmu , Jangan ia bermimpi orang lain akan bershodakah amal dan mengingatnya ketika ia sudah mati. malah mereka yg hidup akan bersyukur dgn kematiannya. 3. Seseorang yang bershodakah amal kepada orang lain akan dapat pahala dari shodakahnya itu berlipat ganda. 4. Orang mati tidak memerlukan uang dan makanan tapi pahala makanan diperlukan untuk orang yg hidup (saling bershodakah ), siapa lagi yg diharapkan mayit kalau bukan orang yg mengenalnya mau bershodakah pahala kepadanya. 5. Keluarga mayit akan bahagia bila banyak orang yang mau menerima shodakah makanan yang dihidangkan keluarga dengan ikut datang , makan dan berdoa untuk mayit. 6. kalau tidak mau mendoakan orang yang mati, apakah kamu tidak akan didoakan ketika udah mati ?,mungkinkah kamu mati akan dishalatkan dan didoakan orang ? 7. Jika pahala tdk sampai untuk orang mati,untuk apa sholat jenazah? bila doa bermanfaat untuk mayyit ,apakah keluarga mayit tidak berharap dan memohon kepada Allah swt bahwa makanan yg disuguhkan kepada tamu yang datang dan pahala yg mereka baca bermanfaat untuk mayet ? - Berfikirlah ! - dapatkan hikmah dan ilmu ! - Contohlah ulama - ulama dan para habaib yang mashur kemulian mrk! 62. 62 bingung Feb 9th, 2011 at 11:43 pm begini aja buat org yg anti tahlilan: kalo kalian menganggap doa itu ga akan sampai kepada si mayit, gimana kalo begini: kalo org tua kalian sudah mati, saya doakan supaya kuburnya disempitkan, supaya dia disiksa habis-habisangimana??? katanya telah putus hub dg dunia dan doa org ga akan sampai.jadi saya doakan ortu kalian yg sudah meninggal supaya disiksamau ga?????? 63. 63 firman
44

Feb 21st, 2011 at 5:14 pm KITAB ALQURAN yg kita baca setiap hari adalah BIDAH .( JAMAN RASULULLAH TIDAK ADA KITAB ALQURAN YG DIBUKUKAN ) KUTBAH JUMAT DENGAN BAHASA SELAIN BAHASA ARAB ADALAH BIDAH ( JAMAN RASULLUAH TIDAK ADA ITU ) SHOLAT TARAWIH BERJAMAAH ADALAH BIDAH ( RASULULLAH HANYA MELAKUKAN SHOLAT TARAWIH 3 HARI PERTAMA BERJAMAAH SELANJUTNYA DILAKUKAN DI RUMAH ) DAN MASIH BANYAK LAGI BIDAH2 YANG LAIN TAPI KITA MASIH MELAKSANAKAN.. BAGAI MANA DENGAN SEMUA INI ? ISLAM TIDAK PERNAH MEMBERATKAN UMATNYA.. INTROPEKSI DIRI LAH ORANG2 YG SUKA MEMBIDAH2 KAN .. YANG LEBIH PENTING ADALAH UKHUWAH ISLAMIYAH HARUS KITA JAGA. ALLAHUMMA SHOLIALA MUHAMMAD. 64. 64 AMIN Feb 21st, 2011 at 5:26 pm WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI SAUDARASAUDARA KAMI YG MENDAHULUI KAMI DALAM KEIMANAN, (QS Al Hasyr-10). ( BERARTI AYAT INI BIDAH ????????????) KATANYA : bahwa bila wafat keturunan adam, maka terputuslah amalnya terkecuali 3 (tiga), shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anaknya yang berdoa untuknya PADAHAL AYAT DI ATAS MENDOAKAN BUAT SAUDARA2 KITA YG BERIMAN.. TERUS BUAT APA ALLAH BERFIRMAN SEPERTI ITU ??? MOHON DI JAWAB BUAT ORANG2 YANG SUKA ATAU RINGAN MENGUCAPKAN KATA BIDAH. 65. 65 Rayzameel muhammad Mar 19th, 2011 at 7:58 pm sabda Rasulullah yang berbunyi : .[ ] Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan (agama) yang tidak ada perintahku untuk melakukannya, maka perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim dan Ahmad] 66. 66 akhmad fauzi Apr 23rd, 2011 at 10:03 am mau tanya ! siapa penyusun redaksi tahlilan..? karena ada yang tanya dicari-cari tidak ada yang menjelaskan.sebelumya terima kasih
45

67. 67 bunyamin May 13th, 2011 at 12:13 am bismillahirrohmanirrohiim saya adalah orang yang tinggal bersama keluarga yang suka tahlilan, tetangga dan teman-teman yang suka tahlilan, jamaah pengajian yang suka tahlilan.dan lingkungan RT, RW serta kelurahan yang juga suka tahlilan. kalau saya perhatikan dari hampir semua komentar yang ada. orang yang tidak setuju tahlil-AN menyampaikan penjelasan dengan sandaran akhirnya adalah Rosululloh SAW kemudian mengakhiri dengan ajakan yang baik dengan kata-kata yang baik pula(tanpa hujatan). sebaliknya tidak sedikit orang yang setuju tahlilan menyandarkan argumentasinya dengan kiasan/perbandingan dan logika. dan ada beberapa diantaranya mengakhiri pernyataannya dengan bahasa yang menghujat dan kasar. sekilas kita akan melihat kebenaran dari peryataan ini : Mengapa masalah tahlilan saja diributkan, bikin perpecahan umat islam saja!. sang suka tahlilan lakukan, toh mereka punya dalilnya juga. yang tidak suka ya jangan menjelek-jelekan gitu. kalau memang tidak suka ya jangan dilakukan! gitu aja kok repot! tapi kalau kita fahami permasalahan dasarnya, yaitu ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya. maka masalah tahlil-AN yang kecil ini menjadi kompleks, rumit dan tidak bisa dianggap sepele begitu saja. karena akan menyangkut juga kebiasaan, adat dan kebudayaan yang lain yang sering kita lakukan sehari-hari, yang kita anggap itu adalah ibadah, yang jumlahnya sangatsangat banyak. mengenai polemik masalah tahlil-AN ini saya kira sampai kiamat sekalipun nampaknya tidak akan sampai kepada titik temu. kecuali salah satu dari kedua pihak, pihak manapun itu. membuka hati dan pikiran serta mendapat hidayah dari Alloh SWT.sehingga berada pada jalan yang dikehendaki oleh ALLOH SWT yaitu sesuai yang ditauladankan oleh Panutan Kita semua Rosululloh Muhammad SAW. khusus mengenai tahlilan ini saya mengajak kita merenung sejenak : kemungkinan hukum tahlilan itu hanyalah BENAR atau SALAH. 1. Jika BENAR, maka beruntunglah orang yang suka tahlilan karena mendapat pahala dan memberikan manfaat pahala kepada yang sudah meninggal. Bagaimana dengan yang tidak setuju? berdosakah mereka? dengan menggunakan dasar keyakinan orang yang setuju tahlilAn bahwa tahlilAN itu hukumnya tidak sampai WAJIB melainkan SUNAT saja. maka mereka(yang tidak melakukan tahlilan)hanya akan merugi karena melewatkan kesempatan amalan sunat. 2. Jika SALAH, maka rugilah kita yang suka tahlil-AN dan bahkan berdosa dan masuk neraka, karena melakukan BIDAH yang Dholalah(sesat) karena setiap yang dholalah itu berujung di neraka. Adapun yang tidak melakukan tahlilan akan selamat dari siksa, setidaknya untuk masalah tahlil-AN ini. dari kedua kemungkinan tadi, mana yang lebih AMAN? tentu saja, sekali lagi, tentu saja pilihannya tidak sesederhana itu. Apabila kita telah bersungguh-sungguh menggunakan segenap hati dan akal kita, ilmu dan keimanan kita di dalam mengkaji, menelaah dan memutuskan (inilah hakikat IJTIHAD). akan berada di mana kita, dalam masalah tahlil-AN ini? maka selanjutnya kita mengembalikan segala urusan ini , kepada DZAT yang MAHA MENGETAHUI, MAHA PENGAMPUN dan MAHA PENYAYANG, ALLOH SWT. pada akhirnya apa JAWABAN kita apabila kita ditanya mengenai masalah tahlilan ini di hari PERHITUNGAN nanti? gengsi, ikut-ikutan, kasihan kepada mayit, suara mayoritas, atau berdasarkan logika atau seabreg alasan lainnya. ataukah jawaban ini : saya melakukannya (atau tidak melakukannya) karena mengikuti RosulMU, Huwa Muhammad, Ja ana bil bayyanati wal huda. Pa ajabna wa tabana. Huwa Muhammad, huwa Muhammad, huwa Muhammad. (Dia Muhammad, dia datang kepada kami membawa keterangan dan petunjuk, maka, terhadap keterangan dan petunjuk tersebut, kami menerima dan mengikutinya.dia Muhammad, dia Muhammad, dia Muhammad) 68. 68 rabdi
46

May 13th, 2011 at 11:12 am yang suka tahlilan tak tahu apa2, apa hukumnya, sudah jelas haram, bidah, tak sekalipun di negeri palestina, arab saudi, iran dan di lain tempat di negara yang penduduk muslim kecuali indonesia manapun tak ada yang tahlilan, udah jelas hukumnya bidah, coba kalian camkan camkan, dari mana tahlilan 3 hari , 7 hari, 100 hari, itu dari hindu atau budha, makanya jangan campur adukan agama dengan adat hindu sudah jelas itu bidah, di jaman Rasulullah dan zaman khulafaur rasyidin tak ada melakukan tahlilan, coba yang suka tahlilan mana sumber atau bukti kalau ada tahlilan di zaman Rasulullah dan khulafaur rasyidin, tahlilan sekarang ini di indonesia orang-orang munafik, belajar lagi islamnya, tahlilan cuma ada di indonesia sejak di jaman wali songo, sudah jelas tahlilan di campur adukan dengan agama buatan manusia bukan Tuhan, yang suka tahlilan sudah sesat, ahli bidah, sudah jelas Rasulullah bersabda, jangan mengada ngada dengan sesuatu yang baru dalam islam, maka tertolak, alias bid,ah itulah orang indonesia tak tau hukumnya, malah terima apa aja yang sudah jelas sesaaaaaaat 69. 69 muslim May 22nd, 2011 at 11:34 pm ass.ww. Sy mengikuti semua diskusi dr awal. Selama ini sy hanya memahami bhw ibadah itu adalah hak mutlak rasul utk mengajarkannya/mempraktekkannya. Maka,selama dipraktekkan rasul, itulah ibadah dlm Islam. Jika tdk dipraktekkan rasul, apakah ada org lain yang berhak membuat suatu praktek ibadah dlm Islam ? Selanjutnya, seandainya kita HANYA mengamalkan apa2 yg sdh diajarkan rasul saja dan meninggalkan apa2 yg tdk pernah diconthkan beliau, apakah kita ragu bahwa kita akan masuk syurga ? Jika ragu, berarti kita meragukan tuntunan yg dibawa rasul sehingga merasa perlu menambah apa yg tidk dicontohkan beliau. Terakhir, sy sering mendengar argumen pecinta tahlilan dg mengatakan : tunjukkan dalil yg melarang tahlilan ? Menurut sy, itu menunggu contoh dari rasul. Jika menunggu larangan, alangkah kacaunya ibadah dlm Islam krn masing2 akan beribadah menurut seleranya. Jika menunggu larangan, adakah larangan sholat subuh 4 rakaat ? bukankah itu lbh baik dr 2 rakaat ? mengapa kita mengerjakan 2 rakaat, tentu krn kita tau bhw rasul mempraktekkan/menconthkan 2 rakaat. mengapa shalat Ied tdk ada adzan ? adakah larangan azan sholat Ied ? Tidk ada larangannya. Kita tdk ada azan krn rasul tidk mencontohkannya. demikian sekedar renungan pribadi. wallaahu aalam. wass.ww. 70. 70 Aji Jul 5th, 2011 at 6:46 pm CUPLIKAN KAJIAN SEORANG MANTAN HINDU Didalam agama Hindu ketika memberangkatkan mayat kekuburan diadakan dipamitkan didepan rumah lalu diteruskan tradisi brobosan dari arah kanan kekiri dan kiri kekanan,keluarga mayit diperintahkan untuk brobosan karena wujud bakti kepada orang tua dan salam kepada dewa yang ada di nirwana. Tapi kenapa masyarakat juga melakukan hal itu,padahal mereka beragama Islam. Apakah agama Islam dengan agama Hindu itu sama? Jelas tentu sangat berbeda. Apakah anda sudah menemukan dalil didalam agama Islam untuk melakukan brobosan? Belumkan,kenapa anda melakukan?apa alasannya? Masak dalilnya mengikuti embah-embah. Padahal kebenaran itu datang dari Allah dasarnya Al Quran dan Sunnah. Lalu didalam agama Hindu, dalam prosesi pemberangkatan mayat di atas kepala mayat di beri payung. Didalam masyarakat Islam kita juga melakukan hal itu,apa alasannya? Anda mengatakan panas,apakah anda sudah pernah mati kok bisa mengatakan panas. Ya jelas tidak masuk akal, yang merasakan panas itu yang masih hidup. Begitu juga di atas keranda diberi bunga yang dironce,Hindu meyakini bahwa bunga putih memiliki kekuatan Dewa Brahma,Merah Dewa Wisnu,Kuning Dewa Siwa dengan tujuan sebagai pendorong doa mereka melalui bunga yang memiliki kekuatan Dewa tersebut. Apakah anda sudah tahu dasarnya seperti itu didalam Islam? Sekali lagi,belum.
47

Didalam agama Hindu dalam prosesi menuju nirwana diperintahkan untuk melakukan selametan dan kirim doa 1 hari,3 hari,7 hari,40 hari,100 hari,1000hari. Ternyata didalam kalangan masyarakat Islam kita juga melakukan hal itu. Apakah itu juga ajaran Islam?apa ada dalilnya? Dalil adalah ilmu Allah,dalil adalah wahyu Allah,barangsiapa menolak ilmu dan wahyu Allah berarti dia telah menolak Al Quran. Didalam Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 yang artinya Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak pula bagi perempuan yang mumin,apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,sesat yang nyata. Sekarang jawab dengan jujur saudara-saudara,apakah anda sudah menemukan dasarnya? Kalau anda belum menemukan dasarnya disini ada dasarnya tapi bukan berasal dari Al Quran maupun Hadist,tapi berasal dari kitab Hindu yaitu Wreda. Yang pertama kitab MAHANARAYANA UPANISAD,yang kedua dari buku karya Ida Bedanda Adi Suripto yang berjudul Nilai-Nilai Hindu Dalam Budaya Jawa,dia adalah duta dari agama Hindu untuk negara Nepal,India,Vatikan dan Roma,sekarang beliau menjabat sekretaris parihisada Hindu dharma Indonesia. Didalam bukunya dijelaskan bahwa selametan surtanah,selametan geblak,hari pertama,hari ketiga,ketujuh,keempat puluh,keseratus,dan keseribu itu berasal dari agama Hindu,beliau juga mengatakan bahwa nilai Hindu sangat kuat mempengaruhi budaya Jawa,termasuk tradisi telonan dan tingkepan. Apakah anda sudah menemukan dasarnya di Al Quran? Apabila anda kurang puas silahkan buka KITAB SAMAWEDA HALAMAN 373 AYAT 1,,,,,,kalau belum puas lagi, silahkan anda buka,,,,,,,,,SAMAWEDA,SAMHITA,BUKU 1BAGIAN 1 HALAMAN 20 PURWACIKA,PRATAKA,PRATAKA PRAMURIDYA,RESI BARAWAJA,MEDAN TITI SUDI PURUMURTI,TARWUYANTARA,MAWAEDA DEWATA AGNI CANDRA GAYATRI ayatnya AGNA AYAHI WIDAHIGRANO HAMYADITAI NYUTASTASI BARNEDI AGNE didalam kitab Hindu tersebut dipaparkan dengan jelas bahwa lakukanlah pengorbanan kepada orang tuamu,lakukanlah kirim doa kepada orang tuamu dihari Pertama,Ketiga,Ketujuh,Empat puluh,Seratus,Mendak pisan,Mendak pindo,Nyewu. Ayat diatas sangat bertentangan dengan ayat Al Quran surat Al Anaam ayat 14. Apabila anda kurang puas lagi ada buku berjudul MUALAF MENGGUGAT SELAMETAN karangan Ust. Abdul Aziz,didalam buku tersebut dipaparkan 200 dalil dari kitab Wreda mengenai selametan. Umat Hindu mempunyai Rukun selametan (Panca Yajna) : 1. Dewa Yajna, selametan yang ditujukan kepada Sang Hyang Widi. 2. Pritra Yajna, selametan yang ditujukan kepada leluhur. 3. Manusia Yajna, selametan yang ditujukan pada hari kelahiran seseorang, dimasyarakat kita menyebutnya hari ulang tahun. 4. Rsi Yajna, selametan yang ditujukan kepada guru,atau orang besar kalau dimasyarakat kita dinamakan Haul. 5. Buta Yajna, selametan yang ditujukan pada hari kebaikan, kalau dimasyarakat kita selametan menjelang bulan Romadhon,yaitu selametan unggahan dan megengan. Kalau alasan anda,saya bukan melakukan selametan tapi sodakoh. Apakah selametan dan sodakoh itu sama saudara-saudara? TENTU BERBEDA. Selametan itu dilakukan pada hari nasnya,hari kematian orang tuanya,hari leluhurnya,hari kesatu sampai keseribu, kalau saat hari itu anda tidak mempunyai uang,anda wajib meminjam kepada tetangga anda TAPI Sodakoh tidak seperti itu saudara-saudara,sodakoh itu kita keluarkan disaat kita punya rezeki,ada kelebihan,kita keluarkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dimasyarakat mengatakan saya tidak mau selametan,saya ingin sodakoh. Loh,alasan anda sodakoh apa? Saya ingin sodakoh mengirim doa,saya ingin sodakoh merayakan hari ulang tahun,saya ingin sodakoh megengan. Loh, .sudah jelas kan maksudnya,semua itu terpaut dengan rukun selametan agama Hindu. Bagi orang yang beragama Hindu punya keyakinan,bila orang yang tidak diselameti dia akan diperalina,dia akan hidup kembali kedunia bisa berwujud menjadi hewan,atau bersemayam dipohon,keris dan jimat,makanya kalau di Bali pohon-pohonnya dikasih kain-kain karena mereka meyakini rohnya ada dipohon itu. Ada juga dalil bahwa roh yang tidak diselameti dan tidak dikirim doa satu hari sampai seratus hari itu akan gentayangan,silahkan anda baca kitab
48

SIWA SASANA HALAMAN 46,47 CETAKAN 1 TAHUN 1979 oleh G Pudja M.A. S.H, G Sandhi B.A dan Ida Pedanda Made Kaniten. Sekarang ada pertanyaan kepada anda 1. Apa anda pernah diundang di 1,3,7,40,100,1000 hari setelah kematian seseorang? 2. Berapa kali? 3. Apa anda dipaksa? 4. Bagaimana hukum menandatanginya? Pasti jawabannya anda pernah diundang,pasti sudah berkali-kali,dan anda tidak dipaksa. Lalu bagaimana hukumnya,apabila anda diberi undangan,demikian jawabannya anda harus baca undangannya dulu,kalau undangannya walimahan,aqiqahan,hal tersebut ada ajarannya di AlQuran anda wajib datang,apabila undangannya seratus harian tidak ada ajaran di Al-Quran anda haram mendatanginya,tapi anda boleh datang bertujuan untuk berdakwah,karena tujuan kita berdakwah sampaikan kepada yang punya hajat dan tamu undangan anda mengatakan bahwa saya sudah ngaji,hal itu adalah ajaran agama Hindu bukan ajaran agama Islam. Lalu di masyarakat timbul pendapat bahwa kalau kita menghadiri acara itu kan juga bisa mendoakan kedua orang tua kita? Maka jawabannya,kalau pendapat itu benar sudah tentu sudah dilakukan dan dicontohkan oleh Rosul dengan para sahabat. Kira-kira kita dengan Rosul itu pintar siapa saudara-saudara? Sudah tentu pintar Rosul,bila anda mengatakan bahwa pintar kita,kenapa Rosul itu diturunkan Allah. Lalu bagaimana keterkaitan antara satu hari sampai seribu hari yang dibacakan Surat Yasin,Al Falaq,An Nass menurut pandangan Islam? Jadi jawabannya seperti ini saudara-saudara bahwa Surat Yasin haq dari Allah, Surat Al Falaq haq dari Allah, Surat An Nass haq dari Allah,tapi meskipun ayat itu haq dari Allah bila anda bacakan di satu hari,tiga hari,tujuh hari,empat puluh hari,seratus hari,mendak pisan,mendak pindo,nyewu dan sudah saya buktikan di atas dengan jelas bahwa acara tersebut miliknya orang agama Hindu berarti anda sudah mencampur adukkan antara yang Haq dengan yang Batil,anda telah mencampur adukkan antara ajaran agama Hindu dengan ajaran agama Islam. Padahal Allah sudah menjelaskan didalam Al Quran Dan janganlah engkau campur adukkan antara yang Haq dengan yang Batil dan janganlah engkau sembunyikan yang Haq itu sementara engkau mengetahui. Lalu kenapa dengan masyarakat kita yang selalu mengadakan selametan? Padahal mereka beragama Islam tapi menggunakan ajaran agama Hindu. Apakah mereka tidak tahu atau tidak mau tahu bagaimana ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Quran. Saya yakin mereka hanya ikut-ikutan nenek moyangnya,tidak tahu pasti dalil yang mengajarkannya. Jadi sekarang,apa alasan anda melakukan selametan saudara-saudara? 71. 71 YIP Jul 5th, 2011 at 9:23 pm Bukankah agama ini sudah sempurna saudara2tidak lg harus ditambah dan dikurangi dlm hal ibadah. Bukankah Rasulullah saja tidak pernah melaksanakan Tahlilanapakah kita lebih dari Rasulullah sehingga kita membuat sendiri amalan ibadah dalam islam? Sekarang marilah kita berdoa mudah2n Allah membimbing kita semua ke jalan yang benar ^_^ 72. 72 Abu Umar Aug 24th, 2011 at 7:58 am Buat @YIP dkk, Betul agama Islam adalah agama yang sempurna, dan tidak perlu di tambah2, dan perkara membaca al-quran ataupun amal2 yang diniatkan untuk orang lain termasuk mayit itupun sebenarnya bukan amalan baru dan di buat2, silakan akhi buka baik2 penjelasan ulama2 salaf
49

mengenai perkara ini, supaya tidak berburuk sangka terhadap akhi2 yg mengamalkan amalan tersebut. Berikut sedikit kutipannyasemoga mencerahkan 947 )). : 3. Artinya: Dari Amr bin al-Ash r.a., katanya: Jikalau engkau semua telah memakamkan saya, maka berdirilah di sekitar kuburku sekadar selama waktu menyembelih seekor unta lalu dibahagi-bahagikan dagingnya, sehingga saya dapat merasa tenang bertemu dengan engkau semua dan saya dapat memikirkan apa-apa yang akan saya jawabkan kepada utusan-utusan Tuhanku - yakni malaikat yang akan menanyakan sesuatu. Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits ini sudah diuraikan selengkapnya yang panjang diatas. . Imam as-SyafiI rahimahullah berkata: Disunnahkan kalau di sisi mayat yang sudah dikuburkan itu dibacakan sesuatu dari ayat-ayat al-Quran dan jikalau dapat di-khatamkan alQuran itu seluruhnya, maka hal itu adalah baik. (Imam Nawawi, Riyadus Sholihin II : 51) : ((

50

Anda mungkin juga menyukai