1. Seorang khathib harus memahami aqidah yang Fatihah (benar) sehingga dia
tidak sesat dan menyesatkan orang lain.
2. Seorang khatib harus memahami fiqh sehingga mampu membimbing manusia
dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus.
3. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian
mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong
kepada ketaatan.
4. Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang salih, mengamalkan
ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh
kebaikan kepada para pendengar.
Pengertian Dakwah yang berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal.
Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang atau lebih
ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah
billisan dan da’wah bilhal. Kegiatan dakwah bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi
sosial yang nyata. Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun
fasilitas umum, dan lain sebagainya.
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang
menyebut berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif), dan ada
juga yang menyatakan fardu ain. Rasulullah saw. selalu mengajarkan agar seorang
muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik.
Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Setelah itu, dengan berdakwah kita
akan mendapat ridha dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah
kepada umatnya melalui lisan, tulisan, dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman
karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang
mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium,
Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah
(thiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim
menurut syariat.
Artinya : “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan menegah dari yang
mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. ” (Q.S. ali Imran/: 104)
Khutbah Idul Fitri bersifat sunah. Khutbah ini menjadi pembeda antara sholat sunah
Idul fitri dengan sholat sunah lainnya seperti sholat dhuha atau tahajud. Dengan
adanya khutbah Idul fitri menandakan bahwa sholat tersebut merupakan momen
yang penting dan istimewa.
Mendirikan khutbah Idul Fitri merupakan salah satu ajaran yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW. Nabi menunjukkan bagaimana tahapan ketika beliau memberikan
khutbah setelah pelaksanaan sholat Idul Fitri. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan
dalam hadits. Ibnu Umar berkata:
"Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar menunaikan
shalat Idul Fithri dan Idul Adha sebelum khutbah" [Riwayat Bukhari 963, Muslim
888, At-Tirmidzi 531, An-Nasa’i 3/183, Ibnu Majah 1276 dan Ahmad 2/12 dan 38]
Tak hanya melaksanakan khutbah, keluar rumah dan merayakan hari raya Idul Fitri
juga menjadi bagian ajaran Rasulullah SAW.
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa semua orang diminta untuk merayakan hari
suci ini. Termasuk wanita yang sedang haid, namun mereka harus menjauhi tempat
sholat.