Anda di halaman 1dari 17

]MAKALAH

Amalan Aswaja Al-Nahdliyah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keaswajaan

Dosen Pengampu : Abdul Wafi, LC., M. H

Kelompok 6 :

Rizky Maulana ( 21901012069)


Mukarromah ( 21901012053)
Emelianisa Tsabet Assofi( 21901012063)
Zaifan Dana ( 21901012007)
Barqy Nauval (21901012020)

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Amalan Aswaja al-Nahdliyah. Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas mata kuliah Keaswajaan.

Shalawat serta salam kami curahkan dan kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang
telah mengubah tata kehidupan manusia dari zaman yang tidak beradab menuju zaman yang
beradab dan melimpah dengan ilmu pengetahuan. Beliau telah berjuang menegakkan ajaran
Islam tanpa kenal putus asa, dan berkat beliaulah, dengan seizin Allah, dapat menikmati
indahnya pengetahuan saat ini yang telah memukulratakan seluruh lapisan bumi dengan
keindahan tersebut.

Dalam kesempatan ini kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah
keaswajaan guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang.

Malang, 30 Mei 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan derasnya arus globalisasi dan modernisasi, sekarang telah berkembang
beberapa aliran anti tradisi yang berupaya untuk membid’ahkan atau bahkan mengkafirkan
pelaku tradisi tersebut, serta menggantinya dengan tradisi sebagian bangsa Arab modern.
Terdapat beberapa amaliah-amaliah kita yang dianggap bid’ah, seperti majelis maulid,
sholawat, yasinan, ziarah kubur, tabarruk, tahlilan, dan lain-lain. Amaliah-amaliah tersebut
merupakan amalaih yang sudah mendarah daging di Nusantara pada khususnya dan dunia
Islam pada umumnya. Amaliah-amaliah tersebut diwariskan oleh ‘alim ulama dan kaum
sholihin yang dikenal keluasan ilmunya dan kemuliaan akhlaknya. Kehadiran agama Islam
yang dibawa oleh Rasulullah SAW bukanlah untuk menolak atau memberantas segala
bentuk tradisi yang ada dan sudah mengakar menjadi kultur budaya masyarakat, melainkan
untuk melakukan pembenaran atau meluruskan tradisi dan budaya yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Sedangkan tradisi yang baik dan tidak bertentangan dengan rrisalah
Rasulullah haru tetap dilestarikan masa Islam akan mengakulturasikannya dan kemudian
mengakuinya sebagai bagian dari budaya dan tradisi Islam itu sendiri. Bila sudah satu dari
keluarga (famili) kita meninggal, maka kita harus tetap bertaqwa kepada-Nya dan bersikap
sabar atas musibah tersebut dan kita berusaha jangan sampai berputus asa, menggerutu dan
bahkan sampai marah-marah, karena semua itu kejadian yang pasti dan bila sudah
waktunya maka tak seorangpun bisa mengelaknya. Maka atas dasar tersebut di atas, kita
dalam menghadapi orang dan keluarga atau teman yang meninggal janganlah bersikap
kurang baik melainkan kita harus mendo’akan baik secara perorangan ataupun secara
bersama-sama. Untuk mengetahui do’a dan bagaimana cara orang mendo’akan orang yang
sudah meninggal. Istihasa adalah meminta pertolongan kepada orang yang memilikinya,
yang pada hakikatnya adalah meminta pertolongan kepada Allah Swt semata. Dalam
maksud untuk menghindarkan dari bahaya dan bencana, dan dilakukan bersama-sama dan
di tempat terbuka. Terbukti masayarakat NU di Indonesia sering mengadakan Istighasah
untuk meminta tolong dan menghadapi bencana, seperti melakukan Istighasah ketika
menjelang Ujian Nasional, Menghadapi bencana alam dan sebagainya. Oleh sebab itu
Istighasah sering dilakukan masyarakat NU di Indonesia untuk hal tersebut sebagai tujuan
meminta pertolongan dari mara bahaya .
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hukum Menambah Kata Sayyidina pada Bacaan Shalawat?
2. Apa Saja Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Berziarah Kubur?
3. Bagaimana Hukum Shalat Tarawih 20 Rakaat?
4. Apa pengertian Tawasul?

B. Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Hukum Menambah Kata Sayyidina pada Bacaan Shalawat


2. Untuk Mengetahui Apa Saja Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Berziarah Kubur
3. Untuk Mengetahui Hukum Shalat Tarawih 20 Rakaat
4. Untuk Mengetahui pengertian, Dasar hukum dan Jenis-jenis Tawasul
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bershalawat dan penyebutan “sayyidna” kepada nabi muhammad saw

Salah satu hal yang sejak dahulu sampai saat ini menjadi perdebatan di kalangan umat Islam adalah
penambahan kata sayyidinâ yang bisa diartikan sebagai tuan atau baginda dalam bershalawat
kepada Nabi atau dalam menuturkan nama mulia beliau di luar shalawat. Sebagian kaum
muslimin enggan menambahkan kata sayyidinâ di depan nama Muhammad dan sebagian yang
lain lebih suka menambahkan kata tersebut sebelum mengucapkan nama sang nabi.

Salah satu alasan bagi mereka yang enggan menambahkan kata sayyidinâ adalah karena
Rasulullah tidak menyebutkan kata itu ketika mengajarkan bacaan shalawat kepada para sahabat.
Mereka ingin mengamalkan apa yang diajarkan oleh beliau apa adanya tanpa tambahan apa pun.
Sebagaimana diketahui bahwa ketika sahabat menanyakan perihal bacaan shalawat maka
Rasulullah mengajarkan sebuah bacaan shalawat dengan kalimat yang tidak ada kata sayyidinâ di
dalamnya. Saat itu Rasulullah bersabda:

َ ‫ قُولُوا اللهُ َّم‬Artinya: “Ucapkanlah Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad.” (Muslim bin
‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد‬
Al-Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim,

Atas dasar ajaran dan perintah Rasulullah inilah mereka tidak menambahkan kata sayyidinâ
dalam bershalawat, pun dalam menyebutkan nama beliau di luar shalawat. Adapun kelompok
yang menambahkan kata sayyidinâ mereka tidak hanya melihat pada satu dalil hadits di atas
namun juga memperhatikan banyak dasar dan alasan yang mendukungnya. Di antara beberapa
dalil yang menjadi rujukan mereka adalah sebagai berikut: Sabda Rasulullah yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim:

‫ َأنَا َسيِّ ُد َولَ ِد آ َد َم يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬Artinya: “Saya adalah sayid (tuan)-nya anak Adam di hari kiamat.” (Muslim
bin Al-Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim, [Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.], juz IV, hal.
1782)

Dalam riwayat yang lain--sebagaimana dituturkan Imam Nawawi dalam Al-Minhaj—ada


tambahan kalimat wa lâ fakhra (tidak sombong) untuk menjelaskan bahwa penuturan Rasul
tentang ke-sayyid-annya bukan sebagai sikap kesombongan. Pernyataan Rasulullah tentang ke-
sayyid-annya ini disampaikan kepada umatnya sebagai rasa syukur kepada Allah atas pemberian
nikmat berupa kedudukan yang agung ini. Sebagaimana Allah memerintahkan agar menceritakan
nikmat yang diberikan-Nya kepada orang lain; wa ammâ bi ni’mati Rabbika fa haddits.
Pengakuan Rasulullah ini menjadi perlu agar kita sebagai umatnya memahami pangkat dan
kedudukan beliau kemudian memperlakukan beliau sebagaimana mestinya serta
mengagungkannya sesuai dengan pangkat dan kedudukannya yang tinggi itu. (Yahya bin Syaraf
An-Nawawi, Al-Minhâj, [Kairo: Darul Ghad Al-Jadid, 2008], jil. VIII, Juz XV, hal. 36)
Sementara Allah di dalam Surat Al-Fath ayat 8-9 menyatakan:

َ ‫ ِإنَّا َأرْ َس ْلنَا‬Artinya: “Sesungguhnya Kami telah


َ sُ‫ ِّزرُوهُ َوت‬s‫ولِ ِه َوتُ َع‬s‫ك َشا ِهدًا َو ُمبَ ِّشرًا َونَ ِذيرًا لِتُْؤ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َر ُس‬
ُ‫وقِّرُوه‬s
mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Agar kalian
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengagungkan dan memuliakannya.” Setidaknya
dengan hadits dan ayat di atas menjadi layak dan semestinya bila sebagai umat memuliakan dan
mengagungkan Rasulullah dengan menyertakan kata saayyidinâ saat bershalawat dan menyebut
nama beliau. Rasulullah memang tidak menuturkan kata itu saat mengajari para sahabat perihal
bacaan shalawat, namun sebagai umat tidakkah bersikap tahu diri dengan bersopan santun
kepadanya?

B. Ziarah Kubur

َ َ‫ق‬, yaitu hendak bepergian


Secara etimologi ziarah berasal dari kata yang “Zaro” berarti ُ‫ َده‬s‫ص‬
menuju suatu tempat. Berdasarkan hal ini makna dari berziarah kubur adalah sengaja untuk
bepergian ke kuburan. Sedangkan dalam terminologi syar’iyah, makna ziarah kubur adalah
sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al Qadli ‘Iyadl rahimahullah,“(Yang dimaksud
dengan ziarah kubur) adalah mengunjunginya dengan niat mendo’akan para penghuni kubur
serta mengambil pelajaran dari keadaan mereka”

Jadi, Ziarah kubur ialah berkunjung ke makam/pesarean orang Islam yang sudah wafat, baik
orang muslim biasa, orang shalih, ulama, wali atau Nabi. Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa
hukum ziarah kubur bagi kaum laki-laki itu hukumnya sunat secara mutlak, baik yang diziarahi
itu kuburnya orang Islam biasa, kuburnya para wali, orang shalih atau kuburnya Nabi.
Sedangkan hukumziarah kubur bagi kaum perempuan yang telah mendapat izin dari suaminya
atau walinya, para ulama mantafsil sebagai berikut :
a. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya Nabi,
wali, ulama dan orang shalih, maka hukumnya sunat;

b. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya orang
biasa, maka sebagian ulama mengatakan boleh, sebagian lagi mengatakan makruh.

c. Jika ziarahnya menimbulkan hal yang terlarang, maka hukumnya haram.

 Dalil dan Dasar Hukum Ziarah Kubur

1. Hadits Nabi SAW

]‫[رواه الحاكم‬. ‫ وال تقولوا هجرا‬،‫كنت نهيتكم عن زيارة القبور أال فزورها فإنها ترق القلب وتدمع العين وتذكر اآلخرة‬

Artinya :

“Aku (Nabi) dulu melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang berziarahkuburlah kamu, karena
ziarah kubur itu bisa melunakkan hati, bisa menjadikan air mata bercucuran dan mengingatkan
adanya alam akhirat, dan janganlah kamu berkata buruk”. (HR. Hakim)

2. Fatwa Syaikh Amin al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub

‫بر‬ss‫رآن لخ‬ss‫ده من الق‬ss‫ا يتلى عن‬ss‫تسن زيارة قبور المسلمين للرجال ألجل تذكر الموت واآلخرة وإصالح فساد القلب ونفع الميت بم‬
‫بيهقي‬ss‫ رواه ال‬.‫ور‬ss‫بر في النش‬ss‫ اطلع في القبور واعت‬: ‫ ولقوله عليه الصالة والسالم‬.‫ كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزورها‬: ‫مسلم‬
‫تمل‬ss‫ة إن لم يش‬ss‫ل الكراه‬s‫ ومح‬،‫برهن‬ss‫ة ص‬ss‫زعنهن وقل‬ss‫اء لج‬s‫ره من النس‬ss‫ وتك‬.‫الح‬ss‫ل الص‬ss‫اء وأه‬ss‫اء واألولي‬ss‫خصوصا قبور األنبي‬
‫وير‬ss‫ اهـ [تن‬.‫ ويندب لهن زيارة قبره صلى هللا عليه وسلم وكذا سائر األنبياء والعلماء واألولياء‬،‫اجتماعهن على محرم وإال حرم‬
]216 : ‫القلوب‬

Artinya :

“Disunatkan bagi kaum laki-laki berziarah kuburnya orang-orang Islam untuk mengingat
datangnya kematian dan adanya alam akhirat, serta memperbaiki hati yang buruk dan memberi
manfaat kepada mayit dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an di tempat yang dekat dengannya,
karena ada hadits riwayat Muslim yang artinya : “Aku (Nabi) dulu melarang kamu
berziarahkubur, maka sekarang berziarahkuburlah kamu”. Dan juga sabda Nabi yang artinya :
“Berziarahlah kubur kamu dan ambillah tauladan tentang adanya hari kebangkitan”. (HR.
Muslism). Khususnya kuburan para Nabi, para wali dan orang-orang shalih. Sedangkan bagi
kamu wanita ziarah kubur hukumnya makruh, karena mereka mudah meratap dan sedikit yang
sabar. Makruh bagi wanita tersebut apabila ziarah mereka itu tidak mengandung hal-hal yang
diharamkan, kalau mengandung hal-hal yang diharamkan, maka ziarah mereka hukumnya
haram. Bagi wanita berziarah kubur ke makam Nabi Muhammad SAW. dan juga nabi-nabi yang
lain demikian pula makam para ulama dan para wali hukumnya sunat”.

3. Fatwa Syaikh Ali Ma’shum dalam kitabnya “Hujjatu Ahlissunnah” bab ziarah kubur

‫ول هللا‬ss‫رة أن رس‬ss‫ديث أبي هري‬ss‫ه لح‬ss‫ فقال جماعة من أهل العلم بكراهيتها كراهة تحريم أو تنزي‬،‫واختلف في زيارة النساء للقبور‬
،‫ة‬ss‫واز إذا أمنت الفتن‬ss‫ثرون إلى الج‬ss‫ وذهب األك‬.‫ذي‬ss‫ه والترم‬ss‫د وابن ماج‬ss‫ رواه أحم‬.‫ور‬ss‫لم لعن زوارات القب‬ss‫ه وس‬ss‫لى هللا علي‬ss‫ص‬
.‫لمين‬s‫ار المس‬s‫ل دي‬s‫الم عليكم أه‬s‫ الس‬: ‫ولي‬s‫ كيف أقول يا رسول هللا إذا زرت القبور؟ ق‬: ‫واستدلوا بما رواه مسلم عن عائشة قالت‬
]58 : ‫اهـ [حجة أهل السنة للشيخ على معصوم‬

Artinya: "Para ulama berselisih pendapat mengenai kaum wanita berziarah kubur, Segolongan
ulama mengatakan makruh tahrim atau tanzih, karena ada Hadits riwayat Abu Hurairah bahwa
Rusulullah SAW. mengutuk wanita-wanita yang berziarah kubur. (HR. Ibun Majah dan
Tirmidzi). Sementara mayoritas ulama mengatakan boleh, apabila terjamin keamanannya dari
fitnah,

Dalilnya yaitu hadits riwayat Muslim dari Siti A’isyah ra dia berkata : apa yang saya baca ketika
ziarah kubur, hai rasul? Rasul bersabda : bacalah Assalamu’alaikum Ahla Diyaril Muslimin”.

 Hukum Ziarah Kubur

Ziarah kubur dianjurkan bagi kaum pria berdasarkan hadits Abu Hurairah radliallahu ‘anhu,
“Rasulullah SAW. pernah menziarahi kubur ibu beliau, kemudian beliau menangis sehingga
membuat para sahabat di sekelilingnya menangis. Beliau lalu berkata, “Tadi aku meminta izin
kepada Rabb-ku‘azza wa jalla agar aku dibolehkan berdo’a memohon ampun bagi ibuku, namun
hal itu tidak diperkenankan. Kemudian aku memohon agar aku dperbolehkan mengunjungi
kuburnya, maka hal ini diperbolehkan bagiku. Oleh karena itu ziarahilah kubur, karena hal itu
akan mengingatkan kalian kepada akhirat.” (HR. An Nasaai nomor 2007; Ibnu Abi Syaibah
3:223; Al Baihaqi dalam Al Kubra 4:70,76; Hakim nomor 1339 dengan sanad yang shahih.

Namun para ulama berselisih pendapat mengenai hukum ziarah kubur bagi wanita. Terdapat
beberapa pendapat dalam masalah ini, namun secara garis besar pendapat tersebut terbagi
menjadi dua kelompok, antara yang mengharamkan dan membolehkan atau menganjurkan.
Pendapat yang kuat dalam permasalahan ini adalah pendapat yang membolehkan wanita untuk
berziarah kubur, akan tetapi yang patut diingat adalah mereka dilarang sesering mungkin
berziarah kubur. Pendapat inilah yang menggabungkan berbagai dalil yang dikemukakan oleh
dua kelompok tersebut.

 Berikut dalil-dalil yang menyatakan bolehnya wanita berziarah kubur.

Hadits yang berasal dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, dari Abdullah bin Abi Mulaikah, dia berkata,
“Pada suatu hari ‘Aisyah pulang dari kuburan. Maka aku bertanya padanya, “Wahai Ummul
Mukminin, darimanakah engkau?” Maka beliau menjawab, “Dari kubur Abdurrahman bin Abi
Bakr.” Maka aku menukas, “Bukankah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ziarah
kubur?” Beliau pun menjawab, “Benar, namun kemudian beliau memerintahkannya.” (HR.
Hakim nomor 1392, Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra nomor 6999 dengan sanad yang shahih.
http://ikhwanmuslim.com, diakses7-1-2011). Dalam sebuah hadits yang panjang dan
diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais bin Makhramah ibnil Muththallib dari bibinya, Ummul
Mukminin, ‘Aisyah radliallahu ‘anha ketika beliau membuntuti nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mendatangi pekuburan Baqi’ di suatu malam. Setibanya di rumah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan kepada ‘Aisyah bahwa Allah memerintahkannya untuk
mengunjungi penghuni kuburan Baqi’ dan memintakan ampunan bagi mereka. Maka ‘Aisyah
kemudian bertanya, “Lalu apa yang akan aku katakan pada mereka?” Kata beliau, “Ucapkanlah,
Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai kaum muslimin dan mukminin. Semoga Allah
memberikan rahmat kepada mereka yang telah mendahului kami maupun yang akan menyusul,
dan kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim nomor 974, An Nasaai 2037, Al
Baihaqi nomor 7003, Abdurrazzaq nomor 6722

Persetujuan nabi SAW. terhadap perbuatan seorang wanita yang beliau tegur di sisi kubur. Dari
Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah melewati seorang wanita yang sedang
menangis di sisi kubur, kemudian beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!”
(HR. Bukhari nomor 1223, 6735).

Wanita tidak diperbolehkan untuk sesering mungkin berziarah kubur, karena hal tersebut akan
menghantarkan kepada perbuatan yang menyelisihi syari’at seperti berteriak,tabarruj(bersolek di
depan non mahram), menjadikan pekuburan sebagai tempat wisata, membuang-buang waktu,
dan berbagai kemungkaran lain sebagaimana dapat kita saksikan hal tersebut terjadi di sebagian
besar negeri kaum muslimin.

 Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Ziarah Kubur

Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan jika kita sedang berziarah kubur, diantaranya adalah
sebagai berikut.

1. Ketika masuk, sunnah menyampaikan salam kepada mereka yang telah meninggal dunia.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarkan kepada para sahabat agar ketika masuk
kuburanmembaca, "Semoga keselamatan dicurahkan atasmu wahai para penghuni kubur, dari
orang-orang yang beriman dan orang-orang Islam. Dan kami, jika Allah menghendaki, akan
menyusulmu. Aku memohon kepada Allah agar memberikan keselamatan kepada kami dan
kamu sekalian (dari siksa)."(HR Muslim).

2. Berziarah Kubur Dapat Mengingatkan Kematian dan mengingatkan Untuk Berbuat


kebajikan.

Rasulullah bersabda: "Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah
kalian. Karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat. Dan hendaklah berziarah itu
menambah kebaikan untuk kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah silakan berziarah
dan janganlah kalian mengatakan perkataan yang bathil (hujran)." (HR. Muslim, Abu Dawud,
Al Baihaqi, An Nasa'i, dan Ahmad)

3. Tidak duduk di atas kuburan, serta tidak menginjaknya

Ada banyak sekali fenomena dimana kuburan wali begitu dikeramatkan hingga orang
mengunjungi kuburan wali, lalu duduk mengelilingi kuburan wali. Mereka juga menganggap
jika shalat disana lebih baik dari shalat di masjid sebab jika shalat didekat orang shalih maka
orang shalih tersebut akan memberikan syafa'at pada mereka. Ada kasus menarik dimana
banyak orang-orang shalat menghadap kuburan Syaikh Jaelani, dan ia tidak menghadap kiblat.
Inilah Bentuk kesyirikan yang nyata, seakan-akan orang itu belum mendengar sabda
Rasulullah :"Janganlah kalian shalat (memohon) kepada kuburan, dan janganlah kalian duduk
di atasnya." (HR. Muslim)

4. Nadzar-nadzar yang ditujukan kepada orang-orang mati adalah termasuk syirik besar.

Sebagian manusia ada yang melakukan nadzar berupa binatang sembelihan, harta atau lainnya
untuk wali tertentu. Nadzar semacam ini adalah syirik dan wajib tidak dilangsungkan. Sebab
nadzar adalah ibadah, dan ibadah hanyalah untuk Allah semata. Adapun contoh nadzaryang
dibenarkan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh isteri Imran. Allah berfirman: "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku
menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis)" (Ali Imran: 35)

5.Tidak melakukan thawaf sekeliling kuburan dengan niat untuk ber-taqarrub (ibadah).

Seperti mengelilingi kuburan Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Syaikh Rifa'i, Syaikh Badawi,
Syaikh Al-Husain, dan lainnya. Perbuatan semacam ini adalah syirik, sebab thawaf adalah
ibadah, dan ia tidak boleh dilakukan kecuali thawaf di sekeliling Ka'bah, Allah berfirman:
"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)." (Al-
Hajj: 29)

6. Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan

Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan tertentu untuk mencari berkah atau memohon
kepadanya adalah tidak diperbolehkan. Rasulullah bersabda: "Tidaklah dilakukan perjalanan
(tour) kecuali kepada tiga mas-jid; Masjidil Haram, Masjidku ini, Masjidil Aqsha."(Muttaffaq
'alaih)

7. Menyembelih hewan di kuburan para nabi atau wali

Meskipun penyembelihan yang dilakukan dikuburan para nabi atau wali dengan niat untuk
Allah, tetapiia termasuk perbuatan orang-orang musyrik. Mereka menyembelih binatang di
tempat berhala dan patung-patung wali mereka. Rasulullah bersabda: "Allah melaknat orang
yang menyembelih selain Allah." (HR. Muslim)

8. Dilarang membangun di atas kuburan atau menulis sesuatu dari Al-Qur'an atau syair di
atasnya.
Kuburan-kuburan yang banyak kita saksikan di negara-negara Islam; seperti Syam, Iraq,
Mesir, dan negara Islam lainnya, sungguh tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Berbagai
kuburan itu dibangun sedemikian rupa, dengan biaya yang tidak sedikit. Padahal Rasulullah
melarang mendirikan bangunan di atas kuburan. Dalam hadits shahih disebutkan: "Rasulullah
melarang mengapur kuburan, duduk dan mendirikan bangunan di atasnya." (HR. Muslim)
Seperti kuburan Al-Husain di Iraq, Abdul Qadir Jaelani di Baghdad, Imam Syafi'i di Mesir dan
lainnya.

 Kesunahan Dalam Ziarah Kubur

Pada saat berziarah kubur, sebaiknya kita melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Pilihlah saat-saat yang afdlol, misalnya pada hari Jum’at, pada hari raya dan lain-lain;

2. Bacalah salam ketika masuk pintu pekuburan untuk para ahli kubur secara umum dan untuk
mayit yang diziarahi secara khusus;

3. Bacalah surat Yasin atau ayat Al-Qur’an yang lain, kalimah thoyyibah serta do’a semoga
Allah SWT. menerima amal shalih si mayit dan mengampuni dosa-dosanya;

4. Mengambil pelajaran, bahwa kita akan mengalami seperti apa yang dialami oleh mayit yang
kita ziarahi (masuk ke dalam liang kubur, berada di alam barzah sampai datang hari kiamat
nanti).

C. Sholat trawih 20 rakaat

Shalat Tarawih merupakan shalat sunnah yang sangat dianjurkan, sehingga tidak sepatutnya
bagi seorang muslim untuk meninggalkannya. Berkenaan dengan jumlah rakaat shalat
Tarawih, tidak ada keterangan yang bersumber dari Rasullulah SAW. Shalat Tarawih
hukumnya sangat disunnahkan (sunnah muakkadah), lebih utama berjama'ah. Demikian
pendapat masyhur yang disampaikann oleh para sahabat dan ulama. Ada beberapa pendapat
tentang raka’at shalat Tarawih; ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat Tarawih ini tidak
ada batasan bilangannya, yaitu boleh dikerjakan dengan 20 (dua puluh) raka'at, 8 (delapan),
atau 36 (tiga puluh enam) raka'at.
Para ulama sepakat bahwa shalat Tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan
menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat Tarawih adalah sunnah
mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat
Tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam.Shalat Tarawih hukumnya sangat disunnahkan
(sunnah muakkadah), lebih utama berjama'ah. Sebagian umat Islam melakukan salat tarawih
sebanyak 20 rakaat, ditambah 3 salat witir sehingga jumlahnya 23 rakaat. Sementara ada yang
meyakini salat tarawih hanya 8 rakaat, dengan 3 rakaat salat witir. Salah satu hadis Nabi yang
menjadi dalil melakukan tarawih sebanyak 20 rakaat adalah ketika Rasulullah melakukan salat
tarawih 8 rakaat dan menyempurnakan 20 rakaat di rumah. Berikut hadisnya:

َّ ‫ َو‬,‫س‬
‫ابِ ِع‬s ‫الس‬ ِ ‫ ا ِم‬s َ‫ َوالخ‬,‫ث‬ ِ ِ‫ال‬ssَ‫ةُ الث‬s َ‫ لَ ْيل‬:‫ ٍة‬s َ‫ث ُمتَفَ ِّّرق‬
ُ َ‫انَ َو ِه َي ثَال‬s ‫ض‬ ِ ْ‫ و‬s‫ َر َج ِم ْن َج‬s‫لّم َخ‬ss‫ه وس‬ss‫لّى هللا علي‬ss‫َأنَّهُ ص‬
َ ‫الِ ْي ِم ْن َر َم‬ssَ‫ ِل لَي‬s‫ف اللَّ ْي‬
ِّْ َ ُ‫ َو َكانَ ي‬,‫صالَتِ ِه فِ ْيهَا‬
َ ِ‫صلَّّى النَّاسُ ب‬
‫ رواه‬.‫وْ تِ ِه ْم‬ssُ‫ا فِ ْي بُي‬sَ‫وْ نَ بَاقِ ْيه‬sُ‫ َويُ َك ِّمل‬,‫ت‬ ٍ ‫ا‬s‫ان َر َك َع‬ ِ ‫صلّي بِ ِه ْم ثَ َم‬ ِ ‫صلَّى فِ ْي ال َمس‬
َ ‫ َو‬,‫ْج ِد‬ َ ‫ َو‬, َ‫الع ْش ِر ْين‬
ِ ‫َو‬
‫الشيخان‬

Artinya: “Rasulullah SAW keluar untuk shalat malam di bulan Ramadlan sebanyak tiga tahap:
malam ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh untuk shalat bersama umat di masjid, Rasulullah
saw. shalat delapan raka’at, dan kemudian mereka menyempurnakan sisa shalatnya di rumah
masing-masing. (HR Bukhari dan Muslim).

Ulama Syafi’ayah, di antaranya Imam Zainuddin bin Abdul ‘Aziz al Malibari dalam kitab
Fathul Mu’in juga mengatakan bahwa shalat Tarawhi yang hukumnya sunnah itu jumlahnya
adalah 20 raka’at:

ً ‫ا‬s‫انَ ِإ ْي َمان‬s‫ض‬ َ ‫ا َم َر َم‬ssَ‫ر َم ْن ق‬s َ ‫ ٍة ِم ْن َر َم‬sَ‫ ِّل لَ ْيل‬s‫ت فِ ْي ُك‬


ٍ sَ‫انَ لِخَ ب‬s‫ض‬ ٍ َ ‫لِيْما‬s‫ ِر ت َْس‬s‫ْح سنة ُمَؤ َّك َدةٌ َو ِه َي ِع ْشرُوْ نَ َر ْك َعةً بِ َع ْش‬ ِ ‫صالَةُ التَّ َر‬
ِ ‫اوي‬ َ ‫َو‬
‫َص َّح‬ ِ ‫صلَّى َأرْ بَعًا ِم ْنهَا بِتَ ْسلِ ْي َم ٍة لَ ْم ت‬َ ْ‫ْن فَلَو‬sِ ‫ه َويَ ِجبُ التَّ ْسلِ ْي ُم ِم ْن ُك ِّل َر ْك َعتَي‬sِ ِ‫ َواحْ تِ َسابا ً ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنب‬.

Artinya: “Shalat Tarawih hukumnya sunnah, 20- raka’at dan 10 salam pada setiap malam di
bulan Ramadlan. Karena ada hadits: Barangsiapa Melaksanakan (shalat Tarawih) di malam
Ramadlan dengan iman dan mengharap pahala, maka dosanya yang terdahullu diampuni.
Setiap dua raka’at haru salam. Jika shalat Tarawih 4 raka’at dengan satu kali salam maka
hukumnya tidak sah……”. (Zainuddin al Malibari, Fathul Mu’in, Bairut: Dar al Fikr, juz I, h.
360). Itulah dalil salat tarawih sebanyak 20 rakaat.
D. Tawasul

Tawassul adalah salah satu cara yang ditempuh warga Nahdliyin dalam berdoa atau memohon
kepada kepada Allah SWT. Tawassul dilakukan dengan suatu wasilah atau segala sesuatu yang
dapat dijadikan sebagai sebab atau perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah agar suatu
permohonan dapat di kabulkan

Tawassul  bisa dilakukan dengan wasilah amal dan wasilah orang-orang yang dekat dengan
Allah. Wasilah dengan amal (al-Tawassul bi al-‘Amal al-Salih) di antaranya ialah dengan iman.
Imam sebagai wasilah yang menjadikan menusia dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal
kebajikan juga dapat menjadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar
ma’ruf dan nahi mungkar juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Karena itu, berdo’a dengan memakai wasilah yang pertama ini direkomendasikan oleh para
ulama. 

Tawassul yang kedua dilakukan dengan wasilah orang-orang yang dekat kepada Allah seperti
para nabi, para rasul, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para sahabat, para tabi’in, para shuhada,
para ulama’ dan para wali. Semua doa dan permintaan tetap ditujukan kepada Allah. Bertawassul
dengan wasilah orang-orang yang dekat kepada Allah maksudnya adalah berdoa dan meminta
kepada Allah SWT di sisi orang yang dicintai oleh Allah, atau menghadap orang-orang yang
mendapatkan tempat terhormat di sisi Allah.

Bertawassul kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah dapat dilakukan pada saat mereka
masih hidup (al-Tawassul bi al-Ahya’) atau sudah meninggal dunia (al-Tawassul bi al-Amwat.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa manusia yang telah meninggal dunia masih aktif
berkomunikasi dengan yang masih hidup. Rasulullah SAW dan para ahli kubur lainnya dapat
menjawab salam saudara-saudara mereka yang mengucap salam. Rasulullah SAW bersabda:
Siapa pun yang mengucapkan salam kepadaku, Allah akan mengembalikan ruhku untuk
menjawab salam itu. (HR Abu Dawud)

Bertawassul dengan orang-orang yang dekat dengan Allah SWT dimaksudkan agar mereka ikut
memohon atas apa yang diminta kepada Allah. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat
kepada Allah SWT seperti para nabi, para rasul dan para salihin, pada hakekatnya tidak
bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka  yang shalih.
Karenanya, bertawassul itu tidak dengan orang-orang yang ahli ma’siat, pendosa yang
menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawassul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain

idak ada perbedaan antara bertawassul kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah pada saat
mereka masih hidup atau sudah meniggal dunia. Tujuan bertawassul adalah mengharap berkah
dari orang-orang yang dicintai oleh Allah sementara semua pemberian dan kemanfaatan
hanyalah kepunyaan Allah. Allahlah yang akan mengabulkan semua keinginan hamba-Nya yang
berdoa.

Orang-orang yang telah meninggal akan rusak dan hancur badannya atau jasadnya saja, sedang
rohnya tetap hidup dan tidak mati. Mereka berada di alam barzah. Suatu riwayat menyebutkan
bahwa di alam barzah Nabi Muhammad SAW menyaksikan perilaku umatnya di dunia. Jika
umatnya berbuat baik maka beliau mengucap hamdalah, jika mereka berbuat kejelekan maka
nabi memintakan ampun kepada mereka.

Penjelasan hadits di atas juga didukung oleh riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasulullah
SAW selalu menyampaikan salam setiap melewati kubur. Ini menunjukkan bahwa ahli kubur
pun menjawab salam yang diucapkan oleh orang yang masih hidup. Rasulullah SAW
menyampaikan salam:

“Keselamatan atas engkau wahai ahli kubur, mudah-mudahan Allah mengampuni kami dan
mengampuni kalian, kalian pendahulu kami dan kami mengikuti jejak kalian.”Bertawassul
dengan ahli kubur bertujuan agar ahli kubur bersama-sama dengan pendo’a memohon kepada
Allah. Ketika berdiri di depan kuburan Rasulullah SAW mengucapkan salam:

Dalam beberapa hadits, Rasulullah juga menjawab salam orang yang menyampaikan salam
kepadanya. Artinya, di dalam kubur mereka juga mendo’akan Rasulullah dan para pemberi
salam atau yang bertawassul.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tradisi adalah sesuatu yang terjadi berulang-ulang dengan sengaja dan bukan secara kebetulan.
Hukum melanggar tradisi masyarakat adalah hal yang tidak baik selama tradisi tersebut tidak
diharamkan oleh agama. Sebagian dari tradisi tersebut adalah Tradisi Yasinan, Tradisi Maulid
Nabi, Tradisi Manaqiban dan Haul,Tradisi Bulan Syura, Tradisi Bulan Sya’ban, Ruwahan, dan
Nyadran, Tradisi Istighatsah dan Tawassul, Khasiyat Ayat Al-Qur’an, Hizib, dan Do’a, Shalat
Sunnat Qabliyah Jum’at, Ziarah Kubur, Tradisi Bulan Shafar. Dalam menghadapi merebaknya
paham-paham yang berseberangan dengan aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah pada masyarakat,
kita harus mempunyai argumen yang kuat untuk meyakinkan bahwa kegiatan seperti mitoni,
ngapati, tahlil, selamatan tujuh hari, serta kegiatan yang ada di lingkungan kita sebenarnya
boleh saja dilakukan dan tidak termasuk bid’ah jika dilakukan hanya untuk Allah SWT. Dan
kegiatan tersebut sudah ada dalil masing-masing untuk memperkuat argumen.
DAFTAR PUSTAKA

Suara Muhammadiyah. 1 – 15 Januari 2005. Agama yang Membebaskan

Ziarah Kubur.http://Ziarah Kubur dalam Pandangan Ahlus-Sunnah/Asy-Syifaa’

WalMahmuudiyyah.htm.

https://islam.nu.or.id/shalawat-wirid/tambahan-kata-sayyidina-dalam-shalawat-nabi-lFdZ5

Anda mungkin juga menyukai