Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Bida’ Wa Sunan
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
22.01.1491
Pada bulan Rabi’ul Awal,apalagi pada tanggal 12 Rabi’ul Awal kita bisa
mendapati kebiasaan masyarakat Islam termasuk di Indonesia dengan Perayaan
Maulid Rasul SAW. Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini
diakui sebagai bentuk cinta, pengingat diri atas kemuliaan serta perjuangan
dakwah Rasul SAW. Namun hal ini kita tidak bisa temui contoh serta anjuran
mengistimewakan bulan Rabi’ul Awal dari Nabi SAW sendiri, para sahabat,
bahkan juga tidak ada contoh dari para tabi’in beserta pengikut mereka (termasuk
empat imam mazhab).
1
H.Mahrus Ali, Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli Bid’ah yang Dianggap
Sunnah. Surabaya : Laa Tasyuk!Press. 2008. Hal. 39-40.
H. Mahrus Ali mengomentari pendapat A.Khairul Anam tersebut dalam
bukunya Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli Bid’ah yang
Dianggap Sunnah bahwa pernyataan Shalahuddin Al-Ayyubi yang menyerukan
mengadakan maulid itu tidak menunjukkan sumber referensinya. Menurutnya
seperti pernyataan Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (beliau pernah
menjadi ketua Majelis Ulama Besar Saudi dan Mufti Makkah) bahwa permulaan
orang yang mengadakan acara Maulid adalah golongan Syi’ah Batiniyah, yaitu
Banu Abdul Qaddah yang menguasai Mesir dan Maroko pada tahun 400-an atau
500-an Hijriyah. Mereka mengadakan peringatan maulid Nabi SAW, dan Husain,
dan lain-lain. Lalu diikuti oleh kelompok lain. Ini mirip dengan kebudayaan
Nashrani dan Yahudi untuk memperingati hari besar. 2
Masih dalam kutipan H. Mahrus Ali, beliau menyatakan al- Hafizh Imam
Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitabnya al-Bidayah wan-Nihayah bahwa Daulah
Fathimiyah ’Ubaidiyyah, nisbah kepada ’Ubaidillah bin Maimun al-Qadah al-
Yahudi. Mereka yang pertama kali mengadakan bermacam-macam perayaan,
seperti Maulid Nabi SAW. Jadi perayaan ini pertama kali disyari’atkan oleh
orang-orang zindiq (menampakkan keIslaman untuk menyembunyikan kekafiran)
oleh golongan Syi’ah keturunan Abdullah bin Saba’ al-Yahudi.
Sementara dalam buku karya Dr. Nashruddin Syarif yang berjudul Menuju
Islam Kaffah 2, beliau memaparkan kutipan dari Hasan Sandubi (seorang
sejarawan Mesir kontemporer) bahwa merayakan maulid berawal pada masa
Dinasti Fatimiyah Syi’ah di Mesir, tepatnya pada masa pemerintahan Al-Mu’iz
(441 H – 465 H/953 M - 975 M). Sementara menurut Jamaluddin ibnul Ma’mun
perayaan maulid pertama kali dilakukan pada masa Khalifah Badrul-Juyusy al-
Amir pada tanggal 13 Rabi’ul Awal 517 H/1123 M. Hal serupa juga dituturkan
oleh Ibnut Tuwair dalam kitabnya Nuzhatul Muqlatain fi Akhbarid-Daulatain,
namun beliau menegaskan bahwa perayaan maulid dilaksanakan pada setiap 12
Rabi’ul Awal. Terlepas dari semua perbedaan tersebut, tetapi ketiganya sepakat
bahwa perayaan maulid mulai ada pada masa Dinasti Fathimiyah Mesir atau
sekitar lima abad sesudah Nabi SAW wafat.3
2
Ibid. Hal.43.
Di Indonesia sendiri, biasanya acara yang disuguhkan dalam perayaan
Maulid itu dengan membanca Barjanzi/Diba’ (karangan sastra tentang riwayat
hidup Nabi SAW), Penampilan kesenian hadhrah, perlombaan, mengirimkan
masakan-masakan spesial untuk tetangga atau kerabat, menyelenggarakan upacara
sederhana di rumah (bahkan ada juga yang menyelenggarakan nya secara besar-
besaran di mesjid/outdoor), dan puncaknya ialah acara mau’izhah hasanah dari
para mubaligh kondang. Beberapa ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali memandang peringatan maulid Nabi SAW ini sebagai sesuatu yang
diperbolehkan, bahkan disunnahkan.
“Maka wajib bagi kita pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awal menambah
ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas apa yang
dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini, terutama nikmat
kelahiran Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam.5
َوِإظْ َها ِر الْ َفَر ِح،ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ هو ِمن الْبِ َد ِع احْل سنَ ِة الَّيِت يثَاب علَيها
َ ِّ صاحُب َها؛ ل َما فْيه م ْن َت ْعظْي ِم قَ ْد ِر النَّيِب
َ صلَّى اهللُ َعلَْيه َوآله َو َ َْ َ ُ ُ ْ َ َ َ َُ
َّ َوااْلِ ْستِْب َشا ِر مِب َْولِ ِد ِه
ِ ْالش ِري
ف
“Hukum asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari
kaum Salafus Shalih yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian
3
Dr.Nashruddin Syarif, Menuju Islam Kaffah 2 Mengokohkan Aqidah. Bandung : Tsaqifa
Publishing. 2019. Hal. 89-90.
4
Husnul Haq, Beda Pendapat Ulama soal Peringatan Maulid Nabi SAW.
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-peringatan-maulid-nabi-
1CJmr. (Diakses pada Tanggal 06 Mei 2023)
5
Ibid.
peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa dalam
peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal baik saja dan menjauhi lawannya
(hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”.6
Allah berfirman:
ِ ٰ ْ قُل بَِف
َ ض ِل اللّ ِه َوبَِرمْح َتِهٖ فَبِ ٰذل
)58 : (يونس. َك َفْلَي ْفَر ُح ْواۗ هُ َو خَ ْي ٌر ِّم َّما يَجْ َمعُوْ ن ْ
Menurut mereka Allah SWT dengan jelas dalam ayat ini memerintahkan
kita untuk bergembira tatkala datang Karunia dan Rahmat-Nya. Dan Nabi
Muhammad SAW adalah karunia dan rahmat yang besar di semesta ini. Namun,
pengambilan dalil mereka itu keliru serta tidak sesuai dengan kaidah-kaidah
syari’ah ulama Salaf as-Shalih. Para ulama Salaf memaknai ayat ini bahwa yang
dimaksud fadhlullah adalah Al-Qur’an dan rahmat-Nya adalah As-Sunnah.
“Saya tidak mengetahui dalil dari Al-Qur’an dan Hadis tentang peringatan
maulid ini, dan tidak pula diceritakan riwayat tentang pelaksanaannya oleh salah
satu ulama, di mana para ulama tersebut merupakan tuntunan dalam hal agama,
yang senantiasa berpegang teguh pada warisan orang-orang terdahulu. Bahkan
peringatan maulid adalah bid’ah”.8
Maka dapat kita ketahui orang yang merayakan maulid Nabi SAW
sebenarnya ingin mengagungkan beliau, ingin menampakkan kecintaan dan
besarnya harapan untuk mendapatkan kasih sayang beliau dari perayaan yang
diadakan, dan ingin menghidupkan semangat kecintaan kepada Nabi SAW. Maka
sebenarnya semua ini adalah termasuk ibadah. Mencintai Rasul SAW adalah
ibadah, bahkan iman seseorang tidak sempurnya sehingga ia lebih mencintai
Rasul dari pada dirinya, anaknya, orang tuanya, dan semua manusia. Jika
demikian, tujuan merayakan maulid nabi adalah untuk bertaqarrub kepada Allah,
dan mengagungkan Rasul-Nya. Ini adalah ibadah. Bila ini ibadah, maka tidak
boleh membuat hal yang baru (yang bukan dari Allah) dan dimasukkan ke dalam
agama-Nya untuk selama-lamanya. Maka dari itu, jelaslah bahwa perayaan maulid
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesuatu yang diada-adakan (bidah) dan
haram hukumnya.
11
H.Mahrus Ali, Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli Bid’ah yang Dianggap
Sunnah. Surabaya : Laa Tasyuk!Press. 2008. Hal. 44-45.
Kegiatan perayaan maulid juga merupakan salah satu bentuk tasyabbuh
(peniruan) terhadap kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nashrani yang selalu
mengadakan perayaan peringatan, seperti peringatan hari lahir Nabi Isa a.s, dan
sebagainya. Padahal Rasulullah SAW melarang kita untuk tasyabbuh terhadap
orang-orang kafir. Bertasyabbuh terhadap orang kafir pada dasarnya akan
menjerumuskan kepada kehinaan, kelemahan, kekalahan, serta dibangun atas
dasar kesesatan dan kerusakan. Sekalipun orang-orang kafir itu melakukan
kebaikan, namun itu tidak akan berarti apapun di sisi Allah SWT dan tidak
mendapat pahala. Sikap Tasyabbuh mewariskan rasa kagum dan condong
terhadap mereka.
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami.
Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka
kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani
memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, Hasan)
DAFTAR PUSTAKA
Al- Choodlry, Zen Yusuf. Menimbang Perayaan Maulid Nabi ; Sunnah atau
Bid’ah?.https://farhansyaddad.wordpress.com/2010/02/23/menimbang-
2023.
Al- Fauzan, Syeikh. Dr. Shaleh. Al-Bid’ah : Ta’riifuha, Anwaa’uha, Ahkaamuha.
Haq, Husnul. Beda Pendapat Ulama Soal Peringatan Maulid Nabi SAW.
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-
https://cariustadz.id/artikel/detail/pandangan-para-ulama-mengenai-