Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MENIMBANG BID’AH MAULID RASULULLAH SAW

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Bida’ Wa Sunan

Dosen Pengampu :

(Dr. Nashrudin Syarif, M.Pd.)

Disusun oleh :

Yasfa Nafisa Islami

22.01.1491

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir


Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Agama Islam Persatuan Islam Bandung
2023 M/1444 H
MENIMBANG BID’AH MAULID RASULULLAH SAW

Oleh : Yasfa Nafisa Islami

Pada bulan Rabi’ul Awal,apalagi pada tanggal 12 Rabi’ul Awal kita bisa
mendapati kebiasaan masyarakat Islam termasuk di Indonesia dengan Perayaan
Maulid Rasul SAW. Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini
diakui sebagai bentuk cinta, pengingat diri atas kemuliaan serta perjuangan
dakwah Rasul SAW. Namun hal ini kita tidak bisa temui contoh serta anjuran
mengistimewakan bulan Rabi’ul Awal dari Nabi SAW sendiri, para sahabat,
bahkan juga tidak ada contoh dari para tabi’in beserta pengikut mereka (termasuk
empat imam mazhab).

Mengutip pernyataan A. Khairul Anam dalam tulisan H. Mahrus Ali


bahwa Maulid Nabi SAW mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat
umat Islam, yang waktu itu sedang berjuang mempertahankan diri dari serangan
tentara salib Eropa. Pada tahun 1099 M ketika tentara salib berhasil merebut
Yerussalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja, Umat Islam saat itu
kehilangan semangat perjuangan, ukhuwah Islamiyah, serta terpecah-belah.
Kemudian terdapat pemimpin yaitu Shalahuddin Al-Ayyubi yang memerintah
kisaran tahun 1174-1193 M, yang berpikir bahwa merasa perlu untuk
menghidupkan kembali semangat juang umat Islam dengan cara mempertebal
kecintaan umat kepada Nabi mereka. Shalahuddin menghimbau umat Islam di
seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW yakni 12 Rabi’ul Awal
kalender hijriyah, setiap tahun harus dirayakan secara massal. Shalahuddin
ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi SAW peringatan tersebut
tidak pernah ada. Akan tetapi Shalahuddin kemudian menegaskan bahwa
perayaan Maulid Nabi SAW hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar
agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan
bid’ah yang terlarang. Salah satu kegiatan yang diusung oleh Shalahuddin
pertama kali adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi SAW
beserta puji-pujian bagi Nabi SAW dengan bahasa yang seindah mungkin. 1

1
H.Mahrus Ali, Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli Bid’ah yang Dianggap
Sunnah. Surabaya : Laa Tasyuk!Press. 2008. Hal. 39-40.
H. Mahrus Ali mengomentari pendapat A.Khairul Anam tersebut dalam
bukunya Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli Bid’ah yang
Dianggap Sunnah bahwa pernyataan Shalahuddin Al-Ayyubi yang menyerukan
mengadakan maulid itu tidak menunjukkan sumber referensinya. Menurutnya
seperti pernyataan Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (beliau pernah
menjadi ketua Majelis Ulama Besar Saudi dan Mufti Makkah) bahwa permulaan
orang yang mengadakan acara Maulid adalah golongan Syi’ah Batiniyah, yaitu
Banu Abdul Qaddah yang menguasai Mesir dan Maroko pada tahun 400-an atau
500-an Hijriyah. Mereka mengadakan peringatan maulid Nabi SAW, dan Husain,
dan lain-lain. Lalu diikuti oleh kelompok lain. Ini mirip dengan kebudayaan
Nashrani dan Yahudi untuk memperingati hari besar. 2

Masih dalam kutipan H. Mahrus Ali, beliau menyatakan al- Hafizh Imam
Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitabnya al-Bidayah wan-Nihayah bahwa Daulah
Fathimiyah ’Ubaidiyyah, nisbah kepada ’Ubaidillah bin Maimun al-Qadah al-
Yahudi. Mereka yang pertama kali mengadakan bermacam-macam perayaan,
seperti Maulid Nabi SAW. Jadi perayaan ini pertama kali disyari’atkan oleh
orang-orang zindiq (menampakkan keIslaman untuk menyembunyikan kekafiran)
oleh golongan Syi’ah keturunan Abdullah bin Saba’ al-Yahudi.

Sementara dalam buku karya Dr. Nashruddin Syarif yang berjudul Menuju
Islam Kaffah 2, beliau memaparkan kutipan dari Hasan Sandubi (seorang
sejarawan Mesir kontemporer) bahwa merayakan maulid berawal pada masa
Dinasti Fatimiyah Syi’ah di Mesir, tepatnya pada masa pemerintahan Al-Mu’iz
(441 H – 465 H/953 M - 975 M). Sementara menurut Jamaluddin ibnul Ma’mun
perayaan maulid pertama kali dilakukan pada masa Khalifah Badrul-Juyusy al-
Amir pada tanggal 13 Rabi’ul Awal 517 H/1123 M. Hal serupa juga dituturkan
oleh Ibnut Tuwair dalam kitabnya Nuzhatul Muqlatain fi Akhbarid-Daulatain,
namun beliau menegaskan bahwa perayaan maulid dilaksanakan pada setiap 12
Rabi’ul Awal. Terlepas dari semua perbedaan tersebut, tetapi ketiganya sepakat
bahwa perayaan maulid mulai ada pada masa Dinasti Fathimiyah Mesir atau
sekitar lima abad sesudah Nabi SAW wafat.3

2
Ibid. Hal.43.
Di Indonesia sendiri, biasanya acara yang disuguhkan dalam perayaan
Maulid itu dengan membanca Barjanzi/Diba’ (karangan sastra tentang riwayat
hidup Nabi SAW), Penampilan kesenian hadhrah, perlombaan, mengirimkan
masakan-masakan spesial untuk tetangga atau kerabat, menyelenggarakan upacara
sederhana di rumah (bahkan ada juga yang menyelenggarakan nya secara besar-
besaran di mesjid/outdoor), dan puncaknya ialah acara mau’izhah hasanah dari
para mubaligh kondang. Beberapa ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali memandang peringatan maulid Nabi SAW ini sebagai sesuatu yang
diperbolehkan, bahkan disunnahkan.

Syeikh Ahmad Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi berkata :

  ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َوآلِِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ِ ِ ‫ف ِمن الش‬


ْ َ ِ ْ‫الش ِري‬
َ ‫َّه ِر الَّذي ُول َد فْيه‬ َّ ‫ اِ ْعلَ ْم‬ 
َّ ‫َأن ِم َن الْبِ َد ِع الْ َم ْح ُم ْو َد ِة َع َم َل الْ َم ْولِ ِد‬

“Ketahuilah bahwa di antara bid’ah-bid’ah yang terpuji adalah melaksanakan


maulid Nabi yang mulia pada bulan dilahirkannya Nabi Muhammad shallallahu
a’laihi wa’alihi wasallam”. 4

Syekh Ibnul Haj dari mazhab Maliki menyatakan:

“Maka wajib bagi kita pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awal menambah
ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas apa yang
dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini, terutama nikmat
kelahiran Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam.5

Imam Jalaluddin Assuyuthi dari mazhab Syafi’i menyebutkan:

‫ َوِإظْ َها ِر الْ َفَر ِح‬،‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫هو ِمن الْبِ َد ِع احْل سنَ ِة الَّيِت يثَاب علَيها‬
َ ِّ ‫صاحُب َها؛ ل َما فْيه م ْن َت ْعظْي ِم قَ ْد ِر النَّيِب‬
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َوآله َو‬ َ َْ َ ُ ُ ْ َ َ َ َُ
َّ ‫َوااْلِ ْستِْب َشا ِر مِب َْولِ ِد ِه‬
ِ ْ‫الش ِري‬
‫ف‬

“Hukum asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari
kaum Salafus Shalih yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian

3
Dr.Nashruddin Syarif, Menuju Islam Kaffah 2 Mengokohkan Aqidah. Bandung : Tsaqifa
Publishing. 2019. Hal. 89-90.
4
Husnul Haq, Beda Pendapat Ulama soal Peringatan Maulid Nabi SAW.
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-peringatan-maulid-nabi-
1CJmr. (Diakses pada Tanggal 06 Mei 2023)
5
Ibid.
peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa dalam
peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal baik saja dan menjauhi lawannya
(hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”.6

Orang-orang yang melakukan perayaan Maulid mengakui bahwa memang


tidak ada dalil khusus yang memerintahkan perayaan maulid. Namun, terdapat
banyak dalil yang memerintahkan kita untuk mencintai Rasulullah SAW dan
berbahagia atas rahmat dan karunia yang kita terima.

Allah berfirman:

ِ ٰ ْ ‫قُل بَِف‬ 
َ ‫ض ِل اللّ ِه َوبَِرمْح َتِهٖ فَبِ ٰذل‬
)58 : ‫ (يونس‬. َ‫ك َفْلَي ْفَر ُح ْواۗ هُ َو خَ ْي ٌر ِّم َّما يَجْ َمعُوْ ن‬ ْ

“Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,


hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah SWT dan rahmat-Nya
itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Yunus [10]: 58).

Menurut mereka Allah SWT dengan jelas dalam ayat ini memerintahkan
kita untuk bergembira tatkala datang Karunia dan Rahmat-Nya. Dan Nabi
Muhammad SAW adalah karunia dan rahmat yang besar di semesta ini. Namun,
pengambilan dalil mereka itu keliru serta tidak sesuai dengan kaidah-kaidah
syari’ah ulama Salaf as-Shalih. Para ulama Salaf memaknai ayat ini bahwa yang
dimaksud fadhlullah adalah Al-Qur’an dan rahmat-Nya adalah As-Sunnah.

Imam Syaukani membantah pendapat orang yang membagi bid’ah


menjadi lima hukum itu tidak ada dalilnya dan tidak beralasan. Beliau menuturkan
bahwa tidak mendapatkan dalil baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah yang
mensyari’atkan perayaan maulid ini serta tidak ada seorang ulamapun yang
menukilkan dari ulama sebelumnya bahwa acara maulid itu bukanlah acara
bid’ah, bersamaan dengan itu mereka sepakat bahwa semua bid’ah itu sesat.7

Sebagian ulama mazhab Maliki menyatakan, peringatan maulid Nabi


Muhammad shallallahu a’laihi wasallam tidak diperbolehkan, karena merupakan
6
Ahmad Muzakki, S.Sy, M.H. Pandangan Para Ulama Mengenai Perayaan Maulid.
https://cariustadz.id/artikel/detail/pandangan-para-ulama-mengenai-perayaan-maulid-nabi.
(Diakses pada tanggal 06 Mei 2023).
7
H.Mahrus Ali, Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli Bid’ah yang Dianggap
Sunnah. Surabaya : Laa Tasyuk!Press. 2008. Hal. 53.
bid’ah. Syekh Tajuddin Al-Fakihani dalam kitabnya Al-Mawrid fil Kalam ’ala
’Amalil Mawlid menuturkan :

َّ ‫َأح ٍد ِم ْن ُعلَ َم ِاء‬


  ،‫ الَّ ِذيْ َن ُه ُم الْ ُق ْد َوةُ يِف الدِّيْ ِن‬،‫اُأْلم ِة‬ ٍ ٍ ِ
َ ‫ َواَل يُْن َق ُل َع َملُهُ َع ْن‬،‫َأصاَل يِف كتَاب َواَل ُسنَّة‬
ِِ ‫هِل‬
ْ ‫َأعلَ ُم ََذا الْ َم ْولد‬
ْ ‫اَل‬
ِ ‫ الْمتَم ِّس ُكو َن بِآثَا ِر الْمَت َقد‬ 
7ٌ‫ بَ ْل ُه َو بِ ْد َعة‬، َ ‫ِّمنْي‬ ُ ْ َُ

“Saya tidak mengetahui dalil dari Al-Qur’an dan Hadis tentang peringatan
maulid ini, dan tidak pula diceritakan riwayat tentang pelaksanaannya oleh salah
satu ulama, di mana para ulama tersebut merupakan tuntunan dalam hal agama,
yang senantiasa berpegang teguh pada warisan orang-orang terdahulu. Bahkan
peringatan maulid adalah bid’ah”.8

Rumusan Imam Malik terkait bid’ah;

”Sesungguhnya apa yang ditinggalkan oleh Nabi SAW dan para


sahabatnya padahal ada sebab dan pendorongnya, maka meninggalkannya
mereka atas perbuatan itu, adalah merupakan bukti bahwa perbuatan tersebut
tidak disyari’atkan dan tidak diperbolehkan dalam agama”. Maka demikian juga
memperingati hari kelahiran Nabi SAW (maulid), dimana dorongan sudah ada,
kemudian para sahabat merupakan orang-orang yang paling mencintai Nabi SAW,
tetapi tidak ada para sahabat yang melakukan perbuatan tersebut. 9

Hal ini juga (Peringatan Maulid Nabi) dikomentari oleh Syaikh


Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin (Ulama Kontemporer ahli Sains Fiqih)
ketika ditanya bagaimana hukum merayakan maulid Nabi SAW, sebagai
berikut :10

1. Tanggal kelahiran Rasulullah SAW tidak diketahui secara pasti (qath’i).


Bahkan sebagian ahli tarikh kontemporer yang mengadakan penelitian
menyatakan bahwa tanggal kelahiran Nabi SAW adalah 9 Rabi’ul Awwal,
bukan tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Tetapi justru saat ini perayaan maulid
8
Husnul Haq, Beda Pendapat Ulama soal Peringatan Maulid Nabi SAW.
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-peringatan-maulid-nabi-
1CJmr. (Diakses pada Tanggal 06 Mei 2023).
9
A. Zakaria, Al-Ishlah Pembahasan tentang Sunnah, Bid’ah, Mashlahat Mursalah, dan Masalah
Khilafiyyah. Garut : Ibn Azka Press. 2016. Hal. 160-161.
10
Zen Yusuf Al-Choodlry, Menimbang Perayaan Maulid Nabi ; Sunnah atau Bid’ah?.
https://farhansyaddad.wordpress.com/2010/02/23/menimbang-perayaan-maulid-nabi-sunnah-
atau-bidah/. (Diakses pada tanggal 05 Mei 2023).
dilaksanakan pada malam 12 Rabi’ul Awwal, yang tidak ada dasarnya
dalam tinjauan sejarah.
2. Dipandang dari sisi akidah, juga tidak ada dasarnya. Kalaulah itu syariat
dari Allah, tentulah dilaksanakan oleh Nabi SAW atau disampaikan pada
umat beliau. Dan kalaulah Rasulullah SAW mengerjakannya atau
menyampaikan kepada umatnya, mestinya amalan itu terjaga, karena Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran,
dan sesunggunya Kami benar-benar akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9).
Karena ternyata tidak ada sedikit pun keterangan tentang hal itu maka
dapat disimpulkan bahwa perbuatan ini bukan dari ajaran Allah. Kalau
bukan dari agama Allah, maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai
jalan untuk beribadah kepada Allah atau bertaqarrub dengan
merayakannya.

Maka dapat kita ketahui orang yang merayakan maulid Nabi SAW
sebenarnya ingin mengagungkan beliau, ingin menampakkan kecintaan dan
besarnya harapan untuk mendapatkan kasih sayang beliau dari perayaan yang
diadakan, dan ingin menghidupkan semangat kecintaan kepada Nabi SAW. Maka
sebenarnya semua ini adalah termasuk ibadah. Mencintai Rasul SAW adalah
ibadah, bahkan iman seseorang tidak sempurnya sehingga ia lebih mencintai
Rasul dari pada dirinya, anaknya, orang tuanya, dan semua manusia. Jika
demikian, tujuan merayakan maulid nabi adalah untuk bertaqarrub kepada Allah,
dan mengagungkan Rasul-Nya. Ini adalah ibadah. Bila ini ibadah, maka tidak
boleh membuat hal yang baru (yang bukan dari Allah) dan dimasukkan ke dalam
agama-Nya untuk selama-lamanya. Maka dari itu, jelaslah bahwa perayaan maulid
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesuatu yang diada-adakan (bidah) dan
haram hukumnya.

Syeikh Muhammad Nashirudin al-Albani menyatakan :


”Mengkhususkan bulan Rabi’ul Awal dengan membaca kisah kelahiran
Rasulullah SAW seluruhnya adalah bid’ah dan kemungkaran yang harus dibuang
dan harus dilarang” 11

11
H.Mahrus Ali, Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli Bid’ah yang Dianggap
Sunnah. Surabaya : Laa Tasyuk!Press. 2008. Hal. 44-45.
Kegiatan perayaan maulid juga merupakan salah satu bentuk tasyabbuh
(peniruan) terhadap kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nashrani yang selalu
mengadakan perayaan peringatan, seperti peringatan hari lahir Nabi Isa a.s, dan
sebagainya. Padahal Rasulullah SAW melarang kita untuk tasyabbuh terhadap
orang-orang kafir. Bertasyabbuh terhadap orang kafir pada dasarnya akan
menjerumuskan kepada kehinaan, kelemahan, kekalahan, serta dibangun atas
dasar kesesatan dan kerusakan. Sekalipun orang-orang kafir itu melakukan
kebaikan, namun itu tidak akan berarti apapun di sisi Allah SWT dan tidak
mendapat pahala. Sikap Tasyabbuh mewariskan rasa kagum dan condong
terhadap mereka.

Dari Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya


Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :

ِّ ‫َّص َارى اِإْل َش َارةُ بِاَأْل ُك‬


 ‫ف‬ 7َ ِ‫اَأْلصابِ ِع َوتَ ْسل‬
َ ‫يم الن‬
ِ
َ ِ‫يم الَْي ُهود اِإْل َش َارةُ ب‬
ِ ‫ِإ‬ ِ ِ ‫لَي‬
َ ‫س منَّا َم ْن تَ َشبَّهَ بِغَرْيِ نَا اَل تَ َشَّب ُهوا بِالَْي ُهود َواَل بِالن‬
َ ‫َّص َارى فَ َّن تَ ْسل‬ َ ْ

“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami.
Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka
kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani
memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, Hasan)

Dari Ibn Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa


sallam bersabda :

‫َم ْن تَ َشبَّهَ بَِق ْوٍم َف ُه َو ِمْن ُه ْم‬

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari


mereka” (HR Abu Dawud, Hasan).

Maka dari beberapa penuturan yang penulis sematkan sebelumnya, bahwa


terdapat segolongan orang yang memandang Maulid Nabi SAW adalah bid’ah,
ada juga yang memandang bid’ah hasanah dan diperbolehkan, bahkan ada juga
yang memandang sunnah. Hemat penulis terkait menimbang bid’ah pada maulid
ini, setelah banyaknya penuturan ulama maka bisa dikatakan maulid merupakan
bid’ah. Sekalipun maulid berisi hal-hal bersifat kebaikan, namun karena terdapat
syarat-syarat waktu dan sebagainya itu ditentukan, itulah yang menjadi letak
perkaranya (kecuali memang sudah ada ketentuan dari Allah dan Rasulnya). Kita
juga harus pandai memilah mana yang merupakan bagian wahyu, mana juga yang
merupakan bagian budaya. Orang yang benar-benar mencintai Nabi SAW ialah
orang yang berpegang teguh pada pedoman utama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah,
serta menjalankan dan merutinkan ibadah-ibadah yang sudah jelas aturan dan tata
cara nya dari Nabi SAW, bukan hanya mengkhususkan bulan tertentu dengan
membaca pujian-pujian atas beliau serta melakukan perbuatan-perbuatan baik
lainnya.

Wallahu’alam bis Showab.

DAFTAR PUSTAKA

Al- Choodlry, Zen Yusuf. Menimbang Perayaan Maulid Nabi ; Sunnah atau

Bid’ah?.https://farhansyaddad.wordpress.com/2010/02/23/menimbang-

perayaan-maulid-nabi-sunnah-atau-bidah/. diakses pada tanggal 05 Mei

2023.
Al- Fauzan, Syeikh. Dr. Shaleh. Al-Bid’ah : Ta’riifuha, Anwaa’uha, Ahkaamuha.

(Zainal, Zezen M, Lc. Bid’ah : Pengertian, Macam dan Hukumnya.

Kendari : Islamic Center Mu’adz bin Jabal). Format PDF.

Ali, H. Mahrus. 2008. Mantan Kiai NU Meluruskan Ritual-Ritual Kiai Ahli

Bid’ah yang dianggap Sunnah. Surabaya : Laa Tasyuk! Press.

Haq, Husnul. Beda Pendapat Ulama Soal Peringatan Maulid Nabi SAW.

https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-

peringatan-maulid-nabi-1CJmr. diakses pada Tanggal 06 Mei 2023.

Muzakki, Ahmad. Pandangan Para Ulama Mengenai Perayaan Maulid.

https://cariustadz.id/artikel/detail/pandangan-para-ulama-mengenai-

perayaan-maulid-nabi. diakses pada tanggal 06 Mei 2023.

Syarief, Dr. Nashruddin. 2019. Menuju Islam Kaffah ; Mengokohkan Aqidah.

Bandung : Tsaqifa Publishing.

Zakaria, Aceng. 2016. Al-Ishlah Pembahasan tentang Sunnah, Bid’ah, Maslahat

Mursalah dan Masalah Khilafiyyah. Garut : Ibn Azka Press.

Anda mungkin juga menyukai