Anda di halaman 1dari 13

Hukum Mensalati Jenazah Setelah Dikuburkan

Annisa Ayu Saleha


Hasna Aufa Mujahidah
Deni Derajat
STAI Persatuan Islam Garut
annisaayu@staipersisgarut.ac.id
hasnaaufa@staipersisgarut.ac.id
deniderajat@staipersisgarut.ac.id
Abstrak
Artikel ini mendisusikan hadis yang bersumber dari Abu Hurairah yang
berkenaan tentang hukum menshalati jenazah setelah dikuburkan. Dengan
menggunakan studi pustaka, artikel ini menemukan perbedaan pandangan
mengenai mensalati jenazah yang telah dikuburkan. Temuan dari artikel ini
secara aspek sanad hadis ini shahih. Karena bersumber dari kitab yang paling
shahih, yakni Bukhari dan Muslim. Sedangkan dari aspek matan, hadis ini
memuat istinbat, mensalati jenazah yang telah dikuburkan hukumnya sunnah
disertai beberapa syarat.
Kata Kunci : Mensalati, Jenazah, Kubur

A. PENDAHULUAN
Setiap yang bernyawa pasti akan meninggal dunia, tidak pandang waktu
dan tempat. Sebagai seorang muslim, maka kita dituntut untuk memenuhi hak dari
seorang yang meninggal dunia, salah satunya adalah menshalatinya.
Menshalatkan jenazah adalah kewajiban bagi semua orang muslim untuk
menshalatkan seorang muslim yang meninggal dunia, dan terpikul atas semua
orang Islam yang mengetahui bahwa ada seorang muslim yang meninggal dan
belum dikuburkan. Akan tetapi jika sudah ada satu orang yang melakukan shalat
untuk jenazah tersebut, maka sudah lepaslah kewajiban orang-orang yang lainnya.
Dan ini dinamakan fardhu kifayah. Berdasarkan hadis Nabi Shallahu ‘Alaihi Wa
Sallam yang artinya: Dari Imran bin Husain ia berkata: Rasulullah bersabda.
Sesungguhnya saudaramu telah wafat, maka berdiri dan shalatkanlah.
Tujuan hidup manusia di alam dunia ini adalah mengabdi kepada Allah. Hal
ini merupakan ajaran pokok dalam agama Islam. Allah menegaskan bahwa hakikat

1
penciptaan makhluk, seperti manusia dan jin adalah untuk mengabdi kepada-Nya.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Zariyaat ayat 56:
ِ ‫اْلنْس إََِّّل لِي عب ُد‬ ِ ‫وما خلَ ْق‬
‫ون‬ ُ ْ َ َ ِْ ‫ت الْج َّن َو‬ُ َ ََ
artinya: “Dan Tidaklah kujadikan jin dan manusia itu kecuali untuk
mengabdi kepada-ku.1
Hak-hak manusia ketika wafat dalam Islam sering disebut dengan Haqqul
Janais yang meliputi memandikan, mengkafani, menshalatkan, menguburkan dan
melunasi hutangnya dengan harta yang dimilikinya. Semua hak-hak di atas
merupakan kewajiban bagi muslim yang hidup untuk memenuhinya, terutama bagi
seorang laki-laki yang telah dewasa.
Umumnya, praktek shalat jenazah yang terjadi di masyarakat adalah
menshalatkan jenazah yang belum dikuburkan. Namun tidak sedikit juga, kita
meliihat fenomena sebagian masyarakat yang melaksanakan shalat jenazah setelah
jenazahnya dikuburkan. Maka dari situ timbul pertanyaan; apakah boleh
menshalatkan jenazah yang telah dikuburkan? Mungkin tulisan singkat ini akan
sedikit menjelaskan mengenai kasus yang terjadi dikalangan masyarakat terkait
dengan pelaksanaan shalat jenazah yang telah dikuburkan.

B. METODE
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan karaya ilmiah ini adalah
metode kualitatif analisis ilmiah. Metode kualitatif analisis ilmiah adalah
serangkaian kegiatan penelitian studi pustaka penulisan yang sumber
informasinya berupa dokumen-dokumen tertulis, baik berupa buku atau pun
manuskrip, pengumpulan data-data kepustakaan, dan lain sebagainya. Ada pun
sistematika penulisan untuk analisis ilmiah ini berbasis kajian pustaka yang terdiri
dari abstrak, pendahuluan, konsep A, konsep B, konsep C, dan kesimpulan.2
C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1
Putera Toha. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Raja Grafindo.
2
Tim Penyusun STAI Persis Garut, Panduan Karya Tulis Ilmiah, (Garut: STAIPI Garut PRESS, 2020),
hlm. 7-8.

2
1. Redaksi Hadis

:‫ قَ َال‬- ‫ت تَ ُق ُّم الْ َم ْْ ِج َد‬ ِ ِ ِ َّ ِ‫ فِي ق‬- ‫ رضي الله عنه‬- ‫وعن أَبِي هري رَة‬-555
ْ َ‫صة الْ َم ْرأَة الَّتي َكان‬ َْ َ ُ ََْ
»?‫ «أَفَ ََ ُكْن تُ ْم ذََنْتُ ُمونِي‬:‫ فَ َق َال‬,‫ت‬ ْ َ‫ َمات‬:‫فَ َقالُوا‬- ‫ صلى الله عليه وسلم‬- ‫فَ َْأ ََل َعْن َها النَّبِ ُّي‬
,‫صلَّى َعلَْي َها ُمت ٌَََّ َعلَْي ِه َوَز َاد ُم ْْلِم‬ ِ
َ َ‫ ف‬,ُ‫ فَ َدلُّوه‬،»‫ « ُدلُّوني َعلَى قَ ْب ِرَها‬:‫صغ َُّروا أ َْمَرَهافَ َق َال‬َ ‫َّه ْم‬
ُ ‫فَ َكأَن‬
»‫ص ََتِي َعلَْي ِه ْم‬ ِ ِِ ِ
َ ِ‫ َوإِ َّن اللَّ َه يُنَ ِوُرَها لَ ُه ْم ب‬,‫ور َم ْملُوءَة ظُلْ َمةً َعلَى أ َْهل َها‬
َ ُ‫ «إ َّن َهذه الْ ُقب‬:‫ثَُّم قَ َال‬
3

Dari Abu Hurairah menceritakan seorang wanita yang bertugas


membersihkan masjid, lalu Nabi menanyakan dirinya (kerana sudah lama tidak
melihatnya: Mereka (para sahabat) menjawab: “Dia telah meninggal dunia.”
Mendengar itu, Nabi bersabda: “Mengapa kamu tidak memberitahunya
kepadaku?” Mereka selama ini seakan-akan tidak menganggap penting wanita
yang bertugas menyapu masjid itu, lalu Nabi bersabda: “Tunjukkan kuburannya
kepadaku di mana kuburnya.” Kemudian mereka menunjukkan kuburannya
kepada Nabi lalu baginda menyembahyangkannya di atas perkuburannya itu.”
(Muttafaq ‘alaih).

Muslim menambahkan bahawa setelah itu Nabi bersabda:


“Sesungguhnya kegelapan menyelimuti penghuni kuburan ini dan
sesungguhnya Allah memberikan cahaya kepada penghuni kuburan ini berkat
solatku ke atas mereka.”4

2. Biografi Sahabat
Banyak sekali perbedaan pendapat mengenai nama Abu> Hurairah juga
ayahnya. Akan tetapi yang paling masyhur adalah ‘Abdurrahman ibn S{akhr.5
Tahun lahirnya tidak diketahui secara jelas. Beliau adalah sahabat yang paling

3
Ah{mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar al-’Asqala>ni>, Bulu>g al-Mara>m min Adillat al-Ah{ka>m, ed. oleh Sami>r ibn
Ami>r al-Zuhri> (Riya>d{: Da>r al-Falaq, 1424), 542.
4
Al-Alawi Al-Abbas, al-Maliki Hasan Sulaiman al-Nuri, Ibanatul Ahkam [Terj.], (Kuala Lumpur: Al-
Hidayah Publication, 2010), jilid 2, hal.198.
5
Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Us\man al-Z|ahabi, 2: 578

3
dekat dengan Nabi. beliau dikenal sebagai salah satu ahli suffah, yaitu orang-
orang yang tinggal dan menuntut ilmu di masjid.
Abu> hurairah mendampingi Rasul selama tiga tahun. Dalam waktu tiga
tahun itu ia dengan izin Allah mampu meriwayatkan 5.374 buah hadits.6
Mulanya ia memiliki hapalan yang lemah, hingga ia mengadu kepada
Rasulu>llah lalu Rasulu>llah mendoakannya agar memiliki hapalan yang kuat,
sehingga dengan kuasa Allah Abu> Hurairah dapat menghapal banyak hadis,
bahkan ia termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Selain berguru kepada Rasulu>llah, Abu> Hurairah juga berguru kepada
sahabat yang lain yaitu Ubay ibn Ka’ab, Usamah ibn Zaid ibn Haritsah, Bas}rah
ibn Abi Bas}rah al-Gifari, Umar ibn al-Khat}t}ab, Abu> Bakr as}-S{iddiq, ‘Aisyah
Ummul Mu’minin, al-Fadl ibn ‘Abbas, dan Ka’ab al-Ahbar.
Diantara murid-muridnya adalah; Ibrahim ibn Ismail, Ishaq ibn
Abdullah, Anas ibn Malik, Tsabit ibn ‘Iyadh al-Ahnafi, Ja>bir ibn Abdullah,
Ja’far ibn ‘Iyadh, dan masih banyak lagi. Para ulama juga berbeda pendapat
mengenai tahun wafatnya. Ada yang mengatakan tahun 57 H, 58 H, atau 59 H.
3. Takhrij Hadis

Setelah dilakukan takhrij dengan menggunakan software al-Maktabah

al-Sya>milah, dengan kata kunci (‫قَ ْب ِر‬ ‫) ُدلُّونِي َعلَى‬, bahwa ditemukan hadis ini

cukup banyak memiliki jalur riwayat, dan terdapat dalam cukup banyak kitab
hadis. Namun dalam tulisan ini tidak akan dicantumkan seluruhnya, di
antaranya adalah sebagai berikut:

1) S}aḥīḥ Al Bukha>ri>, bab kansi al-masjidi wal t}iqa>ti al-hira>qi wal qaz}a
wal ‘i>da>n, no. 458.7

6
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamal Fi Asmai ar-Rijal, (Bairut: Muassasah ar-Risalah, 1980), 34: 366.
7
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Isma‘il Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī (Dar Ṭauq al-Najāh, 1422H).
1:99.

4
2) S}aḥīḥ Muslim, bab as-s}ala>ti ‘ala alqabri, no. 956.8
3) Sunan Ibnu Ma>jah, bab ma> ja> a fi> as}-s}ala>ti ‘ala al-qibri, no 1527.9
4) Musnad Ahmad, bab Musnad Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, no.
8634.10
4. Pohon Sanad

5. Derajat Hadis
Hadis ini di keluarkan salah satunya oleh Imam Bukha>ri> dan Imam
Muslim, kitab Bukhari diterima oleh para ulama secara aklamasi dari setiap

8
Muslim bin al-ḥajāj Abū al-Hasan al-Qusyairī Al-Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirut: Dar Ihya al-Turāṡ
al-‘Arabī, t.t.). 2:659.
9
Abū ‘Abdullah Muḥammad bin Yazīd bin Al-Qazwainī Ibnu Mājah, Sunan Ibn Mājah (Beirut: Dar
Iḥyā’ al-kutub al-’arabiyah, 1997), 1:489.
10
Ah{mad ibn Muh{ammad ibn H{anbal al-Shayba>ni>, Musnad al-Ima>m Ah{mad ibn H{anbal (Beirut:
Muassasah al-Risa>lah, 2001), 14:281.

5
masa ke masa ,dan disamping itu pula banyak sekali keistimewaan-
keistimewaan dari kitab Bukhori yang di ungkap oleh para ulam. Seperti
perkataan Tirmidzi “ Aku tidak melihat seseorang yang lebih mengetahui hadis
dari pada Imam Bukha>ri>”, dan menurut Imam Dzahabi beliau berkata“ Dia
adalah kitab Islam yang paling agung setelah kitab Allah”.11 Selain itu hadis ini
juga di riwayatkan oleh Imam Muslim, yang mana kedua kitab hadis ini
derajatnya sahih, yang menurut jumhur ulama sepakat bahwa riwayat-riwayat
yang terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī dan Muslim adalah kitab yang
paling sahih setelah Alquran al-Karīm.12
6. Rekontruksi Matan Hadis

Mukharrij Redaksi 1
ِ
‫صلَّى‬ َ ‫ فَ َْأ ََل النَّبِ ُّي‬،‫ات‬ َ ‫الم ْْج َد فَ َم‬ َ ‫َس َوَد أَ ِو ْامَرأَةً َس ْوَداءَ َكا َن يَ ُق ُّم‬ ْ ‫َن َر ُج ًَ أ‬ َّ ‫أ‬
Bukhari no. 458 ‫ «أَفَََ ُكْن تُ ْم ذ ََنْتُ ُمونِي بِِه ُدلُّونِي َعلَى‬:‫ال‬ ِ
َ ‫ َم‬:‫ فَ َقالُوا‬،ُ‫اللهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َعْنه‬
َ َ‫ ق‬،‫ات‬
‫صلَّى َعلَْي َها‬ َ َ‫ فَأَتَى قَ ْب َرَها ف‬- ‫ال قَ ْب ِرَها‬ َ َ‫ أ َْو ق‬- ‫قَ ْب ِرِه‬
‫ « ُدلُّونِي‬:‫ال‬ َ ‫ فَ َق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ًَ ‫ إِنَّهُ َكا َن لَْي‬:‫ قَالُوا‬، »‫ «أَََّل ُكْن تُ ْم ذََنْتُ ُمونِي بِِه‬:‫ال‬ َ ‫فَ َق‬
Ahmad no. 8634
‫صلَّى َعلَْي ِه‬
َ َ‫ ف‬،ُ‫َعلَى قَ ْب ِرهِ» فَ َدلُّوهُ فَأَتَى قَ ْب َره‬
‫صلَّى‬ ِ ُ ‫ فََ َق َدها رس‬- ‫ أَو َشابًّا‬- ‫َن امرأَةً سوداء َكانَت تَ ُق ُّم الْمْ ِج َد‬
َ ‫ول الله‬ َُ َ ْ َْ ْ َ َ ْ َ َ ْ َّ ‫أ‬
ِ
‫ «أَفَََ ُكنْ تُ ْم‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ات‬ َ ‫ َم‬:‫ فَ َقالُوا‬- ُ‫ أ َْو َعنْه‬- ‫ فَ َْأ ََل َعنْ َها‬،‫اللهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
Muslim no. 956 »ِ‫ « ُدلُّونِي َعلَى قَ ْب ِره‬:‫ال‬ َ ‫ فَ َق‬- ُ‫ أ َْو أ َْمَره‬- ‫صغَُّروا أ َْمَرَها‬ َ ‫ فَ َكأَن َُّه ْم‬:‫ال‬ َ َ‫ذََنْتُ ُمونِي» ق‬
‫ َوإِ َّن‬،‫ «إِ َّن َه ِذ ِه الْ ُقبُ َور َم ْملُوءَة ظُلْ َم ًة َعلَى أ َْهلِ َها‬:‫ال‬ َ َ‫ ثَُّم ق‬،‫صلَّى َعلَْي َها‬ َ َ‫ ف‬،ُ‫فَ َدلُّوه‬
»‫ص ََتِي َعلَْي ِه ْم‬ َ ِ‫الله َعَّز َو َج َّل يُنَ ِوُرَها لَ ُه ْم ب‬
َ
‫الله َعلَْي ِه‬ ِ ُ ‫ فَ َ َق َدها رس‬،‫َن امرأَةً سوداء َكانَت تَ ُق ُّم الْمْ ِج َد‬
ُ ‫صلَّى‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َْ ْ َ َ ْ َ َ ْ َّ ‫أ‬
Ibn Majah no.
،‫ «فَ َه ََّ ذ ََنْتُ ُمونِي‬:‫ال‬ ِ ٍ
1527
َ َ‫ ق‬،‫ت‬ ْ َ‫ إِن ََّها َمات‬:ُ‫يل لَه‬ َّ
َ ‫ فَق‬،‫ فَ َْأ ََل َعْن َها بَ ْع َد أَيَّام‬،‫َو َسل َم‬
»‫صلَّى َعلَْي َها‬ َ َ‫ ف‬،‫فَأَتَى قَ ْب َرَها‬

11
Evan Hamzah. Pandangan Ulama Terhadap Kitab Shahih Bukhori. STAI asy-Syukriyyah.Maret
2020. hlm 6.
12
Amr „Abdu al-Mun„im Sulaim, Taisir ‘Ulumu al-Ḥadīṡ li al-Mubta’īn (Kairo: Dar Al-Ḍiyā‟,2000).
Hlm. 21.

6
7. Syarah Mufradat

‫تَ ُق ُّم الْ َم ْْ ِج َد‬: Menyapu masjid, mengeluarkan sampah dan membersihkannya.13

‫أَفَ ََ ُكْن تُ ْم‬: (Kenapa kalian tidak) adalah kata tanya, mungkin juga kata tersebut
adalah untuk meminta penjelasan atau pengingkaran. Huruf fa berfungsi
sebagai ‘at}af. Ma’t}uf ‘alaih-nya dibuang dan dapat dikira-kira dengan kata
yang sesuai konteks.14

‫ذ ََنْتُ ُمونِي‬: Kalian memberitahuku, mengebarkan kepadaku tentang

kematiannya.15

‫دلُّونِي َعلَى قَ ْب ِرَها‬:


ُ Tunjukkan aku di mana kuburnya, yakni perintah setelah

jawaban mereka atas pertanyaan Nabi bahwa perempuan tersebut meninggal.16

‫صغ َُّروا أ َْمَرَها‬:


َ Berasal dari kata tas{gi>r. Maksudya adalah para sahabat

meremehkan perempuan itu di sisi Nabi.17

‫ظُلْ َم ًة‬: Adalah hilangnya cahaya (gelap).18


8. Syarah Ijmali
Syaikh Fauzan menjelaskan bahwasannya menurut jumhur ulama hadis
ini merupakan dalil bolehnya mensalati jenazah yang sudah dikuburkan bagi
orang yang tertinggal salat jenazah. Ada pun bagi orang yang tidak tertinggal
Imam Malik melarangnya. Sedangkan ibn Qayyim menggunakan dalil ‫ْوا‬ ِ
ُ ‫ََّل تَ ْجل‬
‫صلُّوا إِلَْي َها‬
َ ُ‫ َوََّل ت‬،‫( َعلَى الْ ُقبُوِر‬Janganlah duduk di atas kuburan dan janganlah salat

13
Abdurrahman al-Bassam, Taud{ih al-Ahka>m min Bulug al-Mara>m, terj. Thahirin Suparta, M. Faisal,
Adis Aldizar, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006) 3: 203.
14
Abdurrahman al-Bassam, 3: 203.
15
Abdurrahman al-Bassam, 3: 203.
16
Muhammad ibn Isma’il al-S{an’ani, Subu>lu al-Sala>m Syarah Bulu>g al-Mara>m, terj. M. Isani, M
Rasikh, Muslim Arif, (Jakarta: Darus Sunnah, 2007) 1: 839.
17
Abdurrahman al-Bassam, 3: 203.
18
Abdurrahman al-Bassam, 3: 203.

7
kepadanya)19 bagi kelompok yang melarang hal tersebut. Sedangkan al-Qad}i
‘Iyad} mengomentari hadis di atas tidak dapat dijadikan hujjah.20
Pendapat yang benar adalah bahwa hadis ini dalil sahnya mensalati
jenazah yang sudah dikuburkan secara mutlak. Ada pun hadis ،‫ْوا َعلَى الْ ُقبُوِر‬ ِ
ُ ‫ََّل تَ ْجل‬
‫صلُّوا إِلَْي َها‬
َ ُ‫ َوََّل ت‬tidaklah menyalahi hadis yang dijelaskan pada makalah ini. Karena
maksud larangan salat dalam sabda Nabi tersebut bukanlah salat jenazah, akan
tetapi salat yang disertai ruku’ dan juga sujud. Sebab yang demikian termasuk
ke dalam kesyirikan.21
Selanjutnya para ulama berselisih pendapat mengenai batasan waktu
orang yang hendak mensalati jenazah setelah dikuburkan:22
1) Bolehnya mensalati jenazah yang sudah dikuburkan sampai satu
bulan setelah waktu dikuburkannya. Ini merupakan pendapat
madzhab Hanabilah dan sebagian madzhab Syafi’i. Berdasarkan
hadis Nabi berikut ini:

‫ فَلَ َّما قَ ِد َم‬،‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َغائِب‬


َ ‫ت َوالنَّبِ ُّي‬
ٍ َّ ‫ أ‬،‫ب‬
ْ َ‫َن أ َُّم َس ْعد َمات‬
ِ ِ‫عن سع‬
ِ َّ‫يد بْ ِن الْمْي‬
َُ َ َْ
ِ ِ
َ ‫صلَّى َعلَْي َها َوقَ ْد َم‬
23
‫ك َش ْهر‬ َ ‫ضى ل َذل‬ َ
Dari Sa'id bin Al Musayyab bahwa Umu Sa'ad wafat namun Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam sedang tidak berada di Madinah.
Tatkala beliau kembali, beliau menshalatinya padahal sudah berlalu
waktu satu bulan dari kematiannya. (HR. Tirmidzi)
2) Bolehnya mensalati jenazah selamanya, dalam artian tidak ada
batasan waktu. Ini merupakan pendapat yang dikemukakan oleh ibn
‘Uqail al-Hanbali.

19
HR. Muslim no. 972, Bab an-Nahyu ‘an Julus ‘ala al-Qubu>r.
20
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan, Mihatu al-‘Alam Syarhi Bulugi al-Mara>am, (Arab Saudi: Da>r ibn al-
Jauzi>, 1428 H), 4: 285.
21
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan, 4: 286.
22
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan,4: 285.
23
HR. Tirmidzi, no. 1038, Bab Ma> Ja>’a Fi> S}ala>ti ‘ala al-Qubri.

8
3) Bolehnya mensalati jenazah selamanya tanpa ada batasan waktu
dengan syarat orang yang hendak mensalati tersebut merupakan
bagian dari orang yang layak untuk melaksanakan salat jenazah
ketika hati wafatnya jenazah. Ada pun jika bukan merupakan
bagian dari orang yang layak untuk melaksanakan salat jenazah
ketika jenazah wafat, seperti anak kecil dan orang yang hilang akal
(gila) atau orang yang belum lahir ketika wafatnya jenazah, maka
tidak diperbolehkan baginya mensalati jenazah yang sudah
dikuburkan. Ini merupakan pendapat Syafi’iyah dan an-Nawawi
mempertimbangkannya sebagai pendapat yang paling s}ahih.
Mengenai perbedaan pendapat batasan waktu ini, dalam kitab Subu>lus
Sala>m, al-S}an’ani mengemukakan bahwa para ulama terbagi ke pada tiga
pentapat. Pertama, sebagian dari para ulama mengatakan batasannya adalah
sampai satu bulan setelah dikuburkan. Kedua, sampai rusaknya jenazah, karena
tidak ada gunanya mensalati jenazah jika sudah rusak. Ketiga, tidak ada batas
waktu, dalam artian selama-lamanya. Karena menurut ulama yang
berpendapat ini maksud dari salat dalam hadis ini adalah berdoa dan doa itu
diperbolehkan pada setiap waktu. Al-S{an’ani sendiri berpendapat yang benar
adalah yang ketiga.24
Pendapat yang mengatakan adanya batasan mensalati jenazah setelah
dikuburkan selama satu bulan sejak meninggalnya jenazah adalah d}a’if.
Karena hadis tersebut tidak menunjukkan kepada batasan. Dan perbuatan Nabi
yang dijelaskan dalam hadis tersebut adalah kebetulan, bukan sesuatu yang
direncanakan. Sedangkan perbuatan yang kebetulan terjadi tidak dapat
dijadikan dalil. Nabi pun tidak menetapkan batasan waktu secara khusus untuk
mensalati jenazah yang sudah dikuburkan.25

24
Muhammad ibn Isma’il al-S{an’ani, 1: 840.
25
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan, 4: 287.

9
Perlu diketahui bahwa pada asalnya tidak ada syari’at mensalati
jenazah setelah dikuburkan. Karena tidak ada riwayat yang menyebutkan
bahwa Nabi salat pada setiap kuburan, begitu pula para sahabatnya. Akan
tetapi hadis ini menjadi dalil bahwasanyna seseorang hanya boleh mensalati
jenazah yang sudah dikuburkan selama ia memiliki hubungan dengan jenazah,
seperti kerabat atau sahabat yang mereka sangat ingin mensalati dan
mendo’akan jenazah jika mereka dapat hadir ketika wafatnya jenazah.26
Sementara yang dilakukan orang-orang hari ini, mereka yang mensalati
jenazah yang sudah dikuburkan tidak memiliki hubungan apa pun dengan
jenazah atau bahkan tidak mengenalnya. Dan pada hari wafatnya tidak
memiliki keinginan untuk mendoakannya. Maka yang demikian termasuk
perbuatan bid’ah yang tidak ada asalnya. Karena Nabi tidak memerintahkan
orang yang berziarah kubur untuk mensalatinya, akan tetapi Nabi
memerintahkan agar mendoakannya.27
Ada pun untuk posisi mensalati jenazah yang sudah dikuburkan adalah
sesuai dengan jenis kelamin jenazahnya. Apabila jenazahnya laki-laki, maka
orang yang mensalatinya berdiri pada bagian kepalanya. Ada pun apabila
jenazahnya perempuan, maka orang yang mensalatinya berdiri di bagian
tengah kuburannya.28
9. Faidah Hadis
1) Disunnahkan untuk memberitahu para kerabat, teman, dan orang yang
berkepentingan dengan jenazah mengenai informasi wafatnya. Ini bukan
termasuk meratapi kepergian seseorang yang dilarang dalam agama.
2) Dalam hadis ini terdapat keterangan mengenai sifat tawad}u dan
kelembutan Nabi terhadap umatnya, rasa ingin tahu Nabi terhadap perihal
sahabatnya, memenuhi hak-hak mereka, dan memperhatikan kemaslahatan
mereka dalam hal dunia dan agama.

26
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan, 4: 486.
27
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan, 4: 486-487.
28
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan, 4: 285.

10
3) Hadis ini menjelaskan bahwa adanya kuburan yang gelap dan yang terang.
4) Hadis ini menunjukkan bahwa Allah menjadikan doa Nabi sebagai
perantara atau sebab terangnya kuburan yang gelap bagi penghuninya.
Yang dimaksud doa di sini adalah mensalati.
5) Dalam hadis ini terdapat larangan meremehkan sesama muslim.
6) Hadis ini terdapat keterangan mengenai keutamaan memelihara kebersihan
masjid. Ini merupakan amal kebaikan yang sunnah dilakukan.
7) Bolehnya mensalati jenazah di atas kuburnya merupakan pengecualian dari
larangan salat di kubur dan salat menghadap ke kubur.
8) Doa dapat memberi manfaat kepada orang-orangyang sudah meninggal
baik doa itu di dalam atau pun di luar salat.
D. KESIMPULAN
Hadis yang diterima oleh sahabat Abu Hurairah ini derajatnya s}ahih. Selain
karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang tidak perlu diragukan lagi
kes}ahihannya, penulis juga tidak menemukan komentar lain mengenai derajat
hadis ini.
Apabila ditinjau dari segi matan, hadis tersebut hanya memiliki sedikit
perbedaan saja pada tiap mukharij yang meriwayatkannya. Hadis tersebut
menjelaskan tentang Nabi yang mensalati jenazah seorang wanita yang bertugas
membersihkan masjid setelah jenazah tersebut dikuburkan.
Berdasarkan penjelasan yang telah penulis paparkan, hukum yang terkandung
dalam hadis tersebut adalah bahwa mensalati jenazah yang telah dikuburkan
adalah sunnah. Mengenai batasannya para ulama berbeda pendapat, akan tetapi
penulis mengambil kesimpulan yang paling s}ahih, yaitu bahwa tidak ada batasan
waktu bagi orang yang hendak mensalati jenazah yang sudah dikuburkan. Dengan
syarat orang tersebut termasuk orang yang layak untuk mensalati jenazah ketika
hari wafatnya jenazah. Ada pun orang yang tidak layak seperti anak kecil, orang
yang kehilangan akal, dan belum lahir ketika wafatnya jenazah maka haram
melaksanakannya.

11
Menukil tambahan yang dikemukakan Syaikh Fauzan, bahwa bolehnya
seseorang mensalati jenazah setelah dikuburkan apabila ia memiliki hubungan
dengan jenazah baik itu teman atau pun kerabat yang ketika hari wafatnya jenazah
sangat ingin mensalati dan mendoakan jenazah akan tetapi tidak bisa hadir. Ada
pun jika orang yang tidak memiliki hubungan dengan jenazah dan ketika hari
wafatnya jenazah tidak memiliki kepentingan untuk mendoakan dan mensalati
jenazah, atu dalam kata lain hanya sedang berziarah kubur maka haram baginya
mensalati jenazah yang sudah dikuburkan. Karena ketika berziarah kubur
Rasulullah memerintahkan untuk mendoakan, bukan mensalati.
Posisi orang yang mensalati jenazah setelah dikuburkan adalah sesuai dengan
jenis kelamin jenazah. Apabila laki-laki maka berdirinya pada bagian kepala.
Apabila perempuan maka berdirinya pada bagian tengah kuburan jenazah.
E. DAFTAR SUMBER
Abdullah ibn S{alih ibn Fauzan, Mihatu al-‘Alam Syarhi Bulugi al-Mara>am, 1428
H, Arab Saudi: Da>r ibn al-Jauzi>.
Abdurrahman al-Bassam, Taud{ih al-Ahka>m min Bulug al-Mara>m, terj. Thahirin
Suparta, M. Faisal, Adis Aldizar, 2006, Jakarta: Pustaka Azzam.
Abū ‘Abdullah Muhammad bin Isma‘il Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī, 1422 H,
Dar Ṭauq al-Najāh.
Abū ‘Abdullah Muḥammad bin Yazīd bin Al-Qazwainī Ibnu Mājah, Sunan Ibn
Mājah, 1997, Beirut: Dar Iḥyā’ al-kutub al-’arabiyah.
Ah{mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar al-’Asqala>ni>, Bulu>g al-Mara>m min Adillat al-Ah{ka>m,
ed. oleh Sami>r ibn Ami>r al-Zuhri>, 1424 H, Riya>d{: Da>r al-Falaq.
Ah{mad ibn Muh{ammad ibn H{anbal al-Shayba>ni>, Musnad al-Ima>m Ah{mad ibn
H{anbal, 2001, Beirut: Muassasah al-Risa>lah.
Al-Alawi Al-Abbas, al-Maliki Hasan Sulaiman al-Nuri, Ibanatul Ahkam [Terj.],
2010, Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publication.
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamal Fi Asmai ar-Rijal, 1980, Bairut: Muassasah ar-
Risalah.

12
Amr Abdu al-Mun’im Sulaim, Taisir ‘Ulumu al-Ḥadīṡ li al-Mubta’īn, 2000, Kairo:
Dar Al-Ḍiyā.
Evan Hamzah. Pandangan Ulama Terhadap Kitab Shahih Bukhori. STAI asy-
Syukriyyah. 2020.
Muhammad ibn Isma’il al-S{an’ani, Subu>lu al-Sala>m Syarah Bulu>g al-Mara>m, terj.
M. Isani, M Rasikh, Muslim Arif, 2007, Jakarta: Darus Sunnah.
Muslim bin al-ḥajāj Abū al-Hasan al-Qusyairī Al-Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim, t.t,
Beirut: Dar Ihya al-Turāṡ al-‘Arabī.
Tim Penyusun STAI Persis Garut, Panduan Karya Tulis Ilmiah, 2020, Garut:
STAIPI Garut PRESS.
Putera Toha. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang:
Raja Grafindo.

13

Anda mungkin juga menyukai