Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGEMBANGAN ALIRAN- ALIRAN ISLAM DALAM KONTEKS


KEKINIAN
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Aswaja
Dosen Pengampu : Syamsul Ma’arif, MSI

Anggota :
1. Rully Inayah (171240000717)
2. Fima Aldian ( 171240000712)
3. Ni’matuh Hanifah (171240000716)
4. Nefia Safitri (171240000718)

PRODI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Jepara, 30 Desember 2018

Penulis
Daftar isi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan agama peradaban yang membawa rahmat bagi semesta alam, bukan
agama teroris. Dengan misi inilah Allah mengutus Rasul-Nya, Muhammad S.AW,
sebagaimana di tegaskan dalam firman –Nya, ” dan Tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Tiga hal penting yang seharusnya menjadi pegangan bagi setiap orang adalah: toleran,
moderat, dan akomodatif. Bagi orang muslim, keimanan yang hanya dibalut dengan simbo-
simbol tidaklah cukup. Orang yang telah beriman harus disempurnakan dengan amal dan
ibadah yang baik, serta perilaku yang terpuji (al-akhlaq al-karimah).
Akhir-akhir ini marak berkembang gerakan keagamaan yang disebut sebagai gerakan
salafi. Mereka sering mengklaim bahwa mereka hadir untuk menghidupkan kembali ajaran
ulama salaf untuk menyelamatkan umat dari ‘badai kesesatan’ yang melanda dunia islam saat
ini. Acapkali gerakan ini menegaskan bahwa kelompok selain mereka tidak memiliki jaminan
keselamatan. Tidak jarang pula mengklaim dirinya sebagai golongan yang selamat seperti
dinubuatkan oleh Nabi Muhammad SAW. Konsekuensi dari klaim ini adalah menafikan
kelompok yang lain. Maksudnya, hanya kelompok mereka yang dianggap benar, sedangkan
kelompok lainnya sesat.
Tentu saja, persoalan klaim yang mereka usung itu mengganggu ketentraman
kelompok lain yang telah mengikuti ajaran islam secara istiqomah dan konsisten. Bahkan
lebih dari itu, kelompok salafi juga meresahkan karena sering melontarkan tuduhan bid’ah,
syirik, dan kafir kepada kelompok yang tidak sepaham dengan mereka.
Pertanyaan mendasar yang harus diajukan di sini adalah : siapakah sebenarnya
kelompok salafi? Bagaimana komentar serta sikap para ulama terhadap mereka? Tulisan
ringan ini berusaha menjawab pertanyaan - pertanyaan tersebut secara objektif, ilmiah, dan
dapat dipertanggung jawabkan.
Dengan adanya sedemikian rupa perspektif akan Islam, dengan berbagai model dan
konsep ke-Islamannya, maka di sini kami akan menguraikan Ajaran Salafi, Wahabi, ikhwanul
muslimin dan hizbut tahrir, agar kita tahu, memahami, mengapa ada orang yang
mengharamkan tahlilan,Ziarah kubur, bertawasul, dan lain sebagainya.
Semoga memberi manfaat bagi kita, dan bagi para penulis khususnya, semoga Allah,
S.W.T , amal sederhana ini sebagai amal Shaleh di sisi-Nya, amiin.

2.1 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan salafi wahabi, ikhwanul muslimin dan hizbut tahrir ?

b. Siapakah tokoh salafi wahabi, ikhwanul muslimin dan hizbut tahrir ?

c. Apa saja ajaran-ajaran salafi wahabi dan hizbut tahrir ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Salafi-Wahabi
Kata Salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf, kata as-salaf sendiri
secara bahasa bermakna “orang-orang yang mendahului atau hidup pada zaman kita” .
Adapun makna terminologis As-Salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah sebuah
penjelasan Rasulullah S.A.W dalam hadisnya “Sebaik-baiknya manusia adalah(yang hidup)di
masaku, kemudian yang megikuti mereka (Tabi’ien), kemudian yang mengikuti mereka
(Tabi’at-Tabi’ien).” (H.R. Bukhari dan Muslim ).
Berdasarkan hadis ini yang dimaksud as-salaf adalah para sahabat Nabi S.A.W,
kemudian Tabi’ien(pengikut Nabi setelah masa Sahabat), lalu Tabi’at-Tabi’ien(pengikut Nabi
setelah masa Tabi’ien), termasuk didalamnya para Imam Mazhab, seorang salafi berarti
seorang yang mengaku mengikuti jalan para sahabat Nabi S.A.W, Tabi’in dan Tabi’ at-
Tabi’in dalam seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka.
Sampai disini, tampak jelas bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan arti salafi
ini, kerena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas kedudukan para Sahabat
Nabi S.A.W. dan generasi terbaik umat Islam sesudahnya, Tabi’at-Tabi’in atau dengan kata
lain seorang muslim manapun sebenarnya sedikit banyak memiliki kadar ke-salafi-an dalam
dirinya, meskipun ia tidak pernah menggembor-gemborkan pengakuan bahwa ia seorang
salafi. Sebab, maksud dari salafi itu sendiri adalah Islam. Ini sama persis dengan pengakuan
dengan pengakuan kemusliman siapa pun yg terkadang lebih sering berhenti pada taraf
pengakuan belaka.
Namun demikian, saat ini penggunaan istilah salafi menjadi tercemari, karena
propaganda yang begitu gencar, istilah salafi saat ini menjadi mengarah kepada kelompok
gerakan Islam tertentu, di mana kelompok tersebut melakukan klaim dan mengaku-aku
sebagai satu-satunya kelompok salaf, terlebih lagi, karena cenderung menyimpang dari ajaran
Islam yang benar yang dianut oleh mayoritas umat Islam dari sejak zamam Rasulullah
S.A.W, hingga saat ini.

2.2 Mengenal Jati Diri Salafi


Kelompok yang sekarang mengaku sebagai salafi dahulunya dikenal dengan nama
Wahabi. Tidak ada perbedaan antara salafi saat ini dengan wahabi. Kedua istilah itu ibarat
dua sisi mata uang: satu dari sisi keyakinan dan satu dari segi pemikiran. Mereka lebih
dikenal dengan Wahabiyyah di jazirah arab. Namun, ketika diekspor ke luar arab, mereka
mengatasnamakan dirinya sebagai salafi, khususnya setelah bergabungnya Muhammad
Nashiruddin al-Albani, yang mereka pandang sebagai ulama ahli hadist.
Pada hakikatnya, mereka bukanlah salafi atau para pengikut ulama salaf. Mereka
lebih tepat jika disebut sebagai Salafi-Wahabi, yakni pengikut Muhammad ibn ‘Abdil
Wahhab Sulayman an-Najdi yang dilahirkan di uyaynah, Najd, Arab Saudi, pada tahun 115
Hijriyah/1703 M, dan wafat pada tahun 1206 Hijriyah/1792 M. Pendiri wahabi tersebut
sangat mengagumi Ibnu Taymiyyyah, seorang ulama kontroversial yang hidup diabad ke-8
Hijriyah, dan bnyak mempengaruhi cara berpikirnya.
Wahabi berganti baju menjadi salafi atau terkadang disebut “Ahlussunah”- tanpa
diikuti dengan kata “wal-Jamaah – karena mereka merasa risih dengan penisbatan tersebut
sebelumnya mengalami banyak kegagalan dalam dakwahnya. Hal itu diungkapkan oleh Prof.
Dr. Said Ramadhan al-Buthi dalam bukunya, as-Salafiyah Murzalah az-Zumaniyyah al-
Mubarakah La mazhab Islami, mengatakan bahwa wahabi mengubah strategi dakwahnya
dengan mengganti nama enjadi “Salafi” karena mengalami banyak kegagalan dan merasa
tersudut dengan panggilan nama wahabi yang dinisbatkan kepada pendirinya, yakni
Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab. Oleh karena itu, sebagian kaum uslimin menamakan mereka
dengan sebutan “Salafi Palsu” atau mutamaslif.
Untuk menarik simpati umat islam, Wahabi berupaya mengusung agenda dakwah
yang sangat terpuji yaitu, memerangi syirik, penyembahan berhala, pengultusan kuburan,
serta membersihkan islam dari bid’ah dan khufarat. Namun, mereka salah kaprah dalam
penempatannya, bahkan dapat dibilang dalam banyak hal mereka telah melenceng dari dari
ajaran islam itu sendiri.
Tidak ada satu pun riwayat hadist shahih yang menjelaskan bahwa ada diantara para
sahabat Nabi, ulama salaf, para imam mujtahid, dan ahli hadist, ynag menyebut diri mereka
sebagai kaum salafi. Memang secara bahasa, kata “salaf” (yang berarti terdahulu) sudah lama
uncul dalam khazanah perbendaharaan islam. Bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW,
istilah itu dikenal. Sebagai contoh adalah uacapan salam yang diajarkan Nabi Muhammad
SAW kepada sahabatnya saat berziarahkubur yaitu : “As-salamu’alaikum ya ahla al-qubur
yaghfirallahu lana walakum. Antum salafuna wa nahnu bi al-atsar( Keselamatan untuk kalian
wahai ahli kubur, semoga allah mengampuni kami dan kalian. Kalian adalah para salaf [
pendahulu ] kami, sedangkan kami nanti pasti akan menyusul )”. (HR. At-tirmidzi dan ath-
Tabrani). Dalam hadist tersebut terdapat kata “salaf” yang artinya ‘para pendahulu’. Akan
tetapi, istilah itu sama sekali tidak merujuk sekelompok orang yang memiliki keyakinan sama
atau mazhab khusus dalam islam.
Istilah ‘salafi’ sebagai nama kelompok pertama kali muncul di Mesir pasca
penjajahan Inggris. Tepatnya, saat muncul gerakan pembaruan islam (al-Ishlah ad-Dini) Pan-
Islamisme, yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afghani dan muridnya, Muhammad Abduh di
akhir abad ke-19 M. Muhammad Abduh mengenal istilah ‘salafi’ untuk menumbuhkan rasa
patriotisme dan fanatisme yang tinggi terhadap perjuangan umat islam, salain membendung
pengaruh sekularisme, penjajahan, dan hegemoni Barat atas dunia Islam. Namun, pengertian
dan konteks penamaan “salafi” sebagaimana diperkenalkan Muhammad Abduh berbeda lagi
dengan istilah “salafi” yang kemudian digunakan saat untuk menggelari sekelompok orang
yang mengklaim dirinya sebagai satu-satunya penerus ajaran as-salaf ash-Shalih (para
sahabat Nabi SAW, Tabi’in, dan Tabi’u at-Tabi’in). Untuk maksud yang kedus itu, istilah
“Salafi” pertama kali dipopulerkan oleh Nashiruddin al-Albani, sebagaimana terekam dalam
dialognya bersama pengikutnya, yaitu Abdul Halim Abu Syuqqah, pada bulan Juli 1999
Rabi’ul Akhir 1420 H.
Dengan kelihaiannya dala mengaduk-aduk hadis, Nashiruddin al-Albani yang
merupakan pendatang baru dalam kelompok wahabi dengan lihai meracik nama baru untuk
menyegarkan dan meremajakan paham wahabi yang makin lama makin memiliki citra negatif
di dunia islam. Dia sangat berjasa bagi kelanjutan dakwah Salafi-Wahabi dengan
memunculkan istilah “Salafi”.
Satu hal yang patut direnungkan, bukankah penggunaan istilah “Salafi” seperti itu
juga merupakan “hal baru dalam agama” alias bid’ah. Mengapa istilah tersebut selalu
didengung-dengungkan dalam menghantam umat islam yang lain?

2.3 Sekilas tentang Wahabi dan Pendirinya


Penanaman Wahabiyyah sejak semula dinisbatkan kepada Muhammad ibn ‘Abdil
Wahhab. Ia wafat dalam keadaan sanagat sepuh, di usia sekitar 91 tahun. Ia mempelajari ilmu
agama dasar mazhab hambali dari ayahnya yag juga seorang qadhi (Hakim). Ia juga sempat
mengaji kepada beberapa guru agama di makkah dan madinah, seperti kepada Syekh
Muhammad ibn Sulaymanal-Kurdi, Syekh Muhammad Hayat as-Sindi, dan lain-
lain.Kemudian, ia berangkat ke Bashrah untuk mempelajari ilmu agama. Namun, ia terpaksa
kembali lagi karena ditolak menjadi murid.
Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab dikenal gemar membaca berita dan kisah orang-orang
yang mengaku sebagai nabi, seperti Musaylamah al-Kadzab, Sajah at-Taghlabiyyah, al-
Aswad al-Unsi, dan Thulayhah al-Asadi. Namun, pengetahuan agamanya dianggap kurang
memadai, karena ia hanya belajar ilmu agama kepada segelintir guru, termasuk ayahnya
sendiri, dalam waktu yang sangat minim dan terputus-putus. Kenyataan ini diakui oleh
beberapa ulama, di antaranya, Dr. Muhammad al-Mas’ari dalam bukunya yang berjudul al-
Kawasyif al-jaliyyah fi kufri ad-Dawlah as-Su’udiyyah ketika ia menyinggung kondisi awal
berdirinya Arab Saudi. Pada buku tersebut, ia menjelaskan bahawa sebelum bersengkongkol
dengan keluarga as-Sa’ud dan Inggris untuk memberontak kepada Kekhalifahan Turki
Ustmani, Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab hanyalah seorang ustad kampung yang tidak
menonjol, biasa-biasa saja, dan bahkan tidak diperhitungkan. Ketokohan dan keulamaannya
tidak dikenal sama sekali diantara para ulama yang hidup dimasanya.
Muhammad ibn Humayd, mufti makkah dan tokoh ulama terkenal yang hidup
sezaman dengan Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab dalam jajaran ulama mazhab Hambali.
Padahal ia menyebutkan sedikitnya 800 nama ulam dan tokoh azhab Hambali dizamannya,
termasuk ‘Abduln Wahhab, ayah dari Muhammad ibn Hambal, dan memuji tingkat
keilmuannya. Dia juga menjelaskan bahwa ayah uhammad ibn ‘Abdil Wahhab sangat jengkel
kepada anaknya itu dengan mengatakan : “Betapa kalian akan melihat keburukan yang akan
dilakukan oleh Muhammad (bin ‘Abdil Wahhab). Allah telah menghadirkan yang akan
terjadi pasti akan terjadi”.
Kenyataan bahwa Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab bukan seorang ulama besar juaga diakui
oleh ulama-ulama Wahabi di dalam ad-Durar as-Saniyah, buku rujukan utama ulama Wahabi.
Disana disebutkan : “Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab tidak pernah mengaku sebagai imam.....
tidak ada seorangpun yang disebut imam pada masa hidupnya”.
Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab juga mendapatkan kritik dan Sulayman ibn ‘Abdil
Wahhab, yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Sang kakak menganggap keyakinan dan
paham adiknya itu menyimpang dan nyeleneh. Kritik Sulayman ibn ‘Abdil Wahhab yang
sangat pedas terhadap sang adik dituangkan dalam dua bukunya, ash-Shawa’iq al-Ilahiyyah
fitar-Radd ‘ala al-Wahabiyyah dan Fashl al-Khitab fi ar-Radd ‘ala Muhammad ibn ‘Abdil
Wahhab. Sulayman ibn ‘Abdil Wahhab menganggap penting untuk menulis kedua buku
tersebut karena melihat adiknya sudah jauh menyimpang dari ajaran islam.
Pada tahun 1143 H, Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab mulai mendakwahkan aliran
barunya. Akan tetapi, ayahnya bersama para masyayikh dan guru-guru besar dikampung
halamannya berdiri tegakmenghalau kesesatannya. Mereka membongkar kebatilan
ajakannya, sehingga dakwahnya tidak laku. Sejak menempuh masa studinya yang singkat,
Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab memang telah menampakkan gelagat menyimpang yang
besar. Ayahnya dan para gurunya mengingatkan masyarakat akan bahaya menyimpangnya itu
dengan mengatakan : “Anak ini akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang yang
allah sengsarakan dan jauhkan dari rahmat-Nya!”.
Barulah ketika ayahnya wafat pada tahun 1153 H, Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab
mulai leluasa untuk menebar kembali pesonanya. Ia menyeruakan kembali ajakan di kalangan
para awam yang lugu dan tak tahu banyak tentang agama sehingga mereka dengan udah mau
mengikuti ajakannya. Ibnu Bisyr dalam kitabnya ‘Unwan al-Majd pada jilid 1/8 menceritakan
tragedi itu : “Setelah Syekh Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab sampai ke Huraymila, dia
berdialog dengan ayahnya dan mengingkari perilaku bid’ah dan kesyirikan yang dilakukan
oleh orang-orang bodoh (baca: umat Islam). Dia banyak mengingkari hal itu dan semua
larangan-larangan, sehingga terjadi perang mulut antara dirinya dengan ayahnya.
Kekisruhan yang sama juga terjadi antara dia dengan warga kampungnya. Hal itu
berlangsung selama bertahun-tahun sampai ayahnya wafat pada tahun 1153. Setelah itu dia
memproklamirkan dakwahnya”.
Atas tragedi tersebut, para ulama mengecap Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab sebagai
anak durhaka. Terlebih lagi, ayah kandungnya yangn seorang qadhi (pakar ilmu fiqih mazhab
hambali) dan sangat paham tentang ajaran islam, juga seluk beluk masyarakatnya telah
membantah keyakinan sesat anaknya yang telah mencap umat islam sebagai pelaku bid’ah
dan syirik.
Dakwah Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab yang dianggap menyimpang
membangkitkan masyarakat di Huaraymila untuk melawan. Dalam satu peristiwa,
Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab nyaris terbunuh. Kemudian ia melarikan diri ke kota
Uyaynah. Di sana ia merapat kepada emir (penguasa, walikota) kota tersebut dan menikahi
gadis dari salah seorang kerabat emir itu. Dari sanalah ia memulai kembali dakwahnya
dengan membid’ah amalan-amalan kaum muslimin pada umumnya. Namun, tidak lama
kemudian, masyarakat Uyaynah keberatan dengan ajakannya sehingga mereka mengusirnya
dari kota tersebut. Lalu, ia pergi meninggalkan Uyaynah menuju Dir’iyah di sebelah timur
kota Najd (sebuah daerah yang dahulu didiami oleh Musaylamah al-Khadzab yang mengaku-
ngaku nabi d masa Khalifah Abu Bakar.
Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab mendapat dukungan penuh dari emir kota dir’iyah,
yaitu Muhammad ibn sa’ud sehingga warga masyarakat disana pun menyambut ajarannya
dengan hangat. Saat itu ia bertingkah seperti seorang mujtahid agung. Ia tidak pernah
menghiraukan pendapat para imam dan ulam terdahulu maupun yang sezaman dengannya.
Padahal semua orang tahu bahwa ia sangat tidak layak untuk mensejajarkan dirinya di barisan
para ulama mujtahid.
Hal itu disampaikan oleh Syekh Sulayman ibn ‘Abdil Wahhab dalam bukunya.
Sebagai kakak kandung, ia tahu persis bagaimana perilaku dan kondisi adiknya itu. Dalam
bukunya itu, Syekh Sulaiman menggambarkan bagaimana perilaku buruk adiknya itu, yang
menurutnya sesat dan menyimpang dari ajaran islam. Salah satu pernyataan Syekh Sulayman
adalah sebagai berikut :
“Pada hari ini masyarakat tengah ditimpa bencana besar dengan kemunculan orang
yang mengaku berpegang dan beristinbat dari Al-Qur’n dan as-Sunah. Dia masa bodoh
dengan orang-orang yang menyalahinya. Bahkan, setiap orang yang menyalahinya dianggap
kafir olehnya. Begitulah, sementara ia tidak memiliki satu pun kriteria sebagai seorang ahli
ijtihad.

2.4 Sejarah dan Mata Rantai Salafi di Indonesia


Sejak awal tahun 1980-an, terjadi perkembangan dakwah yang agak berbeda di
Indonesia. Saat itu mulai berdatangan elemen-elemen pergerakan dakwah islam dari luar
negeri ke Indonesia. Jika menurut sejarah, dekade tahun 1970-an merupakan tahun-tahun
awal “Internasionalisasi” jamaah-jamaah dakwah tertentu. Pada tahun 1890-an mulai uncul
kepermukaan eklompok-kelompok dakwah seperti Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin), jamaah
Tabligh (JT), Hizbut Tahrir (HT), Jamaah Islamiyah (JI), dan lain-lain.
Nama salafi mulai populer di Indonesia sekitar tahun 1995 bersamaan dengan
terbitnya majalah salafi yang dibidani oleh Ja’far Umar Thalib dan kawan-kawan.
Sebagaimana telah disinggung, salafi sebenarnya adalah nama lain dari wahabi yang sudah
ada sejak abad ke-18 di dir’iyah, Arab Saudi, yang ditandai dengan adanya upacara sumpah
penetapan Ibnun Sa’ad sebagai emir dan Muhammad ibnn ‘Abdil Wahhab sebagai imam
urusan agama pada tahun 1744 M. Tahun itu menjadi tonggak awal perjuangan dakwah
Wahabi di Arab Saudi hingga ke mancanegara. Gerakan itu dinamai Wahabi, yang
dinisbatkan untuk kepada nama pendirinya, Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab. Selanjutnya,
untuk strategi dakwah, Wahabi berganti nama menjadi salafi.
Penggantian nama itu juga dilatarbelakangi cemarnya nama Wahabi yang sejak
kemunculannya dipenuhi banayak pertumpahan darah kaum muslimin, khususnya pasca
kemenangan pemberontakan keluarga Sa’ud yang didukung Inggris terhadap Kekhalifahan
Turki Ustmani. Sehingga keluarga Sa’ud mampu berkuasa dan menamakan negaranya
dengan nama keluarga tersebut, yaitu Ali Sa’ud (keluarga saudi). Inggris sendiri
mendapatkan konsesi minyak bumi dari dukungan itu. Seiring berkuasanya Klan Sa’ud,
pemikiran agama Muhammad ibn ‘abdil Wahhab keudian ditetapkan sebagai akidah resmi
negara sehingga pemerintah dapat menindak tegas setiap penentang paham Wahabi di Jazirah
Arab.
Keluarga Sa’ud bersama Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab terus melancarkan aksi
ekspansinya ke wilayah-wilayah lain di luar wilayah Arab Saudi. Terkemudian, paham salafi
di dunia terpecah menjadi dua faksi, yaitu Salafi Haraki dan Salafi Yamani. Tokoh perintis
Salafi Yamani adalah ustadz Ja’far Umar Thalib, yang di kemudian hari menjadi Panglima
Laskar Jihad saat pecah konflik horizontal di Ambon pada awal-awal era reformasi.

2.5 Perbedaan Salafi-Wahabi dan Ahlussunnah Wal-Jamaah


Sebelum menjelaskan perbedaan antar ajaran-ajaran pokok Salafi-Wahabi dan
Ahlussunnah wal-Jamaah, terlebih dahulu akan dipaparkan ajaran-ajaran yang diusung oleh
Salafi-Wahabi yang berbeda dengan ajaran yang dihayati oleh kaum muslimin pada
umumnyaadalah sebagai berikut.
1) Wahabi melakukan at-tajsim dan at-tahyiz. Mereka memaknai ungkapan-ungkapan
yang dikaitkan dengan Allah SWT seperti “istiwa (bersemayam), al-jihad (arah), al-
jismiyah (jisim), al-maji (datang)” dalam makna hakiki bukan majasi.
2) Wahabi mengafirkan orang lain yang tidak sepaham dengannya. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Syekh Sulayman, kakak kandung Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab,
dan kitabnya ash-Shawaiq al-Ilahiyah. Syekh Sulayman menjelaskan bahwa wahabi
mengklaim mengikuti Al-Qur’an, as-Sunnah dan berijtihad sendiri, lalu memaksa
orang lain untuk mengambil dan mengikuti pemahamannya. Jika ada orang lain yang
menyimpang dari pemahaman Wahabi, maka dianggap kafir.
3) Wahabi menuduh syirik orang-orang yang bermazhab dan taklid.
4) Wahabi membagi tauhid menjadi 3 bagian, yaitu Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rubuiyah,
dan Tauhid al-Asma wa ash-Shifat.
5) Wahabi melarang tawasul dengan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana kita ketahui
bahwa pemahaman keagamaan dari kalangan wahabi berbeda dengan mayoritas kaum
muslimin, yaitu Ahlussunnah wal-Jama’ah, misalnya saja dalam memandang hukum
tawasul dan istigasah. Di dalam buku msntsnn kiai NU Menggugat shalawat dan Zikir
Syirik Ustadz Mahrus Ali sebagai salah satu penyambung lidah paham Wahabi di
Indonesia menganggap bacaan-bacaan shalawat dan doa yang telah mentradisi di
lingkungan Ahlussunnah wal-Jamaah sejak masa salaf ash-shalih hingga sekarang ini
sebagai perbuatan syirik, kufur, bid’ah dan sesat.
Karena itu, dalam kesempatan ini perlu dijelaskan ide dasar dari tawasul itu sendiri.
Allah SWT telah menetapkan bahwa biasanya urusan-urusan di dunia ini terjadi
berdasarkan hukum kausalitas; sebab akibat. Sebagai contoh, sekalipun Allah SWT
sesungguhnya Maha Kuasa untuk memberikan pahala kepada siapa pun yang tidak
beramal shaleh, namun pada klenyataannya hal ini tidaklah demikian. Allah
SWTjustru memerintahkan manusia untuk beramal shaleh dan melakukan perbuatan
baik lainnya yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.
Allah SWT telah menjadikan tawasul dengan para nabi dan wali sebagai salah satu
sebab dipenuhinya permohonannya seorang hamba. Padahal Allah SWT Maha Kuasa untuk
mewujudkan akibat tanpa sebab-sebab tersebut. Oleh karena itu, kita diperkenankan untuk
bertawasul dengan para nabi dan wali agar permohonan kita dikabulkan oleh Allah SWT.
Jadi tawasul adalah sebab yang dilegitimasi oleh syariat sebagai sarana dikabulkannya
permohonan seorang hamba. Tawasul dengan para nabi dan wali diperbolehkan baik disaat
mereka msih hidup maupun setelah mereka meninggal, karena seorang mukmin yang
bertawasul tetap berkeyakinan bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan
mendatangkan bahaya secara hakiki, kecuali Allah SWT. Sedangkan para nabi dan para wali
tidak lain hanyalah sebab dikabulkannya permohonan seorang hamba lantaran kemuliaan dan
ketinggian derajat mereka. Ketika seorang nabi atau wali masih hidup, Allah SWT yang
mengabulkan permohonan mereka. Demikian pula setelah mereka meninggal, Allah SWT
yang akan mengabulkan permohonan seorang hamba yang bertawasul melalui mereka. Jadi,
yang mengabulkan bukan nabi atau wali itu sendiri. Hal ini orang seperti yang sakit lalu
berobat ke dokter agar diberikan kesembuhan oleh Allah SWT, dimana pada hakikatnya,
Allah SWT yang menciptakan kesembuhan, sedangkan obatnya hanyalah sebab dari
kesembuhan itu. Dengan kata lain, obat adalah contoh sebab ‘adi (sebab-sebab alamiah),
sementara tawasul adalah sebab syar’i, maka Rasulullah SAW tidak akan mengajarkan orang
buta (yang datang kepadanya) agar bertawasul kepada beliau. Didala hadist shahih, riawayat
Ustman ibn Hunayf R.A, Rasulullah SAW mengajarkan kepada orang buta untuk berdoa
dengan mengucapkan kalimat sebagai berikut :
“Ya allah aku memohon dan memanjatkan doa kepada-Mu dengan Nabi kami
Muhammad, nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon
kepada Tuhankun dengan engkau berkait dengan hajatku agar dikabulkan.”
Setelah melaksanakan petunjuk dari Rasulullah SAW, orang buta tersebut benar-benar
diberikan kesembuhan oleh Allah SWT. Orang buta tersebut dapat melihat kembali. Padahal
saat mengamalkan petunjuk itu, orang buta tersebut tidak berada di hadapan (majlis)
Rasulullah SAW. Seorang sahabat Rasulullah yang menjadi saksi mata atas peristwa itu
kemudian mengajarkan hal yang sama kepada orang lain. Umat islam selanjutnya senantiasa
menyebutkan hadis ini dan mengamalkan isinya samapai sekarang.
Para ahli hadis memasukkan hadis di atas dalam karya-karya mereka, seperti Imam
Ahmad dan at-Tirmidzi yang menilainya berkualitas hasan shahih, an-Nasa’i dalam ‘Amal al-
Yawm wa al-Laylah, Ibnu Khuzaymah dalam ash-shahih, Ibnu Majah dalam al-Mu’jam al-
Kabir dan al-Mu’jam ash-Shaghir, serta at-Tabrani dalam ad-Du’a, keduanya menilai hadis
tersebut shahih, al-Hakim juga menilainya shahih di adz-Dzabi dan al-hafizh al-Bayhaqi,
masing-masing di dalam dalail an-Nubuwwah dan ad-Da’awat al-Kabir. Masih banyak lagi
ulama lain yang mengakui hadis tersebut. Dari kalangan ahli hadis terkemudian
(mutaakhkhirin), hadis di atas disebitkan oleh Imam an-Nawawi, al-Hafizh Ibnu al-Jazairi,
asy-Syawkani, dan lain-lain.
Hadis tersebut adalah dalil dibolehkannya tawasul dengan Rasulullah SAW pada saat
beliau masih hidup, dan tidak langsung berhadapan di depan beliau. Hadis tersebut juga
menunjukkan bolehnya bertawasul dengan Rasulullah SAW setelah setelah beliau wafat
seperti diajarkan oleh perawi hadis tersebut, yaitu Utsman ibn Hunayf R.A kepada seorang
tamu yang hendak menghadap Khalifah Ustman ibn Affan R.A. Jadi, hadis tersebut tidak
hanya berlaku di masa hidup Rasulullah SAW, tetapi berlaku selamanya karena tidak ada
hadis lain yang menghapusnya (nasakh).
2.6 Biografi pendiri Ikhwanul Muslimin
Hasan Al-Banna lahir tahun 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir.
Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal separuh isi Al-Qur’an. Ayahnya, Syekh
Ahmad Abdurrahman al-Banna adalah seorang ulama fiqih dan ahli hadits, terus memberikan
motivasi agar al-Banna melengkapi hafalannya. Akhirnya pada usia 14 tahun, Hasan al-
Banna berhasil menghafal seluruh isi Al-Qur’an.
Hasan Al-Banna memulai pendidikannya di madrasah Al-Rasyad, pada madrasah
tersebut beliau bersahabat dengan Syaikh Zahran. Setelah selesai dari Madrasah tersebut,
beliau melanjutkan pada sekolah guru pertama di Damanhur dan Universitas Dar al-Ulum,
Kairo. Pada tahun 1927, beliau lulus dengan predikat cumlaude. Setelah lulus beliau diangkat
sebagai seorang guru di lingkungan pendidikan, kemudian ditempatkan di kota Ismailiyah. Di
samping menunaikan tugas mengajar beliau aktif berdakwah. Aktibitasnya dimulai dari
masjid ke masjid dan kedai-kedai kopi. Dengan kekarismatikan dan teknik dakwah yang
dapat menyentuh para audiens, semakin banyak orang yang beragama Islam empati kepada
beliau.
Imam al-Banna mengajukan manhaj dakwah yang menurutnya Islam itu sendiri.
dalam bukunya Risalah Baina al-Ams wal Yaun, ia menulis, “sejujurnya, Ikhwan sekalian,
kita harus ingat bahwa kita berdakwah dengan dakwah Allah Swt yang merupakan dakwah
yang paling mulia. Kita mengajak manusia untuk memegang pemikiran Islam, yang
merupakan pemikiran yang paling lurus. Dan kita mengajukan syari’at Al-qur’an kepada
manusia, yang merupakan syari’at yang paling adil.”
Pemikiran Al Banna dan dakwahnya adalah Islam. Tidak ada unsur selain islam. Dan
ia tidak pernah mencampuradukkan Islam dengan unsur lain sedikitpun, berupa agama, aliran
atau kepercayaan selain Islam. Imam al-Banna tidak membawa agama baru atau pemikiran
baru namun yang ia bawa adalah apa yang telah di sampaikan oleh Nabi Muhammad saw,.
Oleh karena itu, pemikiran Imama al-Banna menjadi istimewa dibandingkan pemikiran yang
lain.
Dalam masalah Politik, Hasan al-Banna berpendapat, “Jika ada yang menyangka
bahwa agama tidak berkaitan dengan politik atau bahwa politik bukan bagian dari sasaran
agama, berarti orang itu telah medzalimi dirinya sendiri, dan medzalimi keilmuannya
terhadap Islam. Dan kita tidak mengatak bahwa dia mendzalimi Islam, karena Islam adalah
syari’at Allah yang tidak mengandung kebatilan dari dalamnya maupun dari belakangnya.
Alangkah indahnya perkataan Imam al-Ghazali ra, “ketahuilah, syari’ah adalah dasar, dan
raja adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak mempunyai dasar akan runtuh, dan sesuatu yang
tidak ada penjaganya akan hilang. Daulah Islam tidak akan berdiri kecuali berdasarkan asas
dakwah, sehingga dia menjadi agama risalah, bukan sekadar urusan administrasi, dan tidak
menjadi pemerintahan yang material, beku dan tuli, yang tidak mempunyai ruh. Dan dakwah
Islam pun tidak berdiri kecuali di bawah naungan penjagaan negara, bantuan dan
kekuatannya.”
Masa hidup al-Banna tidak lama, yaitu hanya 43 tahun. Ia dibunuh pada 12 Februari
1949 oleh polisi Mesir, atas perintah Raja Farouk I. Kejadiannya, ketika ia berada di dalam
mobil untuk suatu keperluan (dakwah), beserta sahabatnya, Dr. Abdul Karim Manshur.
Kemudian tiba-tiba datang beberapa polisi rahasia–beberapa waktu kemudian pengadilan
mengganjar para polisi itu dengan hukuman 25 tahun dan 15 tahun penjara—memberondong
mobilnya dengan peluru, setelah mematikan lampu di sekitar kota itu. Al-Banna saat itu
masih sempat hidup dan kemudian wafat di Rumah Sakit al-Qashr al Aini.[5]
Al-Banna memang berhasil menuangkan pemikiran-pemikiran Ikhwan secara mudah,
misalnya ketika ia merumuskan tentang rukun baiat Al Ikhwan al Muslimun, al-Banna
memaparkan secara ringkas sepuluh perkara, yaitu: faham, ikhlash, amal, jihad, berkorban,
tetap pada pendirian, tulus, ukhuwah, dan percaya diri. Kemudian al-Banna mengatakan,
”Wahai saudaraku yang sejati! Ini merupakan garis besar dakwah Anda. Anda dapat
menyimpulkan prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kalimat, Allah Tujuan Kami, Rasulullah
teladan kami, Al-Qur`an Dustur Undang-undang Dasar Kami, Jihad Jalan Kami dan Mati
Syahid Cita-cita Kami yang Tertinggi” (Allahu Ghayatuna Ar Rasul Qudwatuna Al Quran
Dusturuna Al Jihadu Sabiluna Al Mautu fi sabilillah Asma Amanina)[6]
Lambang Ikhwanul Muslimin adalah dua belah pedang menyilang melingkari al-
Qur`an, ayat al-Qur`an (wa’aiddu) dan tiga kata: haq (kebenaran),quwwah (kekuatan) dan
hurriyah (kemerdekaan).
2.7 Latar belakang berdirinya Ikhwanul Muslimin
Setelah runtuhnya khilafah Islamiyah di Turki yang di bubarkan oleh bapak sekuler
Kamal Atarturk pada tahun 1924 M. dunia Islam hidup dalam kegelapan bagaikan anak ayam
kehilangan induknya, maka bermunculan gerakan sekulerisme di setiap Negara Islam
bagaikan jamur di musim hujan, tiada yang dapat menghentikannya, maka tampilah tokoh-
tokoh masyarakat yang berkiblat ke barat.
Selepas Perang Dunia Pertama, golongan yang berkiblat ke barat bergerak sangat aktif
mempromoikan pemahaman mereka di Mesir. Seiring dengan itu fahaman nasionalisme di
dunia Islam mencapai puncaknya. Sementara Pergerakan Emanspasi Wanita semakin
bertambah kuat, para wanita kelas atas Mesir memberontak; enggan memakai purdah.
Mereka justru memakai fashion ala Eropa, menghadiri temasya sosial yang bercampur bebas
antara lelaki dan perempuan, baik secara tertutup ataupun terbuka. Mereka juga mendesak
supaya wanita diberi hak yang setaraf dengan lelaki.
Para ulama tidak berdaya menahan serangan dari puak Modernis kecuali hanya
sekedar melabelkan murtad pada mereka. Keadaan ditambah parah dengan para ulama jahat
yang begitu mudah dipermainkan oleh pemerintah taghut. Kondisi seperti ini telah
mengenapkan kecelaruan sebahagian umat Islam dalam kejahiliahan. Ulama Kairo saat itu
jatuh ke lembah yang paling hina, kerena mereka menyetujui fatwa yang diberi oleh Rektor
Universiti al Azhar bahwa Presiden Faruk layak untuk memerintah dan digelar Khalifatul
Mu'min dengan alasan "Faruk merupakan seorang Islam yang datang dari keturunan
Rasulullah SAW. Hassan Al Banna merasa gelisah mengenai situasi kritis ini.
Pada bulan Dzul Qa’dah 1346 H yang bertepatan dengan bulan Maret 1928, Hasan
Al-Banna didatangi oleh beberapa orang yang mengaku tertarik kepribadian dan keuletan
dakwahnya. Mereka adalah Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Husyairi, Fuad Ibrahim Ismail
Izz, Zaky Al-Maghriby, dan Abdurrahman Hasbullah. Beberapa orang tersebut menyatakn
kesetiaan mereka kepada Al-Banna dan bermaksud menggabungkan diri ke dalam sebuah
perkumpulan yang dipimpinoleh Hasan Al-Banna. Sebagai bukti kesetian, mereka rela
meyumbangkan sebagian harta kekayaan yang dimiliki demi kepentingan dakwah Islamiyah.
Dengan senang hati Al-Banna menyambut niat baik mereka. Dari pertemuan tersebut
dimusyawarahkanlah nama sebuah organisasi, yang pada akhirnya disepakati menggunakan
nama Ikhwanul Muslimin. Dengan nama tersebut dimaksudkan agar mereka dapat bersatu
padu dalam sebuah ikatan tali persaudaraan yang semata-mata untuk mengabdi kepada islam.
Dalam bukunya, Hassan Al Banna mengakui bahwa keputusannya mendirikan Jamaah
Ikhwanul Muslimin merupakan manifestasi dari sikap beliau dan sahabat yang anti terhadap
kejahilan Ummat Islam. Beliau menganggap bahwa masjid dan khutbah saja tidak cukup
untuk menyelesaikan masalah penyakit umat ini.
Dari segi bahasa, Ikhwanul Muslimin berasal dari dua lafal yaitu al-ikhwan yang
merupakan jama’ dari al-akh “saudara atau persaudaraan” dan al-Muslimin yang merupakan
bentuk jama’ dari Muslim “orang-orang yang beragama Islam atau orang-orang yang
berserah diri, patuh, dan tunduk kepada Allah agar selamat dan sejahtera di dunia dan di
akhirat” (Makluf, 1986: 5 dan Munawir, 1984: 13 ).
Adapun Pimpinan Ikhwanul Muslimin disebut Mursyid 'Am atau Ketua Umum.
Adapun tugas dari Mursyid 'Am adalah untuk mengatur organisasi Ikhwanul Muslimin di
seluruh dunia. Berikut ini adalah daftar Mursyid 'Am yang pernah memimpin Ikhwanul
Muslimin:
1. Hassan al-Banna (1949 - 1928( )‫)حسن البنا‬
2. Hassan al-Hudhaibi (1972 - 1949( )‫)حسن الهضيبي‬
3. Umar at-Tilmisani (1986 - 1972( )‫)عمر التلمساني‬
4. Muhammad Hamid Abu Nasr (1996 - 1986( )‫)محمد حامد أبو النصر‬
5. Mustafa Masyhur (2002 - 1996( )‫)مصطفى مشهور‬
6. Ma'mun al-Hudhaibi (2004 - 2002( )‫)مأمون الهضيبي‬
7. Muhammad Mahdi Akif (2004 - 2010( )‫– محمد المهدى عاكف‬
8. Muhammad Badie (2010 - )
Adapun landasan dari Ikhwanul Muslimin seperti pemikiran al-Banna, yaitu :[11]
1. Allah tujuan kami (Allahu ghayatuna)
2. Rasulullah teladan kami (Ar-Rasul qudwatuna)
3. Al-Qur'an landasan hukum kami (Al-Quran dusturuna)
4. Jihad jalan kami (Al-Jihad sabiluna)
5. Mati syahid di jalan Allah cita-cita kami yang tertinggi (Syahid fiisabilillah asma
amanina)
Mereka berdakwah kepada Allah. Komitmen dengan firman Allah Taala,“Serulah
mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik” (An-Nahl:125)
Walaupun begitu, Ikhwanul Muslimin tetap mengikuti perkembangan teknologi dan
tidak meninggalkannya. Sebagai organisasi Islam moderat, Ikhwanul Muslimin diterima oleh
segala lapisan dan pergerakan. Ikhwanul Muslimin menekankan adaptasi Islam terhadap era
globalisasi. Pemikiran dan pergerakan Ikhwanul Muslimin mencakup delapan aspek yang
mencerminkan luasnya cakupan Islam sebagai ideologi yang mereka anut, yaitu
Dakwahsalafiyah (dakwah salaf), Thariqah sunniyah (jalan sunnah), Hakikat shufiyah
(hakikat sufi), Hai'ah siyasiyah (lembaga politik), Jama'ah riyadhiyah (kelompokolahraga),
Rabithah 'ilmiyah tsaqafiah (ikatan ilmiah berwawasan), Syirkah iqtishadiyah (perserikatan
ekonomi), dan Fikrah ijtima'iyah (pemikiran sosial).
2.8 Ikhwanul Muslimin di Indonesia
Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum pendatang
Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salimpergi ke Mesir dan mencari
dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salimmenyempatkan untuk bertemu kepada
sejumlah delegasi Indonesia. (Templat:Hassan, M.Z. 1980. Diplomasi Revolusi Indonesia di
Luar Negeri. Bulan Bintang. Jakarta. Hal. 220). Agus Salim, Ketua Delegasi RI, bersama H.
Rasyidi menyampaikan terima kasih bangsa Indonesia kepada Syaikh Hasan Al-Banna,
Mursyid Am Al-Ikhwan Al-Muslimun, yang kuat sekali menyokong perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Ikhwanul Muslimin memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Republik
Indonesia. Atas desakan Ikhwanul Muslimin, negara Mesir (masih dalam status belum
sepenuhnya merdeka - en:Unilateral Declaration of Egyptian Independence, Mesir merdeka
penuh dari Inggris pada tanggal 18 Juni 1953) menjadi negara pertama yang mengakui secara
de facto (bukan de jure) kemerdekaan Republik Indonesia, setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia.. Hal ini akhirnya diikuti oleh beberapa negara dengan status seperti Mesir dan
akhirnya Vatican sebagai negara berdaulat penuh yang pertama mengakui Indonesia.Dengan
demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia.
Ikhwanul Muslimin kemudian semakin berkembang di Indonesia setelahMuhammad Natsir
mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi.
Partai Masyumi kemudian dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya.
Kemudian pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai yang menggunakan nama Masyumi, yaitu
Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (PPII Masyumi). Selain itu
berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan (PK) yang sebelumnya banyak
dikenal dengan jamaah atau kelompok Tarbiyah. PBB mendeklarasikan partainya sebagai
keluarga besar pendukung Masyumi. Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawi, Partai Keadilan
(kini berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS) merupakan perpanjangan
tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan
muda intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya. Namun tulisan ulama
yang kini bermukim di Qatar itu belum pernah mendapat konfirmasi dari para pengurus DPP
PKS. Jika dilihat dari Piagam Deklarasi PKS dan AD/ART PKS, PKS tidak pernah
menyebutkan hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin.
Selain partai-partai di atas, ada juga ormas Islam di Indonesia yang terinspirasi dari
Ikhwanul Muslimin ini, paling tidak itu terlihat dari nama ormas tersebut. Ormas yang
dimaksud, antara lain adalah Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) yang berafiliasi ke
PPP, dan Ikhwanul Muslimin Indonesia(IMI). Parmusi saat ini diketuai oleh Bachtiar
Chamsyah. Sedangkan IMI yang dideklarasikan di Depok pada tahun 2001, diketuai oleh
Habib Husein Al Habsyi.
Lalu pada Pemilu tahun 2004, Partai Masyumi Baru dan PPII Masyumi tidak dapat
mengikuti pemilu lagi karena tidak lolos electoral threshold. Partai Masyumi Baru bergabung
dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PBB masih dapat terus mengikuti pemilu.
Sedangkan PK mengikuti Pemilu 2004 setelah berganti nama menjadi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS). Setelah pemilu 2004, PBB hampir tidak bisa mengikuti pemilu 2009 karena
tidak lolos electoral threshold. Pada akhirnya PBB bisa mengikuti pemilu 2009 sebagaimana
PKS dan PPP yang masih dapat terus mengikuti pemilu 2009 karena lolos electoral threshold.
Jadi secara umum, Ikhwanul Muslimin cukup banyak memberikan inspirasi pada organisasi-
organisasi di Indonesia. Namun tidak jelas mana yang benar-benar berhubungan secara resmi
dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Jika diringkas, organisasi di Indonesia yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin
antara lain:
1. Partai Masyumi
2. Persaudaraan Muslimin Indonesia
3. Partai Masyumi Baru (1998)
4. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (1998)
5. Partai Bulan Bintang (1998)
6. Partai Keadilan (1998)
7. Ikhwanul Muslimin Indonesia (2001)
8. Partai Keadilan Sejahtera (2002)
2.9 Hizbut tahrir
Hizbut tahrir adalah gerakan politik yang didirikan oleh Taqqiyuddin an-Nabhani
(1905-1978 M). Tujuan utamanya adalah mendirikan kepemimpinan tunggal umat Islam
yang berlaku global diseluruh dunia dengan sistem khilafah. Secara resmi, hizbut tahrir
mendefinisikan dirinya sebagai partai politik yang berlandaskan islam. Mereka berusaha
membuat masyarakat berhukum dengan islam dn kemudian menggiringny untuk kembali
menegakkan khilafah. Mereka juga mengaku bukan sebagai lembaga rohani, bukan lembaga
ilmiah atau pendidikan, dan bukan pula lembaga sosial,tetapi murni sebagai lembaga politik.
Hanya saja pada kenyataannya ajaran yang dibawa hizbut takhrir, akan tetapi mencakup pula
kajian fikih dan akidah seperti banyak disebutkan kitab-kitab otoritatif dikalangan mereka
sendiri. Dalam poin inilah Hizbut Tahrir banyak menuai kritik tajam karena dianggap keluar
dari arus utama pemikiran islam.
Menurut Hizbut Tahrir, gerakan mereka didirakan berdasarkan 3 alasan, yakni:
pertama, mengikuti seruan allah SWT di dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran/3: 104 untuk
menjadi umat yang menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kedua,
membangkitkan umat dari kejerumusan yang parah, dan membebaskan mereka dari
pemikiran-pemikiran kafir dan aturan-aturannya. Ketiga, menegakkan kembali khilafah
islamiyah sehingga hukum yang ada didasarkan pada ajaran Allah SWT.
Tujuan utama Hizbut Tahrir adalah mendirikan kembali institusi khilafah yang
mencakup seluruh dunia. Mereka berjuang untuk menyatukan semua negara islamdi bawah
satu pimpinan tunggal tertinggi yang disebut khilafah. Kemudian khilafah itu menunjuk para
amir (pemimpin) sebagai penyelenggara kepemirintahan disetiap daerah. Konsep negara
Islam ala Hizbut Tahrir ini terinspirasi dari konsep kepemimpinan Khulafa’ ar-Rosyidin di
mana kaum muslimin hanya mempunyai satu kepemimpinan tertinggi.
Ajaran Islam yang diperjuangkan Hizbut Tahrir adalah ajaran Islam versi mereka
yang tidak terikat pada mazhab pemikiran tertentu, baik dalam bidang fikih, akidah, ekonimi,
dan polotik. Bahkan dalam bidang politik, Hizbut Tahrirtelah menyiapkan dustur (undang-
undang negara) sendiri yang menurut mereka siap pakai untuj negara khilafah.
2.10 Sejarah Pendirian Hizbut Tahrir
Pada tanggal 3 Maret 1924 M, khilafah ‘Ustmaniyyahdi Turki secara resmi dihapus.
Sejak itulah umat islam tidak memiliki satu pun konstitusi kekhilafahan setelah selama 14
abad umat islam hidup dalam naungan khilafah. Karenanya, Hizbut Tahrir memnadang
adanya keharusan aktivitas yang bertujuan untuk mengembalikan negara khilafah, serta
menegakkan kembali hukum-hukum yang telah diturunkan Allah SWT dan telaj mewajibkan-
Nya untuk diperlakukan kepada semua kaum muslimin.
Dalam pandangan Hizbut Tahrir, hukum-hukum islam mustahil bisa dijalankan
dengan sempurna kecuali dengan adanya Dawlah Islamiyyah (negara islam) dan seorang
khilafah yang akan menerapkan islam kepada manusia. Sementara, kaum muslimin sejak
dihapuskannya Negara Khilafah pada Perang Dunia I hidup tanpa Negara Islam, dan tanpa
hukum Islam. Oleh karena itu, aktivitas mengembalikan khilafah dan menegakkan kembali
hukum-hukum yang talah diturunkan Allah SWT dalam realitas kehidupan merupakan suatu
keharusan, bukan suatu pilihan, apalagi keringanan. Mengabaikan kewajiban ini termasuk
kemaksiatan terbesar, dan pelakunya akan disiksa oleh Allah dengan siksaan yang paling
keras. Inilah yang diyakini Hizbut Tahrir.
Hizbut Tahrir didirikan sebagai partai politik islam oleh Taqiyyuddin an-Nabhani
(1905-1978 M), seorang hakim pengadilan di Palestina dan lulusan Universitas Al-Azhar,
Mesir.bagi banyak pengikutnya, Taqiyyuddin an-Nabhani ini diyakini sebagai Mujtahid
Mutlakyang berarti setara kedudukannya dengan empat imam madzhab islam, dan ia digelari
sebagai Mujtahid Mujaddid (Mujtahid Pembaru). Hanya saja tidak seorangpun cendikiawan
di luar Hizbut Tahrir yang mengakui gelar Mujtahid itu.
Pada awalnya Taqiyyuddin an-Nabhani dekan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin
dan mengagumi Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, sampai akhirnya ia mendirikan
gerakannya sendiri. Seperti dituturkan oleh Muhammad Muhsin Rodhi, seorang aktivis
Hizbut Tahrir dari Irak didalam tesisnya, Taqiyyuddin an-Nabhani mulai membentuk sebuah
partai di kota al- Quds pada tahun 1948 M hingga pada tanggal 17 Desember 1952. Dia
mengajukan permohonan resmi kepada Departemen Dalam Negri Yordania untuk tujuan itu.
Hizbut Tahrir kemudian menjadi partai politik resmi di Yordania sejak sabtu, 14 Maret 1953
M. Setelah itu, Hizbut Tahrir punya otoritas untuk melakukan seluruh kegiatan kepartaian
secara langsung, serta mepraktikkan seluruh aktivitas kepartaian yang diterapkan dalam
anggaran dasarnya. Untuk memperlancar semua itu, Hizbut Tahrir menyewa tempat di kota
al-Quds, do depan pintu al-Amud, serta memasang nama Hizbut Tahrir. Akan tetapi,
beberapa hari setelah peresmian Hizbut Tahrir tersebut, pemerintah Yordania mengirim surat
kepada petinggi Hizbut Tahrir bahwa sebenarnya Hizbut Tahrir belum diakui secara sah
sebagai partai politik,sekalipun surat pengajuannya yang telah diterima.
Kemudian pada tanggal 22 Maret 1953,pemerintah Yordania mengeluarkan
penjelasan yang isinya menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah partai ilegal dan para
pendirinya dilarang melakukan kegiatan kepartaian apa pun bentuknya. Lalu, pada 1 April
1953, Pemerintah Yordania memerintahkan pencabutan papan nama Hizbut Tahriryang
terpasang dikantornya, di al-Quds. Perintah itu dilaksanakan polisi dengan menyerang kantor
Hizbut Tahrir dan mencabut papan namanya. Pada tanggal 4 April 1953, Pemerintah
Yordania mengeluarkan penjelasan yang isinya mengumumkan bhwa secara undang-undang
metode yang ditempuh Hizbut Tahrir tidak dakui pemerintah setempat.
Dari sana dapat diketahui bahwa pada mulanya Hizbut Tahrir didirikan sebagai partai
politik resmi yang terdaftar di pemerintahan dan otomatis sebagai partai yang terlibat dalam
parlemen dan sistem demokrasi. Sayangnya, impian tersebut kandas karena status “legal”
Hizbut Tahrir sebagai partai politik berumur delapan hari,mulai tanggal 14 Maret 1953
hingga 22 Maret 1953. Sejak itulah Hizbut Tahrir menjalankan sebagai partai politik tidak
resmi dan tidak terlibat dalam pemilihan umum di negara mana pun. Setelah itu, sebagaimana
dituturkan aktivis Hizbut Tahrir sendiri, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa haram hukumnya
ikut serta dalam pemerintahan yang menerapkan hukum kufur. Bahkan menurut Hizbut
Tahrir, keikutsertaan dalam pemerintahan yang kufur justru akan memperpanjang umur
sistem jahiliah, bukan malah menghilangkannya. Ironisnya, Hizbut Tahrir memandang semua
negara di dunia pada saat ini sebagai Dar al-Kufr (Negara Kafir). Padahal awalnya mereka
mendaftar sebagai partai politik resmi di Yordania.
2.11 Ajaran-ajaran Hizbut Tahrir
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ajaran Hizbut Tahrir tidak semua memuat
ajaran politik, tetapi meliputi berbagai aspek, termasuk akidah dan fikih. Beberapa aktivis
Hizbut Tahrir yang ada sekarang kadang melakukan ralat pada beberapa poin ajaran mereka
yang banyak menuai kritik dari kaum musliminsehingga tak jarang muncul artikel dari aktivis
mereka yang berlawanan dengan pandangan mereka sendiri sebelumnya. Namun, buku-buku
wajib dikalangan mereka yang memuat ajan-ajaran yang memuat polemik tetap diakui
sebagai pedoman resmi yang wajib diyakini dan diamalkan oleh pengikutnyadan terus
disebarkan. Dengan demikian, secra resmi ajaran-ajaran yang menuai kritik tersebut tidaklah
secara resmi diralat, tetapi tetap diakui bahkan sampai kini.
Buku-buku yang secara resmi mereka akui sebagai pandangan pokok partai, antara
lain:
 Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah
 Mafahim Hizb at-Tahrir
 Nizham al-Islam
 Nizham al-Hukmi fi al Islam
 Nizham al-Islam
 An-Nizham al-Iqtishodi fi al-Islam
 An-Nizham al-Ijitima’i fi al-Islam
 At-Takattul al-Hizbt
 Ad-Dawlah al-Islamiyyah
 Muqaddimah ad-Dustur
 Qadhaya Siyasiyyah
 Ajhizah Dawlat al-Islamiyyah
 Hizbt at-Tahrir; at-Ta’rif
Beberapa buku lain terbitan resmi Hizbut Tahrir, meskupuntidak setingkat dengan
yang disebut diatas.
Seluruh buku tersebut telah diadopsi sebagai pandangan resmi partai sehingga seluruh
pernyataan dalam buku-buku tersebut adalah pendapat yang sah dari Hizbut Tahrir yang
wajib diikuti oleh para anggotanya. Adapun beberapa ajaran pokok Hizbut Tahrir dalam
buku-buku resmi itu, antara lain sebagai berikut:
1. Wajib Mendirikan Partai Politik
2. Wajib Mendirikan Khilafah kembali
3. Khilafa yang Berpegang atas Ajaran Nabi Pasti Datang
4. Pengangkatan Kepeemimpinan Tertinggi dan Kebolehan Mencopotnya
5. Semua Negara adalah Dar al-Kufr yang Wajib Diperangi
6. Mendukung Syiah sebagai Mazhab Resmi Islam
7. Anti Qadha-Qadar
8. Hidayah
9. Ingkar pada Siksa Kubur
BAB III
KESIMPULAN

Kata Salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf, kata as-salaf sendiri
secara bahasa bermakna “orang-orang yang mendahului atau hidup pada zaman kita. Adapun
makna terminologis As-Salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah sebuah penjelasan
Rasulullah S.A.W dalam hadisnya
“Sebaik-baiknya manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang megikuti
mereka (Tabi’ien), kemudian yang mengikuti mereka (Tabi’ at-Tabi’ien). ”(H.R. Bukhari dan
Muslim )”
Hasan Al-Banna lahir tahun 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir.
Ayahnya bernama Syekh Ahmad Abdurrahman al-Banna adalah seorang ulama fiqih dan ahli
hadits. Masa hidup al-Banna tidak lama, yaitu hanya 43 tahun. Ia dibunuh pada 12 Februari
1949 oleh polisi Mesir, atas perintah Raja Farouk I.
Hassan Al Banna mengakui bahwa keputusannya mendirikan Jamaah Ikhwanul
Muslimin merupakan manifestasi dari sikap beliau dan sahabat-sahabatnya yang anti terhadap
kejahilan Ummat Islam.
Hizbut tahrir adalah gerakan politik yang didirikan oleh Taqqiyuddin an-Nabhani
(1905-1978 M). Tujuan utamanya adalah mendirikan kepemimpinan tunggal umat Islam
yang berlaku global diseluruh dunia dengan sistem khilafah. Menurut Hizbut Tahrir, gerakan
mereka didirakan berdasarkan 3 alasan, yakni: pertama, mengikuti seruan allah SWT di
dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran/3: 104 untuk menjadi umat yang menyeru pada kebaikan
dan mencegah kemungkaran. Kedua, membangkitkan umat dari kejerumusan yang parah, dan
membebaskan mereka dari pemikiran-pemikiran kafir dan aturan-aturannya. Ketiga,
menegakkan kembali khilafah islamiyah sehingga hukum yang ada didasarkan pada ajaran
Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai